• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PARIWISATA DAN EKOWISATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PARIWISATA DAN EKOWISATA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

Sifat suatu daya tarik wisata menentukan ragam wisata yang ditawarkan atau dapat dilakukan oleh wisatawan, yang pada umumnya tidak hanya menikmati satu obyek saja, melainkan beberapa obyek yang dinikmati, atau beberapa kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama atau berurutan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai keunikan, keindahan, dan nilai ditinjau dari keanekaragaman, sumber daya alam, budaya, dan hasil buatan manusia, yang menjadi maksud atau tujuan kunjungan wisatawan. Suatu daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berupa alam, flora dan fauna.

Daya tarik alam adalah daya tarik alam yang ada dengan sendirinya tanpa adanya campur tangan manusia. Daya tarik wisata buatan berupa museum, monumen kuno, peninggalan sejarah, seni budaya, dan tempat hiburan. Kegiatan tersebut meliputi pengembangan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata serta pengelolaan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada, sarana dan prasarana atau kegiatan yang diperlukan.

Tempat wisata alam menawarkan perjalanan atau beberapa kegiatan yang dilakukan secara sementara untuk menikmati keunikan dan keindahan alam, seperti di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam lainnya. Semua usaha atraksi wisata alam memanfaatkan alam sebagai potensi wisata, seperti memanfaatkan iklim, pemandangan alam, flora unik dan beberapa fenomena alam. Berdasarkan bentuk dan komponen tersebut, para pengusaha atraksi wisata budaya mencoba menonjolkan suatu atraksi dalam beberapa hal sebagai berikut.

Wisata kuliner, wisata ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan ketika berkunjung ke suatu daerah, selain memanjakan perut wisatawan dengan masakan khas daerah tersebut wisatawan juga mendapatkan nilai tambah.

Aspek Ekowisata

Dan terakhir, menurut Yoeti (2000), ekowisata adalah jenis wisata yang ramah lingkungan dengan kegiatan melihat, menyaksikan, belajar mengagumi secara langsung alam, flora dan fauna, sosial budaya etnis lokal dan wisatawan yang terlibat dalam kegiatan tersebut. pelestarian lingkungan alam sekitar dengan melibatkan penduduk setempat. 2 Ziffer (1989) Ekowisata adalah suatu bentuk pariwisata yang terinspirasi oleh sejarah alam suatu daerah, termasuk budaya asli. Dalam praktiknya, ekowisata adalah pemanfaatan hewan dan sumber daya alam secara non-konsumtif serta memberikan kontribusi langsung terhadap kawasan yang dikunjungi melalui tenaga kerja atau keuangan.

H Valentine (1993) Ekowisata adalah wisata alam yang berkelanjutan secara ekologis dan bertumpu pada lingkungan alam yang relatif utuh, tidak mengganggu atau merusak, memberikan kontribusi langsung terhadap perlindungan dan pengelolaan pemanfaatan kawasan lindung secara berkelanjutan, dan tunduk pada rezim pengelolaan yang tepat dan tepat. 1993) Wisata alam yang berkontribusi terhadap pelestarian ekosistem dengan tetap menjaga dan menghormati keutuhan kondisi alam dan unsur sosial budaya setempat. Ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang mencakup pendidikan, interpretasi lingkungan alam, dan pengelolaan kelestarian lingkungan. M Bjork (1995) Ekowisata adalah suatu kegiatan dimana wisatawan melakukan perjalanan ke kawasan alam untuk mengagumi, mempelajari dan menikmati keindahan alam dan budaya tanpa mengeksploitasi sumber dayanya, sehingga memberikan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan alam.

Ekowisata adalah perjalanan ke alam yang relatif masih alami untuk belajar, bersenang-senang, atau mendapatkan bantuan sukarela. O Blamey (1997) Pengalaman ekowisata adalah perjalanan individu menuju apa yang dianggapnya sebagai kawasan alami yang tidak terganggu lebih dari 40 km dari rumahnya, yang tujuan utamanya adalah untuk mempelajari, mengagumi atau mengapresiasi bentang alam, tumbuhan dan satwa liar, serta manifestasi budaya yang ada disekitarnya. Menjamin partisipasi warga setempat untuk menyatakan ya atau tidak dalam kegiatan pembangunan masyarakat, lahan, dan wilayah.

Mendukung perlindungan kawasan alam dengan meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, organisasi dan pihak yang bertanggung jawab terhadap konservasi kawasan alam; menciptakan lapangan kerja dan peluang menghasilkan pendapatan bagi masyarakat lokal; dan meningkatkan kesadaran di kalangan penduduk lokal dan pengunjung akan perlunya melestarikan aset alam dan budaya. Ekowisata merupakan suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya agar dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah daerah. W Yoeti (2000) ekowisata adalah jenis wisata yang berwawasan lingkungan dengan kegiatan melihat, menyaksikan, mengkaji secara langsung untuk mengagumi alam, flora dan fauna, sosial budaya etnis setempat dan wisatawan yang melakukan hal tersebut ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar. . dengan keterlibatan warga setempat.

Berdasarkan pendapat para ahli dan lembaga terkait ekowisata, ada empat aspek yang diperhatikan dalam pelaksanaan ekowisata, yaitu atraksi alam atau budaya, konservasi, pendidikan, dan partisipasi masyarakat lokal. Konservasi yang dimaksud di sini mendukung upaya pelestarian lingkungan alam, baik pemeliharaan keanekaragaman hayati, flora dan fauna serta keaslian budaya di kawasan. Berdasarkan pendapat para ahli menurut pengertian ekowisata dapat ditemukan bahwa terdapat aspek yang lebih dominan dibandingkan aspek lainnya dalam pengembangan konsep ekowisata.

Aspek yang paling dominan adalah aspek daya tarik alam atau budaya, aspek inilah yang disebutkan dalam 21 dari 23 definisi menurut para ahli ekowisata. Aspek pelestarian alam merupakan aspek yang menurut para ahli ekowisata disebutkan dalam 19 dari 23 definisi, menunjukkan bahwa aspek pelestarian alam merupakan aspek dominan kedua setelah aspek daya tarik alam atau budaya.

Prinsip Ekowisata

Dan nilai edukasi yang diharapkan adalah pariwisata memberikan kegiatan pembelajaran atau manfaat berupa pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan dan budaya yang ada. Aspek partisipasi masyarakat lokal dan nilai edukasi mempunyai kedudukan yang sama yaitu kurang dominan, dimana aspek tersebut disebutkan dalam 12 dari 23 definisi terkait ekowisata yang dikemukakan para ahli. Melibatkan peran masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan pariwisata, serta memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.

Memberikan pengalaman dan edukasi kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap destinasi wisata yang dikunjunginya. Memberikan manfaat ekonomi khususnya bagi masyarakat lokal, oleh karena itu kegiatan ekowisata harus menguntungkan.

Kriteria Ekowisata

Penerapan Ekowisata di Indonesia

Sejarah Ekowisata di Indonesia

Tidak lama setelah keberadaan CBD, Indonesia dengan bantuan pendanaan PAO dan UNDP menyusun Rencana Konservasi Nasional (NCP). Segera setelah keberadaan BAPI, muncul anggapan bahwa BAPI lebih mementingkan kepentingan ekonomi dan kurang mementingkan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup. Pada tahun 2003, BAPI direvisi dalam Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) oleh BAPPENAS dengan tujuan agar IBSAP merupakan pemanfaatan sumber daya keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dari tahap kedua ini berhasil memberikan kerangka pemikiran dan kelembagaan penyelenggaraan ekowisata, sehingga pada periode ini terbentuk berbagai lembaga konservasi dan taman nasional untuk pelestarian keanekaragaman hayati. Kolaborasi dan jaringan diciptakan untuk menghasilkan produk dan jasa ekowisata dalam rangka konservasi sumber daya keanekaragaman hayati. Periode ini melahirkan komunitas ekowisata dan intensitas komunikasi yang tinggi (Nugroho, Ecotourism and Sustainable Development, 2011).

Jenis – Jenis Ekowisata di Indonesia

Penerapan ekowisata di berbagai tempat meliputi pembahasan penelitian terkait ekowisata di Kabupaten Yapen Provinsi Papua dan penelitian terkait ekowisata di Cagar Alam Tianmushan China.

Penerapan Ekowisata di Kabupaten Yapen, Provinsi Papua

Pariwisata di Tiongkok telah mengembangkan cagar alam untuk sekitar 80 persen dari total kegiatan pariwisata sejak awal tahun 1990. Lebih dari 16 persen wisata cagar alam di Tiongkok rata-rata dikunjungi sekitar 100.000 pengunjung per tahun. Meskipun ini merupakan tahap awal pertumbuhan wisata cagar alam di Tiongkok, beberapa permasalahan terkait kegiatan wisata tersebut mulai mengemuka.

Meningkatnya perkembangan kegiatan wisata dan bertambahnya semenanjung di dalam cagar alam justru menurunkan kualitas alam di kawasan ini. Kicau burung di cagar alam mulai berkurang seiring dengan tumbuhnya pariwisata di cagar alam. Selain keanekaragaman tumbuhan, Cagar Alam Tianmushan juga memiliki keanekaragaman jenis satwa yaitu 286 jenis vertebrata dan 1.853 jenis serangga.

Cagar Alam Tianmushan juga terkenal sebagai gunung agama Tao pada masa Dinasti Han Barat (sekitar 2000 tahun yang lalu). Cagar Alam Tianmushan mempunyai 5 daya tarik wisata yaitu keanekaragaman tumbuhan, satwa, keunikan ekosistem, pemandangan alam, sejarah, dekat religi dan udara segar serta sumber mata air alami. Ternyata permasalahan di Cagar Alam Tianmushan tidak jauh dari tempat wisatanya.

Permasalahan yang terjadi adalah rusaknya tanaman di cagar alam dan kurangnya pasokan air. Kerusakan tanaman terjadi karena jalan setapak yang disediakan cagar alam tidak memenuhi kapasitas pengunjung sehingga banyak pengunjung yang keluar dari jalan setapak dan menginjak-injak tanaman di sekitar jalan setapak. Pasokan air yang tidak mencukupi merupakan permasalahan yang sudah lama dihadapi di kawasan cagar alam sejak berkembangnya kegiatan wisata.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wenjun Li (2004), pengelolaan ekowisata di Cagar Alam Tianmushan dapat melakukan beberapa strategi, yaitu: Pemantauan yang dilakukan dilihat dari perubahan kondisi cagar alam, menggunakan instrumen dan teknologi, Akan lebih baik lagi jika Anda bisa mempekerjakan orang yang khusus melakukan pemantauan di cagar alam. Indikator-indikator yang disarankan sebaiknya terus dimonitor, sehingga nantinya dapat diketahui bahwa indikator-indikator tersebut merupakan indikator yang sesuai untuk mewakili kondisi ekowisata di Cagar Alam Tianmushan.

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS KELAYAKAN USAHA KERUPUK IKAN TENGGIRI RUKMANA DALAM MENINGKATKAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA TANJUNG MANGKOK KABUPATEN KOTABARU Selvi Riyana1, Iman Setya Budi2, Abdul