• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deaerator

Alat yang berfungsi untuk melakukan deaerasi pada sebuah industri proses adalah deaerator. Deaerator memiliki fungsi utama pada industri proses seperti PLTU yaitu untuk mengurangi gas-gas pada air yang akan digunakan oleh boiler.

Senyawa O2 dan CO2 merupakan senyawa yang banyak terkandung didalam air yang akan menyebabkan korosi pada pipa apabila tidak dihilangkan. Proses menghilangkan gas-gas tersebut yaitu dengan cara memasukan uap sebagai pemanas yang akan menguapkan gas-gas didalam air. Setelah itu air yang telah melalui proses pemanasan akan ditampung pada tangki yang merupakan bagian dari deaerator sebelum dialirkan kedalam boiler (Iqbal, 2011).

Oksigen dan gas-gas terlarut lainnya dihilangkan didalam deaerator sebelum air masuk kedalam pipa boiler. Oksigen dihilangkan dengan cara memberikan uap panas pada air yang masuk kedalam tangki. Deaerator terdiri dari dua drum, drum yang lebih kecil merupakan tempat pemanasan pendahuluan dan pembuangan gas- gas dari air umpan, sedangkan drum yang lebih besar merupakan tempat penampungan air umpan sebelum masuk kedalam boiler. Spray nozzle yang berfungsi untuk menyemprotkan air umpan menjadi butiran-butiran air halus terdapat pada bagian drum kecil, hal ini dibuat agar proses pemanasan dan pembuangan gas-gas lebih sempurna. Saluran vent terdapat pada drum kecil agar gas-gas yang tidak terkondensi bisa dibuang ke atmosfer, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

(2)

Gambar 2.1 Deaerator (Iqbal, 2011)

Oksigen dalam air perlu dihilangkan karena oksigen merupakan senyawa yang menyebabkan karat pada pipa dan peralatan yang terbuat dari logam. Karbon dioksida juga perlu dihilangkan karena jika bereaksi dengan air juga akan membentuk asam karbonat yang dapat menyebabkan korosi lebih lanjut. Kadar oksigen yang diijinkan oleh deaerator sebesar (0,0005 cm3/L), yang ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Deaerator Tipe Tray (Ariyanto, 2011)

Deaerator bertipe Tray memiliki bagian Vomed deaerasi yang telah dipasang diatas silinder, vessel horizontal memiliki fungsi sebagai tangki penyimpanan air dari boiler. Cara kerjanya ialah air masuk melalui bagian atas dan uap disemprotkan melalui bagian bawah tangki. Tray memberikan fungsi untuk memperluas bidang kontak. Lubang bagian atas memiliki fungsi untuk memisahkan

(3)

gas-gas yang tidak terlarut. Deaerator memiliki saluran ventilasi yang berfungsi mengeluarkan uap dari dalam tangki. Air yang telah bebas dari gas-gas terlarut selanjutnya dialirkan kedalam boiler. Bagian bawah tangki ada bagian sparger yang berfungsi mengantarkan uap kedalam tangki dengan tujuan memanaskan air didalam tangki (Ariyanto, 2011).

2.2 PID Controller

PID controller adalah salah satu dari beberapa sistem kendali yang digunakan pada industri. Sistem ini merupakan sistem kontrol loop tertutup yang cukup sederhana dan kompatibel dengan sistem kontrol lainnya sehingga dapat dikombinasikan dengan sistem kontrol lain seperti Fuzzy control, Adaptif control dan Robust control. yang ditunjukkan pada Gambar 2.3:

Gambar 2.3 Blok Diagram Sistem Kontrol Berumpan Balik (Sukamta, 2010) Sistem kendali telah digunakan lebih dari 50 tahun, pengontrolan beragam variabel proses industri telah disukseskan dengan adanya sistem kendali PID.

Sistem kendali PID pada industri bidang proses digunakan sebagai sistem kendali pada berbagai plant. Data dari survey 97% industri yang bergerak dalam bidang proses menggunakan sistem kendali PID dalam pengontrolannya (Setiawan, 2015).

Luasnya penggunaan kontrol PID pada dasarnya memiliki latar belakang beberapa hal, diantaranya:

1. Struktur kontrol yang sederhana: pada sistem kendali ada tiga parameter utama yang dapat dilakukan tuning, parameter PID memiliki pengaruh terhadap dinamika pengontrolan secara intuitive dan mudah dipahami oleh operator.

2. Sistem kendali PID memiliki sejarah yang telah berumur lebih dari 90 tahun. PID telah digunakan jauh sebelum era digital berkembang (yaitu pada periode tahun 1930) selama ini sistem kendali PID telah mendapatkan perkembangan.

(4)

3. Sistem kendali PID dalam banyak kasus telah terbukti menghasilkan kerja relative memuaskan, baik digunakan sebagai sistem Regulator (sistem kendali yang memiliki setpoint tetap dan beban yang dapat diatur sesuai kebutuhan industri) maupun sebagai sistem Servo (sistem kendali dengan setpoint yang berubah dan beban cenderung konstan).

2.3 Control Valve

Control valve berfungsi memanipulasi cairan yang mengalir, seperti gas, uap, air, atau senyawa kimia, dan memperkecil gangguan beban dan mempertahankan variabel proses yang diatur agar sedekat mungkin ke setpoint yang diinginkan. Control valve berfungsi menerima semua informasi dan memberikan keputusan agar mendapatkan laju aliran yang sesuai nilai setpoint setelah terjadi gangguan, setelah komponen lain mengukur, menghitung dan membandingkan control valve akan menerapkan strategi yang dipilih oleh pengontrol (Emerson, 2019).

Control valve memiliki beberapa bagian diantaranya rakitan katup yang terdiri dari tubuh katup, bagian trim internal, actuator yang berfungsi memberi tenaga untuk mengoprasikan katup, dan aksesoris katup tambahan yang terdiri dari transduser, tekanan pasokan regulator, operator manual, snubber, atau batasan sakelar (Emerson, 2019).

PLTU Teluk Balikpapan menggunakan control valve dengan jenis globe valve, globe valve memiliki arah gerak linier yang berfungsi untuk menghentikan aliran, membuka aliran, dan mengatur aliran. Globe valve terdiri dari berbagai bahan segel dan posisi penyegelan yaitu bagian atas sumbat katup, bagian diameter luar, dan kurungan katup yang berfungsi membatasi kebocoran upstream, tekanan tinggi dan aliran menuju downstream dan tekanan rendah. Downstream bekerja dikedua sisi atas dan bawah sumbat katup, yang membatalkan sebagian besar gaya tidak seimbang statis (Emerson, 2019).

2.4 Differential Pressure Transmitter

Differential pressure transmitter (DPT) terbagi atas dua bagian yaitu bagian sensor atau diapraghma dan bagian elektronik yaitu bagian yang memproses signal dan mengeluarkan output. Sensor merupakan bagian yang memiliki kontak langsung dengan proses yang diukur, koneksi antara transmitter dengan proses

(5)

yang diukur menggunakan tubing yaitu pipa dengan ukuran tertentu yang dapat dirubah arahnya sesuai dengan kebutuhan. Selain dengan menggunakan tubing differential pressure transmitter yang desainnya menggunakan pipa kapiler dan diaprahma pada ujungnya, pipa kapiler diisi dengan cairan dan dipasang dari pabriknya dan agar tekanan bisa sampai ke sensor, cairan yang dipakai untuk mengisi pipa kapiler adalah silikon, glycol, atau glycerine. DPT memiliki prinsip pembacaan didalam tangki melalui perbedaan tekanan didalam tangki tergantung pada nilai high pressure dengan low pressure tapping point yang telah ditentukan.

DPT memiliki cara kerja dengan membandingkan selisih tekanan sisi high dengan sisi low dikarenakan tekanan menjadi parameter utama pada pengukuran. Variasi density mempengaruhi pembacaan transmitter (Utami, 2012).

Receiver merupakan komponen yang berfungsi untuk menerima data dan mengolah data. Data yang diterima oleh receiver akan diidentifikasi oleh mikro controller dimana data tersebut merupakan data actual lapangan, maka data yang telah diidentifikasi merupakan data dari hasil pengamatan transmitter. Data yang diterima akan diolah didalam Personal Computer (Henry, 2019).

2.5 Pemodelan Level Transmitter

Transmitter level merupakan alat yang berfungsi mengukur level air pada deaerator dengan memanfaatkan perbedaan tekanan yang kemudian di konversi menjadi arus listrik. Transmitter ini memiliki range input dan memiliki time konstan 0,2 sekon. Transmitter ini akan mentransmisikan sinyal ke sistem kendali dengan range 4-20mA (Widiyanti, 2017).

Pemodelan level transmitter didapatkan pada Persamaan 2.1:

𝑀(𝑆) 𝑈(𝑆) =

𝐺𝑇

𝜏𝑇𝑆 + 1

Nilai gain transmitter didapatkan dengan Persamaan 2.2:

𝐺𝑇 =𝑆𝑝𝑎𝑛 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑆𝑝𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝐺𝑇 = 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐼𝑚𝑖𝑛

𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐻𝑚𝑖𝑛

Nilai dari 𝜏𝑇 merupakan nilai dari waktu konstan transmitter pada PLTU Teluk Balikpapan dengan watu 0,2 sekon (Widiyanti, 2017).

(2.1)

(2.2)

(6)

2.6 Pemodelan Control Valve

Pemodelan control valve untuk mengendalikan level dalam deaerator membutuhkan control valve yang mengatur laju aliran fluida dari economizer menuju deaerator. Model matematis dari control valve adalah sebagai berikut (Permanahadi& Soehartanto, 2012):

𝑀𝑉𝐶𝑉(𝑆) 𝑈(𝑆) =

𝐾𝐶𝑉 𝜏𝐶𝑉𝑆 + 1

Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan gain control valve, dapat diperoleh pada Persamaan 2.4.

𝐾 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

∆ tekanan masukan

Sedangkan untuk gain I/P diperoleh dengan Persamaan 2.5.

𝐺𝐶 = 𝑠𝑝𝑎𝑛 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑠𝑝𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Dapat diperoleh gain total control valve, 𝐾𝐶𝑉 = 𝐾. 𝐺𝐶

Time constant dari control valve ditunjukkan pada Persamaan 2.7:

𝜏𝐶𝑉= 𝑇𝑉(∆𝑉 + 𝑅𝐶𝑉) Keterangan:

RCV = Perbandingan time constant inherent dengan time stroke = 0,03 (untuk jenis actuator diaphragma)

= 0,3 (untuk jenis actuator piston) Nilai TV diperoleh dari Persamaan 2.8.

𝑇𝑉 = 𝑌𝐶

𝐶𝑉

Keterangan:

YC = Faktor stroking time valve = 0,676

CV = Koefisien control valve

(2.3)

(2.4)

(2.5)

(2.6)

(2.7)

(2.8)

(7)

= 0,39 (untuk jenis Positioner I/P)

2.7 Pemodelan Matematis Level Tangki Deaerator

Level air didalam deaerator perlu dijaga menggunakan sistem kendali yang mengatur level pada tangki deaerator. Beberapa instrument yang terlibat dalam upaya menjaga level air didalam deaerator seperti, transmitter dan control valve (Ariyanto, 2011).

Diasumsikan bahwa massa gas yang dibuang keatmosfir lewat venting dapat diabaikan maka, didapatkan pendekatan model tangki deaerator yang ditunjukkan pada Gambar 2.4:

Gambar 2.4 Pendekatan Model Deaerator (Ariyanto,2011)

Persamaan kesetimbangan massa digunakan untuk mendapatkan Level tangki pada deaerator. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut: [akumulasi massa per satuan waktu] = [massa masuk per satuan waktu] - [massa keluar persatuan waktu].

𝜌𝑑𝑉

𝑑𝑡 = 𝐹𝑖𝜌𝑖+ 𝑚𝑠− 𝐹𝑜𝜌𝑜

Tangki pada deaerator memiliki bentuk bangun ruang yang menyerupai bentuk tabung. Setelah diketahui pendekatan model tangki berbentuk tabung maka, hubungan antara volume dan ketinggian adalah:

𝑑𝑉 = 𝐴𝑑ℎ = 𝑊𝑡𝐿𝑑ℎ 𝑤𝑡

2 =√𝑅2− (𝑅 − ℎ)2 𝑤𝑡= 2√(𝐷 − ℎ)ℎ

(2.10) (2.9)

(2.11) (2.12)

Fi Mi

Fo

h

(8)

𝑑𝑉 = 2√(𝐷 − ℎ)ℎ 𝐿𝑑ℎ

Persamaan diatas dapat diselesaikan menggunakan linierisasi persamaan deret Taylor. Persamaan 2.14 yang disusun sesuai deret taylor:

𝑑𝑦 𝑑𝑡 =

𝜕𝑓

𝜕𝑦 𝑦′ +

𝜕𝑓

𝜕𝑥 𝑥′ +

𝜕𝑓

𝜕𝑧 𝑧′

Dari persamaan deret taylor dapat di susun persamaan sebagai berikut:

𝑑ℎ′

𝑑𝑡 =

𝜕𝑓

𝜕𝑦 𝐹𝑖+ 𝜕𝑓

𝜕𝑚𝑠 𝑚𝑠 +𝜕𝑓

𝜕ℎ ℎ′

variable deviasi ditunjukkan pada Persamaan 2.15:

𝐹𝑖= 𝐹𝑖− 𝐹̅ ; 𝑚𝑖 𝑠 = 𝑚𝑠− 𝑚̅̅̅̅ ; ℎ𝑠 = ℎ − ℎ̅

Setelah linearisasi menggunakan deret taylor didapatkan Persamaan 2.16.

𝑑ℎ

𝑑𝑡 = 𝐹𝑖′ +1

𝜌 𝑚𝑠′ − 𝐾 2√ℎℎ′

Fungsi transfer dari proses ditunjukkan pada Persamaan 2.17.

= 𝐺𝑝

𝜏𝑝𝑠 + 1 𝐹𝑖+ 𝐺𝑚

𝜏𝑝𝑠 + 1 𝑚𝑠

Setelah didapatkan pemodelan selanjutnya dapat dilakukan proses simulasi (Ariyanto, 2011).

2.8 Sistem Kendali

Sistem kendali merupakan usaha atau perlakuan terhadap suatu sistem dengan masukan tertentu guna mendapatkan keluaran sesuai dengan yang diinginkan. Variabel-variabel perlu diperhitungkan untuk melakukan perhitungan pada pemodelan sistem. Selain itu, sistem kendali dapat didefinisikan pula sebagai hubungan timbal balik antara elemen-elemen yang membentuk suatu konfigurasi sistem yang memberikan suatu hasil berupa respon yang dikehendaki. Sistem kendali memiliki banyak istilah yang digunakan untuk proses pemodelannya (Ogata, 2010).

(2.13)

(2.14)

(2.15)

(2.16)

(2.17)

(9)

2.8.1 Istilah-istilah dalam Sistem Kendali

Sistem kendali memiliki variabel yang perlu diketahui, variabel tersebut merupakan bagian yang sangat penting untuk melakukan pemodelan. Berikut ini beberapa istilah variabel yang sering digunakan dalam sistem kendali:

1. Variabel terukur (measured variabel) adalah suatu besaran atau kondisi yang terukur oleh transmitter.

2. Variabel termanipulasi (manipulated variabel) adalah suatu besaran atau kondisi yang divariasi oleh kontroler sehingga mempengaruhi nilai dari variabel yang dikendalikan

3. Sistem (sistem) adalah kombinasi dari elemen-elemen yang bekerja bersama-sama membentuk suatu objek tertentu.

4. Error adalah selisih antara variabel terukur dengan nilai setpoint.

5. Gangguan adalah adanya sinyal yang muncul tanpa perintah pada sistem yang bekerja.

6. Setpoint adalah nilai yang ditentukan pada sebuah sistem yang ingin dicapai pada kondisi yang ideal.

7. Variabel terkontrol merupakan variabel hasil yang merupakan output proses.

8. Plant adalah suatu objek fisik yang dikendalikan.

9. Actuator adalah suatu peralatan atau kumpulan elemen yang menggerakkan plant (Ogata, 2010).

2.8.2 Parameter dan Elemen Sistem Kendali

Suatu sistem kendali pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang menyusunnya. Elemen ini membantu instrument dapat bekerja dengan sangat maksimal. Elemen tersebut seperti:

1. Sensing element adalah sebuah sensor yang memiliki fungsi untuk melakukan pengukuran pada plant dalam kasus ini digunakan untuk mengukur level air.

2. Transmitter merupakan alat yang berfungsi menerima dan mengirimkan sinyal yang diberikan sensor dan mengubahnya menjadi besaran elektrik. Sensing element dan transmitter pada umumnya menjadi satu alat yang dapat disebut sebagai transmitter.

3. Controller memiliki fungsi mengatur besaran proses agar sesuai dengan nilai

(10)

setpoint dan melakukan koreksi apabila besaran proses jauh dari nilai setpoint- nya sesuai dengan aksi dan mode kendalinya.

4. Final control element merupakan elemen paling akhir dari suatu sistem pengendalian proses yang berfungsi untuk mengubah proses variabel dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variabel berdasarkan perintah dari kontroler. Bekerja dengan mewujudkan signal output dari kontroler menjadi suatu gerakan katup membuka atau menutup aliran sehingga dapat mengembalikan variabel proses keharga yang telah ditentukan (Ogata, 2010).

2.8.3 Spesifikasi Respon Transient

Hal terpenting dalam mendesain suatu sistem kendali adalah spesifikasi atau kriteria performansi yang ditampilkan. Bagian spesifikasi ada istilah-istilah yang sangat dibutuhkan dalam pemodelan sistem. Berikut ini penjelasan dari beberapa komponen kriteria performansi dan ditampilkan secara grafik pada Gambar 2.5.

1. Rise time (tr) adalah waktu agar respon dapat naik dari 0% sampai 100%. Semakin kecil nilai rise time semakin baik.

2. Settling time (ts) adalah waktu agar respon mencapai suatu nilai dan steady pada fraksi harga akhir sebesar 2% - 5%.

3. Delay time (td) adalah waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk mencapai setengah dari nilai akhir (setpoint) untuk pertama kali.

4. Peak time (tp), waktu yang diperlukan sistem untuk mencapai puncak pertama kali.

5. Persentasi maksimum overshoot adalah puncak lewatan maksimum respon transient, dinyatakan dengan selisih nilai setpoint dengan nilai aktual puncak dalam bentuk persen. Semakin rendah overshoot sistem akan semakin stabil.

6. Error steady state (ess) ialah nilai selisih antara nilai set point dengan nilai aktual plant pada kondisi steady. Sistem yang baik jika steady state error bernilai 0 (Ogata, 2010).

Spesifikasi respon transient grafik ditunjukkan pada Gambar 2.5.

(11)

Gambar 2.5 Spesifikasi Grafik Respon Step (Ogata, 2010) 2.9 Tuning PID Ziegler-Nichols Metode Osilasi

Metode osilasi merupakan metode yang didasarkan pada reaksi sistem close loop. Cara tuning metode ini pertama parameter integrator diatur menjadi tak hingga dan parameter derivatif diatur menjadi nilai nol (Ti = ~; Td = 0). Metode ini hanya digunakan parameter porporsional, selanjutnya nilai Kp ditingkatkan dari nilai nol sampai dengan nilai dimana grafik dapat berosilasi secara stabil pada nilai kritikal. Nilai penguatan proporsional hingga mencapai grafik osilasi stabil disebut sebagai Critical Gain (Kcr). Periode osilasi pada grafik disebut sebagai Critical Period (Pcr). Closed loop sistem untuk mendapatkan nilai Kcr dan Pcr ditunjukkan pada Gambar 2.6(Ogata, 2010).

Gambar 2.6 Blok Diagram dengan Proportional Controller (Ogata, 2010) Niai Kp dinaikan hingga mendapatkan nilai Kcr dan Pcr, sehingga didapatkan kurva respon yang berosilasi secara stabil pada magnitude yang sama. Kurva respon ditunjukkan pada Gambar 2.7 (Ogata, 2010).

(12)

Gambar 2.7 Kurva Osilasi tetap dengan Nilai Pcr (Ogata, 2010)

Nilai Kcr dan nilai Pcr yang telah didapatkan digunakan untuk mendapatkan nilai Ti dan Td menggunakan persamaan yang telah dibuat oleh Ziegler-Nichols.

Persamaan untuk mendapatkan nilai Ti dan Td ditunjukkan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Penalaan Parameter PID dengan Metode Osilasi

Tipe Kontroler Kp Ki Kd

P 0,5Kcr ∞ 0

PI 0,45Kcr 1

1,2 𝑃𝑐𝑟

0

PID 0,6Kcr 0,5Pcr 0,125Pcr

(Ogata, 2010)

2.10 Tuning Konstanta PID

Nilai Kp, Ki dan Kd diperlukan untuk mendapatkan aksi kendali yang baik agar hasilnya seperti yang diinginkan. Model matematis perlu dipahami secara menyeluruh untuk melakukan proses tuning, alat dan cara penggunaan software merupakan hal yang harus dipahami. Berikut adalah tahapan yang dapat dilakukan:

1. Cara kerja sistem dan pemodelan sistem dinamik dalam persamaan differential dapat dipahami.

2. Transformasi laplace digunakan untuk mendapatkan fungsi transfer sistem.

3. Fungsi transfer yang sudah didapatkan digabungkan dengan jenis aksi pengendalian.

4. Nilai konstanta Kp, Ki dan Kd ditentukan.

5. Sistem yang telah dibuat diuji dengan sinyal masukan seperti fungsi step

(13)

dalam fungsi transfer yang baru.

6. Respon transient dalam rentang waktu yang ditentukan.

Sebelum dilakukannya tuning perlu dipahami tujuan dan hasil apa yang perlu dicapai dalam tahap pengerjaannya berikut hal hal yang perlu diketahui.

Tuning kendali PID bertujuan untuk menentukan parameter atau nilai dari kendali proporsional, integratif dan derivatif. Proses manual tuning PID dilakukan dengan cara trial & error hingga didapatkan hasil respon yang stabil dan sesuai dengan yang diinginkan. Sinyal kesalahan atau error adalah bagian dalam penggunaan kendali PID, sinyal kendali yang dilanjutkan menuju actuator dalam sistem closed loop merupakan hasil dari penggunaan kendali PID. Beberapa cara manual tuning PID diantaranya adalah Ziegler Nichols tipe 1, tipe 2 dan Cohen Coon (Yudianto, 2012).

2.11 Auto Tuned PID Matlab

PID tuner otomatis merupakan tuner otomatis yang disediakan pada software Simulink, tuner ini menyediakan penyetelan sistem kendali PID satu loop yang dapat diterapkan secara cepat dan luas pada blok-blok kendali PID Simulink.

Parameter kendali PID dapat diatur menggunakan metode ini, yang bertujuan untuk mencapai desain yang kuat dan memberikan waktu respon sesuai dengan yang diinginkan. PID tuner memiliki alur kerja yang melibatkan tugas-tugas berikut:

1. PID tuner dijalankan, model linier dari model simulink akan secara otomatis dihitung dan akan didesain pengendali awal.

2. PID tuner diatur dengan menyesuaikan kriteria desain, pengaturan di atur secara manual dalam dua mode desain. Tuner akan secara otomatis menghitung parameter PID agar sistem dapat stabil dan kuat.

3. Parameter pengendali yang telah dirancang akan diekspor ke blok kendali PID dan verifikasi kinerja pengendali di Simulink (Mathwork, 2017).

Perangkat lunak pada Simulink akan menghitung model instalasi linier yang terbaca oleh pengontrol pada saat PID tuner dijalankan. Input dan output instalasi akan secara otomatis diidentifikasi oleh perangkat lunak, dan menggunakan titik operasi saat ini untuk linierisasi. Pengendali PI awal dihitung oleh PID tuner untuk mencapai keseimbangan antara kinerja dan ketahanan. Kinerja pelacakan refrensi

(14)

langkah secara otomatis akan ditampilkan pada plot. Dialog PID tuner ditunjukkan pada Gambar 2.8:

Gambar 2.8 Dialog PID Tuner Desain Awal (Mathwork, 2017).

Tampilan parameter P dan I, dan satu set pengukuran kinerja dan ketahanan membutuhkan waktu dua sekon untuk penyelesaian. Kinerja pengendali pada model linier plant dapat diatur sesuai keinginan. Parameter respon grafik dapat langsung ditampilkan setelah selesai melakukan tuning. Respon grafik ditunjukkan pada Gambar 2.9 (Mathwork, 2017).

Gambar 2.9 Tabel Parameter Tuner Otomatis PID (Mathwork, 2017).

(15)

2.12 Penelitian Terdahulu

Pengendalian level pada PLTU Teluk Balikpapan sebagian besar menggunakan kontrol PID karena mudah untuk diimplementasikan dan memilki banyak referensi untuk pemasangan maupun tuning PID, selain itu kontrol PID memiliki banyak keunggulan yaitu mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset, dan menghasilkan perubahan awal yang besar. Dibutuhkan penelitian untuk membantu perancangan sistem kendali PID level air pada deaerator, berikut ini adalah beberapa penelitian perancangan sistem kendali yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Metode dan hasil pada penelitian tersebut telah dirangkum pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Tabel Rangkuman Penelitian Sistem Kendali Sebelumnya

No Nama Judul Metode Hasil

1 (Saputra , 2017) Perancangan Sistem Kendali Level Air Pada

steam drum Menggunakan Kedali PID dan

Fuzzy logic StudiKasus PLTU

TELUK BALIKPAPAN 2x110 MW Teluk

Balikpapan

Metode tunning PID konvensional

dan Fuzzy logic

Sistem kendali tuning aturan SO- OV, PID-fuzzy gain scheduling dan sistem kendali fuzzy logic (FLC) mampu mengikuti nilai setpoint dalam uji tracking setpoint dan juga dapat menjaga kestabilan level pada setpoint ketika diberi gangguan berupa sinyal step 2 (Runzi, Michels,

2014)

Optimizing Drum – Boiler water Level Control Performance : A

Pratical Approach

Metode PID – controller

Model ini diterapkan dalam MATLAB / Simulink

lingkungan dan diperiksa secara intensif diberbagai

bidang skenario dengan eksitasi yang sangat

kaya dari penutup pabrik

rentang operasi yang luas, untuk memastikan validitas dan keandalannya.

(16)

No Nama Judul Metode Hasil 3 (Kumar, 2015) Boiler tank level

control using fuzzy logic

Metode Tuning PID

fuzzy logic gain scheduling

Fuzzy logic algoritma meningkatkan performa kendali siklus tertutup drum

dibandingkan dengan algoritma PID konvensional.

Hal ini menyebabkan meningkatnya

efisiensi pembangkit.

4 (Ariyanto, 2011) Perancangan Sistem Pengendalian Level Deaerator

Menggunakan Fuzzy Gain Scheduling-PI

diPT PERTOWIDADA

Metode Fuzzy Gain Scheduling-

PI

Pengendali fuzzy gain scheduling - PI

memeliki respon output yang lebih baik dibandingkan dengan pengendali

PI. Untuk pengendali PI didapatkan nilai maximum overshoot

= 16,56 %, settling time = 682 sekon.

Sedangkan untuk fuzzy gain scheduling - PI didapatkan nilai Maximum overshoot

= 0 %, settling time

= 300 sekon.

(17)

Halaman ini sengaja dikosongkan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penilain dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1 Hasil Validasi Terhadap Aspek Bahan Ajar Tabel 2 Hasil Uji Validasi Bahan Ajar Secara Keseluruhan No Komponen

DAFTAR TABEL Tabel Judul Tabel Hal Tabel 1 Penelitian yang berhubungan dengan SOD, BDNF dan NIHSS 6 Tabel 2 Penelitian suplementasi Superoxide Dismutase SOD 77 Tabel 3 Definisi