• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolasi Selulosa dari Lignoselulosa

Selulosa merupakan salah satu sumber daya alam terbarukan yang paling berlimpah di Indonesia. Dewasa ini, selulosa digunakan sebagai bahan baku alternatif dalam industri dan menyebabkan permintaan selulosa terus meningkat.

Peningkatan permintaan selulosa ini disebabkan oleh semakin berkurangnya cadangan bahan baku yang berasal dari sumber daya alam tak terbarukan. Meskipun demikian, selulosa masih belum dapat dimanfaatkan di berbagai bidang karena kesukaran dalam pemrosesan akibat adanya ikatan hidrogen intra- dan antarmolekul yang kuat pada struktur selulosa (Song, dkk, 2008).

Selulosa termasuk polimer hidrofilik dengan tiga gugus hidroksil reaktif tiap unit hidroglukosa. Selulosa tersusun atas ribuan gugus anhidroglukosa yang tersambung melalui ikatan 1,4-β-glukosida membentuk molekul berantai yang panjang dan linier. Gugus hidroksil yang ada pada selulosa sudah banyak digunakan untuk memodifikasi selulosa, salah satunya dengan teknik pencangkokan guna memasukkan gugus fungsi tertentu pada struktur selulosa tersebut (Suka, 2010).

Selulosa sering dijumpai pada jaringan tumbuhan kayu. Namun, selulosa tidak murni berbentuk selulosa, tetapi masih dalam bentuk lignoselulosa.

Lignoselulosa itu sendiri tergabung dari selulosa, hemiseulosa, dan lignin (Rowell, 2005). Seperti pada Gambar 2.1, dijelaskan struktur selulosa ketika sudah dipisahkan dari lignin dan hemiselulosanya.

(2)

6 Gambar 2.1 Struktur Selulosa

Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, selulosa banyak dijumpai pada jaringan tumbuhan kayu. Pada Tabel 2.1 ditampilkan kandungan selulosa pada beberapa tumbuhan kayu antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kandungan Selulosa pada Beberapa Jenis Tumbuhan Kayu Tumbuhan Kadar Selulosa (%) Referensi

Batang Pisang 63 - 64 Zulaekha, dkk, 2018

Jerami Padi 34,2 Umaningrum, dkk, 2018

Kulit Durian 50 - 60 Kurniawan, dkk, 2013

Tandan Kosong Kelapa Sawit 33,25 Dewanti, 2018 Tongkol Jagung 33 - 55 Eriningsih, dkk, 2011 Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai kadar selulosa tertinggi terdapat pada batang pisang, sehingga pada penelitian ini sumber selulosa diperoleh dari batang pisang.

Hal ini juga didukung dengan banyaknya tumbuhan pisang yang tumbuh di Kalimantan Timur.

Tahapan isolasi selulosa dari lignoselulosa dapat dilakukan melalui tahapan- tahapan seperti berikut :

2.1.1 Delignifikasi

Tahapan awal dari isolasi selulosa adalah delignifikasi. Delignifikasi dikenal sebagai proses untuk mengurangi kadar lignin dalam serat tumbuhan berkayu, dimana mekanismenya struktur lignoselulosa akan dibuka agar selulosa menjadi lebih mudah untuk diakses. Caranya dengan merendam selulosa pada larutan alkali dan lignin akan larut sehingga mempermudah proses pemisahan lignin dengan seratnya (Permatasari, dkk, 2013). Proses delignifikasi sering menggunakan larutan

(3)

7 alkali atau basa, dimana serat tumbuhan akan direndam dalam kurun waktu tertentu (Madina, dkk, 2013).

Beberapa larutan alkali yang bisa digunakan dalam proses delignifikasi antara lain NaOH, Na2SO3, dan Na2SO4 (Sumada, dkk, 2011). Namun, umumnya NaOH digunakan sering digunakan dalam proses delignifikasi (X. Li, dkk, 2007). Menurut Julfana (2012), penggunaan NaOH dapat menghilangkan lignin sekaligus mengekstraksi hemiselusosa pada selulosa yang berbentuk amorf, sehingga saat ini sangat umum digunakan NaOH dalam proses delignifikasi.

Reaksi yang terjadi pada delignifikasi adalah larutan NaOH akan terionisasi.

Ion OH- akan memutuskan ikatan-ikatan pada struktur dasar lignin dan ion Na+ berikatan dengan lignin membentuk natrium fenolat, dimana garam ini akan larut dan ditandai dengan warna coklat kehitaman pada larutan (black liquor) (Safaria, 2013). Reaksi menghasilkan dua cincin benzene yang terpisah, dimana masing- masing cincin memiliki gugus O yang reaktif. Gugus O reaktif ini bereaksi dengan Na+ dan ikut larut dalam larutan basa sehingga lignin hilang apabila dibilas. Selain itu, reaksi ini juga menghasilkan H2O. Selulosa bersifat hidrofilik, maka H2O diikat oleh selulosa yang menyebabkan konsentrasi ikatan O-H meningkat (Gian, dkk, 2017).

2.1.2 Bleaching

Tahap selanjutnya pada isolasi selulosa adalah bleaching, bertujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin sehingga terjadi perubahan warna. Proses bleaching bertujuan untuk mendegradasi rantai lignin yang panjang menggunakan bahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai lignin yang pendek, sehingga lignin dapat larut pada saat pencucian. Dalam proses bleaching, bahan kimia yang bisa digunakan antara lain H2O2 dan NaOCl, namun secara umum H2O2 banyak digunakan untuk proses bleaching ini (Sumada, dkk, 2011).

Proses bleaching tidak hanya menghilangkan lignin namun akan menghilangkan kandungan hemiselulosa yang masih tertinggal di serat tersebut.

Secara umum, hidrogen peroksida (H2O2) dikenal sebagai agen oksidasi pada proses bleaching yang menyebabkan serat mengalami perubahan warna. Pada reaksi bleaching ini, ion perhidroksil (-OOH) dihasilkan dari penguraian hidrogen

(4)

8 peroksida ke dalam larutan alkali. Ion OOH menyerap grup lignin dan selulosa (M.

Rayung, dkk, 2014).

2.2 Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC) dari Selulosa

Carboxymethyl Cellulose (CMC) adalah bahan serbaguna yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang dimana gugus karboksimetil pada CMC berfungsi sebagai hidrokoloid yang memiliki kemampuan untuk mengentalkan air, menangguhkan padatan dalam media cair, menstabilkan emulsi, menyerap kelembaban dari atmosfer, dan bahan baku pembentuk film. Aplikasi CMC banyak digunakan pada berbagai industri seperti deterjen, cat, keramik, tekstil, kertas, dan makanan yang berfungsi sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi, dan bahan penaut silang (Wijayani, dkk, 2005). CMC berasal dari turunan selulosa yang berantai lurus, panjang, larut dalam air, dan anionik polisakarida (Tasaso, 2015).

Sifat CMC yang dikenal sebagai bahan yang biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, memiliki rentang pH sebesar 6,5 sampai 8,0 dan stabil pada rentang pH 2 – 10, serta larut dalam air (Eriningsih, dkk, 2011).

Struktur CMC merupakan rantai polimer yang terdiri dari molekul selulosa yang terdiri dari unit anhidroglukosa. Unit anhidroglukosa ini memiliki tiga gugus hidroksil dan beberapa atom hidrogen akan disubstitusi oleh karboksimetil (Kamal, 2010). Pada proses sintesis CMC terdapat proses eterifikasi polimer linier dengan gugus karboksimetil (-CH2-COOH) yang terikat pada beberapa gugus OH dari monomer glukopiranosa. Struktur karboksimetil selulosa mempunyai kerangka dasar 1,4-β-Dglukopiranosa dari polimer selulosa seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2. Setiap unit anhidroglukosa (C6H10O5) selulosa memiliki tiga gugus hidroksil (–OH) yang akan diganti atau disubstitusi oleh gugus karboksil. Beberapa sifat penting yang diperhatikan untuk keberhasilan CMC antara lain kelarutan, absorpsi di permukaan, viskositas dan yang terpenting adalah derajat substitusi (Aprilia, 2009).

(5)

9 Gambar 2.2 Struktur Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Sintesis CMC terdiri dari dua tahapan yaitu alkalisasi dan karboksimetilasi.

Pada proses alkalisasi dan karboksimetilasi, pelarut yang digunakan adalah isopropil alkohol. Pada sintesis CMC, digunakan medium reaksi, salah satunya adalah isopropil alkohol. Isopropil alkoho bersifat inert sehingga isopropil alkohol tidak ikut bereaksi. Pada reaksinya, isopropil alkohol akan memecahkan ikatan selulosa sehingga selulosa lebih mudah berikatan dengan Na dari NaOH (Pustaka Pangan, 2012). Merujuk pada penelitian Bi, dkk. (2008), isopropil alkohol dapat menghasilkan efisiensi reaksi yang tinggi. Tahapan proses sintesis CMC terbagi menjadi dua tahapan yaitu:

2.2.1 Tahap Alkalisasi

Pada proses alkalisasi, selulosa akan direaksikan menggunakan NaOH sehingga terjadi reaksi substitusi antara gugus hidroksil dengan NaOH yang akan menghasilkan natrium selulosa (Nisa, dkk, 2014). Proses alkalisasi akan mengembangkan serat selulosa, menyebabkan struktur kristalin selulosa akan berubah dan meningkatkan kemampuan NaOH masuk ke dalam serat. Selain itu, NaOH akan menembus struktur kristal selulosa, kemudian mensolvasi gugus hidroksil untuk selanjutnya terjadi reaksi eterifikasi dengan cara memutus ikatan hydrogen pada tahap karboksimetilasi. Larutan NaOH akan mengaktifkan gugus- gugus -OH pada molekul selulosa dan berfungsi untuk memudahkan difusi reagen pada tahap karboksimetilasi (Ayuningtias, dkk, 2017). Pelarut isopropil alkohol melarutkan NaOH dan mendistribusikannya ke gugus hidroksil selulosa membentuk alkil selulosa.

(6)

10 2.2.2 Tahap Kaboksimetilasi

Tahap selanjutnya adalah karboksimetilasi menggunakan senyawa monokloroasetat baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya, seperti natrium monokloroasetat. yang memengaruhi substitusi unit anhidroglukosa pada selulosa (Rahmawati & Iskandar, 2014). Substitusi gugus karboksil dengan gugus hidroksil pada unit anhidroglukosa selulosa ini menunjukkan nilai derajat substitusi produk CMC (Melisa, dkk, 2014). Banyaknya alkali yang digunakan mempengaruhi jumlah garam natrium monokloroasetat untuk bereaksi dengan gugus hidroksil pada selulosa sehingga komposis reagen alkalisasi dan karboksimetilasi dalam pembuatan CMC sangat menentukan kualitas atau mutu dari CMC yang dihasilkan (Wijayani, dkk, 2005).

2.3 Karakteristik Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Carboxymethyl Cellulose (CMC) memiliki karakteristik fisik yang dapat diuji secara sederhana. Beberapa karakteristik CMC yaitu:

2.3.1 Derajat Substitusi (DS)

Banyaknya gugus hidroksil yang disubstitusi disebut degree of substitution (DS) atau derajat substitusi (Cash dan Caputo, 2010). DS menjadi salah satu parameter utama keberhasilan proses sintesis CMC. Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan DS adalah sebagai berikut :

%CMC Vo Vn x M x 0,059 x 100

m DS 162 x %CMC

5900 58 x %CMC

(Song, 2013) Menurut Eriningsih, dkk. (2011) daya guna CMC sangat bergantung pada pemilihan media reaksi sintesa dan tahapan proses. Nilai DS yang dihasilkan berkaitan erat dengan peran media reaksi, reagen alkalisasi dan reagen karboksimetilasi selama proses sintesis CMC serta menunjukkan tingkat kompatibilitasnya dengan komponen lain seperti garam atau pelarut lainnya dan berpengaruh pada viskositas (Nur, dkk, 2016). Beberapa faktor yang mempengaruhi DS antara lain adalah density, thixotropy dan higroskopis.

………... (2.1)

………. (2.2)

(7)

11 Thixotropy adalah sifat dari gel atau cairan yang berbentuk kental (viscous), namun tidak homogen. Sifat thixotropy dapat dilihat ketika suatu cairan dituangkan, maka cairan tersebut tidak mengalir dengan lancer, namun berkurang kekentalannya bila diaduk atau dimampatkan. Sifat higroskopis menunjukkan kemampuan gel atau cairan untuk menarik molekul dari lingkungannya, melalui absorpsi atau adsorpsi, sehingga terjadi perubahan seperti peningkatan volume, sifat kaku, atau karakter fisik lainnya. Semakin meningkat densitas dan higroskopis CMC, maka DS nya akan semakin meningkat pula, namun DS akan berkurang dengan semakin meningkatnya sifat thixotropy (Eriningsih, dkk., 2011). Sifat tersebut dapat digambarkan melalui keseragaman substitusi gugus karboksimetil seperti pada Gambar 2.3 sebagai berikut:

  Gambar 2.3 Sifat Homogenitas Larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Sumber : (Eriningsih, dkk, 2011)

Penelitian ini lebih memperhatikan perubahan DS CMC, dimana DS ini dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan berat monokloroasetat (MCA).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, nilai derajat subtitusi mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaOH yang diberikan, karena semakin banyak NaOH, akan meningkatkan tingkat pengembangan selulosa dan memudahkan masuknya reagen Monokloroasetat untuk mensubstitusi gugus hidroksil pada selulosa dengan gugus fungsi CMC (Zhang, dkk. 1992). Semakin besar jumlah konsentrasi MCA yang digunakan maka derajat substitusi yang dihasilkan juga semakin meningkat hingga mencapai titik tertentu lalu mengalami penurunan. Jika MCA yang ditambahkan berlebih maka sisa MCA bereaksi dengan NaOH membentuk natrium glikolat (HOCH2COONa) dan natrium klorida (NaCl) yang mengakibatkan turunnya derajat substitusi (Spurlin, dkk, 1995).

(8)

12 2.3.2 pH

Karakterisasi CMC lainnya untuk menunjukkan kualitas CMC adalah pH.

Pada penelitian sebelumnya, jika pH di bawah 1, akan terbentuk endapan karena larutan tidak homogen, sehingga untuk penggunaan di bidang industri khususnya di bidang pangan, disarankan sifat CMC tidak terlalu asam. Untuk CMC mutu 1, SNI mensyaratkan nilai pH berada pada kisaran 6-8 (Nur, dkk, 2016), sedangkan standar Food and Agriculture Organization (FAO) adalah 6-8,5 (Ferdiansyah, dkk, 2016).

2.3.3 Kelarutan

Pada penelitian Nisa, dkk. (2014), kelarutan CMC ditentukan dari nilai DS.

DS merupakan faktor utama kelarutan CMC dalam air. CMC dengan DS di bawah 0,4 bersifat swellable tetapi tidak mampu untuk larut dalam air, sedangkan di atas 0,4 CMC mampu terlarut dengan hidroafinitas yang bertambah seiring dengan peningkatan DS. Kelarutan CMC dalam air dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Kelarutan massa CMC yang tersisa massa awal CMC Volume pelarut

(Nisa, dkk, 2014) Nilai DS yang dihasilkan dari suatu proses sintesis CMC dipengaruhi oleh lama agitasi dan waktu reaksi. Semakin lama agitasi dan waktu reaksi maka akan menyebabkan struktur selulosa semakin mengembang dan memperbesar jarak antara gugus satu dengan gugus yang lainnya. Dengan demikian, menyebabkan semakin sulit untuk melakukan pemutusan ikatan dan penggantian gugus (Nisa, dkk, 2014).

2.3.4 Viskositas

Menurut Imeson (2010), viskositas CMC dipengaruhi oleh panjang rantai atau derajat polimerisasi (DP). Panjang rantai CMC ini akan menunjukkan berapa banyak jumlah gugus karboksimetil pada CMC yang bertindak sebagai gugus hidrofilik. Kemampuan hidrofilik ini yang menunjukkan kemampuan CMC berikatan dengan air sehingga menghasilkan larutan dengan viskositas tertentu (Nisa, dkk, 2014). Makin tinggi kadar CMC, pembentukan ikatan silang makin besar dan immobilisasi molekul pelarut juga makin tinggi sehingga menyebabkan kecenderungan viskositas meningkat (Kamal, 2010).

…. (2.3)

(9)

13 Ketika nilai derajat substitusi (DS) meningkat, maka kemampuan CMC untuk mengikat air semakin dengan nilai viskositas tertentu. Hal ini disebabkan gugus hidroksil yang tersubstitusi dengan gugus metil membuat CMC lebih reaktif terhadap air. Ketika rantai CMC semakin panjang, menyebabkan viskositas akan semakin meningkat dan menyebabkan larutan yang kental dan brsifat ter- moreversible (Lili, dkk, 2007). Adapun nilai viskositas dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut : 

μ μ x ρ x t

ρ x t

(Safitri, dkk, 2017)

2.4 Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai Kandidat Drug Delivery System (DDS)

Hingga saat ini, CMC kerap digunakan pada berbagai macam bidang, salah satunya pada bidang farmasi. Dalam bidang farmasi, CMC di aplikasikan dalam bentuk yang berbeda-beda. Untuk obat capsule, CMC digunakan sebagai pengikat dan pembantu pembutiran, untuk obat pencahar digunakan sebagai pengikat air, dan untuk obat ointment (salep) atau losion digunakan sebagai penstabil, pengental, dan pembentuk film. Selain yang disebut diatas, CMC di aplikasikan juga dalam bidang Drug Delivery System (DDS) yang biasa kita sebut sebagai sistem penghantar obat.

Contoh pengaplikasian CMC dalam DDS adalah hydrogel. Adapun bentuk sediaan hydrogel umumnya ada dua yaitu dalam bentuk hydrogel film dan hydrogel beads. Pada pengaplikasiannya, obat akan dimasukkan kedalam hydrogel, ketika hydrogel berkontak dengan medium yang berair, air akan berpenetrasi ke dalam hydrogel dan melarutkan obat. Berdasarkan penelitian Warren, dkk., (2017), untuk saat ini, pengembangan yang dilakukan adalah mendesain hydrogel sebagai kandidat DDS yang terkontrol dan spesifik bagi suatu organ atau jaringan tubuh tertentu. Hal ini dikarenakan sifat hydrogel yang bio-adesif dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.

………. (2.4)

(10)

14 2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan beberapa rangkuman dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Pada Tabel 2.2 ditampilkan penelitian terdahulu terkait penelitian yang saat ini dilakukan yaitu :

(11)

15

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Sintesis Carboxymethyl Cellulose (CMC)

No Metode Hasil Referensi

1 Sintesis CMC menggunakan limbah tongkol jagung

Dengan perlakuan konsentrasi NaOH 30% dengan kondisi reaksi 50o C dan pengadukan 3 jam diperoleh nilai DS sebesar 0,55

Eriningsih, dkk, 2011

2 Sintesis CMC menggunakan kulit kakao

Perlakuan terbaik yang diperoleh yaitu dengan konsentrasi Asam Trikloroasetat 20% dan lama agitasi 1 jam dengan DS yang dihasilkan sebesar 0,1

Nisa, dkk, 2014

3 Sintesis CMC menggunakan limbah kulit pisang kapok

Kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini, untuk tahap alkalisasi yaitu pada temperatur 45 oC pada konsentrasi NaOH 20% dengan derajat subtitusi yang dihasilkan yaitu 0,812 sedangkan untuk tahap karboksimetilasi diperoleh hasil derajat subtitusi tertinggi yaitu 0,73 pada rasio mol Selulosa : NaMCA 1 : 1,6

Ayuningtiyas, dkk, 2017

4 Sintesis CMC menggunakan limbah pelepah kelapa sawit

Dengan perlakuan konsentrasi NaOH 10%, berat NaMCA 4,57 g, dan suhu reaksi 46,59 °C. Hasil dari perhitungan RSM menunjukkan CMC dengan kondisi optimum memiliki nilai DS sebesar 0,83

Ferdiansyah, dkk, 2017

(12)

16 5 Sintesis CMC menggunakan

kulit durian

Didapatkan rasio NaMCA : Selulosa terbaik yang menghasilkan CMC yaitu 7 : 5 dengan nilai derajat subsitusi sebesar 1,17 dan waktu reaksi optimum 4 jam dengan nilai derajat subsitusi sebesar 1,2

Safitri, dkk, 2017

6 Sintesis CMC menggunakan batang pisang raja

Variasi NaMCA mempengaruhi karakteristik CMC yang dihasilkan, pada variasi 3 gram NaMCA menghasilkan rendemen terbesar yaitu 192% terhadap berat selulosa dan derajat substitusi sebesar 1,1684

Purba dan Melda, 2018

Referensi

Dokumen terkait

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab ini akan diurutkan tentang penelitian terdahulu dan teori-teori relevan dengan pokok bahasan dalam penelitian TA ini, khususnya yang berkaitan dengan

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diurutkan tentang penelitian terdahulu dan teori-teori relavan dengan pokok bahasan dalam penelitian tugas akhir ini, khususnya yang