• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KRITERIA DESAIN JEMBATAN

N/A
N/A
UR BILAE

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I KRITERIA DESAIN JEMBATAN "

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

KRITERIA DESAIN JEMBATAN

A. PRINSIP PRINSIP PERENCANAAN a. Pokok-Pokok Perencanaan

Suatu.jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah rnemenuhi criteria kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan :

 Kekuatan dan Stabilitas Struktur

Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS (Ultimate Limit State) - keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai beban beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana.

 Kenyamanan dan Keamanan

Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS (Serviceability Limit State) - keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak diperiksa untuk beban ULS (Ultimate Limit State), tetapi untuk beban SLS (Serviceability Limit State) yang lebih kecil dan lebih sering terjadi dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui dalam satu tahun.

 Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan)

Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin.

 Ekonomis

Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya

Selesai mengikuti mata diklat ini diharapkan peserta mampu menerapkan kriteria desain jembatan

(2)

 Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan

 Keawetan dan kelayanan jangka panjang.

Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan dalam lingkungan laut agresifgaram yang dekat pantai.

 Estetika

Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.

b. Rujukan Perencanaan

Perencanaan jembatan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Rujukan terhadap perencanaan yang berlaku :

1) Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.

498/KPTSA,[12005)

2) BMS’(2 dengan revisi pada Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)

3) BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSAT/2005

4) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992) 5) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)

6) Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku

7) Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

8) Prosedur Operasional Standar (POS) bidang jembatan

9) Pedoman Teknis Penjabaran RKL atau UKL dan untuk penerapan pertimbangan lingkungan agar mengaci pada dokumen RKL atau UKL dan SOP

10) Ketentuan-ketentuan lain yang relevan bila tercakup dalam ketentuan-ketentuan di atas harus mendapat persetujuan pemberi tugas.

B. PARAMETER PERENCANAAN

Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak jembatan, material.

(3)

Gambar 2.1. Potongan Memanjang Jembatan a. Umum

1). Umur Rencana Jembatan

Umur rencana jembatan standar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Umur rencana untuk jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana dipengaruhi oleh material/bahan jembatan dan aksi lingkungan yang mempengaruhi jembatan. Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus direncanakan untuk aksi yang mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan antara :

dengan periode ulang adalah:

Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali selama umur rencana jembatan

D = Umur rencana ( tahun. )

R = Periode ulang dari aksi ( tahun )

Tabel 2.1. Hubungan antara periode ulang dengan umur rencana

(4)

2) Pembebanan jembatan

Pembebanan jembatan sesuai SK.SNI T-02-2005 menggunakan BM 100.

3) Geometrik

Lebar jembatan ditentukan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang lewat setiap jam, makin ramai kendaraan yang lewat maka diperlukan lebar jembatan lebih besar.

Tabel 2.2. Penentuan Lebar Jembatan

Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka lebar lantai jembatan ditentukan sebagai berikut:

 Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah l+7+ I meter

 Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter

 Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan.

 Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n (2,75 - 3,50 ) m, dimana n = jumlah lajur lalu lintas.

4) Superelevasi / kemiringan Lantai Jembatan

Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%. Kemiringan memanjang jembatan adalah tanjakan atau turunan pada saat melalui jembatan.

Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut disyaratkan sebagai berikut:

 Perbandingan l : 30 untuk kecepatan kendaraan > 90 km/jam

 Perbandingan l : 20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90 km/jam

 Perbandingan l : 10 untuk kecepatan kendaraan < 60 km/jam

Jembatan pada ruas jalan nasional dengan kemiringan memanjang jembatan maksimum adalah l : 20 atau 5%. Ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa semakin besar kecepatan kendaraan, maka semakin landai pula tanjakan atau turunan yang diberikan pada

(5)

badan Jembatan kendaraan tersebut tidak "jumping", yang secara otomatis akan memberikan beban kejut tumbukan vertical pada struktur jembatan. Struktur Jembatan tidak diperhitungkan terhadap beban tumbukan akibat jumping kendaraan. Jembatan hanya diperhitungkan menahan beban kejut kendaraan yang melaju.

5) Ruang Bebas Vertikal dan Horizontal

Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya struktur atas jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau benda yang lewat di bawah jembatan. Clearance (ruang bebas) vertikal diukur dari permukaan air banjir sampai batas paling bawah struktur atas jembatan. Besamya clearance bervariasi, tergantung dari jenis sungai dan benda yang ada di bawah jembatan. Nilai ruang bebas di bawah jembatan ditentukan sebagai berikut:

C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan

C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan . C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya.

C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang.

C ≥ 15 m; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk alur pelayaran. jenis sungainya, jalan : 5 m, laut l5 m ).

Horizontol clearance ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal ditentukan US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah :

 3 kali panjang kapal rencana, atau

 2 kali lebih besar dari lebar channel

Gambar 2.2. Clearance pada jembatan distas selat/laut/sungai yang dilewati kapal

(6)

Gambar 2.3. Clearance pada jembatan layang 6). Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan

Pemberian syarat bidang datar dari permukaan jalan yang menghubungkan antara jalan dengan jembatan dilakukan untuk meredam energi akibat tumbukan dari kendaraan yang akan melewati jembatan. Bila hal ini tidak diberikan,dikhawatirkan akan berakibat pada rusaknya struktur secara perlahan – lahan akibat dari tumbukan kendaraan - kendaraan terutama kendaraan berat seperti truk atau kendaraan berat lainnya.

Energi kejut yang diberikan pada strukur akan meruntuhkan struktur atas, seperti gelagar dan juga lantai kendaraan. Tentu saja untuk menguranginya maka diberikan jarak berupa jalan yang datar mulai dari kepala jembatan sejauh minimum 5 meter ke arah jalan yang di beri struktur pelat injak untuk pembebanan peralihan dari jalan ke jembatan.

G a

Gambar 2.4. Potongan melintang jembatan

(7)

Untuk melindungi agar kendaraan yang lewat jembatan dalam keadaan aman, baik bagian kendaraan maupun barang bawaannya, maka tinggi bidang kendaraan ditenrukan sebesar minimum 5 m yang diukur dari lantai jembatan sampai bagian bawah balok pengaku rangka bagian atas ( Top lateral bracing )

7) Lokasi dan Tata letak Jembatan.

Lokasi jembatan menghindarkan tikungan di atas jembatan dan oprit.

Peletakan jembatan dipengaruhi oleh pertimbangan - pertimbangan a) Teknik (aliran sungai, keadaan tanah)

 Aliran air dan alur sungai yang stabil (tidak berpindah-pindah)

 Tidak pada belokan sungai

 Tegak lurus terhadap sungai

 Bentang terpendek (lebar sungai terkecil) b) Sosial (tingkat kebutuhan lalulintas)

c) Estetika(keindahan)

Untuk kebutuhan estetikapada daerah tertenhr/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.

Gambar 2.5. Sungai dan penampang sungai

Pada daerah transisi atau daerah perbatasan antara bukit dengan lembah aliran sungai biasanya berkelok-kelok, karena terjadinya perubahan kecepatan air dari tinggi ke rendah, ini mengakibatkan bentuk sungai berkelok-kelok dan sering terjadi perpindahan alur sungai jika banjir datang. Untuk itu penempatan jembatan sedapat mungkin tidak pada aliran air yang seperti ini, karena jembatan akan cepat rusak jika dinding sungai terkikis air banjir, dan jembatan menjadi tidak berfungsi jika aliran air sungai berpindah akibat banjir tersebut.

Pada dasarnya, penentuan letak jembatan sedapat mungkin tidak pada belokan jika bagian bawah dari jembatan tersebut terdapat aliran air. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi scouring

(8)

(penggerusan) pada kepala jembatan, namun jika terpaksa dibuat pada bagian belokan sungai maka harus di bangun bangunan pengaman yang dapat berupa perbaikan dindin sungai dan perbaikan dasar sungai pada bagian yang mengalami scouring (penggerusan).

Penempatan jembatan diusahakan tegak lurus terhadap sungai, untuk mendapatkan bentang yang terpendek dengan posisi kepala jembatan dan pilar yang sejajar terhadap aliran air. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gerusan pada pilar, yang akan mempengaruhi kinerja pilar jembatan. Bila scouring telah terjadi dikhawatirkan pilar yang seharusnya menopang struktur atas jembatan akan rusak sehingga secara otomatis akan merusak struktur jembatan secara keseluruhan.

Agar pembuatan jembatan lebih ekonomis, diusahakan mencari bentang yang terpendek diantara beberapa penampang sungai.

Karakteristik lokasi jembatan yang ideal adalah :

l. Secara geologis lokasi pondasi untuk kepala jembatan dan pilar harus baik. Dibawah pengaruh pembebanan, permukaan tanah yang mendukung harus bebas dari faktor geseran (slip) dan gelinding (slide). Pada kedalaman yang tidak terlalu besar dari dasar sungai terdapat lapisan batu atau lapisan keras lainnya yang tidak erosif, dan aman terhadap gerusan air sungai yang akan terjadi.

2. Batasan sungai pada lokasi jembatan harus jelas, jembatan diusahakan melintasi sungai secara tegak lurus.

3. Bagian punggung atau pinggir harus cukup kuat, permanen dan cukup tinggi terhadap permukaan air banjir.

4. Untuk mendapatkan suatu harga pondasi yang rendah, usahakan mengerjakan pekerjaan pondasi tidak di dalam air, sebab pekerjaan pondasi dalam air mahal dan sulit.

8) Penentuan bentang

Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan.

Gambar 2.6. Potong memanjang jembatan

(9)

Ada 2 (dua) cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir.

Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan membawa hanyutan - hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan, atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya tidak membawa hanyutan - hanyutan besar dari banjir. Material - material yang dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun ukurannya sangatlah bervariasi..Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan dengan sungai yang bukan limpasan banjir.

Gambar 2.7. Bentang jembatan untuk bukan sungai limpasan

Gambar 2.8. Bentang jembatan untuk sungai limpasan banjir

9) Material a. Beton

Lantai jembatan dan elemen struktural bangunan atas lainnya menggunakan mutu beton minimal K-350, untuk bangunan bawah adalah K-250 termasuk isian tiang pancang.

b. Baja tulangan

(10)

Baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk D<13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk D>13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.

b. Perencanaan bangunan atas 1) Pemilihan Bangunan Atas

Sebelum pembuatan jembatan perlu dilakukan perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak boros dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencana.

Perencanaan jembatan perlu mempertimbangkan faktor ekonomis. Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan tipe struktur utama dan jenis material yang optimum.

Gambar 2.9. Penentuan type jembatan berdasarkan bentang jembatan

Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan atas jembatan standar Bina Marga seperti :

 Box culvert (single, double, triple) bentangl s/d l0 m

 Voided Slab (Plank),bentang 6 s/d l6m.

 Gelagar Beton Bertulang Tipe T, bentang 6 s/d 25 m

 Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, bentang 16 s/d 40 m

 Gelagar Komposit Tipe I dan Box Bentang 20 s/d 40m.

 Rangka Baja Bentang 40 s.d 60m.

2) Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS)

(11)

b) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak melampaui batas yang diizinkan yaitu simple beam < L / 800 dan kantilever L / 400.

c) Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen baja dan galvanis terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi material.

c. Perencanaan bangunan bawah

Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu abutment (kepala jembatan) dan pilar.

1) Pemilihan Bangunan Bawah

Pemilihan bangunan bawah dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

 Memiliki dimensi yang ekonomis

 Terletak pada posisi yang aman, terhindar dari kerusakan akibat :gerusan arus air, penurunan tanah,longsoran lokal dan global.

 Kuat menahan beban berat struktur atas , beban lalu lintas ,beban angin dan beban gempa.

 Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan kapal, dan tumbukan kendaraan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe bangunan bawah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.10. Tipikal jenis kepala jembatan

(12)

Gambar 2.11. Tipikal jenis pilar jembatan

2) Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan bangunan bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS)

b) Struktur bangunan bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30 mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif)

d. Perencanaan Pondasi 1) Pemilihan Pondasi

Bentuk pondasi yang tepat untuk mendukung struktur bawah jembatan harus dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas jembatan yang ditahan oleh pondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah kerasnya.

Pemilihan pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

 Disarankan tidak menggunakan pondasi langsung pada daerah dengan gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan pondasi terhadap scouring.

 Hindari peletakkan pondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global,

 jika kepala jembatan atau pilar jembatan harus diletakkan pada lereng sungai.

 Hindari penyebaran gaya dari pondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing sungai.

(13)

 Gunakan pondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar jembatan Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe pondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Pemilihan bentuk pondasi

2) Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)

b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing :2,5 - 3 dan SF Friction =3- 5

c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk pondasi Sumuran dangkal dan pondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5-3, SF Geser = 1,5 - 2 dan SF Guling = 1,5 -2 e. Perencanaan Jalan Pendekat

1) Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:

 H kritis :(c.Nc+y.D.Nq)/y

 H izin : H kritis/ SF, di mana SF = 3.

2) Bila tinggi timbunan melebihi H izin, harus direncanakan dengan system perkuatan tanah dasar yang ada.

C. Proses Perencanaan Jembatan a. Tahapan Desain

Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain diatas, maka desain jembatan harus mengikuti proses desain sebagai berikut:

 Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data dasar perencanaan dan

(14)

 Membuat pradesain/ rancangan awal berdasarkan hasil survey pendahuluan

 Melalukan pengkajian hasil pradesain, dan jika perlu melakukan survey kembali untuk memastikan:

o Lebar dan Bentangjembatan.

o Perlu tidaknya pilar.

o Letak kepalajembatan

o Posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya

o Bahan - beban lain / khusus yang mungkin bekerja pada jembatan o Metoda konstruksi yang akan digunakan

 Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan

 Menentukan beban - beban yang bekerja pada jembatan

 Melakukan perhitungan analisa struktur

 Menentukan dimensi tiap elemen jembatan

 Membuat gambar hasil perencanaan.

Gambar 2.12. Tahapan proses desain jembatan

b. Perencanaan bangunan atas

(15)

1) Tahapan Pengumpulan data - data yang diperlukan

 Fungsi jembatan; berhubungan dengan syarat kenyamanan

 Umur rencana; berhubungan dengan material yang akan digunakan dan bahan pengawetnya

 Lebar jalan dan klas jalan; lebar jembatan dan pembebanan

 Jenis jembatan ( viaduk, aquaduk); penentuan clearance

 Bahan yang akan digunakan; berhubungan dengan kesedianaan material

 Peta situasi; penentuan posisi jembatan terhadap jalan dan sungai

 Lokasi jembatan ( di kota / di daerah mana ); berhubungan dengan peninjauan gempa

 Data tanah ; peninjauan gempa dan jenis pondasi

 Topografi sungai ; penentuan bentang, perlu tidaknya pilar, penentuan letak pilar, penentuan letak kepala jembatan.

 Jenis sungai ; penentuan letak kepala jembatan, Clearance, perlu tidaknya pilar

 Muka air banjir / rintangan dibawah jembatan; posisi struktur atas

 Kecepatan arus air banjir; gaya pada pilar

 Kecepatan angin; gayapada struktur atas dan bawah 2) Pembuatan bentuk / arsitek jembatan

 Penempatan letak jembatan terhadap sungai/rintangan dibawahnya; tegak Iurus , terpendek, perlu analisa antara memindahkan sungai, melengkungkan jalan, atau jembatan serong )

 Penentuan bentang jembatan; perlu analisa mahal mana pembuatan kepala jembatan atau struktur atas

 Penentuan perlu tidaknya pilar; mahal mana antara pembuatan pilar dengan struktur atas bentang panjang .

 Penentuan type struktur atas ( Gelagar, box, rangka, kabel, kombinasi rangka atau Gelagar dengan kabel )

 Penentuan type struktur bawah ; bentuk pilar dan kepala jembatan 3) Pemodelan strukrur

 Penentuan type hubungan struktur atas dan bawah ; kaku, sendi, rol

 Pemodelan hubungan antar elemen pembentuk jembatan ; jepit, sendi

(16)

4) Prelirninary design ( Pra desain)

 Penentuan ukuran struktur atas dan bawah

 Penentuan / perkiraan dimensi bagian -bagian struktur atas

 Penentuan / perkiraan dimensi bagian -bagian struktur bawah 5) Analisa struktur

Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan Eaya-gaya dalam dengan pembebanan yang direncanakan. Analisis ini dapat diselesaikan dengan menggunakan software.

 Analisis statik

o Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan)

o Model dibuat untuk keseluruhan stnrktur dengan berbagai kondisi pembebanan, termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa static ekivalen jembatan.

 Analisis dinamik

Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :

o Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada komputer.

o Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada wind tunnel test di laboratorium uji

 Analisis pada masa konstruksi

o Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa konstruksi.

c. Perencanaan bangunan bawah

l) Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah.

2) Menentukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai dengan ketinggian dan kondisi sungai.

3) Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan

4) Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilarjembatan.

5) Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam.

6) Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.

(17)

Gambar 2.13. Diagr

Diagram alir proses desain struktur bawah jembatan d. Perencanaan pondasi

l) Menentukan letak /posisi pondasi dibawah rcncana kepala jembatan atau pilar,

2) Melakukan penyelidikan tanah pada tempat dimana kepala dan pilar jembatan akan diletakkan.

3) Menentukan bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan pilar jembatan

4) Menentukan beban-beban yang bekerja pada pondasi, yang berasal dari aksi kepala dan pilar jembatan .

5) Melakukan perhitungan mekanika untuk mendapatkan gaya-gaya luar dari tekanan tanah, gaya reaksi sebagai daya dukung tanah, dan gaya-gaya dalam pada tubuh pondasi.

6) Menentukan dimensi dan pendetailan penampang berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.

7) Pengecekan kapasitas pondasi yang didasartan kepada:

8) Kapasitas pondasi harus proposional sesuai dengan bahan yang di gunakan.

9) Kapasitas pondasi ditentukan oleh kapasias 'reh.

10) Kapasitas pondasi ditentukan oleh kestabilan tanah pendukungnya, termasuk keruntuhan akibat gelincir.

(18)

11) Kontrol ketahanan pondasi terhadap kemungkinan : geser, guling dan penurunan, jika pondasi tidak didudukkan pada lapisan tanah yang keras,

D. Rangkuman

Suatu.jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah rnemenuhi kriteria kriteria perencanaan yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan :

 Kekuatan dan Stabilitas Struktur

Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS (Ultimate Limit State) - keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai beban beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana.

 Kenyamanan dan Keamanan

Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS (Serviceability Limit State) - keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak diperiksa untuk beban ULS (Ultimate Limit State), tetapi untuk beban SLS (Serviceability Limit State) yang lebih kecil dan lebih sering terjadi dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui dalam satu tahun.

 Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan)

Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya, sehingga harus dihindari sedapat mungkin.

 Ekonomis

Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi.

 Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan

 Keawetan dan kelayanan jangka panjang.

(19)

Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan dalam lingkungan laut agresifgaram yang dekat pantai.

 Estetika

Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.

E. Latihan

1. Jelaskan bagaimana menentukan penempatan jembatan diatas sungai

2. Penentuan bentang jembatan sangat penting dalam perencanaan jembatan, jelaskan cara-cara penentuannya.

3. Uraikan menentukan clearance horizontal maupun vertical

4. Jelaskan jenis-jenis bangunan atas jembatan berdasarkan bentangnya, serta jenis jenis bangunan bawah jembatan

5. Berikan bagan alir secara singkat tentang tahapan perencanaan jembatan

(20)

BAB II

PEMBEBANAN JEMBATAN

Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada RSNI T-02-2005 yang mencakup beban rencana tetap, lalu lintas, beban akibat lingkungan, dan beban pengaruh aksi-aksi lainnya.

A. Aksi dan beban tetap a. Umum

1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan;

2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3;

3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini dan tidak boleh diubah;

4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut;

b. Berat sendiri

Tabel 3.1. Faktor beban untuk berat sendiri

Selesai mengikuti mata diklat ini diharapkan peserta mampu menerapkan pembebanan jembatan

(21)

Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.

Tabel 3.2. Berat isi untuk beban mati [ kN/m3]

No. Bahan Berat/Satuan Isi

(kN/m3)

Kerapatan Masa (kg/m3)

1 Campuran aluminium 26.7 2720

2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240

3 Besi tuang 71.0 7200

4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760

5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320

6 Aspal beton 22.0 2240

7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000

8 Beton 22.0-25.0 2240-2560

9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640

10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600

11 Timbal 111 11 400

12 Lempung lepas 12.5 1280

13 Batu pasangan 23.5 2400

14 Neoprin 11.3 1150

15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760

16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920

17 Lumpur lunak 17.2 1760

18 Baja 77.0 7850

19 Kayu (ringan) 7.8 800

20 Kayu (keras) 11.0 1120

21 Air murni 9.8 1000

22 Air garam 10.0 1025

23 Besi tempa 75.5 7680

c. Beban mati tambahan / utilitas

Tabel 3.3. Faktor beban untuk beban mati tambahan

1) Pengertian dan persyaratan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.

(22)

Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.

Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal. (lihat Tabel 3.7)

2) Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan

Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam gambar.

Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana.

3) Sarana lain di jembatan

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling membahayakan dapat diperhitungkan

d. Pengaruh penyusutan dan rangkak

Tabel 3.4. Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan-jembatan beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari jembatan. Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).

(23)

e. Pengaruh prategang

Tabel 3.5. Faktor beban akibat pengaruh prategang

Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit.

Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya.

Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:

1) pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0;

2) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur.

f. Tekanan tanah

Tabel 3.6. Faktor beban akibat tekanan tanah

1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah;

2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah;

(24)

4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dariwsdan harga rencana daricdanφ. Harga-harga rencana daricdanφdiperoleh dari harga nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam Tabel 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum dalam Pasal ini;

5) Pengaruh air tanah harus diperhitungkan sesuai ketentuan Tabel 3.7. Sifat-sifat untuk tekanan tanah

6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis (lihat Gambar 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus nol.

7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.

(25)

Gambar 3.1. Tambahan beban hidup g. Pengaruh beban tetap pelaksanaan

Tabel 3.8 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan urut-urutan pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.

Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.

B. Beban lalu lintas a. Umum

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur

"D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.

Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud

(26)

sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.

Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat digunakan

b. Lajur lalu lintas rencana

Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 3.10.

Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.

c. Beban lajur “D”

Tabel 3.9. Faktor beban akibat beban lajur “D”

1) Intensitas dari beban “D”

a) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.2.

Tabel 3.10. Jumlah lajur lalu lintas rencana

(27)

b) Beban terbagi rata (BTR)mempunyai intensitasqkPa, dimana besarnyaqtergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:

dengan pengertian :

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter). Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar 3.4. Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan.

BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam Gambar . 3.6

c) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitaspadalah 49,0 kN/m.

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar 3.6.

Gambar 3.2. Beban lajur “D”

Gambar 3.3. Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani

(28)

2) Penyebaran beban "D" pada arah melintang

Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D"

harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 %

b) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel 11), dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nlx 2,75pkN, kedua-duanya bekerja berupastrippada jalur selebar nlx 2,75 m;

c) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar 3.5;

Gambar 3.4. Penyebaran pembebanan pada arah melintang

d) luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap.

3) Respon terhadap beban lalu lintas “D“

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban lajur “D”

tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100%

(29)

Gambar 3.5 Faktor Susunan Pembanan D”

d. Pembebanan truk "T"

Tabel 3.11. Faktor beban akibat pembebanan truk “T”

1) Besarnya pembebanan truk “T”

Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 3.7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

(30)

Gambar 3.6. Pembebanan truk “T” (500 kN)

2) Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T"

yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.

Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar 3.7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana dapat dilihat penjelasan sebelumnya, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan.

3) Respon terhadap beban lalu lintas “T”

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan:

a) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang diberikan dalam Tabel 3.12;

b) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m;

c) bentang efektif S diambil sebagai berikut:

i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S

= bentang bersih;

ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak

(31)

T

abel 3.12. Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”

e. Klasifikasi pembebanan lalu lintas

1). Pembebanan lalu lintas yang dikurangi

Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D"

setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen.

Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT.

Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.

2). Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload)

Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100

% ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT .

Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau

(32)

gaya rem pada arah memanjang jembatan.

f. Faktor beban dinamis

1) Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.

2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T"

harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.

3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 3.8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalenLEdiberikan dengan rumus:

4) Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.

Untuk bagian bangunan bawah dan pondasi yang berada dibawah garis permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.

Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

(33)

Gambar 3.7. Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”

g. Gaya rem

Tabel 3.12. Faktor beban akibat gaya rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5%

dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel 3.10 dan Gambar 3.5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q= 9 kPa.

Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.

Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal.

Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku

(34)

Gambar 3.8. Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)

h. Gaya sentrifugal

Tabel 3.13. Faktor beban akibat gaya sentrifugal

Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel 3.10 dan Gambar 3. 5, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis.

Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimanaq= 9 kPa berlaku.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku untuk gaya sentrifugal.

Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan.

Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:

(35)

i. Pembebanan untuk pejalan kaki

Tabel 3.14. Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki

Gambar 3.9. Pembebanan untuk pejalan kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.

Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 3.10

Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit (lihat Tabel 3.38).

Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

j. Beban tumbukan pada penyangga jembatan

Tabel 3.15. Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan

(36)

Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung.

Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 100 kN yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan.

Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan.

k. Tumbukan dengan kapal

a. Resiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut:

1) jumlah lalu lintas air;

2) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air;

3) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air;

4) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh gelombang;

5) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar jalan air yang bisa dilalui;

6) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.

b. Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana:

1) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan

2) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh jembatan.

3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender.

Metoda dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi yang berwenang;

4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak apabila beban tumbukan bekerja;

(37)

tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender, dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.

C Aksi lingkungan a. Umum

Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya.

Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam perencanaan.

b. Penurunan

Tabel 3. 16. Faktor beban akibat penurunan

Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah.

Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan pondasi yang digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. Apabila nilai penurunan ini adalah besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.

c. Pengaruh temperatur / suhu

Tabel 3.17. Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu

(38)

Tabel 3. 18. Temperatur jembatan rata-rata nominal

Tabel 3. 19 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperature

Pengaruh temperatur dibagi menjadi:

1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut;

Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel 3.18.

Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel 3.19.

Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam gambar rencana.

2) variasi perbedaan temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar 3.10. Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan temperatur dalam arah melintang.

(39)

d. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

Tabel 3.20. Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan sebagai berikut:

TEF= 0,5CD(Vs)2Ad[ kN ] ……….. (5) dengan pengertian :

Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn periode ulang dalam Tabel 3.21.

CDadalah koefisien seret - lihat Gambar 3.12.

Adadalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran - lihat Gambar 3.13.

(40)

Gambar 3.10. Gradien perbedaan temperatur

(41)

Tabel 3.21. Periode ulang banjir untuk kecepatan air

2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah:

TEF= 0,5CD(Vs)2AL [ kN](6) dengan pengertian :

VS adalah kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5) CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar 3.12.ALadalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran - lihat Gambar 3.13.

3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar CD=2,2 …(7) kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnyaALdiambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.

(42)

4) Gaya akibat benda hanyutandihitung dengan menggunakan persamaan (5) dengan

CD = 1,04 ……….(8)

AD = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)

Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti berikut:

a) untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir.

Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.

b) untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat menunjukkan bahwa hamparan dari

c) benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.

Gambar 3.12. Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran

5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus

dengan pengertian :

(43)

M adalah massa batang kayu = 2 ton

Vaadalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan,Vabisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rataVs.

d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 3.22

Tabel 3.22. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu

Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi transien.

e. Tekanan hidrostatis dan gaya apung

Tabel 3.23. Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung

1) Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan;

2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60° dari arah horisontal;

3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara

(44)

dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran. Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan sebagai berikut:

a) pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati bangunan atas;

b) syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;

c) syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air bisa keluar pada waktu surut.

f. Beban angin

Tabel 3.24. Faktor beban akibat beban angin

1) Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon dinamis jembatan;

2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW= 0,0006Cw(Vw)2Ab[ kN ] ... (10) dengan pengertian :

VWadalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau CWadalah koefisien seret - lihat Tabel 3.25

Ab adalah luas equivalen bagian samping jembatan (m2)

Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 3.26.

3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;

4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus:

TEW= 0,0012Cw(Vw)2Ab [ kN ] ... (11) dengan pengertian :

(45)

CW= 1.2 ……….. (12) Tabel 3.25. Koefisien seretCW

TTabel 3.26. Kecepatan angin rencanaVw

g. Pengaruh gempa

Tabel 3.27. Faktor beban akibat pengaruh gempa

Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.

1) Beban horizontal statis ekuivalen

Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk jembatan-jembatan dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Lihat standar perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut:

T*EQ= KhI WT ... (13) dimana:

Kh=C S ... (14)

(46)

dengan pengertian :

T*EQ adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal

C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah , waktu dan kondisi setempat yang sesuai

I adalah Faktor kepentingan S adalah Faktor tipe bangunan

WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)

Koefisien geser dasar Cdiperoleh dari Gambar 3.13 dan sesuai dengan daerah gempa, fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar 3.14a dan 3.14b serta 3.14c digunakan untuk menentukan pembagian daerah.

Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar 2.28 dan digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar. Kondisi tanah dibawah permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam Tabel 3.28. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam Gambar 3.13 a diberikan dalam Tabel 3.13.

Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi.

Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut bisa digunakan:

d

dengan pengertian :

T adalah waktu getar dalam detik untukfreebodypilar dengan derajat kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana

g adalah percepatan gravitasi (m/dt2) WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)

(47)

Kp adalah kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)

Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus dihitung untuk masing-masing arah.

Faktor kepentingan I ditentukan dari Tabel 3.30. Faktor lebih besar memberikan frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan.

Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan) dari jembatan, diberikan dalam Tabel 3.31.

Gambar 3.13. Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis

(48)

Gambar 3.13a. Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun

(49)

Gambar 3.13b. Revisi peta gempa Indonesia untuk umur rencana 50 tahun

Gambar 3.13c. Revisi peta gempa Indonesia untuk umur rencana 50 tahun

(50)

Tabel 3.28. Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar

2) Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi

Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar 3.16.

Gambar 3.14. Beban gempa pada pilar tinggi

3) Beban vertikal statis ekuivalen

Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh diabaikan.

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung. Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya.

(51)

Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya.

Tabel 3.29. Titik belok untuk garis dalam gambar 3.13

Tabel 3. 30. Faktor kepentingan

Gambar

Gambar 2.1. Potongan Memanjang Jembatan a. Umum
Gambar 2.2. Clearance pada jembatan distas selat/laut/sungai yang dilewati kapal
Gambar 2.3. Clearance pada jembatan layang 6). Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan
Gambar 2.4. Potongan melintang jembatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan pada jembatan juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan abutment jembata menerima beban beban lalu lintas, berat sendiri, beban gempa,.. dan beban

Selain pada modul lantai analisis elemen struktur dilakukan pada gelagar melintang dengan membandingkan nilai maksimal momen dan gaya geser yang terjadi seperti pada Persamaan

Semua beban yang bekerja pada lantai kendaraan akan didistribusikan keseluruh rangka utama melalui gelagar memanjang dan melintang.. Kata Kunci: landas, jembatan

Beban mati akibat bangunan atas (gelagar jembatan, pelat lantai jembatan,. trotoir, sandaran, perkerasan, dan

Hasil perhitungan SAP2000 pada bentang 16 meter, 18 meter, dan 20 meter dengan memasukkan beban layan mempengaruhi bentang memanjang dan melintang gelagar

Beban akibat berat sendiri gelagar 86 Bidang momen akibat beban gelagar / balok utama 86 Beban akibat balok diafragma 86 Bidang momen akibat beban balok diafragma 87 Beban akibat

Pada pembebanan maksimum diperoleh bahwa beberapa elemen jembatan sudah tidak mampu menahan beban yang bekerja yaitu seperti pada gelagar memanjang, melintang, kabel backstay

- Untuk perencanaan penulangan gelagar utama jembatan, umumnya diasumsikan sebagai balok T - Untuk perencanaan pelat lantai kendaraan siasumsikan sebagai pelat satu arah - Distribusi