BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat.1,2 Kualitas pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam organisasi, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan mendorong setiap organisasi pelayanan kesehatan untuk sadar mutu dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa organisasi pelayanan kesehatan.13
Upaya World Health Organization (WHO) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan secara global adalah dengan mengenalkan Integrated Management of Childhood Illness (IMCI), yaitu langkah-langkah pengambilan keputusan dalam mengelola anak balita sakit. Dalam upaya meningkatkan cakupan penemuan dan meningkatkan tata laksana penyakit yang mengancam kehidupan pada anak balita. Departemen Kesehatan RI telah menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di unit pelayanan kesehatan dasar/puskesmas. Saat ini belum semua puskesmas menerapkannya karena berbagai kendala antara lain:
keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang dapat dilatih, perpindahan
(mutasi) tenaga kesehatan yang telah dilatih, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai.4
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, seperti pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, status imunisasi dan peningkatan pelayanan kesehatan dasar, serta pencegahan penyakit. Kegiatan MTBS memiliki tiga komponen khas yang menguntungkan, yaitu meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit serta memperbaiki sistem kesehatan dan praktik keluarga/masyarakat dalam perawatan di rumah dalam upaya pertolongan kasus balita sakit.5 Masalah utama adalah karena usia kurang dari 5 tahun merupakan masa kritis, sangat rentan, mudah menjadi sakit, jika sakit sulit dikenali, cepat memburuk, dan dapat terjadi kematian.
Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dan diobati dengan menggunakan algoritma MTBS dinilai cost effective untuk menurunkan angka kematian 3060%.6
Permasalahan angka kematian bayi dan anak balita yang tinggi harus segera ditangani, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberikan pelayanan sesuai dengan standar asuhan, efektif, kelangsungan pelayanan efisien, keramahan, serta kenyamanan.
Selain kualitas diperlukan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir, bayi, dan anak balita sehingga masalah kesehatan bayi/balita
segera tertangani, tidak menimbulkan komplikasi, dan dapat mencegah kematian.
Di sebagian besar negara sub-Sahara Afrika, penyebab utama kematian yang dapat dicegah pada anak setelah periode baru lahir adalah diare, malaria, dan pneumonia dengan kekurangan gizi sebagai penyebab yang mendasari ketiganya. Di Kenya, angka kematian usia di bawah 5 tahun turun sekitar 50% dari sekitar 99 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 52 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.7
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), pelayanan MTBS di puskesmas dilakukan oleh bidan dan perawat, sedangkan dokter menerima konsul dan rujukan. Evaluasi dilakukan setiap tahun oleh Dinas Kesehatan untuk mengetahui kendala atau permasalahan yang timbul selama pelaksanaan MTBS. Hasil evaluasi terakhir bulan Oktober 2017 menunjukkan bahwa tingkat keterampilan petugas mencapai nilai rerata 70,39%. Cakupan pelayanan MTBS pada tahun 2018 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya sebesar 50,37%, akan tetapi target standar nilai minimal yang dijadikan acuan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah 75% untuk kedua hal tersebut.8
Dari 40 puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Tasikmalaya yang diharuskan melaksanakan MTBS sekitar 14 puskesmas belum melaksanakan kegiatan MTBS dengan optimal. Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Cineam, Mangunreja, Sodonghilir, Cibalong, Bantarkalong, Singaparna,
Sariwangi, Manonjaya, Jatiwaras, Cikatomas, Cikalong, Cigalontang, Puspahiang, dan Gunungtanjung. Tenaga kesehatan yang sudah mengikuti pelatihan MTBS sekitar 96 petugas kesehatan (dokter, bidan, dan perawat).
Hasil studi pendahuluan melibatkan 4 orang petugas MTBS Puskesmas Manonjaya, diketahui 3 dari 4 orang menyatakan tidak semua balita menerima pelayanan MTBS dengan optimal. Hal ini dibuktikan dengan beberapa petugas masih memberikan antibiotik pada anak balita yang seharusnya tidak diberikan, sistem pencatatan dan pelaporan masih menggunakan manual sehingga kelengkapan pengisian formulir tidak lengkap, dan penyetoran pelaporan ke Dinas Kesehatan terlambat sampai laporan bulan selanjutnya, jam pemeriksaan atau jam kerja berakhir sebelum waktunya, serta upaya pemeliharan terhadap peralatan MTBS yang telah digunakan kurang. Kondisi seperti ini cukup membebani sehingga petugas kurang termotivasi untuk menjalankannya. MTBS digital ini sudah disosialisasikan dan digunakan di Puskemas Manonjaya karena ini lanjutan dari “Proyek Topik Khusus” selama 3 minggu, hasilnya dapat memudahkan petugas melakukan pelayanan secara tepat, memaksimalkan durasi pemeriksaan, memberikan konseling dengan jelas dan dapat dipahami oleh orang tua pasien, serta pencatatan/pelaporan terisi dengan lengkap sehingga memotivasi petugas menggunakan pendekatan MTBS meningkat terhadap kualitas pelayanan.
Strategi MTBS apabila diterapkan dengan baik dan benar maka telah menunjukkan potensi, yaitu mengurangi morbiditas dan mortalitas anak.
Namun, selama ini sebenarnya dampak yang dirasakan masih kurang dari yang diharapkan.9,10 Faktor-faktor yang mungkin memengaruhi kinerja atau produktivitas petugas dalam pemeriksaan MTBS, yaitu tenaga kesehatan yang kurang memadai, keterbatasan sumber daya dapat mengurangi efektivitas petugas dalam melakukan pelayanan, kepatuhan yang rendah terhadap pedoman MTBS sehingga sering mengakibatkan klasifikasi dan tindakan pengobatan yang salah, sarana/fasilitas kesehatan yang minim seperti halnya, poli pengobatan, modul, obat-obatan, formulir yang kurang lengkap sehingga memudahkan kualitas kerja tenaga kesehatan yang berdampak pula pada penurunan kualitas pelayanan.11
Kinerja petugas kesehatan yang baik dalam pelaksanaan program MTBS akan berdampak pada kualitas pengelolaan penyakit pada balita dan mempercepat proses penyembuhan penyakit sehingga menurunkan angka kematian/kesakitan bayi dan balita. Meskipun sudah ada upaya dengan meningkatkan pelatihan dan pengawasan, namun cakupan pelayanan MTBS tetap rendah.12-14
Menurut hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa penatalaksanaan MTBS menggunakan bantuan aplikasi, yaitu untuk meningkatkan hasil klinis dan mengurangi resep antibiotik hingga 80%. Hal ini dicapai melalui diagnosis yang lebih akurat dan karenanya identifikasi yang lebih baik apabila anak membutuhkan pengobatan antibiotik atau tidak. Sebanyak 504 konsultasi diamati, penggunaan smartphone dibanding dengan kertas dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan pada pemeriksaan anak untuk
tanda-tanda bahaya (41% berbanding 74%). Tingkat resep antibiotik menurun dari 70% menjadi 39%.15
Penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan data kesehatan sangat penting guna mendukung akurasi informasi dan memudahkan dalam pengambilan keputusan.16 Dengan kemajuan terbaru dan teknologi terbaru, upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat, yaitu perlu perubahan dalam hal sistem yang digunakan agar lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan “MTBS Digital” aplikasi kesehatan inovatif yang dapat digunakan melalui seluler maupun komputer.
"MTBS Digital” mengintegrasikan versi digital dari yang sebelumnya hanya berupa buku MTBS. Dengan memodifikasi buku MTBS menjadi versi digital bertujuan meningkatkan pengalaman pengguna dan membuat alat yang bertujuan mengurangi angka kematian akibat penyakit anak (malaria, campak, diare, pneumonia, serta malnutrisi). Selain untuk mendiagnosis/menentukan klasifikasi penyakit dan tindakan pemberian obat, MTBS digital ini juga dilengkapi dengan grafik kunjungan ke puskesmas, grafik diagnosis penyakit terbanyak, daftar 10 kunjungan pasien terakhir, serta jadwal agenda dan kalender. Terdapat 6 menu di dalamnya, yaitu menu home, konseling diagnosis, data pasien, laporan, dan agenda.
Berdasar atas uraian sebelumnya tema sentral penelitian ini adalah sebagai berikut:
Salah satu upaya Kemenkes RI, yaitu membuat buku bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) untuk meningkatkan status kesehatan anak.
Kualitas MTBS sangat menentukan keberhasilan menurunkan angka kematian bayi/balita, karena masih banyak keterbatasan sumber daya yang dapat mengurangi efektivitas petugas dalam melakukan pelayanan, dan kepatuhan yang rendah terhadap pedoman MTBS. Oleh karena itu, perlu upaya agar program MTBS menjadi lebih mudah dan praktis tanpa menghilangkan panduan pedoman buku bagan MTBS yang ada selama ini, yaitu dengan mengembangkan versi digital dari yang sebelumnya hanya berupa buku/kertas. Penggunaan MTBS digital diharapkan dapat membantu petugas melakukan pelayanan secara tepat dan praktis sehingga petugas dapat mengurangi kesalahan dalam pengambilan keputusan klinik. MTBS digital ini didesain oleh peneliti sehingga perlu diketahui perbedaan penggunaan MTBS manual dengan aplikasi yang sudah dibuat.
Dari fenomena di atas dan data yang ada, serta mengingat bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan petugas kesehatan berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk berobat ke puskesmas maka penulis tertarik ingin mengetahui perbandingan penerapan MTBS manual dengan digital terhadap kinerja petugas kesehatan di puskesmas wilayah kerja Kabupaten Tasikmalaya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar atas latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat perbedaan pengaruh penerapan MTBS manual dengan digital terhadap kinerja petugas kesehatan di Puskesmas Wilayah Kabupaten Tasikmalaya?.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui perbedaan pengaruh penerapan MTBS manual dengan digital terhadap kinerja petugas kesehatan berdasar atas aspek kualitas pelayanan, kuantitas pelayanan, efektivitas biaya, supervisi, serta ketepatan waktu di Puskesmas Wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu sebagai referensi/acuan referensi.
1.4.2 Aspek Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
1. membantu para tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan optimal sehingga tercapai sesuai dengan tujuan;
2. mempermudah tenaga kesehatan memeriksa serta mengobati pasien dengan tepat sesuai dengan klasifikasi penyakit;
3. sebagai alternatif dokter, bidan, dan perawat dalam melakukan pelayanan secara tepat dan praktis.