• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menjadi negara asal perdagangan orang ke luar negeri dengan tujuan Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang, Hongkong, dan Timur Tengah. Indonesia juga menjadi negara tujuan perdagangan orang yang berasal dari China, Thailand, Hongkong, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Venezuela, Spanyol, dan Ukraina dengan tujuan eksploitasi seksual. Menurut Protokol Palermo pada ayat tiga, definisi aktivitas transaksi meliputi: perekrutan, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang, yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentuk- bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi meliputi setidak- tidaknya pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain, atau tindakan lain seperti kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan, atau pengambilan organ tubuh.1

Dalam hal perdagangan anak, yang dimaksud anak adalah mereka yang umurnya kurang dari 18 tahun. Bukti empiris menunjukkan, perempuan dan anak paling banyak menjadi korban. Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Orang tahun 2011, Indonesia masuk lapis kedua dalam standar perlindungan korban perdagangan orang (TPPO). Indonesia dinilai termasuk sumber utama perdagangan perempuan, anak-anak

1 Kompas.com dengan judul "Menyikapi Perdagangan Manusia", https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/19382151/menyikapi.perdagangan.manusia. tgl 29 Maret 2017

(2)

dan laki-laki, baik sebagai budak seks maupun korban kerja paksa. Data Pemerintah Indonesia yang dikutip dalam laporan itu, sekitar enam juta warga Indonesia menjadi pekerja migran di luar negeri, termasuk 2,6 juta di Malaysia dan 1,8 juta di Timur Tengah. Dari keseluruhan pekerja migran itu, 4,3 juta di antaranya berdokumen resmi dan 1,7 juta lainnya digolongkan pekerja tanpa dokumen. Sekitar 69 persen pekerja migran Indonesia perempuan.2

Kementerian Pemberdayaan Perempuan memperkirakan 20 persen tenaga kerja Indonesia (TKI)yang bekerja di luar negeri jadi korban perdagangan manusia. Saat ini ada 6,5 juta-9 juta TKI bekerja di luar negeri. Berdasarkan data Organisasi Migrasi Internasional (IOM), 70 persen modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri. Wilayah yang diperkirakan menjadi pusat perekrutan adalah Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan tujuan negara-negara di Asia, Timur Tengah, dan Eropa. Unicef mengestimasikan sekitar 100.000 perempuan dan anak di Indonesia diperdagangkan setiap tahun untuk eksploitasi seksual komersial di Indonesia dan luar negeri.

Sekitar 30 persen perempuan pelacur di Indonesia di bawah usia 18 tahun dan 40.000-70.000 anak jadi korban agency exploitation.

Perdagangan orang merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional maupun internasional. Dengan berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi, modus kejahatan perdagangan manusia semakin canggih.

Perdagangan orang bukan kejahatan biasa, terorganisasi, dan lintas negara sehingga dapat dikategorikan sebagai transnational organized crime. Demikian canggihnya cara kerja perdagangan orang, harus diikuti perangkat hukum yang dapat menjerat pelaku. Perlu instrumen hukum khusus untuk melindungi korban. Setiap korban perdagangan orang berhak

2Ibid

(3)

mendapat bantuan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak atas korban perdagangan orang meliputi memperoleh rehabilitasi baik fisik maupun psikis akibat perdagangan dan berhak diintegrasikan atau dikembalikan kepada lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan bagi yang masih berstatus sekolah. Tindak pidana perdagangan orang dirasakan sebagai ancaman bagi masyarakat, bangsa dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia.3

Adapun perlindungan anak juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang perlindungan anak juga mengatur tentang hak anak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi dan segala bentuk kegiatan perdagangan anak, serta sanksi pidana bagi pelanggaran tersebut4. Persoalan perdagangan anak di Indonesia mendapat banyak sorotan akhir-akhir ini, terutama setelah Indonesia dinyatakan menempati urutan terburuk di dunia bersama beberapa negara lain di Asia dalam hal perdagangan anak.

Dalam konteks perlindungan kepada anak maka menurut Arif Gosita “Perlindungan anak suatu masyarakat, bangsa, merupakan tolak ukur peradaban masyarakat, bangsa tertentu.

Perdagangan anak atau (trafficking) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekrutment, transportasi, baik di dalam maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman dan penerimaan orang (dalam hal ini anak) dengan menggunakan tipu daya kekerasan, atau pelibatan hutang, untuk tujuan pemaksaan, pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh dan atau segala kondisi perbudakan lain”. Baik anak tersebut mendapat bayaran atau tidak dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas dimana anak tersebut tinggal, ketika penipuan pelibatan

3Ibid

4Mariana Hasan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, hal. 28.

(4)

hutang itu pertama kali terjadi masalah yang sedemikian luas, bahkan nyaris tidak terukur, tentunya langkah perlindungan diperlukan meliputi segala bentuk pencegahan, penanganan dan rehabilitasi bagi mereka yang menjadi korban (anak-anak).

Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara pemerintah dan masyarakat dengan kata lain usaha perlindungan anak dengan rasa tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat tidak saja dalam bertuk fisik tetapi juga dalam bentuk non fisik guna meningkatkan kesadaran masing-masing pihak.

Anak sebagai manusia dilengkapi pula dengan sejumlah hak yang lazimnya disebut dengan Hak Asasi Manusia. Hak-hak tersebut dijamin dan dilindungi oleh negara antara lain terdapat dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 3, 6, dan 65.

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil. Serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi (Pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM), Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak dapat diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapaun dan siapapun (Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM).

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika psikotropika dan zat adaktif lainnya (Pasal 65 UUNo. 39 Tahun 1999 Tentang HAM).

(5)

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang di berikan orang untuk menilai perbuatan tertentu ,sebagai perbuatan jahat .dengan demikian maka si pelaku di sebut sebagai penjahat ,pengertian tersebut bersumber di alam nilai ,maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif ,yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itujadi apa yang di sebut kejahatan oleh seseorang belum tentu di akui oleh pihak lain sebai suatu kejahatan pula kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringanya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.

Jadi setiap perbuatan yang anti sosial, merugikan, serta menjengkelkan masyarakat, secara kriminilologis dapat di katakan sebgai kejahatan masyarakatlah yang menilai perbuatan tersebut baik atau buruk, sifat kejahatan, itu bergantung pada ruang, waktu dan siapa yang menamakan sesuatu kejahatan.

Selain kejahatan itu bersifat relatif, ada pula perbedaan antara“mala in se”dengan mla prohibita (made, ibid), mla in se adalah suatu perbuatan yang Tanpa di rumuskan sebagai

kejahatan sudah merupakan kejahatan sedangkan mla prohibita adalah suatu perbuatan manusia yang di klasifikasikan sebagai kejahatan dalam perundang–undangan.

Umumnya dalam sejumlah kasus perdagangan anak melibatkan orang dalam, yaitu pembantu rumah tangga. Perdagangan anak mengancam keluarga, bangsa karena merusak generasi bangsa ini. Oleh karena itu kewaspadaan dan penanganan kejahatan ini harus terus ditingkatkan5.

Tindakan kriminal perdagangan anak harus menjadi prioritas masyarakat Karena kejahatan ini sidah di lakukan oleh sindikat dalam negeri maupun Intemasional, selain siapa saja yang bisa menjadi korban perdagangan anak akan semakin banyak orang tua yang cemas

5Soejono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta., 1986. hal. 6

(6)

melepaskan anaknya pergi sendiri bahkan di dalam rumah sendiri anakpun merasa tidak aman, karena biasanya dalam sejumlah kasus perdagangan anak melibatkan orang dalam yaitu pembantu rumah tangga.sebagai bagian dari transnational organized crime, perdagangan anak tidak dapat di perangi secara sendiri–sendiri oleh masing–masing Negara. Negara- negara yang anti perbudakan dan berniat untuk melindungi kehidupan warga negaranya harus bersatu bekerja sama memerangi perdagangan anak. Kerja sama antar pemerintah, LSM, organisasi masyarakat dan perseorangan dalam luar negeri harus di bina dan di kembangkan sehingga terbentuk kekuatan yang mampu memberantas kejahatan terorganisir tersebut.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, dengan demikian penulis tertarik untuk mengangkat judul tentang : Kajian Kriminologis Terhadap Motif dan Modus Operadi Perdagangan Anak.

B. Permasalahan.

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaiamana Motif dan modus operandi perdagangan anak ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menganalis modus operandi terhadap perdagangan anak.

2. Sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura

D. Kegunaan Penelitian

1. Menjelaskan bagaimana motif dan modus operandi terhadap perdagangan anak ;

2. Sebagai bentuk sumbangsi pikiran secara akademik terhadap perkembangan ilmu kriminologi khususnya menyakut kepada masyarakat untuk mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh anak.

(7)

E. Kerangka Teoritis

Dalam realitas perkembangan hukum sering diikuti dengan maraknya kejahatan yang selalu mengacaukan tatanan hidup masyarakat. Untuk itu perlu dipahami bahwa keberadaan hukum merupakan sebuah fenomena menarik dalam membahayakan masalah-masalah kejahatan. Membicarakan masalah perlindungan hukum seringkali menjadi korban yang hangat dari berbagai lapisan masyarakat khususnya tentang bagaimana dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Masalah keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat dapat memahami bahwa tujuan hukum adalah menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan harus pula bersendikan pada keadilan. Jika dijelaskan lebih jauh tentang peranan hukum, maka hukum pidana yang merupakan bagian dari hukum publik mempunyai peranan dalam menjaga dan melindungi berbagai bentuk kejahatan terhadap negara, masyarakat dan individu dengan memberikan kesempatan kepada aparut penegak hukum memainkan peranannya dengan menggunakan pedoman berupa hukum pidana. Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka peranan aparat penegak hukum sangat berperan dalam masalah perdagangan anak yang marak terjadi sekarang ini di Indonesia. Dengan demikian kesejahteraan anak adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama guna mewujudkan kesejahteraan anak, untuk itu sangat bergantung pada partisipasi secara baik antara aparat penegak hukum dan masyarakat.

F. Metode Penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menganalisis dan membahas masalah ini lebih bersifat “yuridis normatif”6 artinya, bahan yang dihimpun akan diperoleh melalui studi

6Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Perrs, Jakarta, Hal : 101

(8)

pustaka, yakni dengan menggunakan bahan-bahan ilmiah, seperti, buku-buku ilmiah, majalah-majalah, dokumen-dokumen, brosur, dan sebagainya digunakan sebagai bahan dalam penulisan ini.

2. Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian yang digunakan dalam penulisann ini juga tergolong penelitian

deskritif-analitis” ,7dengan menggunakan pendekaian normatf di atas, selanjutnya akan dapat "diskripsikan ", yang dilanjutkan dengan menganalisis dan menjelaskan temuan- temuan baik dari data pustaka maupun lapangan dalam suatu sistematika, sehingga dengan hasil diskripai tersebut selanjutnya akan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yang dilengkapi dengan saran-saran.

3. Sumber Bahan Hukum

Guna kepentingan analisis dan pembahasan. yang selanjutnya dilengkapi dengan penarikan beberapa kesimpulan dan saran, maka arahan tujuan dan kegunaan penulisan dari permasalahan yang dirumuskan menghendaki penggunaan bahan hukum “sekunder”8

dan sumber bahan hukum “primer9, Menurut Peter Mahmud Marzuki, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.10

a. Bahan Hukum Primer, yang terdiri dari:

Kitab Undang - Undang Hukum Pidana dan yang lain.

b. Bahm Hukum Sekunder

7Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 12

8Ibid, Hal : 51

9Ronny Hanitiji Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, Hal : 12

10Peter Mahmud, Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007 bal. 141

(9)

1. Bahan atau pakar hukum, jurnal-jurnal hukum, mengenai prinsip-prinsip pembinaan dan pemberian remisi bagi warga binaan ;

2. Berbagai hasil pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional yang ada kaitannya dengan penjatuhan pidana.

3. Buku-buku hukum (text book), internet dengan menyebut situsnya.

c. Bahan Hukum Tertier

Kamus, kamus hukum, dan ensiklopedi hukum (beberapa penulis hukum menggolongkan kamus dan ensiklopedi hukum ke dalam bahan hukum tersier).

4. Teknis Analisis

Bahan Hukum yang dikumpullan selanjutnya dianalisis dengan disertai pembahasan guna menjawab pemasalahan. Hasil analisis dan pembahasan selanjumya dibuat beberapa kesimpulan dan saran sebagai pelengkap.

Metode Yang digunakan untuk menganalisis data yang ditemukan ini bersifat “

analisis kualitatif11. Digunakannya metode analisis ini, karena data yang dikumpulkan cenderung bersifat normatif, dan analisisnya lebih berorientasi pada pengujian data berdasarkan kerangka teori dan kaidah nomatif.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan penulisan skripsi ini, maka secara komprehensif penulisan ini terdiri atas 4 Bab dimana pada Bab I Pendahuluan terdiri dari yang masing- masing terdiri dari sub-sub bab dengan memperhatikan juduldan permasalahan demi penulisan ini maka, sistimatika adalah sebagai berikut, Bab II Tinjauan Pustaka.

11Ibid

(10)

Bab III Hasil dan Pembahasan Bab IV Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran dan dilengkapi dengan Daftar Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

of in Agricultural Extension, College of Agriculture and Natural Resources, University of Tehran, Karaj, Iran Received: June 7, 2016; Accepted: November 15, 2016 Abstract This