Mengapa Pasal 149 huruf b KHI tidak memberikan hak nafkah kepada perempuan yang dicerai? Bagaimana rekonstruksi hukum terhadap ketentuan Pasal 149(b) KHI terkait tunjangan bagi perempuan iddah yang bercerai?
Kumpulan Teori yang berkaitan
Teori Maqashid Syariah
30 Ibnu Asiur, Muhammad Al-Thahir, Maqashid Al-Syari'ah al-Islamijeh, Tunisia, Mashna'al-kitab. Kegunaan pemahaman maqashid al-Syari'ah merupakan sesuatu yang terpenting baik dalam akal maupun syariah.
Rekonstruksi Hukum dan Ketentuan Tentang Nafkah Iddah dalam Islam 1. Beberapa Pengertian
Dasar Hukum Iddah a. Al-Quran
Wanita-wanita yang tidak haid lagi (menopause) di antara wanita-wanita kamu jika kamu ragu-ragu (tentang masa 'iddah). Jika kamu mengahwini wanita-wanita agamawan dan menceraikan mereka sebelum menggaulinya, maka tidak ada masa 'iddah untuk mereka mengira.
ىهسٔ ّٛهع اَلل ٗهص
Macam-Macam ‘iddah
Terdapat dalam beberapa kes hakim yang memutuskan bahawa bekas suami wajib membayar nafkah iddah kepada bekas isteri yang telah dijatuhi hukuman cerai dengan seorang bā'in sugra dan salah satu pertimbangannya ialah Perkara 149 KHI dan nasihat mazhab Hanafi. Namun, masih ramai hakim yang tidak bersetuju dengannya, sebagaimana yang terbukti daripada keputusan hakim yang tidak membebani bekas suami dengan nafkah ‘iddah, walaupun ini diminta oleh bekas isteri yang dijatuhkan hukuman penjara. pemisahan satu bā'. in sugra dengan menghujahkan Perkara 149 KHI.
Hak dan Kewajiban Suami dan Istri dalam Masa ‘Iddah
Berkenaan isteri yang diceraikan raj'i dan isteri yang diceraikan semasa hamil berdasarkan firman Allah pada ayat 6 surat At-Thalaq. Menginap seorang wanita yang melalui masa 'iddah di rumah sepencarian adalah suatu kewajipan berdasarkan firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 1 yang berbunyi. Talak Sunni ialah talak yang diberikan oleh suami kepada isterinya yang dalam keadaan suci (tidak haid) dan belum pernah bersetubuh (setubuh) sebelum ini.
Manakala talak Bid’i pula ialah talak yang diberikan oleh seorang lelaki kepada isterinya yang sedang haid, atau dalam keadaan suci tetapi baru bersetubuh.
Jenis Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian penulis menitik beratkan pada kajian hukum normatif yaitu mengenai kewajiban pemberian nafkah iddah oleh suami/mantan suami kepada istri/mantan istri akibat perceraian. 52 dimensi yang lebih luas tentang bagaimana sebenarnya konsep pengaturan kewajiban pemeliharaan iddah dalam hukum Islam setelah perceraian berlangsung dari sudut pandang komparatif, yaitu dalam pandangan mazhab hukum Islam, maupun dalam pandangan positif (Islam). ) ketentuan hukum, sehingga dari sini diharapkan kelebihan dan kekurangan masing-masing pandangan atau konsep tersebut. Kemudian penelitian ini juga menggunakan pendekatan analitis, pendekatan ini diperlukan sebagai tindak lanjut dari pendekatan konseptual dan pendekatan komparatif yaitu apa yang ditemukan melalui pendekatan konseptual dan pendekatan komparatif mengenai konsepsi kewajiban nafkah iddah pasca talak, dikritik. lebih dalam melalui analisis pendekatan untuk melihat apakah konsep kewajiban nafkah iddah dipahami dan diamalkan sesuai dengan rasa keadilan, mashahat memberikan nilai dan sesuai dengan tujuan maqashid syariah.
Bahan Hukum
53 Yaitu kitab/kitab, hasil penelitian para ahli, dokumen terbitan lembaga yang berwenang, majalah atau karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penghidupan Iddah; Yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk dan/atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus, surat kabar, atau majalah.
Analisis Penelitian
Secara sistematis, uraian dalam skripsi ini disusun dalam enam bab, yang masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab, yang rincian lengkapnya adalah sebagai berikut. Ketiga, rekonstruksi peraturan perundang-undangan tentang dukungan Iddah dalam Islam, yang terdiri dari: Pertama, pengertian rekonstruksi hukum, pengertian Iddah, kedua, landasan hukum Iddah, ketiga, jenis-jenis Iddah, keempat, konsep dukungan Iddah. dalam Islam dan kelima, hak dan kewajiban suami istri pada masa Iddah. Yang pertama adalah hak atas nafkah, pangan dan kiswah bagi istri yang diceraikan (dalam Pasal 149 huruf b. 55 Kompilasi Hukum Islam).
Tidak Ada Hak Nafkah, Maskan, Kiswah Bagi Istri yang Ditalak Bain
- Hak Isteri pada Masa Iddah dalam Kompilasi Hukum Islam
- Pasal 149 huruf b Kompilasi Hikum Islam tidak Memberikan Hak Nafkah, Maskan dan Kiswah untuk Istri yang Ditalak Bain
Meskipun perceraian yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama berbentuk perceraian khul’i, namun statusnya juga perceraian bain karena jika terjadi perceraian maka suami/mantan suami tidak berhak berdamai dengannya. istri/mantan istri, yang mantan suami dan istrinya ingin bersatu kembali, karena suami istri harus melalui perkawinan baru. Talak yang diajukan isteri melalui perkara talak, yang kemudian dikabulkan oleh pengadilan agama dengan talaq khul’i, meskipun cerai yang dijatuhkan oleh pengadilan agama berbentuk talaq khul’i, namun statusnya juga sebagai talak khul’i. talaq bain, karena perceraian maka suami/mantan suami tidak berhak rujuk. Sedangkan perceraian ketiga adalah perceraian dimana suami tidak mempunyai hak rujuk lagi dengan istri/mantan istrinya.
75 Oleh karena talak ketiga ini adalah bejn talak dan suami tidak mempunyai hak lagi untuk rujuk dengan isteri/mantan isterinya, maka berdasarkan pasal 149 huruf b Ikhtisar Hukum Islam isteri/mantan isteri tidak berhak . menerima makan, rezeki dan kiswah dari suami/mantan suami selama isteri sedang dalam masa Idaat dan suami/mantan suami tidak wajib memberikannya.
تَلاْوُأ
Namun para ulama sepakat bahwa istri yang diceraikan sebanyak tiga kali dalam masa kehamilannya adalah nafkah dan tempat tinggalnya. Menurut ayat zahir, kewajiban suami/mantan suami untuk menafkahi istri/mantan istri yang diceraikan hanya berlaku jika istri sedang hamil. jika dia tidak hamil, maka suami tidak wajib memberikan nafkah iddah dan istri tidak berhak menerima nafkah iddah dari suaminya. Namun menurut mazhab Syafi'i dan mazhab Maliki, seorang isteri/mantan isteri yang sedang dalam masa iddah talaq bain (yang tidak hamil) tetap berhak mendapat makanan/tempat tinggal dari suami/mantan suaminya, hal ini didasarkan pada ayat zahir yang memerintahkan suami untuk mengatur/menyediakan tempat tinggal bagi istri yang diceraikan. 116.
78 Namun dari segi fiqh nampak lebih relevan sekiranya dalam isu nafkah iddah kita mengikut pandangan mazhab Hanafia yang menyatakan bahawa wanita yang diceraikan oleh bain masih berhak mendapat tempat tinggal seperti wanita. diceraikan raj'i, berdasarkan ayat zahir surah al-Talaq ayat 6.
سيق تنب ةمطاف نع
79 talak bain119, kedua profesor tersebut berpendapat bahwa pendapat yang mengatakan bahwa seorang wanita yang sedang dalam masa iddah talak bain masih berhak menerima nafkah iddah dari suaminya adalah pendapat yang lebih kuat.120 Adapun hadits. tentang Fatima bin Qais yang dijadikan dasar untuk tidak memberikan nafkah iddah kepada wanita yang diceraikan, seperti dalam hadits berikut.
لوسر ىلإ تءاجف ءيش نم انيلع كلام للهاو لاقف
ةقفن ويلع كل سيل لاقف ول كلذ تركذف ملس و ويلع للها ىلص للها
ع لسرأف ماشلاب بئاغ وىو ةتبلا اهقلط صفح نب ورمع ابأ نا: سيق تنب ةمطاف ن
للها ىلص للها لوسر ىلإ تءاجف ءيش نم انيلع كلام للهاو لاقف وتطخسف ريعشب وليكو اهيلإ مث كيرش مأ تيب يف دتعت نا اىرمأو ةقفن ويلع كل سيل لاقف ول كلذ تركذف ملس و ويلع
ابأو نايفس يبأ نب ةيواعم نا ول تركذ تللح املف تلاق ينينذآف تللح اذإف هدنع كبايث هاصع عضي لاف مهج وبأ امأ ملس و ويلع للها ىلص للها لوسر لاقف ينابطخ ماشى نب مهج
وب تطبتغاو اريخ كلذ يف للها لعجف وتحكنف ديز نب ةماسأ
Jika diketahui wanita yang diceraikan suaminya itu sedang hamil dalam masa iddah, maka anak yang dikandung oleh wanita itu adalah anak kepada lelaki yang menceraikannya, nasab anak kepada lelaki yang menceraikannya (anak itu ialah anak perempuan yang diceraikan dan lelaki yang menceraikannya). Untuk melihat tinjauan maqashid syariah berupa hifz ad-din atau pemeliharaan agama dalam masalah nafkah iddah talaq bain, hendaklah melihat kepada larangan atau perkara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang dalam masa iddah. , salah satunya ialah larangan kematian di rumah bagi wanita dalam tempoh iddah. Para fuqaha berbeza pendapat tentang wanita yang diceraikan yang keluar rumah dalam tempoh iddahnya.
Ketentuan larangan keluar rumah bagi isteri yang dalam iddah adalah berdasarkan ketentuan surat Al-Thalaq ayat 1:136.
فيِفْخَت َكِلاذ ,
Islam sangat mengharamkan pembunuhan yaitu pertumpahan darah kaum muslimin, ahli dhimmah (kafir yang hidup berdampingan dengan kaum muslimin dan tidak berperang melawan mereka) dan darah mu’ahid (kafir yang membuat perjanjian damai dengan ummat Islam). dengan syarat tertentu). Terlebih lagi bagi mereka yang dengan sengaja menumpahkan darah umat Islam diancam oleh Allah SWT dengan ancaman yang sangat keras, sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat ke-93.
اًميِظَع
Hifzh Al-aql
Kebutuhan akan jaminan penghidupan iddat tidak boleh hanya terbatas pada wanita yang sedang iddah talaq raj'i saja, jika seorang wanita yang sedang iddah talaq raj'i memerlukan nafkah iddah untuk keberlangsungan hidupnya, maka tidak ada bedanya dengan wanita/mantan. . -Wanita yang sedang iddah talak bein, ia juga perlu hidup untuk bertahan hidup selama masa iddah. Mengenai kehidupan iddah ini, Syekh Mahmud Syalthut berkata: Kegelisahan dan kesakitan wanita yang dicerai lebih berat dari pada wanita yang diceraikan dengan raji, wanita yang diceraikan dengan bey lebih membutuhkan. akan sesuatu (keberadaan) yang meringankan bebannya, karena ia tidak mempunyai harapan untuk kembali bersama suaminya.143. Maka jika mengkaji makashid Syria dari aspek maslahah, ditinjau dari fikihnya, nampaknya akan lebih penting jika kita mengikuti pendapat fikih Hanafi, yaitu pendapat bahwa perempuan. yang diceraikan karena bey tetap berhak mendapatkan tempat tinggal sebagaimana wanita yang diceraikan karena raj'i berdasarkan ayat zahir.surat al-Thalaq ayat 6.
Hanafiyah berpendapat bahawa dalam ayat tersebut perintah wajib menyediakan tempat tinggal adalah pada kalimat Askin hunna (berikan tempat tinggal) dan isteri yang diceraikan harus menghabiskan masa iddah bersama suaminya, isteri yang diceraikan akan menjadi. terkurung di tempat suami kerana suami masih ada.hak ke atasnya wujud dalam bentuk kepastian.
Hifz Al-mal
Kurangnya keadilan terhadap istri karena tidak mendapat tunjangan iddah dalam talaq bain juga dapat diulas dengan teori hifz | al-mal atau perwalian kekayaan. Demikian pula jika dilihat dengan pendekatan sistem Jasser Auda, maka ketentuan hidup iddah Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 huruf b tidak membuka permasalahan yang timbul di masyarakat karena tidak mencerminkan tujuan didirikannya hukum Islam yang harus dikembalikan agar bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan didirikannya syariat Islam harus dikembalikan untuk kemaslahatan masyarakat.
Mengesampingkan Kompendium Hukum Islam pasal 149 huruf b, mengenai hak mantan istri untuk mendapat nafkah idda dari mantan suaminya setelah perceraian atau dalam masa iddah, dapat mencakup talaq raj'i dan talaq ba'in.
Rekonstruksi Hukum Nafkah, Maskan dan Kiswah Pasca Perceraian dalam Pasal 149 huruf b Kompilasi Hukum Islam
Adapun kelompok pertama yaitu perempuan/mantan istri yang berhak mendapat nafkah, pangan, dan kiswah selama masa Iddah. Jadi selama wanita yang dicerai/mantan istri tersebut tidak hamil, maka ia tidak berhak atas nafkah, makanan, dan kiswah dari suami/mantan suaminya. Sehingga secara umum hak atas nafkah, pangan dan kiswah diberikan kepada wanita/mantan istri baik dalam masa iddah talak raj’i maupun.
Berdasarkan ketentuan Pasal 149 huruf b Kompilasi Hukum Islam, isteri/mantan isteri yang sedang dalam masa iddah talak bain - baik berupa 1) menggugat cerai secara talak khul'i.
Buku
Fatimah Muhammad Abdul Muththalib, Al-Maqashid Al-'Ammah li Al-Syari'ah Baina Al-Ashalah wa Al-Mua'sharah, Dar Al-Jinan. Muhammad bin Yazid Abu Abdillah Al-Qazwainiy, Sunan Abi Daud, Bairut, Dar Al-Fikr, Jilid I. Muhammad Abd al-Ra‟uf al-Munawiy, al-Tauqif 'Ala Muhimmad al-Ta'arif, Bejrut: Dar al - Fikr.
محمد عبد الرياف المنوي, لتقف إلى محمد التعتيق عرف, بيروت: دار الفكر.
Peraturan Perundang-Undangan