• Tidak ada hasil yang ditemukan

..(TAMBAHKAN STEMPEL PADA LEMBAR PENGESAHAN, TAMBAHKAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ETHESIS DENGAN TTD ASLI BUKAN SCAN, UPLOAD ULANG)..Pembebanan Nafkah Dalam Perkara Cerai Gugat Perspektif Hukum Progresif (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Magetan)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "..(TAMBAHKAN STEMPEL PADA LEMBAR PENGESAHAN, TAMBAHKAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ETHESIS DENGAN TTD ASLI BUKAN SCAN, UPLOAD ULANG)..Pembebanan Nafkah Dalam Perkara Cerai Gugat Perspektif Hukum Progresif (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Magetan)"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah (1) Apa dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam putusan perkara Nomor 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang penjatuhan tunjangan dalam kasus perceraian. 2) Apa dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam menetapkan besarnya nafkah perkara Nomor 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pengenaan nafkah atas gugatan cerai. Majelis Hakim menganut paradigma hukum progresif yaitu berani tidak ingin menjadi corong hukum. Tata cara gugatan cerai di Pengadilan Agama dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu suami yang mengajukan cerai dan istri yang mengajukan cerai.

Hal ini berbeda dengan kebanyakan putusan cerai yang dilakukan oleh pengadilan agama lain, di mana hakim biasanya hanya memutus perkara perceraian tanpa membebani tunjangan suami istri. Apa dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam memutus perkara no. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pengenaan tunjangan dalam gugatan cerai. Apa dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam menetapkan besarnya tunjangan dalam perkara no. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pengenaan tunjangan pada saat perceraian.

Bagaimana putusan Pengadilan Agama Magetan no. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pembebanan biaya hidup dalam gugat cerai dapat dilihat dari perspektif hukum progresif. Menganalisis dasar pertimbangan majelis hakim pada Pengadilan Agama Magetan dalam memutus perkara no. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pengenaan tunjangan untuk perceraian yang digugat. Menganalisis dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Magetan dalam menetapkan besarnya tunjangan dalam perkara nomor 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt sehubungan dengan pengenaan tunjangan untuk gugatan cerai i.

Untuk menganalisis putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pengenaan tunjangan dalam perkara perceraian ijuri dilihat dari perspektif hukum progresif. Bab keempat berisi tentang profil Pengadilan Agama Magetan, penjelasan tentang putusan Pengadilan Agama Magetan dan penjelasan tentang putusan tersebut. Cara ini juga dapat dikatakan bahwa hukum progresif menolak hukum yang bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.

Dua komponen dasar dalam hukum yang menjadi gagasan hukum progresif adalah peraturan dan perilaku (rules and conduct). Analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian berguna untuk menjelaskan bagaimana dan analisis apa yang digunakan sebagai “dasar pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam penyelesaian perkara nomor” 716/PdtG/2021/PA.Mgt. Sedangkan analisis kualitatif digunakan dari perspektif untuk menganalisis bagaimana Putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor 716/PdtG/2021/PA.Mgt ditinjau dari perspektif hukum progresif.

Memerintahkan panitera Pengadilan Agama Magetan untuk menyerahkan akta cerai kepada tergugat setelah tergugat melengkapi isi keterangan nomor 4 (tiga) di atas di kantor pengadilan. Memerintahkan panitera Pengadilan Agama Magetan untuk menyerahkan akta cerai kepada tergugat setelah tergugat melengkapi isi keterangan nomor 4 (empat) di atas melalui Sekretariat Pengadilan Agama Magetan. Dalam putusan Pengadilan Agama Magetan no. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt tentang pemberian tunjangan iddah diputuskan oleh majelis hakim berdasarkan.

10Kartiningsi Dako, “Penerapan Hukum Dalam Memaksakan Penghidupan Istri Pasca Perceraian di Pengadilan Agama Limboto”, Jurnal Al Mizan Vol.

ةقفنو ةجوزلا ةنكمملا نم اهسفن ةبجاو ىلع جوزلا

Pertimbangan tersebut juga sejalan dengan tujuan hukum progresif yang dikemukakan oleh Satjipto yang biasa mengartikan Hukum Progresif sebagai hukum yang bergantung pada kemampuan logika manusia untuk memahami dan menggunakan hati nuraninya untuk mengisyaratkan bahwa hukum mengutamakan keadilan dan nilai-nilai moral. dalam masyarakat. Mahfud MD (e.t. al), Satjipto Rahardjo and Progressive Law - Urgency and Criticism, (Jakarta: Epistema and HuMa Institute, 2011), 5. Menurut peneliti, pertimbangan yang digunakan majelis hakim sudah sesuai dengan metode yang mencerminkan hukum progresif di pedalaman.

Hukum progresif mengandung arti bahwa hukum dapat bersifat dinamis dan berkembang mengikuti perubahan zaman sehingga dapat tetap melindungi kepentingan masyarakat berdasarkan moralitas dan sarana penegakan hukum. Namun jika dikaitkan dengan penafsiran hukum dalam hukum progresif, maka proses hukum dimaknai sebagai proses untuk membebaskan suatu konsep kuno yang tidak dapat berkembang dengan waktu sehingga tidak berlaku lagi. Kunci utama yang menjadi kekuatan hukum progresif dalam menafsirkan hukum adalah kekuatan hukum itu sendiri untuk berani menolak keberadaan status quo.

Secara sederhana, hukum progresif adalah hukum yang bebas dan tidak terikat dalam hal sikap dan sikap untuk bertindak. Secara khusus, hukum progresif dapat disebut sebagai hukum yang lebih membela keadilan terhadap rakyat dan hukum. Menurut peneliti, majelis hakim dalam memutus perkara ini menggunakan hak bawaannya yaitu ex officio yang dimiliki oleh hakim sebagai pejabat yang berwenang, semata-mata untuk kepentingan keadilan.

Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam putusan perkara perceraian No. 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt dengan memberlakukan tunjangan iddah dan mut'ah terhadap terdakwa pada dasarnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku yang mana Putusannya berdasarkan Surat Edaran MA nomor 3 Tahun 2018 yang didalamnya memuat tentang pelaksanaan Perma nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perempuan secara melawan hukum, maka istri dalam perkara perceraian berhak atas iuran mut'ah dan iddah iuran sepanjang tidak terbukti istri tidak melakukan nusuz, hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Agung. Dasar penilaian majelis hakim Pengadilan Agama Magetan dalam menetapkan besarnya tunjangan perkara Nomor 716/Pdt.G/2021/PA.Mgt adalah berdasarkan Pasal 160 Kompilasi Hukum Islam bahwa besarnya mut'ah disesuaikan dengan kesopanan dan kemampuan suami. Dalam bukti-bukti maupun keterangan penggugat yang dihadirkan dalam alat bukti, ternyata tergugat saat ini tidak memiliki pekerjaan, sehingga menurut Majelis Hakim besarnya tunjangan tersebut.

Dari musyawarah majelis hakim dalam putusan Pengadilan Agama Magetan nomor 716/PdtG/2021/PA.Mgt, dapat kita pahami bahwa Majelis Hakim menganut paradigma hukum progresif yaitu berani tidak mau menjadi corong untuk hukum. Hal ini mencerminkan ciri-ciri hukum progresif yaitu putusan hakim mengikuti situasi dan kondisi penggugat, membela kepentingan penggugat, serta memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan penggugat. Peneliti berharap kedepannya akan lebih banyak kajian dan penelitian serta pengembangan lebih lanjut hukum progresif baik secara teori maupun aplikasi sebagai landasan hukum.

Referensi

Dokumen terkait

majelis ta’lim sebagaimana dirumuskan dalam musyawarah Majelis Ta’lim se-DKI Jakarta tahun 1980, majelis ta’lim merupakan lembaga nonformal yang memiliki kurikulum

Dari adanya penelitian ini maka dapat diketahui bahwa dalam memutuskan perkara menggunakan hak ex officio hakim di pengadilan agama Sragen telah di praktikan dalam