BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Notoatmodjo (2011) Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. UU No. 13 Tahun 1998 mengatakan bahwa Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Perubahan-perubahan baik fisik, sosial, maupun psikologis yang terjadi pada Lansia menimbulkan berbagai masalah kesehatan diantaranya adalah kecemasan terhadap kematian (Maryam dkk, 2012). Menua (menjadi tua) merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diterima. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Proses menua dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho, 2012).
Lansia atau lanjut usia merupakan tahap terakhir dalam tahap pertumbuhan.
Lanjut usia merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Kristyaningsih, 2011). Jumlah Lansia meningkat pada tahun 2015 populasi Lansia berusia 60 tahun keatas berjumlah 900 juta dan diperkirakan pada tahun 2050 meningkat berjumlah 2 miliar di seluruh dunia. Sedangkan, jumlah lansia berusia 80 tahun keatas berjumlah 125 juta dan diperkirakan pada tahun 2050 meningkat berjumlah 434 juta diseluruh dunia (WHO, 2018). Di kawasan asia tenggara pada tahun 2015 populasi Lansia sebesar 142 juta jiwa dan diperkirakan meningkat 3 kali
Lansia sebesar 142 juta jiwa dan diperkirakan meningkat 3 kali lipat pada tahun 2050 (WHO, 2018).
Jumlah lansia di indonesia pada tahun 2016 mencapai 22,4 juta atau 8,69% dari total jumlah penduduk, pada tahun 2018 jumlah lansia mengalami peningkatan mencapai 24, 7 juta jiwa atau 9,3% dari total jumlah penduduk, dan diperkirakan pada tahun 2020 meningkat mencapai 28,8 juta atau 11,34% dari total jumlah penduduk (Kemenkes, 2018). Jumlah lansia di jawa barat pada tahun 2017 mencapai 4,16 juta atau 8,67% dari total penduduk jawa barat, terdiri dari 2,02 juta lansia laki-laki dan 2,14 juta lansia perempuan (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2018). Jumlah penduduk kota Bandung berdasarkan kelompok lansia diatas 60 tahun adalah 2.397.396 jiwa (Open Data Kota Bandung, 2017).
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2010). Sedangkan menurut Affandi (2008), proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap Lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap usia lanjut (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara
alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu.
Efek-efek tersebut menentukan usia lanjut dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan daripada usia madya (Hurlock dalam Muttaqin, 2017).
Keadaan diri yang sudah semakin menua dan melemah tentu membuat para lanjut usia mulai berpikir tentang kematian yang akan mereka alami. Hal ini berarti juga bahwa usia yang semakin lanjut akan menempatkan seseorang pada keadaan mendekati kematian. Adanya peristiwa-peristiwa atau pengalaman-pengalaman kehidupan yang mengancam keberadaan dan ketahanan hidup para lanjut usia dapat mengakibatkan mereka mengalami perasaan takut atau kecemasan menghadapi kematian. Kecemasan ini dapat disebabkan karena ada ancaman bahwa kematian akan memisahkan seseorang dari pasangan hidupnya keluarga, anak-anak, dan harta benda yang ia miliki. Namun terjadi atau tidaknya kecemasan ini tidak hanya bisa ditentukan oleh berbagai ancaman tersebut (Larasati, 2014). Pada masa usia lanjut seseorang akan mengalami berbagai peristiwa seperti ditinggalkan anak karena membangun keluarga sendiri, pensiun atau berhenti dari pekerjaan dan juga periode cemas dalam menghadapi kematian yang semakin dekat (Santrock, 2002). Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan
yang mungkin menyertai datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan Lansia penting untuk, khususnya Lansia yang mengalami penyakit kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti, sebab kecemasan bisa menyerang siapa saja. Spesifikasi bentuk kecemasan ada yang didasarkan pada usia individu. Umumnya kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Santrock, 2002).
Menurut Kaplan dalam (Carina, 2012), kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya (Prasetyo, 2018). Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil, 2010).
Timbulnya kecemasan pada lansia dalam menghadapi kematian dapat terjadi karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian,
kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya. Menurut Videbeck (2008) pemikiran tentang kematian merupakan bagian yang penting pada tahap akhir bagi seseorang. Lansia menghabiskan lebih banyak waktu untuk memikirkan kematian dibandingkan seseorang yang masih muda.
Merenung dan merencanakan kematian merupakan bagian yang normal dalam kehidupan Lansia. Menurut Willis (2011) berpendapat bahwa kecemasan tentang kematian adalah suatu hal yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti, keyakinan religius, dan tingkat dimana individu mempunyai kehidupan yang memuaskan.
Kondisi kecemasan yang berkepanjangan dan individu tidak mampu lagi untuk menemukan mekanisme koping akan menyebabkan individu berperilaku maladaptif dan disfungsional (Suliswati dkk, 2005). Ketika tenaga yang dipergunakan sebagai adaptasi semakin menipis respon fisiologis menghebat, akan tetapi karena energi semakin menipis maka adaptasi juga semakin menghilang. Menurut Savitri (2003) menyebutkan bahwa kecemasan seringkali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang, peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Noorkasiani dan Tamher (2009) menyebutkan bahwa pada setiap stressor seseorang akan mengalami kecemasan, baik ringan, sedang, maupun berat, pada lansia dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi.
Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Heningsih, dkk dan dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakartadi tahun 2014 dengan responden sebanyak 52 lanjut usia, dengan data sebanyak 60,7% lanjut usia mengalami kecemasan. Dan pada penelitian
gambaran tingkat kecemasan pada lanjut usia menunjukkan hasil 42,3% lanjut usia mengalami kecemasan dengan kategori sedang. Sesuai dengan tahapan perkembangan psikososial lansia menurut Erickson, yaitu integritas ego versus keputusasaan, lansia yang dapat mencapai integritas ego maka akan memiliki kepuasan diri yang terlihat melalui konsep dan sikap yang positif terhadap kehidupan (Stanley dan Beare, 2007). Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Parker (2013), yang menyebutkan bahwa apabila seseorang mampu menerima kenyataan hidup mereka dengan sedikit penyesalan dan putus asa, maka semakin besar kemungkinan mereka akan menerima datangnya kematian tanpa perasaan takut dan cemas.
Penelitian yang dilakukan oleh Williams (2006), menunjukkan bahwa lansia yang memiliki tingkat spiritualitas tinggi maka dalam menjalani akhir kehidupan, hidup dalam ketenangan hingga ajal menjemputnya. Hal ini sangat penting bagi akhir kehidupan lansia, karena sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mazloomy (2014) bahwa status dan perilaku kesehatan dapat mempengaruhi kualitas hidup pada lansia.Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Moritz et all (2006) bahwa pasien yang mendapatkan program pendidikan spiritual menunjukkan penurunan gangguan kesehatan, yang berkaitan dengan emosional pasien, seperti depresi, tekanan darah, marah, dan kelelahan.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 juni 2019 yang dilakukan di PSRLU Ciparay Kabupaten Bandung didapatkan data 147 orang lansia.
Kemudian berdasarkan wawancara kepada 10 orang lansia, didapatkan 3 orang lansia mengalami banyak gejala kecemasan seperti firasat buruk, banyak mimpi, sukar
konsentrasi, daya ingat buruk, sering buang air kecil, sakit kepala, terbangun di malam hari dan gelisah, 6 orang lansia mengalami gejala kecemasan, terbangun di malam hari, sering buang air kecil, sakit kepala dan gelisah, sisanya 1 orang lansia tidak merasakan kecemasan terhadap menjelang ajal karena setiap hari selalu beribadah, rajin mengikuti pengajian dan meyakini bahwa setiap orang akan menghadapi kematian.
Dari fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Gambaran Tingkat Kecemasan Lansia Menjelang Ajal Di PSRLU Ciparay Kabupaten Bandung”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
“Bagaimana gambaran tingkat kecemasan pada lansia dalam menjalani masa tua di PSRLU Ciparay”
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada lansia dalam menjalani masa tua di PSRLU Ciparay.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Teoritis
Menambah pengetahuan ilmu keperawatan mengenai pemenuhan kebutuhan gerontologi terutama kecemasan.
1.4.2 Secara Praktis 1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman, wawasan, dan meningkatkan pengetahuan tentang gambaran kecemasan.
2. Bagi Panti
Memberikan data tentang gambaran tingkat kecemasan pada Lansia menjelang ajal di PSRLU Ciparay.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai tambahan pengetahuan khususnya keperawatan jiwa, terutama mengenai gambaran tingkat kecemasan pada Lansia menjelang ajal.
4. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Memperoleh pengalaman dan literature dalam melaksanakan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor kecemasan pada Lansia.