1 1.1 Latar Belakang
Penyakit diare merupakan suatu penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB (Kejadian Luar Biasa) yang sangat sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang dengan CFR atau Case Fatality Rate (2.47%).
Angka kematian saat KLB diare diharapkan < 1%. Dilihat dari rekapitulasi KLB diare dari tahun 2008 sampai dengan 2015, terlihat bahwa CFR saat KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada tahun 2011 CFR saat KLB 0.40%, sedangkan tahun 2015 CFR diare saat KLB meningkat menjadi 2.47% (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Insiden diare balita di Indonesia adalah 6.7%
(Riskesdas, 2013). Data diare terbanyak yang terjadi di Jawa Barat salah satunya yaitu Kota Bandung yang berjumlah 67.603 penderita dari 76 puskesmas diseluruh Kota Bandung. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2015, tingkat kejadian penyakit diare pada balita di Puskesmas Babakan Sari masih cukup tinggi dari golongan usia 1-5 tahun sebesar 6.425 kasus. (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2015).
GAMBAR 1.1
Data 10 Puskesmas Terbanyak Angka Kejadian Diare Pada Usia 0 – 5 Tahun
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
DATA 10 PUSKESMAS TERBANYAK ANGKA KEJADIAN DIARE
DATA 10 PUSKESMAS TERBANYAK ANGKA KEJADIAN DIARE PADA USIA 0 - 5 TAHUN Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2015
TABEL 1.1
Data Angka Kejadian Diare Berdasarkan Golongan Usia
No Puskesmas Umur
0 – 1 Tahun 1 – 4 Tahun >5 Tahun Jumlah 1 Puskesmas Babakan Sari 2.446 2.262 1.717 6.425 2 Puskesmas Ujung
Berung Indah 2.212 1.998 1.753 5.963
3 Puskesmas Caringin 2.136 1.889 1.683 5.708
4 Puskesmas Sekejati 2.243 1.776 1.579 5.598
5 Puskesmas Ceutarip 1.933 1.707 1.827 5.467
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2015
Berdasarkan Data angka kejadian diare dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, gambar dan tabel di atas menunjukan bahwa angka kejadian diare pada 10 Puskesmas teratas yaitu di Puskesmas Babakan Sari yang menduduki peringkat tertinggi pada angka kejadian diare dari seluruh Puskesmas yang ada di Kota Bandung. Kemudian berdasarkan golongan usia pada tabel diatas menunjukan bahwa balita yang
mengalami kejadian diare usia 0-1 tahun sebanyak 2.446 kasus, usia 1-4 tahun sebanyak 2.262 kasus, dan >5 tahun sebanyak 1.717 kasus. Bila di jumlahkan terdapat jumlah sebanyak 6.425 kasus.
Dari banyaknya jumlah kejadian diare pada tahun 2009-2010 ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada balita yaitu kesadaran dan pengetahuan ibu. Selain itu, ketersedian sumber air bersih dan ketersediaan jamban keluarga juga perlu dipertimbangkan sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare, karena jika dilihat berdasarkan umur kasus kejadian diare lebih banyak terjadi pada golongan usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya di derita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada balita. Faktor hygine, lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita (Kemenkes RI, 2011).
Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah, sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran bakteri penyebab diare. Jika diare disertai muntah berkelanjutan akan menyebabkan dehidrasi. Inilah yang harus selalu diwaspadai karena sering terjadi keterlambatan dalam pertolongan dan mengakibatkan kematian. Dehidrasi yang terjadi pada bayi ataupun balita akan cepat menjadi parah karena seorang anak berat badannya lebih ringan daripada orang dewasa. Maka cairan tubuhnya pun relatif sedikit sehingga jika kehilangan sedikit saja cairan, dapat mengganggu organ-organ vitalnya (Cahyono, 2010).
Secara umum diare disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin. Mekanisme ini mengakibatkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkan absorbs cairan sehingga akan terjadi
dehidrasi dan hilangnya nutrisi serta elektrolit. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya demam dan muntah berlebih. Demam merupakan respon sistemik dari invasi agent infeksi penyebab diare, timbulnya demam menyebabkan anak tidak nafsu makandan minum sehingga pemasukan nutrisi dan cairan kedalam tubuh kurang. Apabila mengalami muntah yang berlebih dan penanganan dirumah yang tidak tepat maka akan menyebabkan pengeluaran cairan dalm tubuh semakin banyak sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi akan menjadi semakin berat apabila pemasukan cairan kedalam tubuh kurang (Muttaqin & Sari, 2011).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa efek diare yang terjadi pada balita jika diare berlangsung terus-menerus selama berhari-hari akan menyebabkan penderitanya mengalami kekurangan cairan atau biasa disebut dengan dehidrasi.
Dehidrasi sendiri ada tingkatannya, yaitu dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Jika dehidrasi yang dialami termasuk dehidrasi yang berat karena diare disertai muntah- muntah, maka resiko kematian dapat mengancam penderitanya. Biasanya orang yang meninggal karena diare dan dehidrasi terjadi karena cairan dan elektrolit tubuh tidak segera digantikan (Muttaqin & Sari, 2011).
Kejadian diare pada balita dasarnya dapat dicegah dengan memperhatikan faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare. Berdasarkan penelitian- penelitian yang sudah banyak dilakukan, diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare meliputi (Suharyono, 2008) :
Faktor gizi, faktor makanan, faktor sosial ekonomi, dan faktor lingkungan.
Kebersihan makanan ditentukan dari kemampuan ibu dalam menerapkan (PHBS) terhadap makanan dari proses persiapan, memasak hingga menghidangkan makanan
tersebut artinya bahwa PHBS disini adalah bagaimana ibu mampu menerapkan hygine menyiapkan makanan (Maryunani, 2013)
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Hamza, 2012) tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012 yang menunjukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan air dan sabun dengan kejadian diare pada balita.
Selanjutnya hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Salindo bahwa tingkat pengetahuan yang sedang tentang diare, terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada anak balita. pengetahuan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pendekatan yang intensive dalam masalah penyakit diare oleh pihak puskesmas dengan tetap memberikan penyuluhan khususnya diare oleh petugas promkes dan kesehatan lingkungan guna meningkatkan perilaku kesehatan menjadi lebih baik (Dewi, 2015).
Selain itu kejadian diare yang terjadi pada balita juga dapat di akibatkan oleh pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya, kemudian sumber air minum yang tidak terjaga kebersihannya serta pengelolaan sampah yang buruk pun ada hubungannya yang signifikan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita sehingga kejadian diare tetap saja meningkat (Dini, 2013).
Hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan terhadap 10 orang tua yang memiliki balita usia 1-5 tahun yang terserang penyakit diare di Puskesmas Babakansari Kota Bandung, diiperoleh hasil wawancara dengan 10 responden yaitu orang tua dari balita, dengan hasil 3 responden memiliki kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah menyuapi anak. 5 responden mengatakan anaknya yang dapat makan dengan mandiri selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. 4
responden selalu mencuci tangan setalah BAB dan buang tinja anak. 6 responden memberikan ASI secara esklusif dan 4 responden tidak. Orang tua dengan pendidikan terakhir SD dan SMP 5 responden, sedangkan SMA dan D3/sarjana 4 responden. Tersedianya tempat sampah didalam rumah seluruh responden memiliki.
Penghasilan orangtua diatas UMR 3 responden, dan dibawah UMR 7 orang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1-5 tahun di Puskesmas Babakansari Kota Bandung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah penelitian yaitu
“Bagaimanakah Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 1-5 tahun di Puskesmas Babakansari Kota Bandung?”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1-5 tahun di Puskesmas Babakansari Kota Bandung
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi hubungan faktor gizi dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Babakansari Kota Bandung
2. Mengidentifikasi hubungan faktor makanan dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Babakansari Kota Bandung
3. Mengidentifikasi hubungan faktor sosial ekonomi dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Babakansari Kota Bandung
4. Mengidentifikasi hubungan faktor lingkungan dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
1.3.3 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman yang sangat berguna dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan.
2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut.
3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, meningkatkan pengetahuan bahwa mencuci tangan dengan baik menggunakan sabun, dan pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk mencegah kejadian diare