• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak industri ritel mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan dinilai memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia (Hendra, Djawahir, & Djazuli, 2017). Terutama dengan banyaknya ritel asing yang masuk ke Indonesia, sehingga muncul kebijakan yang mendukung liberalisasi ritel, yang diwujudkan dalam bentuk bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA), sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka (BKPM, 2016).

Industri ritel di Indonesia seperti minimarket, supermarket, hypermarket dan modern trade menampilkan persaingan, ekspansi dan pertumbuhan (Sari, 2017).

Pada tahun 2017, industri ritel mengalami pertumbuhan sebesar 7,5%

(mengalami penurunan) dibandingkan pada tahun 2016 yang mencapai 10%.

Sementara itu pada tahun 2018, Aprindo mencatat ritel mengalami pertumbuhan sekitar 9%. Hingga saat ini ritel masih menguasai pangsa pasar sekitar 30% dan menjadikan ritel menjadi bisnis yang menjanjikan dengan tingkat keuntungan sebesar 7–15% (Raharja, 2018). Semakin pesatnya pertumbuhan ritel akan menimbulkan persaingan antar sesama ritel serta pasar tradisional, sehingga para pelaku bisnis harus lebih tanggap dalam melihat peluang pasar serta keinginan dan kebutuhan yang terbaik bagi konsumen agar mampu memberikan kepuasan dan memenangkan persaingan yang ada di antara banyaknya kompetitornya (Alfin &

Nurdin, 2017).

(2)

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan ritel di Indonesia khususnya Kota Bandung mengalami perkembangan yang cukup pesat dan dinilai sebagai sarana perdagangan dalam mendistribusikan barang atau jasa kepada masyarakat. Industri ritel di Kota Bandung dinaungi oleh dinas perdangangan dan perindustrian, yang merupakan salah satu perangkat daerah di lingkungan pemerintahan Kota Bandung yang memiliki tugas untuk melaksanakan urusan pembinaan pada bidang perdagangan dan perindustrian (Disdagin, 2019).

Kehadiran ritel membuat konsumen memiliki pilihan untuk berkunjung ke toko dan mencari produk semakin banyak, bila dilihat dari jumlah item dan jenis produk. Selain itu, berbelanja di ritel juga tidak membuat konsumen untuk berdesak–desakan dan produk yang di jual juga ditata dengan rapih (Soliha, 2008). Berikut data rekapitulasi ritel dari tahun 2016–2018 di Kota Bandung.

Tabel I.1

Data Rekapitulasi Ritel di Kota Bandung

No Nama Tahun

2016 2017 2018

1 Minimarket 566 513 435

2 Supermarket 27 27 44

3 Hypermarket 12 9 6

4 Departement Store 19 16 16

5 Perkulakan 3 3 2

6. Pusat Perbelanjaan / Mall 29 22 17 7. Lain–lain atau Perorangan 49 18 18

Total 705 608 539

Sumber: Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung (2019)

Berdasarkan tabel I.1 di atas menunjukkan bahwa, terjadi penurunan jumlah ritel di Kota Bandung dari tahun 2016–2018. Penurunan yang paling signifikan terjadi pada minimarket 131 pusat perbelanjaan. Sedangkan untuk sepermarket mengalami peningkatan sebesar 17 pusat perbelanjaan.

Jika ditelaah lebih lanjut, penurunan ritel di Indonesia khususnya di Kota Bandung terjadi karena industri ritel saat ini makin ketat persaingannya. Dimana

(3)

pemerintah tetap memberikan ijin kepada peritel meskipun pasar yang dituju telah jenuh (Soliha, 2008). Hal ini juga terlihat dari penurunan penjualan ritel yang signifikan, karena penurunan daya beli masyarakat. Dimana masyarakat mengubah pola konsumsi dan mengganti komoditas kebutuhan dengan alternatif komoditas lain serta membatasi pembelian barang–barang yang tidak primer (Bandung, 2017).

Berdasarkan perilaku konsumen yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan era saat ini, maka suatu perusahaan diharapkan untuk lebih bijak dalam menerapkan strategi yang tepat agar dapat menarik konsumen (Nainggolan, 2016). Selain itu, strategi yang akan diterapkan ini, diharapkan mampu menggempur persaingan dalam bidang pemasaran sehingga perusahaan dapat bertahan dan dapat memasarkan produk yang ada di perusahaan ke konsumen (Roisah & Riana, 2016). Dalam hal ini, ritel membutuhkan pendekatan pemasaran yang efektif dan efisien untuk menarik pelanggan, agar ke depannya tidak hanya berdampak pada peningkatan penjualan dan peningkatan kunjungan (Alma, 2013).

Strategi pemasaran yang saat ini dilakukan terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju ke pemasaran modern (Lamongi &

Loindong, 2018). Salah satu strategi pemasaran yang dapat dilakukan oleh pemilik bisnis atau peritel saat ini yaitu dengan experiential marketing atau pengalaman pemasaran. Melalui experiential marketing dinilai sangat efektif dilakukan (Alma, 2013). Namun disisi lain, masih terdapat perusahaan yang belum menerapkan experiential marketing dalam memasarkan produk atau jasa.

Padahal dalam menerapkan experiential marketing dapat menjadi peluang usaha dalam memuaskan pelanggan (Kartikasari, Derry Dwi Vernawati, 2015).

(4)

Pendekatan experiential marketing, tidak hanya menekankan pada benefit dan feature saja, tetapi juga membangkitkan suatu emosi dan perasaan. Dengan adanya experiential marketing, pelanggan akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan yang lainnya karena konsumen dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan yaitu sense atau panca indera, feel atau rasa, act atau tindakan, think atau pola pikir dan relate atau hubungan (Rambat Lupiyoadi, 2013). Dari pengalaman mengkonsumsi barang atau jasa tersebut, akan menjadi memori bagi konsumen, puas atau tidak puas terhadap produk maupun perusahaan akan selalu diingat oleh konsumen (Prastyaningsih, Suyadi, & Yulianto, 2014).

Dalam konsep pendekatan ini, berusaha untuk menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan bagi konsumen (Bisnari, 2015). Selain itu, melalui pendekatan experiential marketing akan berdampak pada terciptanya rasa puas melalui pengalaman sehingga dari rasa puas tersebut akan menciptakan word of mouth atau mouth to mouth promotion. Hal inilah yang menjadi tujuan hakiki dari perusahaan bagaimana suatu produk dan atribut produk perusahaan dapat diterima dan disegani oleh konsumen (Alma, 2013). Oleh sebab itu, setiap perusahaan diharapkan untuk mempertahankan dan memuaskan pelanggannya karena lebih baik dari pada perusahaan harus mencari pelanggan yang baru dengan biaya lebih mahal (Budi Wahyono, 2015).

Kepuasan pelanggan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau yang dirasa cukup memadai oleh konsumen, setelah memperoleh barang dan jasa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan (Yani Restiani Widjaja & Irpan Nugraha, 2016). Dimana kepuasan pelanggan menjadi tolak ukur perusahaan

(5)

dalam memajukan bisnisnya. Terciptanya kepuasan pelanggan merupakan langkah awal perusahaan dalam membangun hubungan baik dengan pelanggan (Dewi, Kumadji, & Mawardi, 2015). Dengan tercapainya kepuasan terhadap produk atau jasa tersebut akan memberikan kesan positif bagi konsumen yang berujung pada terciptanya pembelian ulang oleh konsumen (Chandra, 2011)

Minat membeli ulang terjadi setelah konsumen melakukan pembelian, dapat dikarenakan pernah mengkonsumsi sehingga berminat lagi untuk membeli ulang produk atau jasa yang sama (Prastyaningsih et al., 2014). Dimana ketika konsumen memperoleh respon positif, konsumen akan berperilaku sebelum dan atau setelah melaksanakan pembelian yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan pembelian baik saat ini dan masa yang akan datang (Alamsyah, 2016).

Minat beli pada waktu mendatang sangat dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan (costumer experience) yang berkaitan dengan harga, merek, promosi, iklan, rantai pasokan, kombinasi layanan, suasana, dan lokasi (Saraswati, 2016).

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, bahwasannya experiential marketing dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan minat beli ulang. Seperti pada penelitian Rotsmi Natalia Lopumeten dan Sefnat Kristianto Tomasoa (2018), diketahui experiential marketing mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratih Kusuma Dewi, Srikandi Kumadji & M.

Kholid Mawardi (2015), yang menyatakan bahwa experiential marketing berperan penting dalam menciptakan kepuasan pada pelanggan. Penelitian ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh bahwa variabel experiential marketing memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan pelanggan.

(6)

Peneliti Gersom Hendarsono dan Sugiono Sugiharto (2013), menyatakan bahwa experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang konsumen. Dalam komponen sense, feel, think, dan relate berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang namun untuk komponen act tidak berpengaruh signifikan terhadap minat beli ulang. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Kevin Reno Reynard Olii dan I Nyoman Nurcaya (2016), menyatakan bahwa experiential marketing sebagai variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan dan pembelian ulang. Kepuasan pelanggan juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian ulang.

Berdasarkan fenomena yang ada pada perilaku konsumen pada ritel di Kota Bandung, maka peneliti melakukan penelitian yang berfokus pada kajian

“Dampak Experiential Marketing Pada Kepuasan dan Minat Beli Ulang Konsumen, dengan Studi Kasus Pada Konsumen Ritel di Kota Bandung”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengidentifikasi masalah yang dihadapi pada ritel di Kota Bandung adalah:

1. Experiential marketing masih kurangmaksimal diterapkan pada ritel di Kota Bandung.

2. Tingkat kepuasan pelanggan belummaksimal dirasakan oleh konsumen.

3. Minat beli ulang pada riteldi Kota Bandung tidak signifikan akibat menurun daya beli konsumen.

(7)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah yang di teliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan pelanggan di ritel Kota Bandung?

2. Bagaimana pengaruh experiential marketing terhadap minat beli ulang di ritel Kota Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak experiential marketing pada kepuasan dan minat beli ulang konsumen di ritel Kota Bandung, serta untuk melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam mencapai kelulusan Program Strata Satu (S1), pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi di Universitas BSI Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh antara experiential marketing terhadap kepuasan pelanggan di ritel Kota Bandung serta analisisnya.

2. Untuk mengetahui pengaruh antara experiential marketing terhadap minat beli ulang di ritel Kota Bandung serta analisisnya.

(8)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat penulisan ditinjau dari aspek akademis adalah menghasilkan ilmu dan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan. Dan secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai seberapa besar dampak experiential marketing pada kepuasan dan minat beli ulang konsumen.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Peneliti

Dapat memberikan manfaat bagi peneliti, dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan mengenai stategi pemasaran yang modern, khususnya experiential marketing. Semoga dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat membandingkan teori yang diperoleh tentang experiential marketing, kepuasan dan minat beli ulang konsumen dengan praktek dalam sebuah perusahaan.

2. Universitas BSI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat untuk menambah referensi di perpustakaan universitas BSI serta dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan dan informasi bagi pembaca khususnya jurusan manajemen pemasaran yang akan meneliti hal yang sama.

3. Penelitian Selanjutnya

Semoga dengan adanya penelitian ini dapat berguna sebagai referensi dan informasi bagi mahasiswa atau mahasiswi Universitas BSI Bandung dalam

(9)

melakukan penelitian selanjutnya mengenai dampak experiential marketing pada kepuasan dan minat beli ulang konsumen.

4. Ritel Kota Bandung

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi tolak ukur bagi ritel Kota Bandung dalam menerapkan pengalaman pemasaran yang lebih baik, sehingga konsumen tidak hanya merasa puas dengan produk yang ditawarkan melainkan konsumen akan merasa loyal yang berakibat pada pembelian ulang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai hubungan antara iklim organisasi dengan kualitas pelayanan pada karyawan Mie Reman Bandung, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

Manfaat bagi guru yaitu untuk menambah wawasan dan pengalaman baru terutama melalui pembelajaran Index Card Match berbantuan video pembelajaran, mendorong guru untuk

Asumsi atau anggapan dasar yang dijadikan sebagai tolak ukur bagi penelitian mengenai tari Walijamaliha di Sanggar Bina Seni Tari Raksa Budaya Kota Serang Provinsi Banten

Bagi guru, penelitian yang dilakukan dapat menjadi tolak ukur informasi dan refrensi dalam memahami tingkat pengetahuan dasar peserta didik memahami pembelajaran Hukum

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan dan penerapan strategi pemasaran yang

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan masukan atau rekomendasi yang kemudian memberikan manfaat bagi pihak berkepentingan atau Pemerintah Kota Makassar

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari rancang bangun alat ukur berat dan tinggi badan otomatis ini adalah mempermudah dalam pekerjaan dan menghemat waktu dalam

1.4.4 Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan tolak ukur bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam kaitannya dengan kegunaan senam