BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sangat penting bagi manusia, dari seluruh organ tubuh manusia saat ini organ tubuh bagian mata yang sangat rentan terganggu kesehatannya. Mata yang berfungsi sebagai organ penglihatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan.
Penglihatan merupakan jalur informasi utama. Meskipun fungsinya sangat penting dalam kehidupan, namun sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak terobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan, diantaranya kelainan refraksi. (Ratanna dkk, 2014).
Kelainan refraksi (refractive error) merupakan kondisi cacat optik dimana gambar objek yang dilihat tidak sesuai dengan bidang retinal sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi merupakan salah satu kondisi pada mata yang paling umum, dan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi (uncorrected refractive error) merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang utama karena URE adalah penyebab utama gangguan penglihatan dan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia (Dana, 2014).
Menurut laporan World Health Organization dalam Fauzi dkk (2016), menyatakan bahwa 285 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan dimana 39 juta di antaranya mengalami kebutaan dan 246 juta penduduk mengalami penurunan penglihatan (low vision). 90 % kejadian gangguan penglihatan terjadi di negara berkembang. Secara umum kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi (rabun jauh, rabun dekat, dan Astigmatisma) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan. 80%
gangguan penglihatan tersebut sebenarnya dapat dicegah dan diobati.
Pada studi meta analisis yang dilaksanakan oleh Flaxman dkk (2017), yang membahas mengenai penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia menyebutkan bahwa kelainan refraksi diprediksi dapat meningkatkan kejadian kebutaan sebanyak 8 juta kasus pada tahun 2020.
Menurut Kementerian Kesehatan RI 2014 dalam Prad dkk (2021) menyatakaan bahwa Prevalensi penderita severe low vision (rentangan visus <6/60 –3/60) di Indonesia dengan penduduk yaitu 224.714.112 orang sebesar 26,02% dengan 0,09% (39.975 orang) diantaranya merupakan usia aktif belajar (5-24 tahun), dan prevalensi kebutaan yang mempunyai visus <3/60 adalah sebesar 13,51%. Dirjen Bina Upaya Kesehatan Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia mencapai 22,1%. Sebesar 15% dari 22,1%
merupakan anak berusia 5-19tahun.
Gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia terus mengalami peningkatan, prevalensi gangguan penglihatan di Indonesia 1,5% dan merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan angka kebutaan di negara–
negara regional Asia Tenggara seperti Bangladesh sebesar 1%, India sebesar 0,7%, dan Thailand 0,3%. Penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan tersebut adalah glaucoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata lain.
(Depkes RI, 2012).
Keterlambatan dalam melakukan pemeriksaan refraksi pada anak usia sekolah dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam menyarap berbagai informasi, lebih jauh lagi dapat berpengaruh terhadap potensi dan peningkatan kecerdasan anak, mengingat >80% informasi diserap oleh penglihatan (Ratanna, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2014), melalui kuisioner dan penulisan dengan judul Karakteristik dan perbedaan kelainan refraksi pada anak usia sekolah dasar ada 1023 siswa mulai usia 6-13 tahun di Sekolah Dasar Cipta Dharma menujukan data yang cukup signifikan.
Terdapat sebesar 36,3% kejadian gangguan penglihatan ringan. Untuk kelainan refraksi di temukan sebesar 31,9% dengan jenis kelamin. Yang terbanyak adalah kelainan hipermetropiaia (12,9%), miopia (11,8%), dan Astigmatisma 7,1%. Miopia cenderung terjadi pada kelompok usia yang lebih tua atau kelas yang lebih tinggi (V dan VI), sedangkan hipermetropiaia dan Astigmatisma cenderung didapatkan pada usia muda, Kelainan refraksi
yang tidak terkoreksi di SD Cipta Dharma Denpasar didapatkan sebesar 23,8% anak usia 5-15 tahun, namun angka pemakaian kacamata sendiri masih rendah yaitu 12,5%).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa tentang gambaran kelainan refraksi pada siswa kelas 2 dan 3 di MI Albidayah Cianjur. Pada usia tersebut pertumbuhan mata anak masih rentan terhadap gangguan penglihatan kelainan refraksi dan pada usia tersebut retina belum terbentuk dengan sempurna.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas tersebut, maka dapat ditemukan Identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana gambaran kelainan refraksi pada Siswa kelas 2 dan 3 di MI Albidayah Cianjur Tahun 2022?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kelainan refraksi pada siswa kelas 2 dan 3 di MI Albidayah Cianjur Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kelainan refraksi pada mata siswa kelas 2 dan 3 di MI Albidayah Cianjur tahun 2022 berdasarkan jenis kelainan refraksi.
b. Mengetahui gambaran kelainan refraksi pada mata siswa kelas 2 dan 3 di MI Al bidayah Cianjur tahun 2022 berdasarkan usia.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah informasi, referensi terbaru dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang kelainan refraksi dan cara menjaga kesehatan mata.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan keilmuan khususnya tentang kelainan refraksi pada anak dan kejadian kelainan refraksi pada anak khususnya kepada siswa kelas 2 dan 3 di MI Albidayah Cianjur.
b. Bagi Institusi
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi pada keilmuan optometri dan menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya serta menambah daftar kepustakaan.
c. Bagi Profesi
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan pemeriksaan kelainan refraksi khususnya pada anak dilingkup profesi Optometri.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Kelainan Refraksi pada anak.
2. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini yaitu keilmuan Optometri yang berkaitan dengan mata kuliah refraksi klinik.
3. Ruang Lingkup Metode
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriftif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
4. Lingkup Waktu dan Tempat
Penelitian ini di lakukan pada mei-juni 2022 di Mi Albidayah Cianjur Tahun 2022.