1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus atau kencing manis telah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di Negara-negara industri baru dan Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (Krisnantuti, 2008). Penyakit ini ditandai oleh naiknya kadar gula darah (hiperglikemia) dan bila kadar glukosa darah puasa meningkat, mengakibatkan tingginya kadar gula darah dalam urin (Hartono, 2006). Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum di temukan pada pasien di bandingkan dengan diabetes melitus tipe 1, diabetes gestasional dan, diabetes tipe lain. Mayoritas pasien diabetes melitus tipe 2 tidak bergantung pada insulin.
Kelompok diabetes melitus ini merupakan akibat dari kurang responya jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) terhadap insulin (Betteng, 2014).
Jumlah pengidap diabetes mellitus terus meningkat, baik di tingkat nasional maupun dunia. Di indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi diabetes di indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Data Internasional Diabetes Federation menyatakan jumlah estimasi penyandang diabetes di indonesia 415 juta, dan diperkirakan akan terus meningkat. Indonesia berada pada peringkat ke tujuh dari sepuluh negara dengan penyandang diabetes terbesar di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 10 juta jiwa (IDF, 2015). Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2% juta pasien diabetes mellitus.
Diabetes tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan lingkungan yang sama kuat dalam proses timbulnya penyakit tersebut. Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini dapat terlihat jelas dengan tingginya penderita diabetes yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus sebelumnya.Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup
2 penderita yang tidak sehat juga bereperan dalam terjadinya penyakit diabetes mellitus (Betteng, 2014).
Dalam penatalaksana diet Diabetes Mellitus Tipe 2, perencanaan makanan merupakan pilar yang sangat penting yang diaplikasikan dalam terapi diet. Salah satunya yaitu diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 12% protein dan lemak 20%. Selain mengandung karbohidrat agak tinggi (68%), juga kaya serat, dan rendah kolesterol. Diet B selain mempunyai efek hipoglokemi, juga mempunyai daya yang kuat untuk menurunkan kolesterol. Diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks dapat meningkatkan atau memperbaiki glucose uptake (pembakaran glukosa) di jaringan perifer, dan regimen ini memperbaiki kepekaan sel beta pankreas untuk sekresi insulin (Tjokroprawiro, 1996). Karbohidrat agak tinggi pada Diet B sesuai dengan kebiasaan orang indonesia, karbohidrat biasanya menjadi porsi terbesar dalam menu makanan sehari-hari.
Labu kuning (Cucurbita moschata duch) mengandung serat larut pektin (Pratiwi, 2015). Pektin memiliki sifat mampu menahan air dan membentuk gel dan dapat menunda waktu pengsosngan lambung serta mengikat glukosa sehingga kecepatan absorbsi glukosa di usus halus berkurang (Hawa dan Murbani, 2015). Kandungan gizi dalam labu kuning yang telah diolah menjadi tepung memiliki betakaroten sebesar 67,83 mg/g, serat pangan total 14, 81%
(Trisnawati 2014). Labu kuning memilki kandungan amilosa sebanyak 9,86% dan amilopektin 1,22% menurut Nisviaty (2006) bahwa tingginya amilosa pada makanan dapat menurunkan daya cerna pati in vitro. Daya cerna pati yang rendah akan menentukan aktivitas hipoglikemik, karena akan menghasilkan glukosa lebih sedikit dan lebih lambat, sehingga insulin yang diperlukan lebih sedikit untuk mengubah glukosa menjadi energi, (Suryaningrum, 2016).
Labu kuning mengandung β-karoten 92,21–97,5%, bahwa labu kuning memiliki total karotenoid yang cukup tinggi yaitu 234,21–404,98 µg/g, α-karoten 67,06-72,99 µg/g, dan β-karoten 244,22-141,95 µg/g (Lestari, 2015). sehingga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber β-karoten alami (Pamungkas, 2016). Labu kuning dikenal kaya zat gizi seperti vitamin A 180 SI, vitamin C 52 mg per 100g, besi 1,4 mg per 100g dan karbohidrat sebagai sumber serat 6,6 mg per 100g (Sugitha, 2015).
Antioksidan pada labu kuning yang berfungsi menghambat aktivitas radikal bebas pada keadaan stres oksidatif yang disebabkan karena
3 hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia meningkatkan produksi radikal bebas yang menyebabkan resistensi insulin. Flavonoid berperan dalam menurunkan resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin, selain itu flavonoid juga memiliki efek hipoglikemik dengan cara memblok aktivitas enzim alfa amilase dan juga alfa glukosidase sehingga produksi glukosa menurun. β-karoten meningkatkan produksi antibodi sehingga melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat kerusakan oksidatif. Vitamin C dan E berperan dalam menurunkan radikal bebas dan memperlambat kerusakan oksidatif (Fathonah, 2014).
Sebagai bahan campuran labu kuning adalah jamur tiram putih.
Kandungan gizi jamur tiram menurut Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, protein rata-rata 3,5 – 4 % dari berat basah. Berarti dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Jika dihitung berat kering kandungan proteinnya 10,5 - 30,4%, sedangkan beras hanya 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1%, dan susu sapi 25.2%. Jamur tiram juga mengandung 9 macam asam amino yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin (Puspitasari, 2014). Kadar serat pada jamur tiram kering adalah sebanyak 11,5% (Cahyana dkk, 1999) yang berati lebih tinggi dibandingkan dengan jamur tiram merah 11% dan jamur shitake 8%.
Jamur tiram putih mengandung senyawa pleuran yang memiliki struktur umum β-glukan. Berdasarkan penelitian Pranamuda, dkk (2012) kandungan β- glukan pada jamur tiram sebanyak 164 gram dari 28 kg jamur tiram segar. β- glukan memiliki dua khasiat utama yaitu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dan juga berkhasiat sebagai antioksidan serta antidiabetesn (Kusmiati dkk, 2007). β-glukan terbagi kedalam serat pangan yang terlarut. Serta larut menarik air dan membentuk gel, yang memperlambat pencernaan. Peningkatan asupan serat larut meningkatkan glikemia dan sensitivitas insulin pada individu non-diabetes dan diabetes Tjokrokusumo, (2015).
Sereal merupakan salah satu jenis olahan makanan yang dibuat dari tepung biji-bijian diolah menjadi bentuk serpihan, setrip (shredded), ekstrudat (ekstruded) dan siap santap untuk sarapan pagi. Jenis dan ragamnya yang beredar di pasaran sudah semakin banyak, tetapi sebagian hanya menonjolkan sisi praktisnya saja tanpa memperhatikan keseimbangan gizi yang ada di dalamnya. Produk yang beredar di pasaran saat ini kaya akan karbohidrat saja
4 tetapi rendah serat, protein dan antioksidan (Iriyani, 2011). Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam bentuk serpihan. Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan serealia seperti beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain (Rakhmawati, 2014).
Salah satu alternatif yang dianjurkan pada penelitian ini adalah flakes dengan pemanfaatan labu kuning dan jamur tiram putih sehingga dapat meningkatkan kandungan gizi flakes terutama antioksidan, protein dan seratnya.
Beberapa keuntungan dari asupan serat pangan bagi penderita diabetes meliputi penghambatan laju postprandial glisemia, mengurangi konsentrasi glukosa basal, dan menaikkan sensitivitas pada insulin (Marsono, 2004). Antioksidan dari bahan makanan juga terbukti dapat memperbaiki glukosa darah tikus diabetes (Pramitasari, 2014). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Formulasi Flakes berbahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus) sebagai Pengembangan Diet B bagi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh Formulasi Flakes berbahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus) sebagai Pengembangan Diet B bagi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 terhadap nilai energi, mutu kimia, organoleptik dan taraf perlakuan terbaik
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menghasilkan Formula Diabetes Mellitus Tipe 2 berupa flakes berbahan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreatus).
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis mutu kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan kadar serat pada flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram putih
5 b. Menganalisis nilai energi flakes berbahan tepung labu kuning dan
tepung jamur tiram putih
c. Menganalisis mutu organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur pada flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram putih
d. Menetukan taraf perlakuan terbaik proporsi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram putih
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi kepada masyarakat untuk pengembangan makanan sehat bagi penderita Diabetes Mellitus berupa flakes hasil formulasi tepung labu kuning dan tepung jamur tiram untuk menaikkan derajat kesehatan.
b. Diharapkan produk flakes tersebut mampu mengurangi prevalensi masalah gizi khususnya menjegah komplikasi dan keparahan penyakit Diabetes Mellitus.
2. Manfaat Keilmuan
Dapat meberikan informasi secara ilmiah tentang penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) berupa formulasi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram untuk alternatif bagi penderita diabetes mellitus tipe sebagai upaya mencegah keparahan penyakit dan munurkan prevalensi kematian akibat diabetes mellitus.
6 E. Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan:
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
DM Tipe 2
Gaya Hidup Genetik Pengaruh Lingkungan
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
Hiperglikemi
Pencegahan melalui kontrol kebiasaan makan Pencegahan melalui
olahraga teratur
Perencanaan diet untuk menekan kadar glukosa darah
Pemanfaatan bahan makanan tinggi serat dan tinggi antioksidan
Formulasi flakes labu kuning dan jamur tiram
Nilai energi Mutu Organoleptik:
- Warna - Aroma - Rasa - Tekstur Mutu Kimia:
- Kadar air - Kadar abu - Protein - Lemak - Karbohidrat - Kadar serat -
7 F. Hipotesis
1. Ada pengaruh formulasi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram terhadap nilai energi.
2. Ada pengaruh formulasi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram terhadap mutu kimia yaitu protein, lemak, karbohidrat, kadar abu dan kadar air.
3. Ada pengaruh formulasi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram terhadap mutu organoleptik yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur.
4. Ada pengaruh formulasi flakes berbahan tepung labu kuning dan tepung jamur tiram terhadap taraf perlakuan terbaik