• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Repository UMA - Universitas Medan Area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - Repository UMA - Universitas Medan Area"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

Peristiwa tindak pidana penggelapan bermula ketika korban H.M. Supriyanto memerintahkan terdakwa Muhsinin mencarikan tokek untuk saksi korban. Beberapa hari kemudian, terdakwa menceritakan kepada saksi korban bahwa ada 1.000 (ribu) ekor tokek yang hendak dijual seharga Rp. tiga ratus juta rupee). Beberapa hari kemudian, terdakwa menghubungi saksi yang terluka dari Surabaya dan mengatakan bahwa tokek tersebut adalah tokek asli berukuran 40.00.

2015, sehingga tersangka tidak mengantarkan 1000 (ribu) tokek tersebut ke Tanjung Morawa dan selanjutnya tersangka mencari tokek pesanan saksi korban di Surabaya. Setelah tersangka sampai di Surabaya, tersangka menceritakan kepada saksi korban bahwa ada 7 ekor tokek berukuran 41 (empat puluh satu) sentimeter dengan harga Rp. kepada terdakwa Mushinin, kemudian terdakwa Mushinin menghubungi kembali saksi korban dan menyampaikan bahwa ada seekor tokek berukuran 42,6 centimeter dengan harga Rp.

Terdakwa Mushinin kembali menghubungi saksi yang dirugikan dan menyampaikan bahwa ada seekor tokek berukuran 43 sentimeter dengan harga Rp. sehingga pihak yang dirugikan tertarik dan membelinya dengan cara mereferensikan uang IDR tersebut kepada terdakwa Mushinin, kemudian terdakwa kembali menghubungi pihak yang dirugikan dan mengatakan bahwa ada 4 ekor tokek berukuran 41 centimeter dengan harga IDR. kepada terdakwa Mushinin, kemudian terdakwa Mushinin menghubungi kembali saksi yang terluka dan menyampaikan bahwa ada 4 ekor tokek berukuran 41 centimeter dengan harga Rp.

Hal ini diketahui dari ukuran tokek yang terdakwa informasikan kepada saksi korban tidak sama dengan tokek yang dibawa terdakwa sesampainya di Tanjung Morawa.

Pertanggungjawaban Pidana

Secara teori, khayalan diartikan sebagai keadaan psikologis tertentu pada diri seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan terdapat keterkaitan antara khayalan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat dipersalahkan karena melakukan suatu tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana berujung pada pemidanaan bagi pelakunya, apabila ia telah melakukan tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana serta memenuhi unsur-unsur yang ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang dilarang, ia akan mempertanggungjawabkan apabila perbuatan itu melanggar hukum.67.

Selain memperhatikan asas actus non facit neum nisi mens sit rea (perbuatan merugikan tanpa kesalahan, keadaan pikiran yang baik tidak dipidana), hukum pidana juga menganut asas tanggung jawab pidana yang mutlak tanpa perlu dibuktikan ada atau tidaknya. sebuah elemen. kesalahan pelaku kejahatan tersebut. Dalam Pasal 36 Rancangan Undang-Undang KUHP Tahun 2006 dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah pengalihan kesalahan obyektif ke dalam tindak pidana dan secara subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena melakukan tindak pidana tersebut. Tanggung jawab pidana timbul karena terus dilakukannya sensor obyektif (vewijtbaarheid) terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku dan secara subyektif pada isi tindak pidana yang memenuhi syarat untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas perbuatannya.

Landasan tindak pidana adalah asas legalitas, dan landasan kriminalitas tindak pidana adalah asas kesalahan. Artinya, pelaku kejahatan tidak akan dihukum hanya jika ia bersalah melakukan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, jika pelaku bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan, maka mentalnya harus diperbaiki terlebih dahulu, dan jika dapat disalahkan, maka ia harus mempertanggungjawabkan kejahatan yang dilakukan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Crimineel Wetboek) Tahun 1809 menyatakan: “Sengaja adalah kemauan untuk berbuat atau tidak berbuat perbuatan yang dilarang atau diperintahkan undang-undang”. Niat atau kesengajaan merupakan salah satu unsur subjektif dalam menentukan dapat atau tidaknya seseorang dimintai pertanggungjawaban atas suatu kejahatan yang dilakukan. Dalam hal ini alat buktinya lebih singkat karena hanya mengacu pada unsur-unsur perbuatan yang dieksekusi.

Namun menurut teori foreshadowing, hal tersebut disengaja karena gambaran akibat yang dimaksudkan telah mendorong orang yang menciptakannya untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan.73. Namun landasannya sama yaitu adanya perbuatan yang dilarang dan pidana, kesanggupan untuk bertanggung jawab dan tidak adanya alasan, namun bentuknya berbeda. Terkait dengan hal ini adalah Pasal 44: “Tidak seorang pun dapat dihukum, siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya, karena jiwanya tidak mampu berkembang atau terganggu oleh penyakit.”

Kemampuan membedakan perbuatan baik dan buruk; sesuai dengan hukum dan apa yang melawan hukum;. Pembahasan selanjutnya beralih pada alasan penghapusan sanksi pidana, yaitu alasan mengapa orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi definisi delik tidak dapat dihukum.

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Dalam Wilayah Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

Alasan pembenaran menghilangkan sifat melawan hukum suatu perbuatan, meskipun perbuatan itu memenuhi definisi delik dalam undang-undang. Alasan pemaafan berkaitan dengan orang yang membuatnya dalam artian orang tersebut tidak dapat dipersalahkan atau ia tidak bersalah atau dapat dipertanggungjawabkan meskipun perbuatannya melawan hukum. Perlu diingat bahwa sebagian besar penulis hukum pidana mengatakan bahwa kesengajaan adalah suatu makna yang sia-sia, artinya penulis tidak perlu mengetahui bahwa perbuatannya dilarang oleh undang-undang.

Mengenai kelalaian, undang-undang tidak mendefinisikan apa itu kelalaian, hanya peringatan penjelas (Teolichting memorandum) yang menyebutkan bahwa kelalaian (culpa) terletak antara disengaja dan tidak disengaja. Yang dimaksud dengan penguasaan melawan hukum adalah sebelum pelaku melakukan perbuatan penguasaan, ia telah mengetahui dan sadar bahwa menguasai benda orang lain dengan cara demikian adalah melawan hukum dan unsur ini berarti perbuatan tersangka bertentangan dengan keinginannya. dari pemiliknya. yang terlihat karena pemiliknya merasa dirugikan. Apabila kesengajaan seperti yang telah dijelaskan di atas berkaitan dengan delik penggelapan, maka dapat diasumsikan bahwa delik penggelapan tersebut disengaja dan direncanakan.

Seorang prinsipal yang dapat dikenakan ketentuan penyelewengan, yaitu kesengajaan untuk secara melawan hukum menguasai barang milik orang lain yang dikuasainya, dapat terbebas dari kesengajaan yang timbul dari teori wasiat. Dolusmalus, yaitu apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana, ia tidak hanya mau melakukan tindak pidana tersebut, tetapi juga memahami bahwa pelanggaran yang dilakukannya dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana. Tidak wajib jika ia memahami bahwa perbuatannya dilarang dan diancam dengan undang-undang. 89.

Seperti diketahui, tidak semua orang pernah membaca atau mendengar perbuatan apa saja yang dilarang dan diancam undang-undang. Kapasitas ini terlihat bahwa orang yang berpendidikan normal akan berpikir, meskipun belum membaca undang-undang, bahwa penggelapan yang dilakukan seseorang adalah melawan hukum. Jadi dapat diketahui bahwa unsur kesengajaan dinyatakan dalam bentuk kesengajaan menguasai suatu benda secara melawan hukum.

Berdasarkan keadaan tersebut, majelis hakim menilai unsur kepemilikan suatu benda secara melawan hukum telah terpenuhi dalam penyidikan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam no. Namun perbuatan tersebut tidak disesali, yang kemudian dikutuk karena dianggap melanggar hukum. bertentangan dengan hukum.96. Unsur lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan adalah tidak ada alasan untuk mengecualikan tuntutan pidana atas penggelapan tersebut.

Melanggar hukum juga merupakan salah satu unsur dimana seseorang yang melakukan tindak pidana penggelapan dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Berbeda dengan undang-undang dalam fungsi negatif, yaitu sekalipun suatu perbuatan memenuhi unsur-unsur tindak pidana, namun tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka perbuatan itu tidak dapat dipidana.

Referensi

Dokumen terkait

A linear model with breed and lambing group as fixed effects and their interaction was fitted to ewe live weight and number of lambs born and weaned per ewe lambing, Table 4 The effect

Course Content: No List of Topics Contact Hours 1 Identification of different types of epithelial tissue and their function 2 2 Identification of different types of connective