1 A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan.
Saat ini gangguan penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi. (WHO, 2014)
Salah satu gangguan refraksi yang mungkin terjadi adalah anisometropia.
Anisometropia adalah suatu kondisi dimana terdapat perbedaan refraksi pada kedua mata. Adanya perbedaan tajam penglihatan antara mata kanan dan kiri lebih sensitif mempengaruhi penglihatan binokular. (Kuswandari Y, Ali HM, 2007)
Gambaran kejadian anisometropia secara global menunjukkan adanya peningkatan prevalensi secara sistematik yaitu 1% setiap 7 tahun. (Weale RA, 2002).
Prevalensi anisometropia yang dilaporkan sangat beragam untuk setiap negara mulai dari 1,6% di Australia hingga 35,5% di Myanmar. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kelompok umur pada tiap sampel dari tiap negara. (Mohammadi E, Hashemi H, Khabazkhoob M, Emamian MH, Shariati M, Fotouhi A. 2013).
Selain itu, data penelitian lain menunjukkan terdapat prevalensi anisometropia yang lebih tinggi di beberapa negara Asia dibandingkan Amerika Serikat. Sloane pada tahun 1979, membagi anisometropia menjadi beberapa tingkatan: perbedaan refraksi antara kedua mata kurang dari 1,5 dioptri(D) dimana kedua mata masih dapat digunakan bersama-sama dengan fusi yang baik dan 2 stereoskopik, perbedaan refraksi antara kedua mata 1,5 D sampai 3 D (perbedaan silinder lebih bermakna dibandingkan sferis) dan ketiga perbedaan refraksi lebih dari 3 D. Koreksi refraksi terhadap anisometropia dipersulit oleh perbedaan ukuran bayangan retina dan kekuatan otot okulomotor akibat perbedaan derajat kekuatan prismatik bagian perifer kedua lensa korektif tersebut.( Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2007).
Kurangnya kemampuan koreksi total membuat anisometropia bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang cukup serius seperti aniseikonia, ambliopia, strabismus dan kelainan penglihatan stereoskopis (Huynh SC, Wang XY, Ip J, et al, 2006).
Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi tanpa disertai adanya kelainan anatomik pada mata yang sering terjadi pada masa perkembangan anak. Prognosis sangat tergantung pada derajat ambliopia, penanganan, kepatuhan pasien terhadap penanganan, dan usia pasien.
Anisometropia adalah asimetri intereye dalam status bias individu dan dapat dikaitkan dengan strabismus, amblyopia, aniseikonia, dan intoleransi tontonan, untuk menyebutkan hanya beberapa gejala sisa.( Lovasik JV, Szymkiw M, 1985; 26: 741–750,
Tomac S, 1998; 105: 1–2, Multi-ethnic Pediatric Eye Disease Study Group, 2008; 115:
1229–1236, Yekta A, Fotouhi A, Hashemi H, 2010; 18: 104–110, Pai AS, Rose KA, Leone JF, 2012; 119: 138–144).
Anisometropia, yang didefinisikan sebagai perbedaan dalam pembiasan okular antara kedua mata, dapat diklasifikasikan menjadi anisometropia fisiologis dan anisometropia yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan ambliopia dan strabismus.
Secara umum, perbedaan hingga 1 diopter (D) dianggap berada dalam norma. (Weale RA, 2002;34:389–392).
Banyak yang tidak menyadari, bahwa banyak dampak dampak yang akan terjadi bila penderita anisometropia tidak segera dibantu oleh alat rehabilitasi, pasien tersebut akan mengalami seperti sakit kepala, mata menjadi cepat lelah, pusing, dan jika dibiarkan maka bisa menimbulkan amblyopia atau aniseikonia.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mencoba menuangkannya ke dalam suatu bentuk laporan akhir dengan judul
“ Tingkat Pengetahuan Pasien Anisometropia Terhadap Dampak Penggunaan Alat Rehabilitasi yang Tidak Tepat di STIKes Dharma Husada Bandung”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka masalah yang akan diteliti yaitu untuk mengetahui “Bagaimana tingkat pengetahuan pasien anisometropia terhadap dampak penggunaan alat rehabilitasi yang tidak tepat”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan pasien anisometropia terhadap dampak penggunaan alat rehabilitasi yang tidak tepat.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui derajat kelainan refraksi pasien anisometropia yang menggunakan alat rehabilitasi.
b. Untuk mengetahui derajat tertinggi kelainan refraksi sesudah menggunakan alat rehabilitasi.
D. Mafaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien jika menggunakan alat rehabilitasi yang tidak tepat terhadap gangguan penglihatan.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Penulis
Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan kepada penulis mengenai dampak tajam penglihatan akibat penggunaan alat rehabilitasi yag tidak tepat.
b. Manfaat Bagi Refraksion Optisien
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi timbangan untuk memberikan edukasi lebih kepada para pasien.
c. Manfaat Bagi Institusi
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia keilmuan dan kesehatan, khususnya untuk refraksi optisi dan umumnya untuk referensi perpustakaan.
E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Masalah
Masalah yang akan diteliti yaitu pengetahuan pasien anisometropia terhadap dampak penggunaan alat rehabilitasi yang tidak tepat.
2. Ruang Lingkup Keilmuan
Penelitian ini merupakan bidang keilmua refraksi optisi khusunya ilmu refraksi klinik.
3. Ruang Lingkup Metode dan Sampel
Peneitian ini merupakan penilitian deskriptif dengan kuesioner 4. Ruang Lingkup Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di STIKes Dharma Husada Bandung