BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi di era globalisasi sekarang ini begitu pesat terutama pada sektor teknologi informasi yang membuat masyarakat dengan mudah dapat menerima dan memberikan informasi kepada masyarakat luas.
Manfaat teknologi informasi selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif yakni memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan cyber crime.
Dunia secara menyeluruh telah memasuki atau terangkum bersama ke dalam dunia cyber atau dunia maya. Segala jenis informasi dapat di akses melalui dunia maya lewat jaringan internet. Banyak terjadi perubahan yang di timbulkan oleh kemajuan yang disebabkan oleh dunia maya mulai dari yang berbau Positif maupun yang berbau Negatif.1
Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, munculah satu kejahatan baru yang sedang marak terjadi dimasyarakat yakni perjudian yang dilakukan secara online. Perjudian online dikategorikan sebagai cyber crime karena dalam melakukan kejahatannya, perjudian online menggunakan komputer dan internet sebagai media untuk melakukan tindak pidana perjudian tersebut.
Perjudian pada dasarnya bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan moral pancasila, serta dapat membahyakan bagi keberlangsungan hidup
1 I Gede S. P. Jaya, Tinjauan Yuridis Tentang Pembuktian Tindak Pidana Judi Online.
Skripsi, Universitas Sriwijaya, 2019, hal.1
masyarakat, bangsa dan negara. Perjudian merupakan pelanggaran terhadap budaya sosial di Indonesia.2
Judi merupakan salah satu penyakit masyarakat dan masuk dalam kualifikasi kejahatan. Maraknya judi akan merusak sistem sosial masyarakat itu sendiri. Motif perjudian bisa karena ikutikutan, penasaran atau memang mengadu nasib ingin cepat kaya atau mendapatkan uang dengan instan. Praktek perjudian dari berbagai sisi dipandang berdampak negatif. Sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi yang melahirkan internet membuat modus perjudianpun mengalami perkembangan. Mulai dari judi konvensional, melalui sms, dan kemudian melalui internet yang dikenal dengan judi online.
Ada berbagai jenis-jenis judi online yang sekarang berkembang di Indonesia, seperti judi bola online, judi casino online, judi bola tangkas online, dan judi poker online via internet. Selain ini masih banyak jenis-jenis judi online melalui internet. Judi merupakan aktivitas atau kegiatan yang banyak mengandalkan faktor keberuntungan dan merupakan aktivitas yang tidak dapat diketahui hasil akhirnya secara pasti.3
Negara berkewajiban untuk memberikan kepastian hukum terutama dalam memberantas setiap kegiatan tindak pidana yang bertentangan dengan norma dan nilai ideologi Pancasila, salah satu bentuk kegiatan yang dilarang di Indonesia adalah perjudian online. Namun saat ini pemberantasan tindak pidana judi online
2 Putu T. Anak Agung N. Darmadi, dan Sagung P. Purani, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online (Studi Kasus Unit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali) Skripsi, Universitas Udayana, 2021, hal. 2
3 Maria M. Sitompul, dkk, Kebijakan Kriminal Dalam Penggulangan Tindak Pidana Judi Online Yang Dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MABES POLRI), USU Law Journal, Vol.2, No. 2, September 2014, hal. 187
belum berjalan maksimal. Permasalahannya adalah penyedia layanan situs judi ini berasal dari luar Indonesia yang melegalkan kegiatan judi online yang dilakukan melalui jaringan internet.4 Sehingga, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Maka idealnya kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segalanya dan setiap orang dan perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali.5
Pemerintah Indonesia mengatur masalah perjudian dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHP) pasal 303, undang- undang ini mengatur tentang larangan untuk melakukan perjudian di Indonesia.6 Perjudian sebagai suatu kejahatan dimana telah ditentukan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pada hakikatnya adalah tindakan yang bertentangan dengan aturan Hukum Positif, Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat di Indonesia.7
Ketentuan yang mengatur tentang perbuatan yang mengandung muatan perjudian di atas ternyata memiliki sistem perumusan sanksi pidana yang berbeda- beda. Dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, menerapkan sistem perumusan alternatif yaitu dengan adanya kata hubung “atau”, sehingga hakim diberi
4 Hernanda, et all., Penanganan Hukum Dalam Pemberantasan Situs Judi Online Di Indonesia, Jurnal Lex Suprema, 2020, hal. 67
5 Dian Eka Safitri., Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Perjudian Online di Kota Makassar Jurnal Magister Hukum ARGUMENTUM, 2020, hal 10
6 Dody Tri Punawinata., Aspek Hukum Pidana Dalam Perjudian Secara Online, Jurnal Solusi, 2021, hal 253
7 Daniel E. P. Pardede., Efisiensi Penerapan UU ITE Terhadap Pelaku Tindak Pedana Perjudian Online (Studi Kasus Petusan Nomor 277/PID.B/2018/PN.SBR., Lex Jurnalica, 2019, hal 279
kesempatan untuk memilih dari salah satu jenis pidana yang dicantumkan dalam pasal yang ada, berupa pidana penjara atau denda.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE), menerapkan sistem perumusan kumulatif alternatif yaitu dengan adanya kata hubung (dan/atau), sehingga hakim diberi kesempatan untuk memilih dari salah satu bahkan keseluruhan jenis pidana yang dicantumkan dalam pasal yang ada, berupa pidana penjara bahkan denda.
Sementara dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian dengan menggunakan media elektronik atau media online masih sering dikenakan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti dalam Putusan Nomor: 1044/Pid.B/2017/PN.Jkt.Utr, dimana perjudian yang dilakukan terdakwa adalah perjudian menggunakan media elektronik atau perjudian online yang berbeda dengan perjudian biasa dan ketentuannya telah diatur khusus yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).8
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang Hambatan Dalam Penanganan Perjudian Online di Wilayah Hukum Polsek Sirimau.
8 Putra Muhammadin., Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Pidana Perjudian (Analisis Putusan Nomor 1004/Pid.B/2017/PN.Jkt.Utr, Skripsi, Universitas Mataram, 2018, hal. 2 – 3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah hambatan apa saja yang mempengaruhi penanganan perjudian online di wilayah hukum Polsek Sirimau?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dimaksud, maka tujuan penelitian adalah:
1. Mengkaji hambatan hambatan apa saja yang mempengaruhi penanganan perjudian online di wilayah hukum Polsek Sirimau.
2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon.
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapakan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Diharapakan dapat bermanfaat bagi pengetahuan, khususnya untuk menambah wawasan bagi kalangan akademik tentang hambatan apa saja yang mempengaruhi penanganan perjudian online di wilayah hukum Polsek Sirimau.
2. Diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi dan peneliti dalam bidang hukum pidana khususnya penanganan perjudian online.
E. Kerangka Teoritis 1. Teori Penegakan Hukum
Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang
berlaku. Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana.9
Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.10
Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana secara konkrit oleh aparat penegak hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum pidana merupakan pelaksaan dari peraturan-peraturan pidana. Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya.
Perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian. Menurut Moeljatno11 menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan unsur-unsur dan aturan-aturan, yaitu:
9 Harun M.Husen, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 58
10 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Pres, Jakarta, 1983, hal. 35
11 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Putra Harsa, Surabaya, 1993, hal. 23
a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.
2. Teori Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.12
Pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan penghapus pidana. Dengan kata lain, kriminal liability dapat dilakukan sepanjang pembuat tidak memiliki “defence”, ketika melakukan suatu tindak pidana itu.
12 Chairul Huda, Dari tiada pidana tanpa kesalahan menuju kepada tiada pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan: Tinjauan kritis terhadap teori pemisahan tindak pidana dan Pertanggungjawaban pidana, (Jakarta : Prenada Media), 2006, hal. 68
Dalam pengertian hukum pidana dapat disebut ciri-ciri atau unsur kesalahan dalam arti luas, yaitu :13
a. Dapat dipertanggungjawabkan pembuat;
b. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja ataukesalahan dalam arti sempit;
c. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat (tidak ada alasan
penghapus pidana).
Dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam hal ini berarti pembuat memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan.
Dengan demikian, keadaan batin pembuat yang normal atau akalnya mampu membeda-bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, atau dengan kata lain mampu bertanggungjawab merupakan sesuatu yang berada diluar pengertian kesalahan. Mampu bertanggungjawab adalah syarat kesalahan, sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri, oleh karena itu, terhadap subyek hukum manusia, mampu bertanggungjawab merupakan unsur pertanggungjawaban pidana, sekaligus syarat adanya kesalahan.14
Sudarto mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan
13 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta), 1994, hal. 130
14 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta , Jakarta,, 1994, hal. 130
delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan ini mempunyai kesalahan dan bersalah. Orang tersebut harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang tersebut.15 Simons memberikan rumusan yang agak panjang, tetapi lebih jelas yaitu bahwa kesalahan adalah adanya keaaan psikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi.16
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Tidak heran jika dalam hukum pidana dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld).
Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana, demikian fundamentalnya asas tersebut, sehingga meresap dan menggema dalam hampir semua ajaran penting dalam hukum pidana.17
15 Sudarto, Hukum Pidana I, Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah ,FH UNDIP), Semarang, 1988, hal. 85
16 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka, Jakarta, 2002, hal. 158
17 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hal. 157
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitiann pada penulisan ini adalah jenis penelitian Yuridis Empiris yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.18
2. Lokasi Penilitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di lingkungan IAIN Ambon RT01/RW017 yang merupakan wilayah hukum Polsek Sirimau.
3. Sampel dan Populasi a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Anggota penyidik Reskrim Polsek Sirimau 2. Penyidik Pembantu Polsek Sirimau
3. Ketua RT.001/RW.0017 lingkungan IAIN Ambon b. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagaian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian.
18 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 134
4. Sumber Data a. Data Primer
Bahan hukum primair merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan primer yang peneliti gunakan terdiri dari:
1. Wawancara dengan beberapa tokoh masyakat, Ketua RT.001/RW.017 terkait faktor penyebab judi togel online.
2. Wawancara dengan Kanit Reskrim dan Kanit Cyber Crime Polsek Sirimau terkait pencegahan dan penanggulangan terhadap judi togel online di RT.001/RW017 lingkungan IAIN Ambon.
b. Data Sekunder
Bahan hukum sekunder yang terutama adalah KUHP dan buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Selain buku peneliti menggunakan jurnal, artikel yang berkaitan dengan penelitian dan penelitian lapangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
c. Data Tersier
Bahan hukum tersier yang peneliti gunakan mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu berupa kamus, ensiklopedia.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data yaitu teknik atau cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang mendukung tercapainya tujuan penelitian. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wewancara dan dokumentasi.
6. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penlitian ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu menggambarkan keadaan-keadaan yang nyata dari objek yang akan di bahas dengan pendekataan yuridis formal dan mengacu pada doktrinal hukum analisa bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk wawancara selanjutnya diberi penafsiran dan kesimpulan.