• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat dan arus globalisasi juga semakin hebat maka muncullah persaingan dengan laju pembangunan di segala bidang. Hal tersebut menuntut suatu gerak manusia yang cepat, efisien, dan mudah agar segala kebutuhan dapat segera terpenuhi. Globalisasi informasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya berkembang dengan baik karena cepatnya jaringan informasi.

Pesatnya pembangunan disegala bidang mendorong meningkatnya mobilitas gerak manusia yang cepat dan dinamis sehingga meminta penyampaian informasi yang cepat dan dinamis pula. Media massa sebagai salah satu sarana dalam penyampaian informasi mempunyai berbagai jenis seperti media cetak (koran, majalah, tabloid dan lain-lain) dan media elektronik (televisi, radio, dan lain-lain).1 Media cetak sebagai salah satu media merupakan sarana penyampaian informasi yang sudah memasyarakat. Oleh karena itu, pelaku usaha dalam memasarkan produknya dapat menggunakan media cetak untuk pemasangan iklan.

Iklan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi mengenai barang dan atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumennya,2 maka dari itu iklan tersebut sangat penting kedudukannya bagi perusahaan sebagai alat untuk membantu

1 https://www.kompasiana.com. Pengertian Media massa . Kompasiana Beyond Blogging, diakses

tanggal 12 September 2018

2 https://www.salamandia.com. Pengertian Iklan . Rachmat Kriyantono , diakses tanggal 12 September 2018

(2)

memperkenalkan produk atau jasa yang ditawarkannya kepada konsumen. Tanpa adanya iklan berbagai produk barang dan atau jasa tidak dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau penjual, apalagi sampai ke tangan para konsumen atau pemakainya.

Agar produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha memiliki nilai jual yang tinggi terkadang pelaku usaha menghalalkan segala cara. Salah satunya dengan melalui iklan yang memuat janji yang muluk-muluk mengenai kegunaan dan manfaat produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen meskipun pada kenyataannya bahwa produk tersebut kegunaan dan manfaatnya tidak sesuai dengan janji yang terdapat dalam iklan tersebut. Sehingga iklan tersebut telah membohongi konsumen atau masyarakat. “ Konsep iklan Superlatif…Menyesatkan…Pembodohan Konsumen

“. Dalam Kamus wiktionary.org Superlatif mempunyai arti : tingkat perbandingan yang teratas/bentuk kata yang menyatakan paling, yaitu ter … misalnya: “tercepat”

adalah bentuk superlatif dari “cepat”. Contohnya : Iklan tentang Gerry pasta coklat yang tak pernah habis, iklan motot Zuzuki terbang dan tercepat , iklan teh pucuk harian , iklan kartu As gratis sms 1000 kali setiap hari dan iklan lainnya.

Dalam kode etik periklanan menegaskan bahwa iklan itu harus jujur, harus dijiwai oleh rasa persaingan sehat. Iklan tidak boleh menggunakan kata “ter”,

“paling”, “nomor satu” dan atau seterusnya yang berlebihan tanpa menjelaskan dalam hal apa keunggulan tersebut, dan harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik pernyataan itu.3

3 Worpress.com Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, Jakarta, 19 Agustus 1996.

diakses tanggal 12 September 2018

(3)

Untuk itu maka konsumen perlu diberikan suatu perlindungan khusus terhadap iklan-iklan yang menyesatkan. Perlunya peraturan yang mengatur perlindungan konsumen karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha, karena mengenai proses sampai hasil produksi barang atau jasa yang telah dihasilkan campur tangan konsumen sedikitpun. Sehingga kenyataannya konsumen selalu berada dalam posisi yang dirugikan.

Jadi untuk mencegah iklan yang merugikan konsumen perlu ada pengaturan yang mengatur mengenai periklanan. Mengenai periklanan belum ada peraturan yang mengatur secara khusus , tetapi masalah iklan terdapat dalam beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK). Pasal yang mengatur tentang periklanan sebagai sarana promosi seperti Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17, dan Pasal 20 menyebutkan bahwa :

Pasal 9

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan,mempromosikan,mengiklan-kan suatu barang dan / atau jasa secara tidak benar , dan/atau seolah-olah :

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga , harga khusus, standar mutu tertentu,gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. barang tersebut dalam keadaan baik dan /atau baru;

c. barang dan /atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiki sponsor, persetujuan ,perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri kerja atau aksesori tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahan yang mempunyai sponsor , persetujuan atau afiliasi;

e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

3

(4)

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. menggunakan kata-kata yang berlebihan , seperti aman , tidak berbahaya , tidak mengandung resikoatau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap ;

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti;

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan , mempromosikan , mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai ;

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. kondisi , tanggungan , jaminan , hak atau ganti rugi atas suatu barang dan /atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan ; e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan,mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan , dipromosikan , atau diiklankan.

Pasal 13

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan , mempromosikan , atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah

(5)

berupa barang dan /atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberkannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan,mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan,alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjajikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 17

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

a. mengelabui konsumen mengenai kualitas , kuantitas , bahan , kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. memuat informasi yang keliru , salah, atau tidak tepat mengenai barang dan /atau jasa;

d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perudang-undangan mengenai periklanan.

(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dengan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

(6)

Meskipun ketentuan mengenai periklanan secara umum telah ada tetapi tidak diatur secara khusus, namun pada kenyataannya masih banyak terdapat pelanggaran- pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen.

Berdasarkan uraian di atas, maka saya sebagai penulis tertarik untuk menuangkannya ke dalam sebuah skripsi yang berjudul : “ Tanggung Jawab Media Massa Atas Penayangan Iklan Yang Menggunakan Kata – Kata Superlatif ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian penulis membatasi masalah yang dibahas yaitu, Bagaimanakah Tanggung Jawab Media Massa Atas Penayangan Iklan Yang Menggunakan Kata – Kata Superlatif ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mempelajari dan memahami bentuk perlindungan hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen akibat iklan yang menyesatkan di media massa serta untuk mempelajari dan memahami pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan terhadap iklan yang menyesatkan di media massa dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu ( S1) pada jurusan ilmu hukum - fakultas hukum Universitas Pattimura.

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan masukan atau sumbagan pemikiran dalam implementasi pengkajian dan pengembangan lebih lanjut bagi para teoritis yang berorientasi pada disiplin ilmu hukumnya khususnya dalam mencapai tegaknya pelaksanaan hukum perdata terlebihnya dalam menelaah hukum terkait dengan tanggung jawab media massa atas penayangan iklan yang menggunakan kata – kata superlatif .

2. Manfaat Praktis.

Sebagai bahan kontribusi serta memberikan informasi bagi masyarakat (konsumen) sebagai pengguna barang pada umumnya dan pelaku usaha atau produsen pada khususnya mengenai periklanan,serta memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam rangka penyempurnaan hukum mengenai periklanan dan ketentuan perlindungan konsumen.

E. Kerangka Konseptual 1. Tanggung Jawab

Secara umum tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Diartikan juga sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa boleh dituntut,dipersalahkan,diperkarakan atau juga berarti hak yang berfungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikapnya oleh pihak lain.

(8)

Adapun definisi tanggung jawab dalam kamus umum besar bahasa Indonesia adalah keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu , sehingga berkewajiban menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

Hal ini senada juga dengan pendapat menurut Sugeng Istanto bahwa pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.4

Jadi tanggung jawab adalah sebuah perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu yang berdasarkan atas kewajiban maupun panggilan hati seseorang .Yaitu sikap bahwa seseorang tersebut memiliki sifat kepedulian dan kejujuran yang sangat tingi serta memiliki ciri manusia beradab (berbudaya).

2. Media Massa

Menurut J. B. Wahyudi : Media massa adalah sarana untuk menyampaikan isi pesan, pernyataan, informasi yang bersifat umum, kepada sejumlah orang yang jumlahnya relatif besar, tinggalnya tersebar, heterogen, anonim, tidak terlembagakan, perhatiannya terpusat pada isi pesan yang sama yaitu pesan dari media massa yang sama, dan tidak dapat memberikan arus balik secara langsung pada saat itu.5 Dan media massa juga merupakan saluran yang digunakan oleh jurnalistik atau komunikasi massa.

4 Zona Referensi.com. Zona Referensi Ilmu Pengetahuan Umum, Pengertian Tanggung Jawab menurut para Ahli dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

5 Kompasiana.com. Pengertian Media Massa.

(9)

Tujuannya, memanfaatkan kemampuan teknik dari media tersebut, sehingga dapat mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada saat yang sama. Media massa dibagi menjadi dua menurut sifatnya, media massa tercetak dan media massa elektronik.

3. Iklan

Iklan merupakan sarana bagi konsumen untuk mengetahui barang dan/jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha dalam hal ini pengiklan, karena konsumen mempunyai hak, khususnya untuk hak untuk mendapat informasi dan hak untuk memilih. Bagi perusahaan iklan merupakan bagian dari kegiatan pemasaran produknya dan iklan dianggap berhasil apabila terdapat peningkatan jumlah pembeli produk yang ditawarkannya. Iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk-produk (barang, jasa, dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi, melalui berbagai macam media.6

Menurut Sudarto dalam tulisannya berjudul “ Periklanan dalam Surat Kabar Indonesia” mengungkapkan bahwa menurutnya (defenisi) iklan adalah salah satu komunikasi yang harus memenuhi ke empat hal berikut: 7

1. Komunikasi tidak langsung 2. Melalui media komunikasi masa 3. Dibayar berdasarkan tarif tertentu

4. Diketahui secara jelas sponsor atau pemasang iklannya

6 Ratna Noviani, 2002, Jalan Tengah Memahami Iklan, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

7 Sudarto dalam Alo Liliweri, 1996, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan Bandung. hal. 72.

(10)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “menyesatkan” berasal dari kata “sesat” artinya “salah jalan; tidak melalui jalan yang benar”. Namun apabila kata

“sesat” ditambah awalan “me-“ dan akhiran “kan” maka ia akan berubah menjadi kata “menyesatkan” yang mengandung arti “membawa ke jalan yang salah;

menyebabkan sesat (salah jalan)”.8 Sedangkan kata “iklan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti 1) berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; 2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar atau majalah.9 Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengenai iklan yang menyesatkan terkandung dalam Pasal 9, 10, 11, 12, 13 dan Pasal 17.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa iklan menyesatkan adalah suatu berita pesanan yang mendorong, membujuk khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar atau majalah, namun isi berita yang disajikan belum diketahui kebenarannya yang pasti sehingga dapat merugikan konsumen. Dari pengertian iklan menyesatkan di atas, maka timbul pertanyaan, konsumen yang mana dirugikan akibat iklan yang menyesatkan tersebut ?

8 Depdikbud RI., 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. hal. 831.

9 Ibid. hal. 322.

10

(11)

Sebelum membahas tentang siapa pihak yang dirugikan akibat iklan yang menyesatkan tersebut. Tentunya perlu diketahui terlebih dahulu pengertian konsumen secara umum. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian consumer atau consument, secara harfiah adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen mana pengguna tersebut.10

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH- Perdata) tidak ditemukan istilah konsumen, tapi berdasarkan pendirian Mahkamah Agung terdapat beberapa istilah yang perlu diperhatikan, karena istilah ini agak dekat dengan istilah konsumen. Istilah-istilah tersebut antara lain “pembeli” (Pasal 1460, Pasal 1513, jo 1457 KUH-Perdata), “penyewa” (Pasal 1550, jo Pasal 1548 KUH- Perdata), “penerima hibah” (Pasal 1744 KUH-Perdata) dan sebagainya.

Sedangkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) ditemukan istilah tertanggung (Pasal 246), “penumpang” (Pasal 393, Pasal 394 jo Pasal 341).11

Pembeli barang dan/atau jasa, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai, peminjam, tertanggung, atau penumpang pada satu sisi dapat merupakan konsumen (akhir) tetapi pada sisi lain dapat pula diartikan sebagai pelaku usaha.

10 Az. Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, Pusaka Sinar Harapan, Jakarta. hal.25.

11 Ibid. hal. 9.

(12)

Kesemua mereka itu sekalipun pembeli misalnya, tidak semata-mata sebagai konsumen akhir (untuk non-komersial) atau untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga masing-masing tersebut.

Menurut Kotler konsumen adalah individu atau kaum rumah tangga yang melakukan pembelian untuk tujuan penggunaan personal, produsen adalah individu atau organisasi yang melakukan pembelian untuk tujuan produksi.12

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hodius menyimpulkan, bahwa para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dia ingin membedakan antara kosumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan kosumen terakhir.13

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hodius menyimpulkan, bahwa para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dia ingin membedakan antara kosumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan kosumen terakhir.14

Menurut AZ Nasution dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar”, pengertian konsumen itu terdiri dari:15

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.

15 Az. Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Wedya, Jakarta. hal. 13.

14 Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta. hal.2.

12 Ibid. hal. 9.

13 Kotler dalam A.M Suherman, 2002, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia,

(13)

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang/jasa untuk digunakan dengan tujuan tertentu membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Menurut UUPK memberikan pengertian mengenai konsumen dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 2 yaitu:

”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan untuk diperdagangkan”. Konsumen selalu berada dalam posisi yang lemah, konsumen merupakan objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Hukum perlindungan konsumen merupakan hukum yang mengatur dan melindungi konsumen.

Menurut AZ Nasution bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian khusus dari hukum konsumen,

(14)

yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dan hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/atau

jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada Pasal 1 UUPK dimaksud dengan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan konsumen yang dilindungi adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setelah diketahui tentang apa itu iklan yang menyesatkan dan siapa yang dirugikan, maka timbul pertanyaan baru, bagaimana upaya konsumen untuk mempertahankan hak-haknya yang telah dirugikan akibat iklan yang menyesatkan tersebut dan bagaimana perlindungan undang-undang.

4. Superlatif.

Konsep iklan Superlatif , Menyesatkan ,Pembodohan Konsumen . Dalam Kamus wiktionary.org Superlatif mempunyai arti : tingkat perbandingan yang teratas/bentuk kata yang menyatakan paling, yaitu ter … misalnya: “tercepat” adalah bentuk superlatif dari “cepat”

(15)

Iklan-iklan yang menggunakan kata/istilah superlatif tanpa dukungan dasar/fakta yang obyektif dan valid adalah sama dengan menipu konsumen dan ini bertentangan dengan jiwa EPI (dan juga bertentangan dengan Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 17 ayat 1 butir a).Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia, disebutkan 3 asas utama periklanan dimana Iklan dan pelaku periklanan harus:

1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.

2. Bersaing secara sehat.

3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Perlindungan Konsumen melindungi hak-hak konsumen yang telah dirugikan tersebut. Undang-undang Perlindungan Konsumen isinya adalah mengatur prilaku pelaku usaha dengan tujuan agar konsumen terlindungi. Salah satunya melindungi konsumen atas iklan yang menyesatkan konsumen.

Permasalahan akan timbul apabila pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang besar membuat iklan yang bertentangan dengan asas-asas yang terdapat dalam kode etik periklanan . untuk itu pelaku usaha periklanan harus mempertanggung jawabkan atas iklan yang dibuatnya untuk menawarkan barang dan/jasanya kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari tindakan-tindakan curang yang dilakukan pelaku usaha. Mengenai pertanggungjawaban ini terdapat undang-undang yang mengatur mengenai periklanan walupun tidak secara khusus.

(16)

Perlindungan hukum bagi konsumen atas iklan yang menyesatkan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu dengan adanya pengaturan dalam Bab III Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dan juga hak dan kewajiban pelaku usaha yang telah disebutkan pada bab sebelumnya.

Dalam Bab IV merupakan upaya Undang-undang Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen, yaitu terdapatnya aturan mengenai larangan-larangan bagi pelaku usaha yang mengiklankan produknya larangan-larangan tersebut dapat dilihat dalam Pasal-Pasal 9, 10, 12, 13 dan 17.

Dalam Pasal 20 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha periklanan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Hal ini untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha periklanan yang curang.

Sistem pembuktian terbalik sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 22 dan Pasal 28 UUPK juga merupakan upaya untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha yang curang. Begitu pula adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang terdapat dalam Pasal 19 UUPK.

Bentuk lainnya untuk melindungi konsumen, yaitu dengan dibentuknya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang diatur pada Bab VIII Undang- undang Perlindungan Konsumen mulai dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 43. Salah satu tugas BPKN adalah menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.

(17)

Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam rangka melindungi konsumen selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, dalam Bab IX Pasal 44 memungkinkan di bentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). LPKSM ini mempunyai tugas salah satunya adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan dari konsumen seperti YLKI dan YPKB.

Iklan yang menyesatkan atau yang tidak sesuai dengan kebenarannya merugikan konsumen, sehingga menimbulkan sengketa antara konsumen yang menuntut haknya terhadap pelaku usaha yang mengiklankan produk yang dijualnya.

Mengenai penyelesaian sengketa ini diatur dalam Bab X tentang penyelesaian konsumen. Upaya-upaya penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan cara yang terdapat dalam Pasal 45 ayat (2) yaitu penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu analisis bahwa pada umumnya tangung jawab atas iklan yang menyesatkan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan iklan tersebut baik pengiklan, perusahaan iklan, media periklanan. Mengenai bentuk tanggung jawab dapat berupa product liability atau profesional liability atau kedua-duanya tergantung bobot dan sejauh mana pelaku usaha itu terlibat dalam pembuatan iklan.

(18)

F. Metodologi Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan yang diuraikan diatas , maka penulis akan melaksanakan penelitian, untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, sehingga melalui proses penelitian dapat menganalisa dan kontruksi terhadap bahan yang telah dikumpulkan dan diolah. Untuk itu maka penulis membagi menjadi :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan didalam penulisan ini adalah Yuridis Normatif, yang akan mengkaji perkembangan berberbagai aspek hukum tentang perlindungan terhadap konsumen di Indonesia.

2. Pendekatan Masalah

Agar dapat memperoleh kebenaran secara ilmiah yang diharapkan ,maka dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu Conceptual Approach ( Pendekatan konseptual ) dan statute Approach ( Pendekatan perundang-undangan ) .

Pendekatan konseptual terkait dengan konsep atau pengertian-pengertian.

Sedangkan pendekatan perundang-undangan berkaitan dengan pokok masalah penelitian yang diteliti.

3. Sumber Bahan Hukum

Dengan menggunakan pendekatan yang bersifat normatif, maka bahan-bahan penelitian hukum yang diperlukan bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Jadi sumber bahan hukum dalam penelitian ini yaitu :

(19)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan mempunyai kekuatan mengikat yaitu terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

Konsumen

3. Etika Pariwara Indonesia tentang Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif

b. Bahan Sekunder

Bahan hukum yang diperoleh dari tulisan atau pendapat para ahli yakni ditemukan dalam berbagai buku-buku, artikel, makalah pada kegiatan ilmiah, jurnal ilmiah dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang diperoleh dari majalah-majalah hukum, brosur , internet , kamus , ensiklopedia dan fakta-fakta hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Bahan Hukum a. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Setelah hasil atau data berupa bahan-bahan hukum dikumpulkan kemudian diidentifikasi , serta dipilah-pilah dan dijadikan sebagai hasil analisis yang berkaitan dengan masalah yang sudah dirumuskan.

(20)

b. Analisis bahan hukum

Bahan primer , sekunder , maupun tersier setelah dikumpulkan kemudian diklarifikasi dan dianalisis baik secara kualitatif, dan dipaparkan secara deskriptif , sistematis dan logis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan ini, maka secara sistematis penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu :

1. BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar belakang,rumusan masalah, manfaat penulisan,kerangka konseptual,metode penulisan,kerangka teoritik,metode penelitian, dan seistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

3. BAB III Hasil dan Pembahasan

4. BAB IV Penutup (Kesimpulan dan Saran)

Referensi

Dokumen terkait

The content should be typed in 1.5 space, Times New Roman fonts 11 font size.. Theoretical Framework and