• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Menurut WHO (2015), jumlah lansia pada tahun 2000 mencapai 605 juta jiwa dan pada tahun 2050 diperkirakan sekitar 2 miliar atau sekitar 22% dari jumlah penduduk di dunia. Persentase jumlah penduduk usia lanjut di indonesia mencapai 23,66 juta jiwa atau 9,03% dan diprediksi pada tahun 2035 akan meningkat mencapai 48,19 juta jiwa (Kemenkes RI, 2017). Provinsi Jawa Barat memiliki persentase jumlah usia lanjut cukup tinggi, yakni mencapai 8,67% atau sekitar 4.049.722 jiwa (Riskesdas, 2017). Kota Bandung memiliki jumlah penduduk usia lanjut di atas 60 tahun mencapai 2.397.396 jiwa (OPENDATA Kota Bandung, 2017). Sedangkan jumlah lansia yang tinggal di panti werdha paling banyak terdapat di Panti Sosial Rehabilitasi Lajut Usia Ciparay Kabupaten Bandung dengan jumlah 152 orang (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2017).

Menurut UU. Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria atau wanita. Menurut Padilla (2013) pada tingkat lansia, individu mengalami banyak perubahan secara biologis, psikologis, dan sosial, khususnya berbagai kemunduran fungsi dan kemampuan yang dahulu pernah dimiliki. Menurut Tamher (2009) pengaruh penuaan dapat mengakibatkan berbagai masalah yakni masalah secara fisik, mental, ataupun sosial ekonomi. Gangguan mental yang sering terjadi pada lansia yaitu kecemasan. Dengan meningkatnya jumlah lansia, kecemasan merupakan masalah kesehatan yang terjadi sepanjang rentang kehidupan. Kebanyakan lansia

(2)

penghuni panti werdha mengalamigangguan mental hingga 75% (Suryani, 2016).

Tanda-tanda kecemasan pada lansia adalah kesulitan tidur atau istirahat, gugup atau gelisah, sering gemetar, kecewa, khawatir, sering merasa risau apabila ada masalah kecil, cemas saat beraktivitas, sering menyendiri dan mudah cemas, serta merasa tidak nyaman (Lestari, Wihastuti & Rahayu 2013).

Menurut Stuart (2016) kecemasan merupakan suatu hal yang tidak jelas dan berhubungan dengan perasaan yang tidak menentu atau tidak pasti dan tidak berdaya dan merupakan suatu respon emosi yang tidak memiliki suatu objek yang spesial. Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang berharga bahkan diperlukan untuk bertahan hidup. Gejala kecemasan membentuk persepsi risiko dan merangsang terjadinya rasa takut yang pada akhirnya akan membatasi tingkat Activity Daily Living (Norton, J., et al., 2012).

Activity Daily Living adalah suatu kemandirian seseorang dalam melakukan aktivitas dan fungsi kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh seorang individu secara rutin dan universal (Sari, 2013). Menurut Yuliatri (2014), lansia yang sehat adalah lansia yang dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

Kemandirian pada lansia meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas seperti mandi, berpakaian pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB), dan serta dapat makan secara mandiri. Activity Daily Living dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu meliputi umur, status, fungsi kognitif, fungsi psikososial, tingkat stres, ritme biologi, status mental dan kecemasan (Hardywinoto, 2014). Jika perasaan cemas terus-menerus dialami Lansia, maka kondisi tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan Lansia baik fisik maupun mental, sehingga akan berdampak pada kegiatan beraktivitas sehari-

(3)

hari Lansia (Maryam, Mia & Irwan, 2008). Menurut Lestari, Wihastuti Dan Rahayu (2013), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan, maka semakin rendah Activity Daily Living pada lansia, begitu juga sebaliknya jika tinggi tingkat kemandirian Activity Daily Living maka semakin rendah tingkat kecemasan pada lansia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Wihastuti Dan Rahayu (2013). bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan Activity Daily Living, sebagian besar lansia mengalami kecemasan yaitu sebanyak (67%) dan sebagian besar mengalami ketergantungan yaitu sebanyak (63%). Namun sebaliknya menurut hasil penelitian Rahman (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kemandirian (Activity Daily Living). Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan kecemasan dengan Activity Daily Living terutama kegiatan yang sering dilakukan dipanti werdha.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2018 didapatkan data jumlah lansia yang ada di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung sebanyak 152 lansia dan ini merupakan panti werdha yang memiliki jumlah lansia terbanyak di Kabupaten Bandung. Kegiatan yang sering dilakukan di panti sosial rehabilitasi lanjut usia ciparay kabupaten Bandung antara lain senam lansia, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan, bimbingan kesenian, nyanyi, dan degung. Dari hasil wawancara dengan petugas panti didapatkan hasil bahwa sekitar 74 mengalami gangguan kesehatan diantaranya:

gangguan jiwa, stroke, tuli, bisu, dan mengalami gangguan penglihatan. Kemudian untuk 78 lansia lainnya tidak mempunyai gangguan kesehatan dan bisa ikut serta

(4)

dalam penelitian ini. Sedangkan dari hasil wawancara dengan 10 orang lansia didapatkan hasil 9 orang menyatakan gelisah, adanya gangguan saat tidur, sedih dan menyatakan ingin bertemu dengan keluarganya. Sedangkan untuk Activity Daily Living didapatkan hasil 2 lansia sangat bergantung kepada orang lain, 4 lansia sedikit memerlukan bantuan orang lain, dan 4 lansia dapat melakukan Activity Daily Living secara mandiri. Kemudian dari 9 orang lansia yang mengalami tanda- tanda kecemasan tersebut hanya 3 lansia yang mandiri untuk sisanya memiliki ketergantungan terhadap orang lain. Sedangkan untuk satu orang lagi tidak memiliki tanda-tanda kecemasan dan bisa melakukan aktivitas secara mandiri.

Dari penguraian diatas maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Activity Daily Living (ADL) Pada Lansia di Panti Sosial Rehabilitas Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut

“Adakah Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Activity Daily Living (ADL) Pada Lansia Di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Activity Daily Living Pada Lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupater Bandung.

(5)

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada lansia.

1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran Activity Daily Living (ADL) pada lansia.

1.3.2.3 Menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan Activity Daily Living (ADL) pada lansia di Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay Kabupaten Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.1 Fakultas Keperawatan BSI Bandung

Diharapkan dapat menjadi tambahan informasi khususnya dalam ilmu keperawatan gerontik mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan Activity Daily Living (ADL) pada lansia

1.4.1.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya sebagai referansi tentang faktor-faktor yag berhubungan dengan kecemasan pada lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Panti

Dapat menjadi masukan atau sumber informasi bagi instansi terkait khususnya bagi pengelola Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Ciparay

(6)

Kabupaten Bandung tentang hubungan tingkat kecemasan dengan Activity Daily Living (ADL) pada lansia.

1.4.2.2 Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tingkat kecemasan dan Activity Daily Living (ADL ) pada lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Kenaikan kadar haemoglobin mayoritas pada kelompok intervensi yang setelah diberikan SAFENA kelas 7 sebanyak 14 siswa 31,8% dan kelas 8 sebanyak 18 siswa 40,9%, tidak ada penurunan