• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia sebagai makhluk sosial sering melakukan hubungan dengan manusia yang lain dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan hidup maunusia bermacam-macam. Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya upaya yang dilakukan.1 Hidup bermasyarakat merupakan modus survival bagi makhluk manusia, artinya hanya dengan hidup bermasyarakat manusia dapat melangsungkan hidupnya.2 Karena dalam kehidupan, manusia memerlukan hubungan dengan orang lain untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri.

Contoh dari hubungan yang dilakukan manusia yaitu dengan penggunaan alat transportasi atau jasa angkutan. Transportasi dapat diberi defenisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.3 Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar arus barang dari daerah produksi ke penumpang sehingga kebutuhan penumpang dapat terpenuhi. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan dewasa ini jasa pengangkutan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan, terbukti dengan ditandainya banyaknya perusahaan industri yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.4 Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar

1 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), hlm.1

2 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Kencana, 2008), hlm.41

3 Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi Karakteristik, Teori dan Kebijakan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2003), hlm 13

4 Sendy Anantyo, dkk, 2012, (Diponegoro Law Review Volume 1 Nomor 4 Tahun 2012) Pengangkutan Melalui Laut ,(Semarang: Diponegoro Law Review), Hlm. 2

(2)

pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim.5

Pelayaran berdasarkan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Maka, tidak heran jika undang-undang tersebut secara pokok-pokok memuat ketentuan-ketentuan mengenai berbagai aspek pelayaran, yaitu kenavigasian, kepelabuhanan perkapalan, angkutan, kecelakaan kapal, pencarian dan pertolongan (search and secure), pencegahan dan pencemaran oleh kapal, disamping dimuatnya ketentuan-ketentuan megenai pembinaan, sumber daya manusia, penyidikan dan ketentuan pidana.6 Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.7

Sedangkan dalam Pasal 1 butir (5) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang selanjutnya disebut dengan (UU no.17 thn 2008 ttg pelayaran), menyebutkan Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. Dalam Pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan yang selanjutnya disebut dengan (PP no.20 thn 2010 ttg angkutan di perairan), menyebutkan Kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

5 http://presidenri.go.id/maritim/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html, di akses pada tanggal 9 Mei 2019 pada pukul 09 : 57 WIT

6 Hussyen Umar, Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indoneisa : Buku II, Pustaka Sinar Harapan,( Jakarta, 2001), hlm. 25.

7 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, (Jakarta: Alumni,2005), Hlm. 305.

(3)

Dalam melakukan usaha pelayaran, setiap pelaku usaha dibebankan dengan sebuah tanggung jawab, Tanggung jawab menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Menurut pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut dengan (KUHPerdata), maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum.8 Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian kewajiban.9 Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum

8 http://www.infodanpengertian.com/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum- menurut.html# di akses pada tanggal 24 April 2019 pukul 20:19 WIT

9 Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000),hlm.55

(4)

adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku.10

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dalam Bab III membahas tentang Hak dan Kewajiban sebagai berikut :

Pasal 4, Hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5, Kewajiban konsumen adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pasal 6, Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7, Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

10 Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: PT. Raja Grafindo Persada,2006),hlm.95.

(5)

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Di dalam usaha pengangkutan, konsumen sebagai pengguna jasa (pembeli) dan pengangkut sebagai penyedia jasa (penjual) terikat sebuah perjanjian, dimana pengangkut menjanjikan akan mengantarkan konsumen ketempat tujuan dengan selamat dengan syarat penumpang harus membayar sesuai tarif yang telah ditentukan, Jika terjadi wanprestasi berupa prestasi yang dilakukan tidak sempurna maka dapat memberikan tuntutan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan:11 a. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi);

b. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak ganti rugi);

Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang selanjutnya disebut dengan (UU No.8 thn 1999 ttg perlindungan konsumen) Pasal 4 dan Pasal 7 telah di jelaskan bahwa konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan pelaku usaha berkewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang di perdagangkan.

11 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak,(Jakarta: Rajawali Pers,2016), Ed.1, Cet.7, hlm.75.

(6)

Akan tetapi di dalam kecelakaan speedboat yang terjadi di Ambon pada hari jumat tujuh belas november dua ribu tujuh belas, sekitar pukul 15.00 WIT yang lalu, para penumpang atau korban kecelakaan tersebut belum mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas rusak dan hilangnya barang bawaan penumpang dalam tragedi kecelakaan itu, dari pelaku usaha atau pengangangkut tersebut hingga kini, berdasarkan penuturan salah satu korban, barang – barang yang hilang yaitu:

- satu buah hp samsung -satu buah leptop toshiba -uang sebesar Rp.200.000

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengambil judul yaitu “Tanggung Jawab Pengangkut Speedboat Terhadap Barang Bawaan Penumpang Akibat Kecelakaan”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari tulisan ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan Hukum pengangkutan laut.

2. Bagaimana tanggung jawab pengangkut speedboat terhadap barang bawaan penumpang apabila terjadi kecelakaan.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum pengangkutan laut.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis masalah tanggung jawab pengangkut speedboat terhadap barang bawaan penumpang akibat kecelakaan.

(7)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya mengenai tanggung jawab pengangkut speedboat terhadap barang bawaan penumpang yang kadang sering diabaikan oleh pengangkut atau pihak – pihak yang tidak ingin bertanggung jawab.

b. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain sesuai dengan bidang penelitian yang diteliti.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instansi lain terkait dengan tanggung jawab pengangkut speedboat terhadap barang bawaan penumpang, dan dapat membantu atau memberikan masukan terhadap pihak atau instansi terkait.

E. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Konsep pelayaran

Pelayaran berdasarkan Pasal 1 butir (1) UU No 17 thn 2008 ttg Pelayaran adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Pelayaran merupakan sarana yang penting untuk menjaga keselamatan berlayar bagi berbagai macam kapal. Pelayaran sebagai sektor di lingkungan maritim Indonesia tentu memiliki tujuan dalam melaksanakan kegiatannya, hal ini disebutkan didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menyatakan bahwa pelayaran diselenggarakan dengan tujuan :

Pasal 3,pelayaran diselenggarakan dengan tujuan:

a. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

b. Membina jiwa kebaharian;

c. Menjunjung kedaulatan negara;

(8)

d. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industry angkutan perairan nasional;

e. Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;

f. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara; dan

g. Meningkatkan ketahanan nasional.

Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, kegiatan pelayaran dibedakan berdasarkan jenis angkutan di perairan, yang terdiri dari :

a. Angkutan laut;

b. Angkutan sungai dan danau; dan c. Angkutan penyeberangan.

Sedangkan dalam Pasal 7, jenis angkutan laut dikembangkan lagi klasifikasinya menjadi :

a. Angkutan laut dalam negeri;

b. Angkutan laut luar negeri;

c. Angkutan laut khusus; dann d. Angkutan laut pelayaran-rakyat.

Bentuk-bentuk kegiatan pelayaran juga dapat dilihat dari pengusahaan kapalnya. Pengusaha kapal yang menjalankan usaha sebagai reder dapat memiliki bentuk-bentuk usaha pelayaran yang dikehendaki. Bentuk-bentuk usaha pelayaran tersebut dapat dibedakan sebagi berikut12:

a. Menurut luasnya wilayah operasi kapal

Berdasarkan luas wilayahnya operasi kapal, dikenal adanya bentuk- bentuk usaha pelayaran sebagai berikut :

1) Pelayaran lokal, merupakan usaha pelayaran yang bergerak dalam batas daerah atau lokal tertentu, didalam suatu provinsi atau dua provinsi perbatasan di Indonesia.

2) Pelayaran pantai, merupakan pelayaran antar pulau atau pelayaran nusantara. Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi seluruh perairan di Indonesia tetapi tidak sampai menyeberang ke perairan internasional atau perairan negara lain. Dalam hubungan dengan pelayaran nusantara ini, dapatlah dikemukakan tentang adanya Pelayaran Rakyat. Pelayaran rakyat adalah pelayaran yang

12 Sudjatmiko, Pokok-Pokok Pelayaran Niaga, Bharata Karya Aksara, (Jakarta, 1979), hlm. 32-36.

(9)

menggunakan kapal atau perahu rakyat, yang terdiri dari perahu-perahu layar, pinisi, dan lain-lain. Pelayaran ini operasinya tidak menentu, dalam arti tidak ada pembatasan wilayah lokal atau pantai lokal, melainkan boleh beroperasi dimana saja di seluruh Indonesia.

3) Pelayaran samudera, merupakan pelayaran yang beroperasi dalam perairan internasional, bergerak antara satu negara ke negara lainnya.

Berhubungan dengan sifat operasi pelayaran samudera ini, banyak negara yang tidak sama ketentuan-ketentuan hukumnya sehingga pengusaha pelayaran samudera harus memperhatikan hukum dan konvensi-konvensi internasional yang berlaku.

b. Menurut sifat usaha pelayaran

Menurut sifat usaha pelayaran dikenal dua bentuk usaha pelayaran yaitu sebagai berikut :

1) Pelayaran tetap (Linier Service), merupakan pelayaran yang dijalankan secara tetap dan teratur, dalam hal keberangkatan, kedatangan, trayek (daerah operasi), tarif uang, syarat-syarat dan perjanjian pengangkutan.

Tegasnya sebuah perusahaan pelayaran yang menjalankan usaha Linier Service haruslah memenuhi syarat-syarat mempunyai trayek pelayaran dan perjalanan kapal yang tertentu dan teratur, daftar tarif angkutan tetap yang berlaku umum, syarat-syarat dan perjanjian pengangkutan tetap yang berlaku umum.

2) Pelayaran tramp, merupakan bentuk usaha pelayaran bebas, yang tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan formal apapun. Kapal-kapal yang

diusahakan dalam pelayaran tramp tidak mempunyai trayek tertentu. Jadi, kapal itu berlayar kemana saja dan membawa muatan apa saja.

2. Konsep tanggung jawab

Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata

“responsibility”atau “liability”,sedangkan dalam bahasa Belanda,

(10)

yaitu“vereentwoodelijk” atau “aansparrkelijkeid”.13 Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.14 Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang yang berbentuk badan usaha. Jadi pengertian tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan yang menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.15

Menurut Pasal 1367 KUHPerdata, tanggung jawab hukum kepada orang yang menderita kerugian tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga perbuatan, karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila menimbulkan kerugian kepada orang lain, sepanjang orang tersebut bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada orang tersebut.16

F. METODE PENELITIAN

Dari judul dan permasalahan yang penulis rumuskan diatas, maka metode penelitian yang digunakan penulis adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

“Yuridis-normatif”, yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas

13 http://www.blogster.com/khaerulhtanjung/pelaku-usaha-dan-tanggung, di akses pada tanggal 24 April 2019 pukul 20:25

14 Khairunnisa,nKedudukan, Peran, dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, (Medan:

Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara, 2008), Hlm. 4.

15Tjakranegara Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, (Jakarta:

Renika Cipta, 1995) Hlm. 15.

16 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Transportasi di Perairan Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2011), Hlm. 168.

(11)

hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubugan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Menurut Soejono Soekanto, penelitian hukum yuridis-normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan- peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan- permasalahan yang diteliti.17

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan ini merupakan tipe penelitian “Deskriptif”. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk melakukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.18 penelitian ini tergolong tipe penelitian “Deskriptif Analitis”, dimana dengan menggunakan pendekatan normatif di atas, selanjutnya akan dapat dideskripsikan, yang dilanjutkan dengan menganalisis dan menjelaskan temuan-temuan baik dari data pustaka maupun lapangan dalam satu sistematika, sehingga dengan hasil deskripsi tersebut selanjutnya akan dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dilengkapi dengan saran-saran.19 3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini berupa:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yakni bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan mutakhir

17 Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers,2001),hlm.13-14.

18 Bambang Songgono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo) Persada,1997,hlm.42.

19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pers 1986), hlm.12.

(12)

ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun suatu gagasan (ide) yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari20:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. KUHPerdata.

3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku hukum, laporan penelitian ilmu hukum, artikel hukum, bahan- bahan seminar, dan sebagainya yang terkait dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus-kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Bahan Hukum a. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, pengumpulan bahan hukum mempergunakan teknik penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum dengan jalan mengkaji bahan-bahan yang bersangkutan dengan masalah dalam penelitian ini. langkah- langkah yang digunakan adalah dengan mengumpulkan bahan kepustakaan, membacanya, dan membuat catatan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

b. Teknik Analisis Bahan Hukum

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, prenada Media, 2005), cet. 1, hlm.35.

(13)

Pengolahan dan analisis bahan hukum yang digunakan untuk menganalisis bagaimana hasil penelitian yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan masalah penelitian. Dengan demikian penelitian atau hasil yang telah terkumpul atau ditemui oleh penulis dalam penelitian ini, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan

“Metode Analisis Kualitatif “ artinya bahwa hasil penelitian yang telah terkumpul atau ditumui harus dipisah-pisahkan menurut kategori masing- masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencapai jawaban masalah penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

PeraturanPerundang-Undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor