• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalaman peneliti yang memiliki tetangga yang mempunyai anak dengan tuna grahita, dimana anak tersebut sama sekali tidak mampu mandiri atau memenuhi kebutuhan diri nya sendiri hingga dia dewasa. Hal ini dikarenakan pola asuh keluarga yaitu tidak adanya dukungan dalam keluarga seperti membiarkan anaknya diam di rumah tanpa diberikan pendidikan yang seharusnya didapatkan.

Anak dengan tunagrahita yang dibiarkan tanpa diberikan pendampingan yang seharusnya akan membuat dirinya menjadi tidak mandiri dan mengalami ketergantungan kepada anggota keluarga lainnya karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dirinya secara mandiri. Hingga dewasa anak tersebut akan memerlukan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan diri nya sendiri seperti makan, minum, dan mandi.

Keluarga tersebut beranggapan anak dengan tunagrahita tidak memerlukan pendampingan khusus karena pada akhirnya anak tersebut tidak akan bisa sama seperti anak normal lainnya. Kekeliruan ini menghambat anak dengan tuna grahita untuk bisa menjadi mandiri atau memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sehingga membuat peniliti ingin melakukan penelitian dengan desain kualitatif dimana diharapkan nantinya mendapatkan informasi baru yang lebih banyak, mendalam dan komprehensif dalam

(2)

optimalisasi kemandirian terhadap anak tunagrahita yang berhubungan dengan dukungan keluarga.

Beberapa hambatan yang dikeluhkan oleh keluarga 1, hambatan pertama yang dialami oleh keluarga 1 dalam optimalisasi kemandirian anak dengan tunagrahita yaitu keluarga sibuk, sehingga tidak bisa mengantar anaknya pergi ke sekolah untuk mendapatkan pendampingan secara khusus untuk kemandirian nya:

“Bingung sih neng, kalau sekolah juga gak ada yang nganter, sibuk semua, jadi yaudah weh mending diem dirumah aja”

Hambatan kedua yang masih dialami oleh keluarga 1 yaitu keluarga merasa percuma, merasa meskipun anaknya ikut sekolah di sekolah luar biasa tidak akan berpengaruh apa-apa dan anaknya akan tetap seperti itu

“karna kalaupun masuk sekolah ya, percuma atuh neng, da tetep sih gitu-gitu aja, gak bisa kaya anak yang lain, dari pada cape-cape udah mah gak ada yang ngater ke sekolahnya”

Hasil observasi yang peneliti lakukan pada tenaga ajar di SLB Widya Mandiri yaitu:

“dukungan orang tua jelas mempengaruhi ya teh terhadap perkembangan anak, apalagi disini kasusnya anak berkebutuham khusus, yang memang harus lebih ekstra dalam asuhannya, karena kadang-kadang kalau kita disini sebagai tenaga pengajar sudah mengajarkan anak untuk secara bertahap dalam melatih kemandirian lalu libur panjang disekolah, setelah libur anak tersebut menjadi kembali ke awal kemandirian

(3)

nya kembali menurun, karena apa? Karena banyak keluarga atau orang tua yang merasa malas dan kurang bersabar dalam mengahadapi anak tersebut, bahkan mereka beranggapan bahwa anak mereka tidak memiliki kemajuan apa-apa, karena standar yang mereka lihat adalah anak normal lainnya, yang sudah jelas berbeda.

Namun, untuk beberapa orang tua ada yang bahkan di rumahnya itu melakukan sama persis seperti apa yang guru lakukan disekolah, jadi ketika sedang mengantar anak orang tua tersebut tidak hanya sekedar mengantar tapi juga memperhatikan bagaimana cara kita mengajarkan hal-hal kecil pada anak dengan tunagrahita dan dia mengaplikasikan nya dirumah, itu ada yang seperti itu”

Anak berkebutuhan khusus dapat di maknai sebagai anak yang karena kondisi fisik, mental, sosial, dan/ atau memiliki kecerdasan atau bakat istimewa memerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran [ CITATION War13 \l 1033 ]. Menjadi manusia yang berbeda membuat seseorang memiliki perasaan tertentu terhadap lingkungan, perasaan tersebut sering kali menjadikan Anak berkebutuhan khusus (ABK) merasa tidak memiliki kepercayaan diri ketika berada di lingkungan sekolah. Seorang anak normal akan merasa berbeda ketika berinteraksi dengan mereka yang tidak normal.

Perlakuan, cara berbicara, kepedulian terhadap anak-anak difabel, diakui atau tidak, ada rasa yang berbeda jika disbanding teman-teman mereka yang difabel.

Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular biasanya akan menimbulkan stigma. Label atau stigma sendiri digunakan untuk menggambarkan individu yang menyandang kecacatan, sering menimbulkan kesulitan dan masalah sehingga semua orang penyandang cacat dianggap sama [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

ABK dianggap mengahambat proses pembelajaran dikelas, hal ini dikarenakan gaya

(4)

belajar yang berbeda dari anak normal lainnya dan kemandirian dalam menangkap pelajarannya terkadang lebih lambat (Dulisanti, 2015). Salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan atau regradasi mental biasanya disebut tuna grahita.

Anak tunagrahita adalah anak yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan normal dan membutuhkan layanan, perawatan, supervise, control dan dukungan dari pihak luar [ CITATION Mum10 \l 1033 ]

Jumlah tunagrahita berdasarkan hasil analisis dari Global Burden of Disease WHO tahun 2016 didapatkan bahwa 15,3% populasi dunia (sekitar 978juta orang dari 6,4 milyar estimasi jumlah penduduk tahun 2016) mengalami tunagrahita sedang, dan 2,9% atau sekitar 185 juta mengalami tunagrahita ringan. [ CITATION WHO19 \l 1033 ]

Penderita tunagrahita di Indonesia menempati urutan kesepuluh di dunia dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 0,8% juta jiwa adalah tunagrahita atau mengalami kecacatan. Populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. [ CITATION Has19 \l 1033 ]

Sementara, di Jawabarat sebanyak 5,215 (20.2%) anak dengan berbagai macam etiologi yang mengalami retradasi mental yang mengalami tunagrahita. Angka retradasi mental yang terdata paling besar di Jawa Barat. [ CITATION Dir16 \l 1033 ]

Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita mengalami hambatan dalam kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus dirumuskan sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa mandiri bagi anak

(5)

tunagrahita adanya kesesuain antara kemampuan yang aktual dengan potensi yang mereka miliki. Jadi pencapaian kemandirian bagi anak tunagrahita tidak dapat diartikan sama dengan pencapaian kemandirian anak normal pada umumnya (Astati, 2011).

Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul secara tibatiba tetapi perlu diajarkan dan dilatih pada anak agar tidak menghambat tugastugas perkembangan anak selanjutnya. Menurut Wiyani (2013) Beberapa faktor yang mendukung kemandirian anak adalah faktor internal yaitu fisiologis dan psikologis, faktor eksternal yaitu lingkungan, cinta dan kasih sayang, pola asuh (dukungan keluarga), pengalaman dalam kehidupan. Anak tunagrahita yang tidak mendapatkan intervensi secara terus menerus dari lingkungan berdampak berlambannya anak menjadi mandiri, untuk membuat anak mampu menjadi mandiri maka dibutuhkan adanya dukungan dari orang tua. Dukungan sendiri memiliki empat jenis yaitu: dukungan instrument, dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan emosional [ CITATION Har131 \l 1033 ]

Jurnal referensi yang didapatkan dari jurnal penelitian [ CITATION Sya16 \l 1033 ] Dari hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian anak retardasi mental diperoleh data bahwa dari 24 anak yang tidak mendapatkan dukungan keluarga, terdapat 3 anak (12,5%) yang mandiri, sedangkan dari 18 anak yang mendapatkan dukungan keluarga terdapat 6 anak (33,3%) yang tidak mandiri.

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p value= 0,001 (p < 0,05), dengan derajat kemaknaan (α = 0,05). Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kemandirian anak berkebutuhan khusus di SDLB Negeri Bangkinang

(6)

tahun 2016. Dari hasil penelitian diketahui nilai OR =14,0, hal ini berarti anak yang tidak mendapatkan dukungan keluarga berpeluang 14 kali untuk tidak mandiri.

Berdasarkan data diatas sehingga mendorong penulis untuk menggali lebih dalam tentang masalah “Dukungan Keluarga Terhadap Optimalisasi Kemandirian Anak Dengan Tunagrahita di SLB Widya Mandiri Ibun Kab. Bandung”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dari penelitian ini adalah “Bagaimana dukungan keluarga terhadap optimalisasi kemandirian Anak dengan tunagrahita di SLB Widya Mandiri?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui dukungan keluarga terhadap optimalisasi kemandirian anak dengan tunagrahita di SLB Widya Mandiri

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi masalah pada anak dengan tunagrahita

b. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap optimalisasi kemandirian anak dalam pemecahan masalah

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

(7)

a. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran untuk petugas kesehatan dalam meningkatkan upaya penyuluhan untuk motivasi orang tua pada anak dengan tunagrahita.

b. Bagi Peneliti lainnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta menjadi referensi dan bisa dikembangkan dalam penelitian selanjutnya dengan menggunakan tempat, budaya, dan pendekatan yang berbeda.

c. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan orang tua serta memberikan motivasi dalam merawat serta memberikan dukungan pada anggota keluarga nya yang berkebutuhan khusus.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Keilmuan Keperawatan Anak

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dibidang keperawatan anak serta ilmu baru mengenai Dukungan Keluarga Terhadap Optimalisasi Kemandirian Anak dengan tunagrahita.

b. Bagi Keilmuan Keperawatan Keluarga

(8)

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dibidang keperawatan keluarga serta menjadi ilmu baru mengenai Dukungan Keluarga Terhadap Optimalisasi Kemandirian Anak dengan tunagrahita.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei tahun 2019 yang bertempat di SLB Widya Mandiri, Ibun, Kabupaten Bandung. Fokus keilmuan materi yang digunakan yaitu keperawatan anak dan keluarga. Metode dalam penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk menggali Hubungan Dukungan Orangtua Terhadap Optimalisasi Kemandirian Anak dengan tunagrahita di SLB Widya Mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat menegnai batik sudah cukup baik, namun perlu adanya promosi atau pengenalan ornamen batik lebih lanjut agar ornamen batik yang