• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah aset masa depan sebuah bangsa, sehingga masa depan bangsa akan ditentukan oleh remaja saat ini. Masa remaja (adolescence) merupakan masa dimana terjadi perpindahan masa kanak- kanak menuju dewasa. Dalam tahap perkembangannya, remaja dihadapkan pada masalah-masalah kesehatan, salah satunya adalah kurangnya pemenuhan tidur pada remaja. Ada dua faktor penting yang perlu diperhatikan dalam tidur sehingga seorang individu dapat memperoleh tidur yang cukup. Kedua faktor tersebut adalah kualitas dan kuantitas tidur (Wicaksono, Yusuf, and Widyawati 2019).

Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang dapat kemudahan dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan- keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur (Rusdiana, Maria, and Azhar 2019). National Institute Of Health menyimpulkan bahwa kelompok yang beresiko tinggi mengalami gangguan kualitas tidur adalah remaja (Sulistiyani 2012). Prevalensi gangguan kualitas tidur pada remaja dari berbagai penelitian menunjukan hasil yang bervariasi, didapatkan 21,2% anak remaja di Beijing mengalami gangguan kualitas tidur. Siswa SMP dan SMU menunjukan gangguan kualitas tidur bervariasi mulai dari

(2)

15,3% hingga 39,2% bergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami (Keswara, Syuhada, and Wahyudi 2019). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Haryono, dkk pada remaja murid sekolah menengah pertama berusia 12-15 tahun di Jakarta Timur didapatkan prevalensi gangguan tidur sebesar 62,9% dengan menggunakan SDSC, dimana gangguan tidur yang paling sering ditemui adalah gangguan transisi tidur- bangun (Haryono et al. 2016). Dari hasil penelitian di beberapa Sekolah Menengah Pertama di Indonesia prevalensi gangguan kualitas tidur di dapatkan 39,7% (Auliyanti, Sekartini, and Mangunatmadja 2015).

Penelitian mengenai kualitas tidur mendapatkan prevalensi kualitas tidur yang buruk (sebagian besar pada gangguan transisi tidur-bangun) pada populasi kontrol adalah sebesar 73,4%. Selain itu, sebagian besar kualitas tidur pada remaja kurang terpenuhi (<7 jam setiap malamnya) yaitu sebanyak 63% (Keswara et al. 2019).

Sering kurang terpenuhinya kualitas tidur remaja disebabkan pada remaja memiliki pola yang berbeda dibandingkan usia lainnya. Hal ini akibat dari pada masa pubertas, remaja mengalami perubahan yang seringkali mengurangi waktu tidur. Remaja lebih sering tidur waktu malam dan bangun lebih cepat karena tuntutan sekolah, sehingga remaja seringkali mengantuk berlebih pada siang hari (Syamsoedin et al. 2015). Pada masa remaja pertengahan (middle adolescent), banyak terjadi perubahan perilaku yang signifikan. Aktifitas yang dilakukan remaja saat dirumah lebih di fokuskan di kamar tidur. Remaja pada masa ini juga mengalami emosi yang

(3)

masih labil, sehingga tidak jarang akan mengganggu tidurnya (Purnama 2019). Selain itu pada usia remaja pola tidur tidak lagi menjadi pusat perhatian orang tua (Haryono et al. 2016). Kegiatan padat dan komplek pada remaja juga mengakibatkan kelompok usia ini yang rentan mengalami kualitas tidur yang buruk.

Dampak kualitas tidur yang buruk antara lain akan mengalami berbagai hal negatif diantaranya rentan mengalami kecelakaan, masalah kesehatan fisik, gangguan memori dan pembelajaran, beresiko tinggi mengalami obesitas serta masalah kesehatan mental (Keswara et al. 2019).

Kualitas tidur yang buruk dapat merusak memori dan kemampuan kognitif.

Bila hari ini berkelanjutan hingga bertahun-tahun, akan berdampak pada tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke hingga masalah psikologis seperti depresi dan gangguan perasaan lain (Adinatha, Wulaningsih, and Suryanto 2019). Melihat dampak dari kualitas tidur buruk tersebut, penelitian mengenai kebutuhan tidur termasuk di dalamnya adalah kualitas dan kuantitas tidur pada remaja penting dilakukan oleh perawat.

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan professional memberikan asuhan keperawatan kepada kliennya (sehat atau sakit).

Asuhan keperawatan diberikan dengan memperhatikan seluruh aspek biopsikososiospiritual yang melekat pada klien. Tidur termasuk di dalam kebutuhan biologis atau psikologis manusia yang penting, sehingga sudah sewajibnya perawat memperhatikan bagaimana pemenuhan kebutuhan tidur kliennya. Jika perawat mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan tidur

(4)

kliennya maka akan membantu perawat menentukan intervensi keperawatan yang tepat sehingga dampak dari kualitas tidur buruk tersebut dapat dihindari (Setyawati & Wiarsih., 2014).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur, salah satunya adalah sleep hygiene (Mastin, Bryson, and Corwyn 2006; Purnama 2019). Sleep hygiene merupakan kumpulan perilaku sebelum tidur, kebiasaan tidur, dan kondisi lingkungan yang dapat berdampak pada kualitas tidur (Pryanda 2016). Sleep hygiene merupakan identifikasi dan modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi dan meningkatkan kualitas tidur (Rahmah 2014). Faktor lingkungan, seperti kebisingan, kenyamanan tempat tidur, teman tidur dan tempat tinggal, pencahayaan, serta suhu kamar tidur dapat mempengaruhi kualitas tidur. Perilaku tidur yang baik dari kebiasaan tidur seperti jadwal tidur dalam sehari, aktifitas fisik, penggunaan alkohol, nikotin, dan kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur. Hal-hal tersebut menjadi komponen yang dinilai dalam sleep hygiene (Mardalifa, Yulistini, and Susanti 2018). Penelitian yang dilakukan Rahmah., Retnaningsih., & Apriana (2018) didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara sleep hygiene dengan kualitas tidur pada lansia di Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan dengan tingkat keeratan tinggi (0,60-0,79). Sehingga ada kecenderungan semakin tidak baik praktik sleep hygiene maka semakin buruk kualitas tidurnya (Rahmah, Retnaningsih, and Apriana 2018). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan

(5)

antara sleep hygiene dengan kualitas tidur. Hal ini ditunjukan dari hasil koefisien korelasi Chi Square (p) = 0,000 (Rahmah 2014).

Alasan dilakukanya penelitian ini karena penelitian tentang kualitas tidur sudah banyak dilakukan namun kualitas tidur yang dihubungkan dengan perilaku sleep hygiene masih terbatas terutama penelitian yang dilakukan di Indonesia. Jika seseorang mengalami kualitas tidur yang buruk maka dapat mengganggu kesehatannya. Selain itu, penelitian ini dapat membantu tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan konseling dan edukasi tentang perubahan perilaku sleep hygiene ke arah yang lebih baik yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur (Rahmah et al. 2018)

Berdasarkan perbandingan hasil wawancara dengan siswa siswi dari 2 sekolah yang berbeda, dari 11 siswa yang berasal dari SMP PGRI ada 7 orang yang mengatakan tidurnya kurang puas karena susah mengantuk di malam hari dan harus terbangun di pagi hari dengan keadaan masih mengantuk, dan durasi untuk tidur malamnya kurang. Sedangkan dari 11 siswa yang berasal dari sekolah lain, 6 orang mengatakan kualitas tidurnya biasa saja, dan 5 siswa lainnya mengatakan tidurnya kadang terasa puas kadang tidak karena sering mengantuk di pagi hari saat bangun tidur dan saat siang hari, dan ada juga yang menjawab tidak tahu.

Saat dilakukan wawancara kepada siswa kelas VII,VIII,IX dengan 11 siswa di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur, didapatkan 8 siswa tidur dan bangun hampir pada jam yang berbeda-beda setiap hari. Kebiasaan tersebut

(6)

terjadi karena kegiatan yang berbeda-beda setiap hari seperti mengerjakan tugas ketika menjelang waktu tidur, nongkrong, dan jadwal bermain futsal pada malam hari. Sedangkan 3 siswa lainnya mengatakan rutin tidur dan bangun pada jam yang sama setiap hari. Hal tersebut terjadi karena jika jam sudah menunjukan pada waktu tertentu akan merasa ngantuk dengan sendirinya, dan akan terbangun dengan sendirinya juga pada jam tertentu.

Seluruh siswa mengatakan selalu melakukan kegiatan di tempat tidur seperti bermain handphone sebelum tidur, mengerjakan PR ditempat tidur dan makan-makanan ringan di tempat tidur. Sedangkan hasil wawancara dengan 11 siswa di sekolah lain, 6 orang mengatakan bahwa tidurnya rutin setiap malam, 3 orang mengatakan tidurnya selalu lebih dari jam 24.00 dan 3 siswa lainnya mengatakan tidurnya sebelum jam 24.00. Sedangkan 5 siswa lainnya mengatakan tidurnya tidak rutin karena mereka akan tidur jika sudah mengantuk saja. 9 siswa juga mengatakan selalu bangun pada jam yang sama setiap hari, sedangkan 2 siswa lainnya mengatakan terkadang bangun pagi terkadang juga siang. Semua siswa mengatakan menggunakan gadget atau menonton televise setiap malam. 9 siswa mengatakan selalu bermain gadget, makan, dan bermain di tempat tidur. Sedangkan 2 siswa lainnya mengatakan tidak pernah makan atau bermain di tempat tidur serta menonton televise di ruangan lain. Berdasarkan wawancara dengan guru- guru di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur, mereka mengatakan bahwa masih ada siswa yang tertidur saat pelajaran berlangsung, sehingga banyak dari siswa terlihat lesu, tidak bersemangat dalam belajar, sulit berkonsentrasi dan

(7)

apabila ditanya siswa tersebut bingung dan tidak bisa menjawab. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu guru di sekolah lain mengatakan masih ada siswa yang tertidur atau terlihat mengantuk di kelas. Namun sebagian besar tidak mengalami itu.

Dilihat dari perbandingan siswa dari 2 sekolah yang berbeda tentang kualitas tidurnya, peneliti lebih tertarik melakukan penelitian di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur, karena ketidakpuasan tentang kualitas tidur dan kebiasaan tidur yang buruk lebih banyak terjadi pada siswa di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah yaitu : Apakah sleep hygiene berhubungan dengan kualitas tidur remaja di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka tujuan peneliti membuat penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sleep hygiene dengan kualitas tidur remaja di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

(8)

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden remaja di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.

b. Untuk mengidentifikasi gambaran kualitas tidur remaja di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.

c. Untuk mengidentifikasi gambaran sleep hygiene remaja di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk beberapa pihak, diantara lain :

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan anak.

2. Praktisi

a. Manfaat bagi Remaja

Hasil peneletian ini dapat bermanfaat bagi remaja untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kebiasaan tidur yang baik sehingga dapat mengelola kebiasaan tidur yang dimilikinya untuk meningkatkan kualitas tidur.

b. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi mengenai kebutuhan fisiologis manusia yang salah satunya kebutuhan istirahat dan tidur serta dapat dijadikan data dasar dalam mengembangkan

(9)

intervensi keperawatan terkait sleep hygiene yang mempengaruhi kualitas tidur remaja.

c. Manfaat bagi Keperawatan

Salah satu peran perawat adalah sebagai edukator dan konselor sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk informasi kepada para siswa remaja terkait pentingnya kebiasaan tidur yang baik yang mempengaruhi kualitas tidur remaja.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2020 pada seluruh siswa kelas VII sampai IX dengan jumlah 143 siswa di SMP PGRI 12 Dayeuhluhur. Adapun ruang lingkupnya yaitu keperawatan anak dan komunitas.

Referensi