• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif (American Diabetes Association, 2015). Diabetes mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiasi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya ( M Clevo &

Margareth Th, 2012). Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya. Menurut ADA (American Diabetes Association) dikatakan diabetes mellitus jika hasil pemeriksaan gula darah : kadar gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200mg/dl, kadar gula darah puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dl, kadar gula darah lebih atau sama dengan 200mg/dl pada 2 jam setelah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa. (American Diabetes Association, 2016).

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF, 2013) jumlah penderita DM pada tahun 2013 sebanyak 382 juta jiwa. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat, menjadi 592 juta orang. Diperkirakan 382 juta

(2)

orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi ( IDF, 2013). Menurut laporan Word Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat .WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Laporan dari RISKESDAS tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2008 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%) (RISKESDAS, 2013). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah penderita Diabetes yang cukup tinggi yaitu 1,3% setelah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menempati urutan pertama sebanyak 2,6%.

Penderita DM mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat penderita DM menunjukan beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya

(3)

adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang meningkat dan depresi (Nindyasari, 2010). Menurut Kaplan dan Sadock (1997) dalam Lutfa (2008), faktor- faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien antara lain : Faktor-faktor intrinsik (Usia, Jenis Kelamin, Pengalaman Pasien Menjalani Pengobatan, konsep diri dan peran) serta faktor ekstrinsik (kondisi medis/diagnosis penyakit, tingkat pendidikan, akses informasi, tingkat sosial ekonomi, lamanya terapi, jenis pembiayaan dan dukungan keluarga). Faktor-faktor yang sering ditemukan pada kondisi cemas yaitu faktor ekstrinsik dengan kondisi medis/diagnosis penyakit walaupun insiden bervariasi untuk masing-masing kondisi medis/diagnosis penyakit.

Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Kecemasan telah diprediksi oleh WHO sebagai penyebab masalah utama pada tahun 2020. Data WHO (2010) menunjukkan sebanyak 450 juta orang di dunia menderita gangguan psikiatri, dan lebih dari 150 juta orang mengalami kecemasan dan depresi. Data riset kesehatan dasar tahun 2013, menunjukkan prevalensi emosional di Indonesia gangguan kecemasan sebesar 11,6%

dari populasi orang dewasa , satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa seperti cemas, depresi, stres sampai skizofrenia (Yosep, 2009).

Pada penelitian di Amerika didapatkan data bahwa kejadian kecemasan pada lanjut usia sebanyak 17,67%. Kecemasan pada usia 50-64 tahun lebih besar daripada

(4)

usia lebih dari 65 tahun dengan data 12,7% untuk usia 50-64 tahun dan 7,6 % untuk usia lebih dari 65 tahun (Issue Brief, 2008).

Kecemasan merupakan sekelompok gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan, kecemasan sendiri adalah suatu signal yang menyadarkan atau memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Pada tingkat yang lebih rendah kecemasan memperingatkan ancaman cedera pada tubuh,rasa takut, keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustasi dari kebutuhan sosial atau tubuh, perpisahan dengan orang yang dicintai, gangguan pada keberhasilan atau status seseorang.

Seseorang dengan penyakit kronis, rentan mengalami kecemasan salah satunya adalah penderita Diabetes. Orang dengan Diabetes Mellitus memiliki kecemasan 20

% lebih tinggi dibandingkan dengan orang tanpa Diabetes Mellitus karena kecemasan memiliki hubungan dengan hiperglikemia pada orang Diabetes Mellitus (Tsenkova V et al, 2013). Tingginya kadar gula darah serta resiko komplikasinya membuat setiap

penderita DM mengalami kecemasan (Semiardji, 2013).

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henriksen et al.,2009).

(5)

Hasil penelitian David terdapat 48% penderita Diabetes Melitus (DM) yang mengalami kecemasan akibat penyakitnya, dan WHO mencatat bahwa pasien Diabetes Melitus juga sangat rentan mengalami gangguan kecemasan itu sendiri, sekitar 27% dari pasien Diabetes Melitus yang mengalami gangguan Kecemasan, dan kecemasan itu sendiri dapat memperburuk keadaan Diabetes Melitus karena pada seseorang yang mengalami kecemasan akan meningkatkan hormon glukokortikosteroid yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah (Ika Artini 2016).

Penanganan orang yang mengalami kecemasan, dapat dilakukan melalui beberapa teknik seperti relaksasi, terapi spiritual, aromaterapi dan distraksi. Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi -emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit kejiwaan (Laila Nurrokhmah, 2014).

Menurut Herodes (2010), teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespons pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot. Teknik relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-oto tertentu dan kemudian relaksasi. Relaksasi progresif adalah salah satu cara

(6)

dari teknik relaksasi mengombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu (Kustanti dan Widodo, 2008).

Merespon kecemasan atau melakukan usaha coping umumnya dilakukan orang dengan berbagai cara, namun dengan tujuan yang sama, yaitu untuk mereduksi stres agar dapat kembali ke dalam keadaan normal dan seimbang. Salah satu teknik coping yang selama ini terbukti efektif mengatasi gangguan stres yaitu relaksasi.

Hal ini sudah dibuktikan dengan penelitian Hurai (2011) tentang Pengaruh Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan, Stress & Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di PERSADIA Unit RSUD Dr.Soetomo Surabaya menyatakan Relaksasi Progresif dapat menurunkan tingkat stres dan kadar gula.

Menurut data rekam medis Puskesmas DTP Rancaekek Kabupaten Bandung berdasarkan hasil survei pendahuluan diperoleh data penderita DM rawat jalan sebanyak 1330 kasus dalam 12 bulan terakhir (Januari –Desember 2017), namun kasus diabetes tiap bulan mengalami peningkatan jumlah kasus. Kenaikan kasus paling besar terjadi pada bulan Mei – Juli sebesar 45.3%. Berdasarkan hasil wawancara dengan 7 penderita diabetes melitus Puskesmas DTP Rancaekek Kabupaten Bandung pada tanggal 12 Maret 2017, 5 diantaranya mengatakan tidak mengetahui mengapa gula darah nya naik . Dengan kondisi kadar gula darah yang tinggi penderita merasa terganggu dengan gejala-gejala yang dirasakan seperti sering ingin buang air kecil tiap malam, aktivitas terbatas, badan lemas, berat badan menurun serta merasa cemas jika terjadi komplikasi.

(7)

Maka dari itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan Pada Lansia Diabetisi Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah penilitian adalah

“Bagaimana Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan Pada Lansia Diabetisi Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Bagaimana “Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan Pada Lansia Diabetisi Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung”.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecemasan pada lansia yang mengalami diabetes mellitus sebelum dilakukan Progressive Muscle Relaxation Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung.

b. Untuk mengetahui kecemasan pada lansia yang mengalami diabetes mellitus setelah dilakukan Progressive Muscle Relaxation Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung.

(8)

c. Untuk mengetahui Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kecemasan Pada Lansia Diabetisi Di Posbindu Rw 09 Sedap Malam Wilayah Kerja DTP Puskesmas Rancaekek Kabupaten Bandung.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat Umum

Sebagai bahan masukan bagi masyarakat yang mengalami diabetes melitus dalam menjaga gula darahnya.

b. Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan dapat membantu mengurangi angka kesakitan pada masyarakat khususnya penderita diabetes mellitus yang mengalami kecemasan.

c. Bagi Puskesmas

Diharapkan dengan adanya penelitian ini pihak puskesmas dapat lebih memfokuskan pemberian asuhan keperawatan kepada masyarakat yang mengalami kecemasan pada lansia yang mengalami diabetes mellitus.

Referensi

Dokumen terkait

Write short notes on any three of the following: a The sources of social change b Features of capitalism c The'various types of industries in Bangladesh d Demographic transition