1 A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu kondisi tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus sehat secara mental dan sosial. Masalah kesehatan salah satunya dapat dipengaruhi perkembangan zaman. Kebutuhan manusia yang meningkat, kemajuan teknologi serta perkembangan zaman menuntut masyarakat untuk melakukan segala sesuatu dengan tanpa memperhatikan unsur keselamatan. Kondisi tersebut membuat masyarakat menjadi kurang berhati-hati dan berakibat terjadinya kecelakaan, baik kecelakaan kerja, lalu lintas, atau lainnya. Kecelakaan merupakan insiden yang sering dijumpai dan menjadi salah satu dari 5 masalah kesehatan utama di antara penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit degeneratif, dan gangguan jiwa. Selain itu, kecelakaan dapat menyebabkan kecacatan fisik pada seseorang salah satunya diakibatkan oleh fraktur/ patah tulang (Kemenkes RI, 2013).
Insiden fraktur dapat terjadi di mana saja dan mempunyai kasus yang terus bertambah. Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur di dunia kurang lebih 21 juta orang pada tahun 2010 dengan prevalensi 3,5%.
Pada tahun 2013 meningkat menjadi 28 juta orang yang menyebabkan 1,25 juta orang meninggal (WHO, 2015). Insiden fraktur di Asia tenggara tahun 2015 sebesar 17,4% (International Osteoporosis Foundation / IOF, 2017).
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013, kasus fraktur di Indonesia sebanyak 5,2%, penyebab terbanyak yaitu akibat jatuh (40,9%), kecelakaan sepeda motor (40,6%), trauma tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Berdasarkan penyebab cedera, proporsi tertinggi karena jatuh (91,3%). Terdapat 45.987 peristiwa terjatuh mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %). Urutan proporsi terbanyak untuk tempat terjadinya cedera yaitu jalan raya (42,8%), rumah (36,5%), area pertanian (6,9%) dan sekolah (5,4%) (Kemenkes RI, 2013).
Kasus cedera secara keseluruhan di Jawa Barat tahun 2013 sebesar 8,5%. Fraktur menempati urutan ke empat dari proporsi jenis cedera setelah lecet/memar, terkilir dan luka iris/ robek mencapai 6% dari jumlah populasi cedera. Dilihat dari penyebab cedera fraktur, diketahui akibat kecelakaan sepeda motor (39,1%), transportasi darat lainnya (6,8%), jatuh (43,7%), dan akibat benda tajam/tumpul (6,2%). Proporsi tempat terjadinya cedera sebesar 43,8% terjadi di jalan raya dan 37,4% di rumah (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan data pola penyakit rumah sakit Kota Cimahi tahun 2013 diketahui fraktur menempati urutan ke-16 dengan jumlah kasus sebanyak 3.032 (3,24%) kasus (Dinkes Kota Cimahi, 2014). Kasus fraktur di Rumah sakit Tk. II Dustira Cimahi masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari ruang perawatan bedah RS Dustira, pada periode Juni-Agustus 2018 diketahui dari 909 pasien yang dirawat, sebanyak 136 pasien (15%) adalah pasien fraktur.
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual pada integritas, seseorang akan mengalami gangguan biologis maupun psikologis yang dapat
menimbulkan berbagai respon seperti nyeri, gangguan mobilisasi, dan lainnya (Suratun, 2008). Menurut Williams & Wilkins (2010) masalah yang muncul segera setelah operasi yaitu edema atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot, serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma.
Salah satu bentuk respon dari permasalahan post operasi fraktur adalah timbulnya nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara berbeda pada setiap individu dalam skala tertentu yang bersifat subjektif, dan dipersepsikan berdasarkan pengalamannya. (Potter dan Perry, 2010).
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan ketegangan.
Individu akan merespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum, ekspresi wajah, nadi, pernafasan, suhu, sikap badan dan apabila nyeri berada pada derajat berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat menekan sistem imun dan peradangan, serta menghambat penyembuhan (Hidayat, 2008).
Masalah nyeri pada pasien fraktur jika segera tidak diatasi tentunya menimbulkan permasalahan atau keadaan yang dapat menggagu kenyamanan pasien yang mengakibatkan keterbatasan gerak, sehingga diperlukan upaya untuk mencegah masalah tersebut. Menurut Kozier (2010) penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan secara farmakologi dan nonfarmakologi. Menurut
Smeltzer dan Bare (2013) pendekatan farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara perawat dan dokter yang menekankan pada pemberian obat- obatan yang mampu mengurangi dan bahkan menghilangkan nyeri. Akan tetapi penggunaan obat-obatan yang berangsur lama dan secara terus menerus dapat berimplikasi pada ketergantungan seseorang pada obat-obatan (adiktif), sehingga dibutuhkan penatalaksanaan lain untuk mengurangi ketergantungan obat seperti dengan menggunakan cara non farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dengan cara terapi atau intervensi fisik. Penatalaksanaan non farmakologi yang dapat dilakukan diantaranya stimulasi kutaneus (stimulasi kulit, pijat, aplikasi atau kompres panas atau dingin, akupresur dan akupunktur, serta stimulasi kolateral), immobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS), dan intervensi pikiran-perilaku atau cognitive behavioral therapy (distraksi, reframing, teknik relaksasi, latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, latihan fisik, nutrisi, herbal, dan lingkungan) (Kozier, et al., 2010).
Banyaknya penatalaksanaan non farmakologi yang dapat, menunjukan perawat perlu mencari pendekatan paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri khususnya pada pasien post operasi. Hal tersebut dikarenakan menurut Syamsuhidayat (2011), nyeri dapat memperpanjang masa penyembuhan luka karena akan mengganggu kembalinya aktivitas pasien dan menjadi salah satu alasan pasien untuk tidak ingin bergerak. Maka dari itu, perawat perlu
melakukan berbagai upaya agar masalah (nyeri) yang ditimbulkan tersebut berkurang.
Salah satu metode non farmakologi yang digunakan dalam mengatasi permasalahan nyeri pada pasien post operasi di dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik distraksi dan kompres hangat. Teknik distraksi merupakan salah satu teknik yang pernah digunakan dalam mengurangi nyeri khususnya distraksi pendengaran dengan terapi musik. Akan terapi penggunaan musik sholawat modern belum pernah dilakukan penelitian, khususnya pada pasien post op fraktur. Kompres hangat merupakan salah satu metode atau terapi yang sudah lama digunakan dalam mengurangi nyeri. Berdasarkan beberapa penelitian menjelaskan penggunaan kompres hangat mempunyai efektivitas lebih baik dibandingkan kompres air biasa. Penelitian perbandingan distraksi pendengaran dan kompres hangat sepengetahuan peneliti jarang dilakukan.
Maka dari itu, penelitian ini memfokuskan mengenai perbandingan teknik distraksi pendengaran dan kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri.
Penatalaksanaan non farmakologi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri adalah distraksi, yaitu teknik pengalihan dari fokus perhatian pasien terhadap nyeri pada hal-hal atau stimulus lain sehingga pasien lupa terhadap nyeri yang dialaminya (Tamsuri, 2012). Salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah distraksi audio atau pendengaran (terapi musik). Secara fisiologis teknik ini dapat merangsang pelepasan hormon endorfin, sehingga saat reseptor nyeri di saraf perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, kemudian terjadi transmisi sinapsis antara neuron saraf perifer dan neuron yang menuju
otak tempat yang seharusnya substansi P akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut endorfin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang (Potter & Perry, 2010).
Beberapa penelitian terkait pelaksanaan teknik distraksi pendengaran terhadap penurunan nyeri pernah dilakukan, akan tetapi penggunaan musik sholawat modern belum pernah dilakukan. Seperti pada penelitian Budi (2016) menjelaskan ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap respon nyeri. Distraksi dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi sistem control decenden, sehingga stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak lebih sedikit dan mampu menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan ketegangan otot. Penelitian Rosdianto (2012) menjelaskan ada pengaruh distraksi audio terhadap intensitas nyeri selama prosedur ganti balutan pada pasien post operasi bedah abdomen. Lebih lanjut penelitian Fadli (2017) menjelaskan ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada klien fraktur di Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng Rappang.
Penatalaksanaan nyeri selain dengan penggunaan teknik distraksi juga dapat dilakukan dengan melakukan kompres hangat. Kompres hangat adalah metode non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Penggunaan kompres hangat bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat pada pasien fraktur ekstremitas tertutup. Pelaksanaan kompres hangat dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara, baik dengan kantong diisi dengan air hangat atau buli-buli dengan suhu berkisar antar 38-400C selama 20-30 menit yang kemudian menempatkannya pada bagian yang nyeri (Asmadi, 2008).
Menurut Smeltzer & Bare (2013), prinsip kerja kompres hangat dengan menggunakan buli-buli hangat yang dibungkus kain secara konduksi akan mengalami pemindahan hangat dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelepasan pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang.
Berdasarkan penelitian Ikbal (2017) diketahui terdapat pengaruh pemberian kompres hangat terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur di RST. Dr. Reksodiwiryo. Penelitian lain yaitu Khodijah (2011) menjelaskan bahwa kompres hangat lebih efektif terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur dibandingkan dengan kompres air biasa di ruang Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang Bedah Rumah Sakit Tk. II Dustira Cimahi pada bulan Agustus 2018 melalui wawancara pada salah satu perawat diketahui bahwa penatalaksanaan manajemen nyeri yang dilakukan pada pasien post operasi fraktur lebih menitikberatkan pada farmakologi dengan pemberian obat anti nyeri.
Diketahui pemberian teknik non farmakologi jarang dilakukan oleh perawat.
Perawat hanya mengajarkan kepada pasien mengenai teknik nafas dalam jika pasien merasa nyeri, dan sesekali melakukan kompres hangat, sedangkan teknik distraksi pendengaran belum pernah dilakukan perawat kepada untuk mengurangi nyeri.
Berdasarkan permasalahan yang telah peneliti uraikan pada latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkaitan
dengan penanganan masalah nyeri pada pasien post operasi fraktur dengan judul: “Perbandingan Teknik Distraksi Pendengaran Musik Sholawat Modern dan Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri pada Pasien Post Op Fraktur di Ruang Bedah Rumah Sakit TK. II Dustira Cimahi”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana perbandingan teknik distraksi pendengaran musik sholawat modern dan kompres hangat dalam menurunkan skala nyeri pada pasien post op fraktur di Ruang Bedah Rumah Sakit Tk. II Dustira Cimahi?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan teknik distraksi pendengaran musik sholawat modern dan kompres hangat terhadap skala nyeri pada pasien post op fraktur di Ruang Bedah Rumah Sakit Tk. II Dustira Cimahi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui skala nyeri sebelum diberikan teknik distraksi pendengaran musik sholawat modern pada pasien post op fraktur.
b. Mengetahui skala nyeri setelah diberikan teknik distraksi pendengaran musik sholawat modern pada pasien post op fraktur.
c. Mengetahui skala nyeri sebelum diberikan kompres hangat pada pasien post op fraktur
d. Mengetahui skala nyeri setelah diberikan kompres hangat pada pasien post op fraktur
e. Mengetahui perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah diberikan teknik distraksi pendengaran musik sholawat modern pada pasien post op fraktur
f. Mengetahui perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah diberikan kompres hangat pada pasien post op fraktur
g. Mengetahui perbandingan teknik distraksi pendengaran dan kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post op fraktur
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam keperawatan medikal bedah tentang perbandingan teknik distraksi pendengaran dan kompres hangat terhadap skala nyeri.
2. Manfaat Praktis a. Institusi Pelayanan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan cara memasukkan intervensi ini ke dalam SOP manajemen nyeri, khususnya berhubungan dengan penatalaksanaan nyeri pada pasien fraktur dan operasi lainnya.
b. Institusi Pendidikan
Hasil Penelitian ini dapat menjadi luaran penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai modul bahan pembelajaran dalam keperawatan medikal bedah berkaitan dengan perbandingan teknik distraksi pendengaran dan kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri.
c. Peneliti
Hasil penelitian ini menjadi pengalaman belajar dalam melakukan penelitian dan sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya di masa mendatang.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu keperawatan medikal bedah yang berfokus pada masalah gangguan rasa nyaman (nyeri). Penelitian ini menitikberatkan pada permasalahan berkaitan dengan perbandingan teknik distraksi pendengaran menggunakan musik sholawat modern dan kompres hangat terhadap skala nyeri pada pasien fraktur. Sampel penelitian ini adalah pasien pasca operasi fraktur. Penelitian ini merupakan pre-experimental design dengan rancangan pretest and posttest with control group. Teknik pengumpulan data nyeri menggunakan lembar observasi dengan Numeric Rating Scale (NRS), serta SOP teknik distraksi pendengaran dan kompres hangat. Data dianalisis secara deskriptif untuk mendeskripsikan rata-rata skala nyeri responden serta analisis bivariat menggunakan independent-t test.