• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II (2) Workshop Seminar tentang Mahasiswa Universitas

N/A
N/A
Phan bulang geh

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II (2) Workshop Seminar tentang Mahasiswa Universitas"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bangunan Hotel

2.1.1 Pengertian Hotel

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013 Tentang Standar Usaha Hotel, hotel adalah satu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan, penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial dan memenuhi kebutuhan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan tersebut. Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperolah pelayanan penginapan berikut makan dan minum.

Sehingga dapat disimpulkan hotel merupakan saran akomodasi yang menyediakan fasilitas penginapan beserta makan dan minum, serta jasa-jasa lainnya yang mendukung dalam kegiatan di dalamnya. Bangunan ini digunakan untuk umum yang tinggal di suatu daerah atau tempat dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dan dikelola secara komersial untuk mendapatkan untung.

2.1.2 Fungsi Hotel

Hotel berfungsi sebagai penyedia fasilitas akomodasi yang memberikan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman, serta fasilitas jasa lainnya (Sawal, 2018). Semua layanan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut, ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu seperti meeting room dan ballroom yang dimiliki hotel tersebut.

2.1.3 Klasifikasi Hotel

Hotel diklasifikasikan berdasarkan kelas, plan, ukuran, lokasi, area, maksud kunjungan tamu, lamanya tamu menginap, jenis tamu, aspek bentuk bangunan, dan wujud fisik (Suwithi, 2008: 52). Terdapat masing-masing tipe

(2)

hotel berdasarkan klasifikasi di atas yang akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hotel

NO. DASAR KLASIFIKASI KLASIFIKASI

a. Berdasarkan Kelas

1. Hotel Melati 2. Hotel Bintang Satu 3. Hotel Bintang Dua 4. Hotel Bintang Tiga 5. Hotel Bintang Empat 6. Hotel Bintang Lima b. Berdasarkan Lokasi 1. City Hotel

2. Resort Hotel

c. Berdasarkan Area

1. Downtown Hotel 2. Suburb Hotel 3. Country Hotel 4. Airport Hotel 5. Inn

d. Berdasarkan Maksud Kunjungan Tamu

1. Business Hotel 2. Tourism Hotel 3. Sport Hotel 4. Pilgrim Hotel 5. Cure Hotel 6. Casino Hotel

e. Berdasarkan Lamanya Tamu Menginap

1. Transit Hotel

2. Semi Residential Hotel 3. Residential Hotel

f. Berdasarkan Aspek Bentuk Bangunan

1. Pondok Wisata 2. Cottage

3. Motel

a. Berdasarkan Kelas

Klasifikasi hotel di Indonesia dibagi menjadi enam kelas, yaitu kelas melati, bintang 1, 2, 3, 4, 5 (Suwithi, 2008: 53-54).

(3)

Tabel 2.2 Klasifikasi Hotel Berdasarkan Kelas

NO. KLASIFIKASI

HOTEL PERSYARATAN

1. Bintang 1

a) Jumlah kamar standar minimal 15 kamar, dan masing-masing kamar terdapat kamar mandi dalam.

b) Luas kamar standar minimal 20 m2.

2. Bintang 2

a) Minimal terdapat 20 kamar standar, dan satu kamar suite.

b) Terdapat kamar mandi di tiap-tiap kamar.

c) Luas kamar standar minimal 22 m2, sedangkan kamar suite 44 m2.

3. Bintang 3

a) Minimal terdapat 30 kamar standar, dan 2 kamar suite.

b) Terdapat kamar mandi di tiap-tiap kamar.

c) Luas kamar standar minimal 24 m2, sedangkan kamar suite 48 m2.

4.

Bintang 4

a) Minimal terdapat 50 kamar standar, dan 3 kamar suite.

b) Terdapat kamar mandi di tiap-tiap kamar.

c) Luas kamar standar minimal 24 m2, sedangkan kamar suite 48 m2.

5. Bintang 5

a) Minimal terdapat 30 kamar standar, dan 2 kamar suite.

b) Terdapat kamar mandi di tiap-tiap kamar.

c) Luas kamar standar minimal 24 m2, sedangkan kamar suite 48 m2.

b. Berdasarkan Lokasi

(4)

Tipe hotel berdasarkan lokasi dibagi menjadi city hotel, dan resort hotel. Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.

1. City Hotel

City Hotel terletak di tengah-tengah kota, yang mana sebagian besar tamu menginap dengan tujuan untuk kegiatan berbisnis (Suwithi, 2008:

57). Kegiatan bisnis tersebut berupa rapat, atau pertemuan-pertemuan perusahaan.

2. Resort Hotel

Resort hotel merupakan hotel yang berada di kawasan wisata baik di pegunungan, pantai, danau, puncak bukit, dan di kawasan hutan lindung (Suwithi, 2008: 58). Sebagian besar tamu datang dan menginap dengan tujuan untuk berekreasi atau berwisata.

c. Berdasarkan Area

Tipe hotel berdasarkan area dibagi menjadi suburb hotel, airport hotel, dan urban hotel (Suwithi, 2008: 60). Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Suburb Hotel

Suburb hotel merupakan hotel yang berlokasi di pinggiran kota, yang merupakan kota satelit yaitu pertemuan antara dua kota madya.

b. Airport Hotel

Airport Hotel adalah hotel yang berada dalam satu kompleks atau area sekitar bandara.

c. Urban Hotel

Urban hotel merupakan hotel yang terletak di pedesaan, serta jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

d. Berdasarkan Maksud Kunjungan

(5)

Tipe hotel berdasarkan maksud kunjungan dibagi menjadi business hotel, tourism hotel, casino hotel, pilgrim hotel, dan cure hotel (Suwithi, 2008: 60). Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Business Hotel

Business hotel merupakan hotel yang sebagian besar tamunya memiliki kegiatan berbisnis, sehingga menyediakan ruang-ruang meeting dan konvensi.

2. Tourism Hotel

Tourism hotel merupakan hotel dengan mayoritas tamu merupakan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Hotel tersebut memang dibuat untuk tujuan berwisata.

e. Berdasarkan Lamanya Tamu Menginap 1. Transit Hotel

Mangkuwerdoyo (dalam Hadiyatma, 2011: 22) menjelaskan hotel transit adalah suatu akomodasi yang menampung atau menerima tamu yang singgah sementara, di mana tamu hotel dapat menginap untuk semalam atau kurang. Hotel transit mengakomodasi pengunjung yan g datang dan pergi secara cepat, serta untuk tamu yang bepergian jauh. Oleh sebab itu hotel ini letaknya dekat dengan terminal, pelabuhan atau bandar udara.

2. Semi Residential Hotel

Merupakan hotel yang mana sebagian besar tamunya rata-rata menignap lebih dari 2 malam sampai dengan 1 minggu atau lebih (Suwithi, 2008: 61).

3. Residential Hotel

Merupakan hotel yang mana sebagian besar tamunya rata-rata menignap dalam waktu yang cukup lama, paling sedikit satu bulan (Suwithi, 2008: 61).

f. Berdasarkan Bentuk Bangunan

(6)

Tipe hotel berdasarkan bentuk bangunan dibagi menjadi pondok wisata, cottage, dan motel (Suwithi, 2008: 61-62). Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Pondok Wisata

Merupakan suatu usaha perseorangan dengan mempergunakan sebagian dari rumah tinggalnya untuk inapan bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian.

2. Cottage

Adalah suatu bentuk bangunan yang dipergunakan untuk usaha pelayanan akomodasi dengan fasilitas-fasilitas tambahan lainnya.

Fasilitas tambahan yang dimaksud bisa berupa peminjaman sepeda secara gratis, atau fasilitas dayung apabila cottage terletak di tepi danau.

3. Motel (Motor Hotel)

Adalah suatu bentuk bangunan yang digunakan untuk usaha perhotelan dengan sarana tambahan adanya garasi disetiap kamarnya.

Biasanya motel ini bertingkat dua, bagian atas sebagai kamar, dan di bagian bawah berupa garasi mobil.

2.1.4 Standar Kebutuhan Ruang Hotel

Ruang-ruang yang dibutuhkan dalam bangunan hotel dibagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan fungsi dan sifatnya yang akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut (Indarini, 2011: III 7-III 9).

a. Menurut Fungsi

Menurut fungsinya, ruang-ruang hotel dapat dikelompokkan menjadi public space, concession and subrental space, food and beverage space, general service space, guest room space, dan recreation and sports space.

1. Public Space

Kelompok ruang untuk umum, termasuk lobi dengan front officenya, function room, dan ruang lain yang mempunyai fungsi berhubungan langsung dengan tamu hotel.

(7)

2. Consession and Subrental Space

Ruang yang disewakan untuk melayani keperluan tamu hotel dan juga bisnis-bisnis lain yang terpisah dari hotel.

3. Food and Beverage Space

Merupakan kelompok ruang untuk melayani makanan dan minuman, baik tamu yang menginap maupun tamu hotel lainnya. Selain itu juga melayani function room apabila dipakai untuk suatu keperluan.

Bagian ini meliputi restoran, bar, coffee shop, kitchen, serta gudang makanan dan minuman.

4. General Service Space

Merupakan kelompok ruang pelayanan, secara umum meliputi bagian penerimaan atau re-celving, storage, employee’s dining room, laundry dan linen room, house keeping, dan maintenance.

5. Guest Room Space

Merupakan kelompok ruang tidur yang dilengkapi dengan fasilitas- fasilitasnya termasuk ruang tidur, toilet, koridor, elevator dan perlengkapan lainnya.

6. Recreation and Sports Space

Merupakan tempat untuk rekreasi, biasanya diprioritaskan untuk tamu hotel, seperti kolam renang, lapangan tenis, steam bath, massage, sports club.

b. Menurut Sifat:

1. Public Room

Merupakan kelompok ruang yang dipakai untuk umum seperti lobby, restoran, tempat rekreasi, function room, consession dan subrental space.

2. Guest Room

Merupakan kelompok ruang bagi tamu yang meliputi ruang tidur dengan fasilitas perlengkapannya.

(8)

3. Service Room

Merupakan kelompok ruang yang sifatnya melayani, seperti kitchen, laundry, dan linen room, general storage, house keeping, dan maintenance.

2.2 Pekerjaan Arsitektur

Bidang konstruksi merupakan sebuah industri yang menghasilkan sebuah produk fisik dalam hal ini bangunan. Dalam proses ini terjadi keterkaitan dan ketergantungan antar pekerjaan didalamnya. Pekerjaan arsitektur, yang seringkali disebut sebagai pekerjaan finishing merupakan bagian dari pekerjaan yang berlangsung pada proses produksi di proyek konstruksi, terutama untuk proyek - proyek yang bersifat komersial seperti: hotel, apartemen, mall, dan sebagainya. Pekerjaan arsitektur dapat dikatakan memegang peranan yang cukup penting karena karakteristik dari fungsi bangunan-nya sendiri yang sangat menonjolkan sisi arsitekturnya tetapi tetap menjaga kualitas strukturnya. Pekerjaan arsitektur dalam sebuah proyek konstruksi dibagi menjadi pekerjaan fasad, pasangan dinding, pintu dan jendela, lantai, plafond, serta pekerjaan kolam renang (Siahaan, 2015: 348-358).

2.2.1 Pekerjaan Fasad

Pekerjaan fasad umumnya dilaksanakan pada saat struktur sudah selesai atau hampir selesai. Pada bangunan gedung bertingkat pekerjaan fasad tidak termaksuk pekerjaan struktur, karena tidak dianggap berfungsi struktural/memikul beban. Pekerjaan fasad seringkali disertai ornamennya seperti: list, kanopi, janggutan, dan sebagainya. Material yang diaplikasikan pada fasad bangunan dapat bervariasi sejalan dengan kemajuan teknologi seperti:

alumunium, kaca, acrylic, precast, batu alam, dan sebagainya (Siahaan, 2015:

349).

Pelaksanaannya dapat menggunakan metode konvensional dan fabrikasi (Siahaan, 2015: 349). Metode konvensional, seperti pada dinding pengisi dari pasangan bata atau celcon. Untuk metode fabrikasi, umumnya digunakan pada material alumunium, kaca, dinding precast dan sebagainya. Fasad dinding precast, termaksud kategori pabrikasi, dimana material merupakan material yang telah dibuat di pabrik kemudian diaplikasikan di lapangan. Umumnya fasad

(9)

precast tidak dikerjakan langsung oleh kontraktor tetapi di subkon-kan karena membutuhkan keahlian khusus dalam instalasinya. Pada bangunan gedung bertingkat tinggi, penggunaan fasad precast lebih menguntungkan dibanding dinding pasangan, jika denah bangunan bersifat repetitive serta merupakan high rise building. Dalam pelaksanaan pekerjaan arsitektur, pekerjaan kulit luar dikerjakan paling awal, sehingga bidang tertutup bangunan terbentuk juga harus dipikirkan masalah transportasi vertikalnya atau alat angkat terutama untuk high rise building. Alat angkat atau transportasi vertikal yang sering digunakan dalam pemasangannya, seperti: tower crane (TC), hoist, mobile crane dan sebagainya.

Untuk dinding precast pada high rise building, membutuhkan TC dalam pengangkutannya.

Gambar 2.1 Material Fasad Concrete dan Logam Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.2 Material Fasad Bata dan Batu Alam Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.3 Material Fasad dan Curtain Wall Aluminium Sumber: Google Images, 2020

2.2.2 Pekerjaan Pasangan Dinding

(10)

Pada pekerjaan pasangan dinding ini, dinding dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dinding permanen dan tidak permanen atau biasa disebut dengan partisi (Siahaan, 2015: 355-357).

a. Dinding Permanen

Dinding tersebut berupa dinding dalam bangunan yang tidak bisa dibongkar pasang dan umumnya langsung dipasang ditempat, seperti pasangan bata, celcon, paton, dan lain-lain. Umumnya setelah dinding terpasang dilanjutkan dengan finishing-nya, seperti plesteran, acian dan pengecatan. Selain di cat, adapula yang dilapisi wallpaper, fabric, keramik, batu alam (marmer dan granit), panel-panel kayu, kaca, dan sebagainya.

b. Dinding Tidak Permanen (Partisi)

Dinding tersebut berupa dinding dalam bangunan yang mudah dibongkar pasang dan umumnya metode pemasangannya terdiri dari dua tahapan utama, yaitu: pemasangan rangka dan pemasangan partisi. Tahap akhir biasanya berupa finishing. Material rangka dapat berupa kayu, hollow, besi dan sebagainya, sedangkan material partisi, dapat terdiri dari gypsum, kayu, kaca, GRC, dan lain-lain. Untuk finishing dapat berupa pengecatan, wallpaper, fabric, kaca, dan sebagainya.

2.2.3 Pekerjaan Pintu dan Jendela

Pekerjaan pintu dan jendela dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kusen dan daun pintu atau jendela. Kusen adalah suatu rangka dari balok kayu atau dari bahan lainnya, seperti plastik, UPVC, alumunium yang dihubungkan sedemikian rupa sesuai dengan kaidah suatu konstruksi, fungsi serta selera dari pemilik bangunan (Budiono, 2011: 5). Budiono juga mengatakan fungsi utama dari kusen yaitu untuk perletakan daun pintu, jendela, kaca dan tralis, selain fungsi tersebut bentuk dan variasi kusen akan menambah keindahan atau estetika dari bangunan. Rangka kusen pada dasarnya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu kusen gendong/kombinasi, tunggal, jendela, dan kusen penerangan (Budiono, 2011: 6-7).

a. Kusen gendong/kombinasi yaitu kusen untuk pintu dan jendela dijadikan menjadi satu konstruksi yang utuh, biasanya ditempatkan dibagian depan

(11)

rumah. Pada ruangan yang memerlukan penerangan yang lebih, seperti ruang tamu, ruang keluarga.

b. Kusen tunggal yaitu kusen untuk daun pintu saja, biasanya pada kusen tunggal bagian atasnya lubang untuk penerangan dan sirkulasi udara.

c. Kusen jendela yaitu rangka kusen untuk jendela saja, kusen jendela juga sama dengan kusen tunggal pada bagian atasnya ditambah lubang untuk penerangan dan sirkulasi udara.

d. Kusen penerangan (bouvenlight) yaitu rangka kusen untuk penempatan kaca atau jendela kaca yang kecil untuk penerangan dan sirkulasi udara.

Gambar 2.4 Detail Kusen Tunggal dan Kusen dengan Jendela Atas Sumber: Google Images, 2020

Daun pintu dan jendela berfungsi untuk penutup/pemisah ruang yang tidak statis dan dapat dibuka atau ditutup bahkan bila perlu untuk keamanan dapat pula dikunci (Hadinata, 2016). Hadinata juga menjelaskan daun pintu berfungsi sebagai tempat keluar masuknya manusia ataupun barang. Ukuran pintu biasanya dibuat disesuaikan dengan tempat dimana daun pintu itu akan ditempatkan, misalnya untuk pintu ruang tamu, biasanya dibuat agak lebar karena disitulah terjadi proses keluar masuknya manusia dan barang. Jendela Berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya matahari dan juga sebagai tempat berlangsungnya proses pertukaran udara pada suatu bangunan. Berikut merupakan jenis daun pintu dan jendela.

a. Berdasarkan sifat yang moveable maka dapat dibedakan menjadi (Hadinata, 2016):

1. Pintu/Jendela 1 Sayap 2. Pintu/Jendela Putar 3. Pintu/Jendela 2 Sayap

(12)

4. Pintu/Jendela Geser atau Sliding 5. Pintu Lipat

6. Pintu Gulung Atau Rolling 7. Jendela Jalusi Atau Nako

8. Pintu/Jendela Daun Rangkap (4 Sayap Atau 2 Sayap) 9. Jendela Mati

Gambar 2.5 Pintu/Jendela 1 Sayap(kiri), Putar, dan 2 Sayap Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.6 Pintu/Jendela Geser (kiri), Lipat, dan Rolling Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.7 Pintu/Jendela Nako (kiri), Rangkap, dan Mati Sumber: Google Images, 2020

b. Berdasarkan konstruksinya dapat dibedakan menjadi (Hadinata, 2016):

1. Pintu/Jendela Panil Kayu Atau Kaca 2. Pintu/Jendela Jalusi Atau Krepyak 3. Pintu/Jendela Papan Berangka (Plipit) 4. Pintu/Jendela Blok Berangka Di Dalam 5. Pintu/Jendela Blok Tanpa Rangka 6. Pintu Kisi

(13)

Gambar 2.8 Pintu/Jendela Panil Kayu (Kiri), Jalusi, dan Papan Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.9 Pintu/Jendela Blok Berangka (kiri), Tanpa Rangka, dan Kisi Sumber: Google Images, 2020

c. Berdasarkan penggunaan bahan dapat dibedakan menjadi:

1. Pintu/Jendela Kayu

2. Pintu/Jendela Logam atau Aluminium

Gambar 2.10 Pintu/Jendela Kayu dan Aluminium Sumber: Google Images, 2020

2.2.4 Pekerjaan Lantai

Lantai adalah bagian bangunan berupa suatu luasan yang dibatasi dinding- dinding sebagai tempat dilakukannya aktivitas sesuai dengan fungsi bangunan (Giatman, 2016: 39). Pada gedung bertingkat, lantai memisahkan ruangan- ruangan secara vertikal. Lantai dapat dikategorikan sebagai elemen struktural maupun elemen non-struktural dari suatu bangunan.

(14)

Fungsi lantai secara umum adalah menunjang aktivitas dalam ruang dan

membentuk karakter ruang

(http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/master/pluginfile.php/28603/mod_resource/co ntent/3/Materi%203.pdf, diakses tanggal 14 Juli 2020). Ketika orang berjalan di atas lantai, maka karakter yang muncul adalah tahan lama, tidak licin dan berwarna netral (tidak dominan). Lantai rumah digunakan untuk meletakkan barang-barang seperti kursi, meja, almari, dan sebagainya serta mendukung berbagai aktivitas seperti berjalan, anak-anak berlari, duduk di lantai, dan lain- lain. Dari sisi estetika, lantai berfungsi untuk memperindah ruang dan membentuk karakter ruang. Tema warna yang ditampilkan dapat mengambil konsep apa pun sesuai karakter yang dimunculkan. Beberapa tema yang dapat diterapkan seperti etnik tradisional, modern minimalis, retro, dan sebagainya.

Fungsi lantai sebagai struktur bawah untuk melimpahkan beban kepada balok, meningkatkan kekakuan bangunan, terutama pada bangunan berlantai banyak, isolasi terhadap pertukaran suhu dan pada basement lantai mencegah masuknya air tanah ke dalam bangunan (Giatman, 2016: 39). Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis lantai dengan beragam karakteristiknya yang sering digunakan

(http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/master/pluginfile.php/28603/mod_resource/co ntent/3/Materi%203.pdf, diakses tanggal 14 Juli 2020).

a. Lantai Plester

Jenis ini tergolong paling sederhana dan paling murah, karena diperlakukan seperti saat memplester dinding dan diaci hingga halus. Namun perbedaan dengan perlakuan pada dinding adalah dilakukan langkah penggosokan lantai hingga halus dan mengkilap. Warna yang ditimbulkan sama dengan warna semen-pasir dan cenderung lebih gelap. Pada beberapa penerapan yang dilakukan dengan merata (covering) pada luas ruang, memiliki kelemahan ketika terjadi retak tidak dapat diganti dengan material dan harus ditambal.

(15)

Gambar 2.11 Penggunaan Material Plaster pada Lantai Sumber: Google Images, 2020

b. Lantai Keramik

Jenis lantai ini sangat lazim digunakan. Keramik punya fleksibilitas pakai tinggi dan dapat diaplikasikan pada hampir seluruh bagian rumah.

Selain kuat, lantai rumah dari bahan keramik juga tidak membutuhkan pemolesan dan mudah dalam perawatannya. Kesan material keramik adalah hangat. Saat ini beragam tekstur keramik yang dijual di pasaran, yang secara visual mirip dengan jenis material lain. Misalnya keramik bertekstur marmer, granit, kayu, batu, bata dan sebagainya.

Gambar 2.12 Penggunaan Material Keramik pada Lantai Sumber: Google Images, 2020

c. Lantai Marmer

Marmer banyak disukai karena lebih memiliki karakter dan berkelas mewah. Tekstur dan pola yang tidak teratur serta persediaan alam yang terbatas menjadikan material ini mahal. Material marmer memiliki kesan dingin dan kuat. Kelemahan marmer adalah memiliki pori-pori relatif besar.

Marmer yang berpori-pori relatif besar membutuhkan perawatan ekstra. Hal

(16)

ini karena marmer mudah menyerap cairan dan layaknya karpet, meninggalkan noda jika tidak cepat dibersihkan.

Gambar 2.13 Penggunaan Material Marmer pada Lantai Sumber: Google Images, 2020

d. Lantai Granit

Granit memiliki pori-pori yang lebih rapat, sehingga memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk dimasuki air dan kotoran. Granit memiliki kesan dingin dan berkesan kokoh. Batuan granit diperoleh dari bukit atau gunung granit. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, saat ini juga telah disediakan granit buatan dengan motif yang lebih beraneka dan harga yang lebih murah.

Gambar 2.14 Penggunaan Material Granit pada Lantai Sumber: Google Images, 2020

e. Lantai Kayu

Yang paling umum adalah lantai parket (parquette), yang berasal dari kata parquetry. Material kayu memiliki kesan hangat dan alami. Selain berasal dari kayu solid, bahan parket saat ini juga berasal dari bahan non kayu seperti

(17)

bambu. Jenis lainnya yaitu laminate yang merupakan kayu olahan yang permukaannya adalah hasil printing.

Gambar 2.15 Penggunaan Material Kayu pada Lantai Sumber: Google Images, 2020

2.2.5 Pekerjaan Plafond

Pekerjaan plafond (ceiling) pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu exposed ceiling dan suspended ceiling (Siahaan, 2015: 354)

a. Exposed Ceiling

Dimana tidak menggunakan penutup plafond sehingga struktur lantai diatasnya atau struktur atap serta jaringan utilitas-nya dapat terlihat. Sebagai finishing, umumnya hanya dilakukan pengecatan atau tidak sama sekali melainkan hanya dilapisi oleh skin coat. Selain finishing tersebut adapula yang dilapisi oleh fabric berwarna hitam. Exposed ceiling, umumnya terdapat pada basement, void atrium, dan sebagainya.

b. Suspended Ceiling

Dimana Pada tipe ini pemasangan plafond dilakukan di bawah struktur lantai atau struktur atap dimana plafond digantung pada struktur tersebut.

Metode pemasangannya, secara umum terdiri dari dua tahapan metode pemasangan, yaitu pemasangan rangka dan penutup ceiling dengan berbagai material, seperti: gypsum, metal, glass, PVC, dan lain - lain. Pada bangunan gedung bertingkat, biasanya terdapat space pada ceiling untuk tempat jaringan utilitas, seperti: listrik, pipa spinkler, ducting, dan sebagainya.

(18)

Gambar 2.16 Material Plafond Gypsum Sumber: Google Images, 2020

Gambar 2.17 Material Plafond PVC Sumber: Google Images, 2020

2.2.6 Pekerjaan Lain-lain (Kolam Renang)

Kolam renang dapat diartikan sebagai tempat dimana orang bisa melakukan suatu kegiatan mandi atau membersihkan badan baik yang bertujuan untuk olahraga maupun hanya sekedar mencari kesenangan (Pratiwi, 2017: 8).

Menurut Elpizunianti (dalam Pratiwi, 2017: 8-9), macam-macam kolam renang dipandang dari segi lokasinya, dibedakan menjadi dua macam, yaitu indoor pool dan outdoor pool.

a. Indoor-pool

Yaitu kolam renang yang berlokasi di halaman perumahan atau pemukiman penduduk. Kolam renang seperti ini biasanya dimiliki dan diperuntukkan bagi perorangan atau kelompok yang digunakan untuk keluarga atau tamu-tamunya.

(19)

Gambar 2.18 Indoor-pool Sumber: Google Images, 2020

b. Outdoor-pool

Yaitu kolam renang yang berlokasi di luar halaman pemukiman penduduk. Kolam renang semacam ini biasanya diperuntukkan bagi umum.

Gambar 2.19 Outdoor-pool Sumber: Google Images, 2020

Menurut Elpizunianti dan Rozanto (dalam Pratiwi, 2017: 9-10), selain dari segi lokasi, kolam renang juga dibagi berdasarkan cara pengisian airnya, yaitu sebagai berikut.

a. Fill and Draw Pool

Yaitu pengisian air pada kolam renang yang apabila kondisi airnya kotor akan diganti secara keseluruhan. Penentuan kondisi air tersebut ditetapkan dengan melihat kondisi fisik air atau dari jumlah perenang yang menggunakan.

b. Flow Trough Pool

(20)

Yaitu sistem aliran dimana air didalam kolam akan terus menerus bergantian dengan yang baru. Tipe ini dianggap yang terbaik namun membutuhkan banyak air yang berasal dari satu mata air di alam.

c. Recirculation Pool

Merupakan tipe pengisian air kolam renang dimana airnya dialirkan secara sirkulasi dan menyaring air kotor dalam filter-filter

2.3 Pekerjaan Mekanikal Elektrikal Plumbing

Utilitas bangunan adalah suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang digunakan untuk menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, kemudahan komunikasi, dan mobilitas dalam bangunan (Suryokusumo, 2018). Jenis perancangan utilitas bangunan tinggi terbagi menjadi sistem air bersih dan air panas, air kotor dan air limbah, instalasi listrik dan penerangan, pengkondisian udara, transportasi, pengamanan bahaya kebakaran, telekomunikasi, dan penangkal petir (Aulia, 2014).

2.3.1 Sistem Air Bersih dan Air Panas a. Sumber air bersih

1. Air tanah

a) Air tanah dangkal (unconfined aquifer) b) Air tanah dalam (confined aquifer) 2. Air hujan

3. Air permukaan

Dapat berasal dari sungai, danau, waduk, telaga dan sebagainya.

b. Skema Jaringan Air Bersih

Gambar 2.20 Skema Umum Jaringan Air Bersih

Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

c. Sistem Distribusi Air Bersih 1. Up Feed System

(21)

Sistem ini memungkinkan distribusi secara langsung dari tangki bawah tanah (ground tank) menggunakan pompa yang langsung disambungkan ke pipa utama penyediaan air bersih pada bangunan.

Gambar 2.21 Skema Distribusi Up Feed System

Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

2. Down Feed System

Pada sistem ini, air bersih dari sumbernya ditampung terlebih dahulu di tangki bawah (ground tank), kemudian dipompa ke tangki atas (upper tank). Setelah itu air bersih didistribusikan ke seluruh bangunan menggunakan sistem gravitasi.

Gambar 2.22 Skema Distribusi Down Feed System

Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

d. Pipa Distribusi Air Bersih

Pipa distribusi harus terbuat dari bahan-bahan tahan karat dengan jenis sebagai berikut:

1. Logam (baja, besi atau tembaga yang digalvanis) 2. Plastik (PE, PVC)

(22)

Pipa-pipa yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Aulia, 2014: 8-9):

1. Tidak korosif pada permukaan aliran.

2. Tahan terhadap tekanan air sesuai dengan desain jaringan dan angka kenyamanan yang cukup.

3. Kecepatan aliran dalam pipa tidak melebihi kecepatan standar (berkaitan dnegan noise yang ditimbulkan) batas-batas kecepatan tertinggi (biasanya 2m/detik atau kurang). Sambungan memenuhi syarat dalam hal kekuatan sambungan, bahan, sistem sambungan, dan menahan tekanan.

4. Pipa memenuhi syarat-syarat terkait bahan dan aspek pencemaran, misalnya pipa tidak boleh bereaksi terhadap cairan yang mengalir di dalamnya.

5. Sistem yang dipilih pipa harus dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga udara maupun air kalau perlu dapat dibuang/dikeluarkan dengan mudah (mudah diperbaiki dan diganti).

6. Pipa mendatar pada sistem pengaliran ke atas sebaiknya dibuat agak miring ke atas (searah aliran) sedangkan pada sistem pengaliran ke bawah dibuat agak miring ke bawah. Kemiringan sekitar 1/300.

7. Pemipaan yang tidak merata, agak melengkung ke atas atau melengkung ke bawah harus dihindarkan (misalnya ada erombakan gedung) hendaknya dipasang katup pelepas udara.

8. Sambungan harus benar-benar tapat supaya air tidak dapat merembes keluar/bocor.

9. Pipa dan sambungannya harus mampu menahan kekuatan tekanan air sebesar 10 kg/cm2.

10. Bagian pipa melewati siar dilatasi bangunan harus diberi sambungan fleksibel untuk menetralisir perubahan kedudukan pipa apabila terjadi gempa.

e. Sistem air panas 1. Supply air bersih

(23)

Dalam perhitungannya, kapasitas air bersih yang perlu dicadangkan untuk keperluan air panas sebesar 1/3 dari total kebutuhan air bersih atau 1/3 dari debit kebutuhan total air bersih (Aulia, 2014: 9).

2. Heat Pump

Heat pump adalah alat yang digunakan untuk medistribusikan udara dengan suhu tertentu kesuatu tempat. Heat Pump dapat diatur menjadi dua mode, yaitu cooling mode dan heating mode dengan cara membalik arah sirkulasi refrigeran. Heat Pump dapat diaplikasikan pada sistem pendinginan udara dan sistem pemanasan air pada suatu gedung. Pada saat cooling mode, heat pump digunakan sebagai pendingin ruangan. Pada saat heating mode, heat pump berfungsi sebagai pemanas air.

3. Boiler (tangki pemanas)

Adalah unit pemanas air yang digunakan dalam bangunan berlantai banyak untuk keperluan supply air panas di bangunan tersebut.

4. Tangki air panas

Berfungsi sebagai penyimpan air panas dengan cadangan penyimpanan selama minimum 1 jam. Dilengkapi lapisan isolaso panas sehingga tidak terjadi reduksi panas pada saat distribusi dilaksanakan.

Tangki air panas tersebut harus mampu menahan panas air sekitar 180° F atau 82°C. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tangki boiler umumnya dilengkapi dengan katup pengaman.

5. Pompa

Dalam hot water system diperlukan pompa, karena pada umumnya letak boiler ada di bagian bawah bangunan (basement). Apabila letaknya di bagian bawah bangunan, maka jenis pompa yang diperlukan adalah pompa tekan.

2.3.2 Sistem Air Kotor dan Limbah

a. Klasifikasi Sistem Pembuangan Air Kotor dan Limbah (Aulia, 2014) 1. Berdasarkan Jenis Air Buangan

(24)

a) Pembuangan Air Kotor

Air buangan berasal dari kloset, urinal, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia (black water).

b) Pembuangan Air Bekas

Air buangan berasal dari bathtub, wastafel, sink dapur dan lainnya (grey water).

c) Pembuangan Air Hujan

Air hujan dipisah karena bila di campurkan sering terjadi penyumbatan pada saluran dan air hujan akan mengalir balik masuk ke alat plambing yang terendah.

d) Pembuangan Air Buangan Khusus

Air yang mengandung gas, racun, lemak, limbah pabrik, limbah rumah sakit, pemotongan hewan dan lainnya yang bersifat khusus.

2. Berdasarkan cara pengaliran a) Sistem Gravitasi

Air buangan mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah secara gravitasi menuju saluran umum.

b) Sistem Bertekanan

Menggunakan alat (pompa) karena saluran umum letaknya lebih tinggi dari letak alat plambing, sehingga air buangan di kumpulkan terlebih dahulu dalam suatu bak penampungan, kemudian di pompa keluar ke saluran umum.

3. Berdasarkan Metode Pembuangan a) Sistem Pembuangan Air Campuran

Air kotor dan air bekas dialirkan kedalam satu saluran / pipa menuju satu penampungan yang sama.

b) Sistem Pembuangan Air Terpisah

(25)

Air kotor dan air bekas masing-masing dialirkan secara terpisah atau menggunakan pipa yang berlainan.

Sebelum air buangan dari peralatan saniter maupun dari buangan dapur dibuang ke saluran umum atau kota maka harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu dengan Sewage Treatment Plant (STP), sehingga memenuhi ambang baku yang dipersyaratkan.

2.3.3 Sistem Instalasi Listrik dan Penerangan

Terdapat tiga jenis sumber listrik yang dapat digunakan untuk mensuplai kebutuhan listrik pada bangunan, yaitu PLN, genset (generator set), dan baterai (Aulia, 2014: 23-24).

a. PLN

Aliran listrik ini berasal dari jaringan kota yang dikelola oleh pemerintah sehingga daya yang dapat digunakan dibatasi. Keuntungan dari pemakaian sumber tenaga PLN antara lain:

1. Pengadaan awal lebih murah dibandingkan dengan sumber tenaga lainnya 2. Dalam operasional tidak membutuhkan perawatan yang berarti

3. Tidak menimbulkan dampak yang merugikan seperti pencemaran, getaran, kebisingan

4. Tidak membutuhkan ruangan khusus untuk pengontrolan.

Terdapat 2 (dua) sistem penyaluran aliran listrik dari PLN ke konsumen, yaitu:

1. Di atas Permukaan Tanah

Kabel-kabel penyalur aliran listrik dipasang di atas, pada tiang-tiang listrik.

2. Di Bawah Permukaan Tanah

Kabel-kabel penyalur aliran listrik ditempatkan dalam pipa-pipa yang ditanam di bawah permukaan tanah pada kedalaman sekitar 0,75 meter.

b. Generator set (Genset)

(26)

Generator merupkan alat yang merubah gerakan mekanis menjadi elektris melalui proses kemagnetan. Kekurangan dan kelebihan dari genset dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Genset

Kelebihan Kekurangan

1. Kapasitas KVA yang tidak terbatas.

2. Lamanya tenaga bekerja hanya dibatasi oleh ukuran tangki bahan bakar.

3. Biaya relatif murah bila diperhitungkan dalam jangka waktu yang lama.

1. Memerlukan pemeliharan yang konstan dan testing yang teratur.

2. Kesulitan penyimpanan bahan bakar.

3. Dampak sampingan berupa kebisingan getaran dan suara dari saluran pembuangan gas.

c. Baterai

Digunakan untuk mensuplai kebutuhan tenaga listrik dalam keadaan emergency yang terbatas, terutama untuk penerangan. Beberapa unit ditempatkan pada individual cabinet atau pada rak untuk instalasi yang lebih besar dan selalu dilengkapi dengan peralatan automatic charging.

Kekurangan dan kelebihan dari baterai dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Kekurangan dan Kelebihan Baterai

Kelebihan Kekurangan

a. Tidak membutuhkan ruangan sendiri dan terpisah.

b. Dapat dipasang pada sisitem sentral dengan didistribusikan melalui saluran dari baterai langsung melalui fasilitas yang ada.

a. Durasinya terbatas.

b. Manual.

2.2.4 Sistem Pengkondisian Udara

Air conditioner adalah perangkat teknik untuk mengkondisikan lingkungan terutama udara untuk berbagai keperluan (Aulia, 2014: 25). Prinsip AC yaitu memindahkan kalor dari satu tempat ke tempat yang lain. AC sebagai pendingin memindahkan kalor dari dalam ke luar ruangan, AC sebagai pemanas,

(27)

memindahkan kalor dari sistem pemanas ke dalam ruangan (di negara kutub).

Pada bangunan gedung, sistem pengkondisisan udara atau Tata Udara dibagi menjadi 2 yaitu sistem tata udara sentral dan non sentral (Aulia, 2014: 25).

a. Sistem Tata Udara Sentral

Merupakan sistem pendinginan langsung (media air), dan sistem pendinginan tidak langsung (media udara).

b. Sistem Tata Udara Non Sentral

Merupakan sistem pendinginan udara melalui penghawaan buatan seperti AC windows, dan AC split.

Di pasaran, terdapat banyak jenis dan macam-macam AC, diantaranya adalah sebagai berikut (Aulia, 2014: 25-31):

a. AC Split Wall

AC Split Wall adalah jenis AC yang paling umum digunakan di rumah, kantor maupun instansi di Indonesia, ini disebabkan beberapa faktor mulai dari gampangnya perawatan dan support. AC ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Indoor dan Outdoor. Indoor adalah bagian yang mengeluarkan hawa dingin dan Outdoor adalah bagian tempat dimana mesin berada. Outdoor ditempatkan diluar ruangan karena mengeluarkan hawa yang panas dan suaranya yang berisik.

Gambar 2.23 AC Split Wall

Sumber: http://www.mediaproyek.com/2014/01/jenis-dan-macam-macam-ac.html

Terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan pada AC Split Wall yang dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.5 Kekurangan dan Kelebihan AC Split Wall

(28)

Kelebihan Kekurangan 1. Bisa dipasang pada ruangan yang

tidak berhubungan dengan udara luar karena condenser yang terpasang pada outdoor bisa ditempatkan ditempat yang berhubungan dengan udara luar jauh dari ruangan yang didinginkan.

2. Suara didalam ruangan tidak berisik.

1. Pemasangan pertama maupun pembongkaran apabila akan dipindahkan membutuhkan tenaga yang terlatih.

2. Pemeliharaan/perawatan

membutuhkan peralatan khusus dan tenaga yang terlatih.

3. Harganya lebih mahal.

b. AC Window

AC Window adalah AC yang berbentuk kotak dan dalam pengoperasiannya tidak menggunakan remote. Karena tombol kontrol sudah terintegrasi dengan AC ini. AC ini hanya terdiri dari satu bagian yaitu unit itu sendiri dan tidak ada istilah outdoor dan indoor AC. AC ini sudah tidak diproduksi lagi karena dianggap sudah ketinggalan jaman dan karena tidak ada unit outdoor yang membuat AC ini tidak praktis. Kapasitas AC ini mulai dari 0.5 pk - 2.5 pk.

Gambar 2.24 AC Window

Sumber: http://www.mediaproyek.com/2014/01/jenis-dan-macam-macam-ac.html

c. AC Sentral

Pada AC jenis ini, udara dari ruangan atau bangunan didinginkan pada cooling plant di luar ruangan atau bangunan tersebut, kemudian udara yang

(29)

telah dingin dialirkan kembali ke dalam. AC jenis ini biasanya dipergunakan di hotel atau mall.

Gambar 2.25 AC Sentral

Sumber: http://www.mediaproyek.com/2014/01/jenis-dan-macam-macam-ac.html

d. AC Standing Floor

AC standing floor adalah AC dengan unit indoor yang bisa berdiri dan mudah dipindahkan. Karena kepraktisannya, AC ini sering digunakan dalam acara-acara seperti acara ulang tahun, perkawinan, hajatan dan acara lainnya.

AC ini bisa dioperasikan dengan remote control. AC ini mempunyai bagian indoor dan bagian outdoor. Kapasitas AC ini mulai dari 2pk - 5pk.

Gambar 2.26 AC Standing Floor Sumber: https://sentosateknik-ac.com/

e. AC Cassette

AC cassette, merupakan jenis AC dengan indoor yang menempel di plafon. Jenis AC cassette terdapat berbagai ukuran mulai dari 1,5pk sampai dengan 6pk. Cara pemasangan AC ini memerlukan keahlian khusus dan tenaga extra, tidak seperti memasang ac rumah atau ac split, yang bisa dipasang sendirian.

(30)

Gambar 2.27 AC Cassette

Sumber: http://www.mediaproyek.com/2014/01/jenis-dan-macam-macam-ac.html

f. AC Split Duct

AC split duct merupakan AC yang pendistribusian hawa dinginnya menggunakan sistem ducting. Ini artinya, AC split duct tidak memiliki pengatur suhu sendiri-sendiri melainkan dikontrol pada satu titik. Tipe AC ini biasanya digunakan di mall atau gedung-gedung yang memiliki ruangan luas.

AC split duct tidak pernah terlepas dari sistem ducting yang merupakan bagian penting dalam sistem AC sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke ruang yang akan dikondisikan. Perkembangan desain ducting untuk AC hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan.

Kelebihan AC Split Duct:

1. Suara didalam ruangan tidak berisik sama sekali.

2. Estetika ruangan terjaga, karena tidak ada unit indoor. Kekurangan:

3. Perencanaan, instalasi, operasi dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang betul-betul terlatih.

4. Apabila terjadi kerusakan pada waktu beroperasi, maka dampaknya dirasakan pada seluruh ruangan.

(31)

Gambar 2.28 AC Split Duct

Sumber: http://www.mediaproyek.com/2014/01/jenis-dan-macam-macam-ac.html

2.2.5 Sistem Transportasi

Alat transportasi bangunan merupakan alat yang menunjang dan memfasilitasi sirkulasi didalam suatu bangunan gedung, terutama gedung berlantai banyak (Sukamta, 2015). Selain itu alat transportasi merupakan sarana prasarana yang memperlancar pergerakan manusia didalam bangunan tersebut.

Transportasi pada bangunan dapat dibagi secara vertikal dan horizontal, serta manual dan mekanis (Sukamta, 2015).

a. Transportasi Secara Vertikal dan Horizontal 1. Transportasi Vertikal

Metoda transportasi vertikal digunakan untuk mengangkut suatu benda atau manusia dari bawah ke atas maupun sebaliknya. Ada berbagai macam tipe transportasi vertikal, di antaranya yaitu tangga, lift, travator, eskalator, dan dumbwaiter.

2. Transportasi Horizontal

Jalur angkut atau lalu-lalang antar ruang dalam satu lantai.

Persentase kemiringan pada jenis sirkulasi ini tidak lebih dari 10%. Alat transportasi yang bersifat horizontal ini adalah konveyor dan koridor.

(32)

Gambar 2.29 Skema Transportasi secara Vertikal dan Horizontal Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

b. Transportasi Secara Manual dan Mekanis 1. Transportasi Manual

Disebut juga dengan sistem transportasi tanpa mesin sehingga sistem transportasi yang dipakai berupa tangga dan ramp. Sistem ini pun tidak perlu mengeluarkan banyak biaya seperti pada sistem mekanis.

2. Transportasi Mekanis

Disebut juga dengan sistem transportasi alat atau mesin. Sistem ini mengeluarkan banyak biaya, diantaranya saat pemesanan, operasionalnya sehari-hari dan biaya untuk perawatannya. Sistem transportasi mekanis ini berupa eskalator, konveyor, lift dan escalator.

Gambar 2.30 Skema Transportasi secara Manual dan Mekanis Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

c. Bagian-bagian sistem transportasi (Sukamta, 2015)

(33)

1. Tangga

Tangga merupakan salah satu alat transportasi dalam bangunan yang menghubungkan antar lantai satu dengan lantai lain dengan sistem transportasi manual. Penggunaan tangga pada bangunan bertingkat lebih dari tiga lantai, biasanya digunakan sebagai tangga darurat.

Tangga pada umumnya memiliki syarat (Sukamta, 2015):

a) Kemiringan sudutnya tidak diperbolehkan lebih dari 38˚

b) Jika jumlah anak tangga lebih dari dua belas anak tangga, maka harus memakai bordes.

c) Lebar anak tangga untuk satu orang cukup 90 cm, sedangkan untuk dua orang 110-120cm.

d) Tinggi railing atau pengaman tangga sekitar 80-90 cm.

Perhitungan optrede dan antrede mempengaruhi kenyamanan bagi pengguna tangga agar tidak cepat lelah bagi yang naik dan tidak mudah tergelincir bagi yang turun. Hal ini juga berkaitan dengan estetika dari bangunan itu sendiri.

Gambar 2.31 Perhitungan Optrede Antrede Tangga

Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

2. Tangga darurat

Keriteria dan persyaratan sebuah tangga darurat diantaranya (Sukamta, 2015):

a) Kemiringan maksimum 40˚.

b) Letak antar tangga darurat dalam bangunan 30-40 m.

(34)

c) Dilengkapi penerangan yang cukup dengan listrik cadangan menggunakan baterai selama listrik bangunan dimatikan karena keadaan darurat.

d) Harus terlindung dengan material tahan api termasuk dinding (beton) dan pintu tahan api (metal).

e) Suplai udara segar diatur atau dialirkan menggunakan exhaust fan atau smoke vestibule pada puncak atau ujung tangga, sehingga pernapasan tidak terganggu.

f) Dilengkapi peralatan darurat.

g) Pintu pada lantai terbawah terbuka langsung ke arah luar gedung.

h) Pada tangga darurat, tiap lantai harus dihubungkan dengan pintu masuk ke dalam ruang tangga tersebut.

3. Ramp

Adapun keriteria dan persyaratan ramp pada sebuah bangunan adalah sebagai berikut (Sukamta, 2015).

a) Ramp rendah sampai dengan 5% kemiringan ramps jenis landai ini tidak perlu menggunakan anti selip untuk lapisan permukaan lantainya.

b) Ramps sedang atau medium dengan kemiringan sampai dengan 7%

dianjurkan menggunakan bahan penutup lantai anti selip.

c) Ramps curam atau steep dengan kemiringan sampai dengan 90%

yang dipersyaratkan harus menggunakan bahan anti selip pada permukaan lantai dibuat kasar. Untuk manusia, dilengkapi dengan railing terutama untuk handicapped atau disabled person.

4. Koridor

Koridor merupakan salah satu alat transportasi yang bersifat horizontal dan tidak menggunakan sistem mekanik (manual). Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam merancang sirkulasi horizontal terutama koridor yaitu sebagai berikut (Sukamta, 2015).

a) Urutan yang logis baik dalam ukuran ruang, bentuk, dan arah.

(35)

b) Pencapaian yang mudah dan langsung dengan jarak sependek mungkin.

c) Memberi gerak yang logis dan pengalaman yang indah bermakna.

d) Aman, persilangan arus sirkulasi sesedikit mungkin atau dihindari sama sekali.

e) Cukup terang.

Gambar 2.32 Koridor Bangunan

Sumber: https://pixabay.com/id/photos/koridor-bangunan-dinding-1767015/

5. Konveyor

Konveyor merupakan suatu alat transportasi angkut untuk orang atau barang secara horizontal. Dipasang dalam keadaan datar atau sudut kemiringan kurang dari 10˚. Alat ini digunakan dalam jarak tertentu (gunanya untuk menghemat tenaga). Alat ini dipasang di bandara, terminal, pabrik. Alat transportasi ini menggunakan sistem mekanik.

Gambar 2.33 Konveyor

Sumber: https://www.daifuku-logisticssolutions.com/id/product/transport/conveyor.html

6. Lift

(36)

Lift adalah alat transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift terhubung antar lantai dalam bangunan bertingkat secara menerus dengan menggunakan tenaga mesin (mekanik). Umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi, biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya mempunyai tangga atau eskalator.

Persyaratan umum lift sebagai berikut (Sukamta, 2015).

a) Jumlah kabel minimal 3 buah.

b) Balok pemikul dari baja atau beton bertulang.

c) Rel lift dari bahan baja.

d) Saat beroperasi, ruang lift harus tertutup rapat.

e) Jarak tepi cabin lift dengan tepi lantai maksimal 4 cm

f) Tiap lift harus memiliki motor penggerak dan panel kontrol sendiri.

g) Dasar lubang lift harus memiliki pondasi kedap air.

h) Pintu otomatis.

i) Panel kontrol yang jelas pada kabin.

j) Elevator barang tidak diperkenankan menjadi satu dengan tangga darurat.

k) Ruang mesin lift memiliki ketinggian minimal 2,1 m, terhindar dari petir, air, dan api.

Gambar 2.34 Lift pada Bangunan

Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/2386613/5-kecelakaan-lift-yang-mengenaskan

7. Eskalator

Eskalator atau tangga berjalan adalah alat transportasi antar lantai, sebagaimana tangga (manual) yang menghubungkan satu lantai

(37)

dengan satu lantai yang di atasnya maupun di bawahnya dengan menggunakan sistem tangga yang berjalan dengan bantuan tenaga mesin. Secara horizontal dibutuhkan ruang cukup luas untuk fasilitas ini, karenanya eskalator biasa digunakan pada bangunan yang bersifat publik seperti mall, bandar udara, dll. Berikut adalah perletakkan escalator pada bangunan (Sukamta, 2015).

a) Paralel

Diletakkan secara paralel. Perencanaannya lebih menekankan segi arsitektural dan memungkinkan sudut pandang yang luas.

b) Cross Over

Perletakan bersilangan secara menerus (naik saja atau turun saja). Kurang efisien dalam sistim sirkulasi tetapi bernilai estetis tinggi.

c) Double Cross Over

Perletakan bersilangan antara naik dan turun, sehingga dapat mengangkut pengguna dalam jumlah lebih banyak.

Gambar 2.35 Perletakkan Eskalator pada Bangunan

Sumber: Laporan Analisis Utilitas Bangunan Hotel Amaris Yogyakarta

2.2.6 Sistem Pengamanan Bahaya Kebakaran

Sistem pengamanan bahaya kebakaran atau fire protection adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberi peringatan untuk evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan dengan sistem pemadam kebakaran. Peralatan utama dari sistem ini adalah MCFA (main control fire alarm) (Tologo, 2011: 5).

MCFA berfungsi meneriman sinyal masuk dari detector (fixed heat detector dan

(38)

smoke detector). Dalam prakteknya, ada tiga sistem pendeteksian dari fire protection ini, yaitu non addressable system, semi addressable system, dan full addressable system (Tologo, 2011: 5-12).

a. Non Addressable System

Sistem ini disebut juga sistem konvensional. Pada sistem ini, MCFA menerima sinyal masukan langsung dari detector tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan komponen output (keluaran) untuk merespon input (masukan) tersebut. Sistem ini pada umumnya digunakan pada bangunan berskala kecil seperti perumahan, pertokoan, perkantoran, dan lain-lain.

b. Semi Addressable System

Pada sistem ini dilakukan pengelompokkan pada detector dan alat penerima masukan (input) berdasarkan area atau zona pengawasan (supervisory area). Masing-masing zona dikendalikan oleh zona kontroler yang mempunyai alamat (address) yang spesifik. Pada saat detector atau alat penerima masukan lainnya memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya berdasarkan zona kontroler yang mengumpulkannya.

Zona-zona yang dimaksud dapat dikelompokkan berdasarkan tiga hal berikut:

a. Satu lantai dalam bangunan atau gedung.

b. Beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah gedung.

c. Beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik sama di sebuah gedung.

Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjadi gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus diambil dapat dilokalisir hanya pada zona tersebut.

c. Full Addressable System

Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem semi addressable.

Pada sistem ini, semua detector mempunyai alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami kebakaran.

(39)

Terdapat beberapa peralatan utama sistem pengamanan bahaya kebakaran yang digunakan pada bangunan atau gedung, yaitu input (detector), TBFA dan MCFA, serta output (fire alarm) (Tologo, 2011).

a. Pendeteksi

Pendeteksi atau detector merupakan alat pendeteksi gejala kebakaran pada bangunan atau gedung. Berdasarkan cara kerjanya, detector dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Tologo, 2011: 12-22):

1. Photoelectric Smoke Detector

Detector tersebut merupakan alat pendeteksi asap yang menggunakan sensor cahaya. Photoelectric smoke detector diletakkan pada ruangan-ruangan di mana terdapat benda yang berpotensi menghasilkan asap saat terjadi kebakaran, seperti karpet, sofa, dan kasur.

Gambar 2.36 Photoelectric Smoke Detector

Sumber: https://www.saturn-sales.co.uk/Analogue-Photoelectric-Smoke-Detector-fire-alarm- systems-uk.html

2. Rate of Rise Heat Detector

Detector tersebut merupakan alat pendeteksi panas yang aktif pada suhu tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 55°C - 63°C. Koridor dan lobby lift biasanya cocok menggunakan detector jenis ini karena ruangan tersebut akan didominasi oleh api dan suhu panas saat terjadi kebakaran.

3. Fixed Temperature Heat Detector

Detector tersebut merupakan alat pendeteksi panas yang aktif pada suhu sangat tinggi yaitu 72°C. Jenis detector ini biasanya diletakkan di dapur untuk menghindari adanya alarm palsu, karena suhu di dapur relatif tinggi.

(40)

Gambar 2.37 Heat Detector Sumber:

https://www.electricalcounter.co.uk/products/Fire+&+Smoke+Alarms/ESP+Smoke+&+Heat+D etectors/Fireline+Fixed+Temperature+Heat+Detector+&+Diode+Base/746212107

b. MCFA dan TBFA

TBFA (terminal box fire alarm) merupakan alat yang diletakkan di tiap-tiap lantai pada bangunan, berfungsi menerima sinyal dari detector kemudian diteruskan ke MCFA. MCFA (main control fire alarm) merupakan alat yang berfungsi untuk menerima input sinyal dari TBFA.

Gambar 2.38 MCFA (main control fire alarm)

Sumber: https://tokopemadam.com/produk/fire-alarm-panel-control-mcfa-facp-10-zone/

2.2.7 Sistem Telekomunikasi

Sistem telekomunikasi yang akan dibahas di sini adalah sistem komunikasi antar ruang dalam bangunan, maupun komunikasi dari atau luar bangunan (Aulia, 2014: 40).

a. Komunikasi dari dan Keluar Bangunan

Untuk hal ini diperlukan jaringan komunikasi yang menghubungkan antara sebuah bangunan dengan kantor telepon pusat.

b. Komunikasi di dalam bangunan

(41)

Dibutuhkan untuk interaksi aktivitas di dalam bangunan, dan ini memerlukan jaringan yang berada pada jaringan khusus dalam bangunan.

Terdapat beberapa jenis sistem telekomunikasi yang biasa digunakan dalam bangunan, yaitu sebagai berikut (Aulia, 2014: 40).

a. Menurut Pemakaian

1. Umum, dengan menggunakan radio gelombang pendek atau air phone.

2. Pribadi, dengan telepon yang melalui operator 3. Rahasia, dengan telex yang tidak melalui operator b. Menurut Arahan

1. One way communication (komunikasi satu arah), seperti TV, radio, sound system, dan CCTV.

2. Two way communication (komunikasi dua arah), seperti telepon.

c. Menurut Media 1. Audio 2. Video 3. Teletext 4. Telegraph

d. Menurut Gelombang Pembawa

1. Tanpa kabel (wireless), seperti elektromagnet, cordless, dan radio telekomunikasi.

2. Dengan kabel (wired), seperti jaringan telepon kota, dan interkom.

2.2.8 Sistem Penangkal Petir

Penangkal petir merupakan rangkaian alat-alat yang difungsikan untuk menyalurkan sambaran petir yang akan mengenai bangunan langsung ke tanah.

Penangkal petir dianggap efektif karena mengurangi kerugian terkait kebakaran dan kerusakan struktural akibat sambaran petir. Jenis-jenis metode penangkal petir (Aulia, 2014: 34-35).

a. Penangkal Petir Konvensional (Faraday dan Franklin)

Kedua ilmuwan tersebut menjelaskan sistem yang hampir sama, yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding. Sedangkan sistem perlindungan yang di hasilkan

(42)

ujung penerima (splitzer) adalah pada rentang 30 - 40 derajat. Perbedaannya adalah sistem yang di kembangkan Faraday memungkinkan kabel penghantar berada pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan kabel penghantar juga berfungsi sebagai material penerima sambaran petir, yaitu berupa sangkar elektris atau biasa disebut dengan sangkar faraday.

b. Penangkal Petir Radio Aktif

Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir, dan semua ilmuwan sepakat bahwa terjadinya petir karena ada muatan listrik di awan berasal dari proses ionisasi, maka untuk menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan cara menggunakan zat beradiasi seperti Radiun 226 dan Ameresium 241 karena kedua bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang dapat menetralkan muatan listrik awan. Maka manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah muatan pada ujung penerima (splitzer), bila mana awan yang bermuatan besar tidak mampu dinetralkan oleh zat radiasi kemudian menyambar maka akan cenderung mengenai penangkal petir ini. Keberadaan penangkal petir jenis ini telah dilarang pemakaiannya, berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi zat beradiasi di masyarakat, selain itu penangkal petir ini dianggap dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

c. Penangkal Petir Elektrostatis

Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian sistem penangkal petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung penerima (splitzer) agar petir selalu melilih ujung ini untuk di sambar. Perbedaan dengan sistem radio aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif, muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat beradiasi.

Sedangkan pada penangkal petir elektrostatis, energi listrik dihasilkan dari listrik awan yang menginduksi permukaan bumi.

Terdapat beberapa bagian utama dari penangkal petir, yaitu batang penangkal petir, kabel konduktor, dan grounding system (Aulia, 2014: 35-36).

a. Batang Penangkal Petir

(43)

Batang penangkal petir idealnya terbuat dari logam konduktor, contohnya tembaga. Berupa batang dengan ujung lancip untuk memudahkan terjadinya aliran elektron dari petir untuk disalurkan pada kabel konduktor.

Gambar 2.39 Batang Penangkal Petir Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Penangkal_petir

b. Kabel Konduktor

Kabel Konduktor terbuat dari kawat tembaga yang dipilin. Standar diameter kawat tembaga yang digunakan adalah 1cm-2cm. Kabel konduktor memiliki fungsi untuk mengalirkan aliran listrik dari batang penangkal petir menuju ke tanah. Kabel konduktor dipasang pada dinding bagian luar bangunan.

Gambar 2.40 Kabel Konduktor Penangkal Petir Sumber: https://pakarpetir.co.id/kabel-penangkal-petir/

c. Grounding System

Grounding system berfungsi mengalirkan muatan listrik dari kabel konduktor ke batang pentanahan (ground rod) yang tertanam di tanah. Batang pentanahan terbuat dari bahan tembaga berlapis baja, dengan diameter 1,5 cm dan panjang sekitar 1,8 – 3 m.

(44)

Gambar 2.41 Batang Tembaga (Grounding Rod) untuk Grounding System Sumber: https://www.indo-makmur.com/round-copper

Penangkal petir bekerja pada saat terjadinya beda potensial antara awan petir dan tanah yang akan merangsang adanya loncatan elektron dari petir ke tanah. Loncatan elektron yang terlihat melalui kilat akan tertangkap oleh batang penangkal. Dari batang penangkal petir akan diteruskan melalui kabel konduktor menuju grounding sistem ke batang pentanahan yang akan diteruskan menuju tanah di bumi.

Gambar 2.42 Prinsip Kerja Penangkal Petir

Sumber: https://www.penangkalpetir.com/prinsip-kerja-penangkal-petir/

Suatu instalasi penangkal petir yang telah terpasang harus dapat melindungi semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta peralatan yang ada didalamnya terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.

Jenis Bangunan yang perlu diberi penangkal petir dikelompokan menjadi (Aulia, 2014: 36):

(45)

a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong pabrik.

b. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik amunisi, gudang bahan kimia.

c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara dan sebagainya.

d. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya museum, gedung arsip negara.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Hotel
Tabel 2.2 Klasifikasi Hotel Berdasarkan Kelas
Gambar 2.1 Material Fasad Concrete dan Logam  Sumber: Google Images, 2020
Gambar 2.4 Detail Kusen Tunggal dan Kusen dengan Jendela Atas  Sumber: Google Images, 2020
+7

Referensi

Dokumen terkait

Because of this, the author does A study Related to The Effect of Project Based Learning Models STEM Integrated Against Science Process Skills Student with a formula problem as follows:

and Katz A., 1989 และ Shute et al., 1989 ซึ่งเป็นระบบ ไอทีเอส สำหรับวิชาเศรษฐศาสตร์ มีความสามารถเรียนรู้ในวิชานี้ได้ทัดเทียมกับการลง ทะเบียนเรียนวิชาดังกล่าวในชั้นเรียน โดยใช้เวลาเพียง