• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

Istilah “ergonomi“ berasal dari bahasa latin yaitu kerja (ergon) dan hukum alam (nomos) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga “human factors”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli profesional pada bidangnya misalnya: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi dan teknik industri. Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintahan, militer, dosen dan mahasiswa (Setyawan dkk, 2012).

Ergonomi mempunyai tiga tujuan yaitu memberikan kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang optimal dan efisiensi dan efektivitas kerja.

Untuk mencapai tujuan ergonomi, maka perlu keserasian antara pekerja dan pekerjaannya, sehingga manusia sebagai pekerja dapat bekerja sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasannya. Secara umum kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia ditentukan oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin, ras, antropometri, status kesehatan, gizi, kesegaran jasmani, pendidikan, ketrampilan, budaya, tingkah laku, kebiasaan dan kemampuan beradaptasi untuk mencapai tujuan produksi yang diinginkan, yaitu berupa optimasi, efisiensi (produktivitas), efektivitas kerja serta keselamatan dan

(2)

kesehatan dalam bekerja harus ada keserasian antara manusia (pekerja) dengan lingkungan kerjanya (Purnomo dan Agustin, 2013).

2.2 Pembelajaran Daring

Perkembangan teknologi juga telah mengubah sistem pembelajaran menjadi sistem pembelajaran jarak jauh atau biasa disebut pembelajaran daring atau elearning. Sistem pembelajaran tersebut memanfaatkan internet untuk melakukan pembelajaran secara online melalui platform. Platform yang disediakan untuk mengirim tugas, menilai peserta didik, melihat jadwal pelajaran, bahkan perpustakaan online. Sejak makin tingginya kasus pandemi COVID-19 di wilayah Indonesia, banyak dosen melakukan perubahan metode dalam proses pengajarannya dari pengajaran tatap muka di kelas dengan mahasiswa menjadi perkuliahan online sehingga dosen dan mahasiswa dapat berada pada lokasi yang berbeda. Proses belajar mengajar secara sinkron dapat dilakukan dengan konferensi video melalui penggunaan aplikasi google meet atau zoom maupun webex yang memungkinkan dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi serta berjumpa pada waktu real time. Selanjutnya, untuk pembelajaran secara sinkron dapat dilaksanakan dengan penggunaan aplikasi seperti whatsApp, google classroom, dan email. Dosen dapat memberikan soal dan materi melalui aplikasi yang ada, dan kemudian mahasiswa dapat mengerjakan tugas dari dosen ataupun memberikan tanggapan menggunakan whatsApp. Terdapat berbagai platform teknologi informasi yang berpeluang untuk dimanfaatkan dalam mendukung kegiatan pembelajaran daring dan sekaligus berpeluang pula memaksa para pengajar melek teknologi informasi (Astuti, dkk 2022).

2.3 Beban Kerja

Beban kerja merupakan tugas–tugas yang diberikan karyawan untuk diselesaikan pada waktu tertentu dengan menggunakan keterampilan dan potensi dari tenaga kerja yang dapat dibedakan lebih lanjut kedalam 2 kategori sebagai beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja muncul karena adanya interaksi antara operator dan tugas yang diberikan oleh operator.

Berdasarkan kenyataan bahwa faktor fisik dan faktor psikologis manusia saling berpengaruh, maka pengukuran beban kerja sangat diperlukan oleh suatu

(3)

perusahaan untuk mengakomodasi faktor fisik dengan faktor psikologis manusia dalam bekerja, agar tidak terjadi hal-hal yang parah dan penurunan motivasi kerja.

Terutama di perusahaan jasa, pengukuran kerja sangat diperlukan guna meningkatkan mutu pelayanan (Yusnil dkk, 2018).

2.3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Faktor – faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah sebagai berikut (Yusnil dkk, 2018):

a) Faktor Eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut sebagai stresor. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah:

a. Tugas-tugas (tasks). Tugas ada yang bersifat fisik seperti, tata ruang kerja, stasiun kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja dan alat bantu kerja. Tugas juga ada yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

b. Organisasi kerja. Organisasi kerja yang mempengaruhi beban kerja misalnya, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, sistem pengupahan, kerja malam, musik kerja, tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja adalah yang termasuk dalam beban tambahan akibat lingkungan kerja. Misalnya saja lingkungan kerja fisik (penerangan, kebisingan, getaran mekanis), lingkungan kerja kimiawi (debu, gas pencemar udara), lingkungan kerja biologis (bakteri, virus dan parasit) dan lingkungan kerja psikologis (penempatan tenaga kerja).

b) Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut dikenal dengan strain. Secara ringkas faktor internal meliputi:

a. Faktor somatis, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi.

(4)

b. Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasaan, dan lain-lain.

2.4 Beban Kerja Mental

Beban kerja mental yaitu beban suatu pekerjaan yang cenderung lebih membutuhkan tuntutan mental atau psikologis dibandingkan dengan fisik. Aspek psikologis dalam suatu pekerjaan berubah setiap saat. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan aspek psikologis dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal) atau dari luar diri sendiri seperti pekerjaan dan lingkungan (eksternal).

Menurut Mangkunegara (2008) Beban kerja mental yang berlebihan akan menyebabkan adanya stres kerja. Stres kerja adalah suatu ketegangan atau tekanan yang di alami ketika tuntutan yang dihadapkan melebihi kekuatan yang ada pada diri kita (Miftah, 2020).

Menurut Grandjean beban mental dalam pekerjaan menyangkut beberapa hal, yaitu (Salmi, 2020):

Keharusan untuk menjaga tingkat kewaspadaan yang tinggi selama periode tertentu.

a. Kebutuhan untuk mengambil keputusan.

b. Kejadian menurunnya konsentrasi akibat kemonotonan.

c. Kurangnya kontak dengan manusia lain.

2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental

Ada berbagai aspek yang dipahami orang jika ditanya mengenai beban kerja mental antara lain: jumlah pekerjaan yang membebani, adanya tekanan waktu, tingkat effort, keberhasilan memenuhi tuntutan, konsekuensi psikis dan fisiologis dari tugas. Selain itu beban kerja mental sering dikaitkan dengan kesulitan tugas. Jadi penilaian beban kerja yang dibuat seseorang dapat saja mencerminkan penilaiannya terhadap kesulitan tugas, sementara orang lain mungkin merefleksikannya sebagai tingkat effort yang harus dikeluarkan. Beban kerja mental juga berkaitan dengan kondisi underload dan overload. Underload akan terjadi bila secara kuantitatif tuntutan mental pada tugas jarang terjadi dan secara kualitatif tuntutan tugas yang ada hanya sederhana. Kondisi overload akan terjadi bila secara kualitatif tidak ada tekanan waktu namun tuntutan mentalnya

(5)

kompleks, dan secara kuantitatif jika tugas berada dalam tekanan waktu dan tuntutan mental yang frekuensinya relatif sering (Wulanyani, 2013).

2.4.2 Pengukuran Beban Kerja Mental

Metode NASA-TLX (The National Aeronautical and Space Administration Task Load Index) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai aktifitas dalam pekerjaanya. (Salmi, 2020).

The National Aeronautical and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX) adalah sebuah subjective multidimensi beban kerja dengan teknik peringkat yang berdasarkan dari skor beban kerja secara keseluruhan berdasarkan ratarata yang dihitung dari skala enam faktor, yaitu Mental demand, Physical demand, Temporal (time) demand, Performance, Effort dan Frustration (Yusnil, 2018).

Langkah-langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA-TLX adalah sebagai berikut (Handayani dan Putri, 2017):

a. Penjelasan indikator beban mental yang akan diukur terdapat 6 indikator yang diukur dalam metode NASA-TLX yaitu 6 yaitu Mental demand (MD), Physical demand (PD), Temporal demand (TD), Own Performance (PO), Effort (E), Frustation level (FR):

Tabel 2. Penjelasan Indikator Beban Mental

Skala Rating Keterangan

Mental Demand (MD)

Rendah, tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perceptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat.

Physical Demand (PD) Rendah, tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misal.

mendorong, menarik, mengontrol putaran, dan lain - lain).

(Handayani dan Putri, 2017)

(6)

Tabel 2. Penjelasan Indikator Beban Mental (Lanjutan)

Skala Rating Keterangan

Temporal Demand (TD)

Rendah, tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan.

Performance (OP) Tidak tepat, sempurna

Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya.

Frustration Level (FR) Rendah, tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan.

Effort (EF) Rendah, tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

(Handayani dan Putri, 2017)

b. Pembobotan

Pada tahap pembobotan responden / pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15. Jumlah tally untuk masing-masing dimensi inilah yang akan menjadi bobot dimensi.

c. Pemberian Rating

Pada tahap peringkat (rating) pada masing-masing deskriptor diberikan skala 1-100, kemudian karyawan akan memberikan skala sesuai dengan beban kerja yang telah dialami dalam pekerjaannya.

d. Interpretasi Skor

Skor akhir beban mental NASA-TLX diperoleh dengan mengalikan bobot dengan rating setiap dimensi, kemudian dijumlahkan dan dibagi 15 (Handayani dan Putri, 2017).

WWL =MD + PD + TD + OP + FR + EF (1) Skor = (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔)

15

(2)

(7)

Keterangan:

WWL = Jumlah Produk MD = Mental Demand PD = Physical Demand TD = Temporal Demand OP = Own Performance EF = Effort

FR = Frustation

Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) dalam Handayani dan Putri (2017) dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh dapat diintepretasikan sebagai berikut:

a. Nilai Skor >80 menyatakan beban pekerjaan berat b. Nilai Skor 50-70 menyatakan beban pekerjaan sedang c. Nilai Skor <50 menyatakan beban kerja ringan

2.5 Stres Kerja

Stres akibat kerja adalah respons terhadap emosional dan fisik yang dapat mengganggu atau merugikan yang terjadi pada saat tuntutan tugas tidak sesuai dengan kapasitas, sumber daya, atau keinginan pekerja. Adapun menurut European Commission, stres akibat kerja adalah suatu bentuk emosi, kognitif, perilaku, dan reaksi fisiologis berhadap aspekaspek pekerjaan, organisasi kerja, dan lingkungan kerja yang bersifat merugikan (Zetli, 2019).

Menurut Tarwaka (2015), stres merupakan tekanan psikologis yang bisa menyebabkan berbagai bentuk penyakit, bisa penyakit secara fisik ataupun mental (kejiwaan), seterusnya secara konsep stres dapat diartikan menurut variabel kajian yaitu :

a. Stres sebagai stimulus, artinya ketika ada berbagai rangsangan- rangsangan yang menggangu atau membahayakan.

b. Stres sebagai respons, artinya respons saat tubuh bereaksi terhadap sumber-sumber stres.

c. Stres sebagai interaksi antara manusia itu sendiri dengan lingkungannya.

(8)

2.5.1 Faktor Penyebab Stres Kerja

Sebuah keadaan yang dapat menimbulkan stres pada seseorang namun belum tentu dirasakan sama oleh orang lain dengan keadaan sama. Perbedaan reaksi yang diterima antar individu tersebut banyak disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang dapat mengubah dampak stresor bagi individu. Faktor- faktor tersebut antara lain (Tarwaka, 2015):

a. Kondisi individu, antara lain: umur, gender, temperamental, genetik, inteligensi, pendidikan, budaya, dan lain-lain.

b. Ciri kepribadian, antara lain: introvert atau ekstrovert, tingkat emosi, pasrah, percaya diri, dan lain-lain.

c. Sosial-kognitif, antara lain: dukungan social dan hubungan sosial terhadap lingkungan sekitarnya.

d. Strategi atau cara untuk menghadapi setiap stres yang muncul.

2.5.2 Pengukuran Tingkat Stres

Setiap individu memiliki tingkatan stres yang berbeda beda tergantung dari stresor yang dihadapi. Pengukuran skala pun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkatan stres yang dihadapi seseorang. Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian. Instrumen berperan dalam memperoleh data yang digunakan dari sebuah penelitian, menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dengan angket atau kuesioner untuk alat ukur tingkat stres.

pengukuran tingkat stres pun dapat menggunakan beberapa metode, salah satunya menggunakan kuesioner yang diadopsi dari International Stres Management Association (ISMA), Kuesioner ini dibuat oleh asosiasi manajemen stres internasional yang terdiri dari beberapa. Pada setiap pertanyaan responden hanya cukup menjawab dengan centang pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan data atau yang dialami responden. Penilaian kuesioner stres ini melihat dari tingkatan stres responden yang terbagi atas 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat (Dewi dkk, 2019).

2.6 Kecukupan Data

Uji kecukupan data bertujuan untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran dengan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian tertentu jumlahnya

(9)

telah memenuhi atau tidak. Perhitungan Slovin dapat digunakan untuk menghitung ukuran sampel dari suatu populasi dengan tingkat akurasi yang diinginkan oleh peneliti. Sehubungan dengan tingkat akurasi, dalam penelitiannya Kothari (dalam Kalimba 2016) menyarankan untuk menggunakan tingkat kepercayaan 90% atau 95%. Perhitungan Slovin yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2011):

n = N

1+N(e)2 (3)

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi

e = Presentase ketidaktelitian (Presisi) kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat di tolerir.

Dalam aplikasi perhitungan slovin, diperlukan proses penentuan error tolerance yang dikehendaki. Berikut ini adalah beberapa klasifikasi dari nilai error tolerance :

a. 99% ≈ 001, tingkat kesalahan kecil dengan tingat kepercayaan yang sangat tinggi

b. 95% ≈ 0.05, tingkat kesalahan sedang dan tingkat kepercayaan sedang

c. 90% ≈ 0.1, tingkat kessalahan sedang, tingkat kesalahan yang diketahui melebihi nilai 10% atau kurang dari 90% tidak dapat dilanjutkan ke proses pengolahan data selanjutnya.

2.7 Hubungan Beban Kerja Mental Dengan Stres Kerja

Setiap tenaga kerja pernah mengalami beban kerja mental. Beban kerja mental sering membuat tarikan napas menjadi pendek sehingga asupan oksigen ke otak berkurang, darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbon dioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena kava menuju ke arteri kanan dan dipompa melalui katup pulmer ke dalam arteri pulmonalis menuju paru-paru darah yang mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru menyerap oksigen dan melepas karbon dioksida yang akan dihembuskan ke udara kembali. Kekurangan asupan oksigen

(10)

tersebut menyebabkan tubuh akan merespons denyut jantung dan sistem saraf pusat, sehingga timbul gejala stres (Prabawati, 2012).

Bila beban kerja mental lebih besar daripada kemampuan tubuh, maka akan terjadi rasa tidak nyaman (paling awal), kelelahan (overstres), kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan produktivitas menurun (paling akhir). Sebaliknya, jika beban kerja lebih kecil daripada kemampuan tubuh, maka akan terjadi (understres), kejenuhan, kebosanan, kelesuan, kurang produktif, dan sakit (Prabawati, 2012).

2.8 Uji Korelasi Pearson Product Moment

Korelasi Pearson Product Moment atau korelasi PPM merupakan analisis yang populer diantara 9 teknik analisis korelasi. Korelasi ini dikemukakan oleh Karl Pearson sekitar tahun 1900. Menurut Sugiyono (2013) Korelasi Pearson digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel (bivariate) yang berbentuk interval atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama (Dewi dan Sany, 2020).

Tujuan pada korelasi ini untuk mencari korelasi koefiesien yang disimbolkan dengan r, kegunaannya adalah untuk mengetahui derajat hubungan dan menyatakan besar sumbangan (kontribusi) dua variabel antara variabel bebas (independent) yang disimbolkan 𝑥 dengan variabel terikat (dependent) yang disimbolkan dengan 𝑦 (Dewi dan Sany, 2020).

Berikut merupakan interpretasi terhadap koefisien korelasi pearson product moment (r) (Dewi dan Sany, 2020).

a. 0.00 – 0.199 : Sangat rendah kekuatan dan arah koefisien korelasi b. 0.20 – 0.399 : Rendah

c. 0.20 – 0.599 : Sedang d. 0.60 – 0.799 : Kuat e. 0.80 – 1000 : Sangat Kuat

Adapun berikut rumus perhitungan manual uji korelasi pearson product moment adalah sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦= 𝑵𝜮𝒙𝒚−(∑𝒙)(∑𝒚)

√(𝑵𝜮𝒙𝟐−(∑𝒙)𝟐(𝑵𝜮𝒚𝟐−(𝜮𝒚)𝟐

(4)

(11)

Keterangan: 𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y 𝛴𝑥y = Jumlah perkalian antara variabel x dan Y

∑𝑥2 =Jumlah dari kuadrat nilai X ∑𝑦2 =Jumlah dari kuadrat nilai Y

(∑𝑥)2 =Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan (∑𝑦)2 =Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan 2.9 Plot Data

Scatter Diagram, Pada dasarnya diagram sebar atau scatter diagram merupakan grafik yang menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar (scatter diagram) merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis.

Diagram pencar menunjukan hubungan antar dua pengukuran. Jika dua hal saling, titik data akan membentuk kelompok yang sangat dekat dan jika menghasilkan pola yang acak, kedua hal tidak berkaitan (Safrizal dan Zulaika, 2021).

2.10 Uji Regresi Linear Sederhana

Istilah regresi pertama kali dalam konsep statistik digunakan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1886 di mana yang bersangkutan melakukan kajian yang menunjukkan bahwa tinggi badan anak-anak yang dilahirkan dari para orang tua yang tinggi cenderung bergerak (regress) ke arah ketinggian rata-rata populasi secara keseluruhan. Galton memperkenalkan kata regresi (regression) sebagai nama proses umum untuk memprediksi satu variabel, yaitu tinggi badan anak dengan menggunakan variabel lain, yaitu tinggi badan orang tua.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa regresi linear sederhana (RLS) merupakan alat statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Variabel bebas dapat pula disebut dengan istilah prediktor atau variabel independen (x) dan variabel terikat sering disebut dengan istilah kriterium atau variabel dependen (y) (Kristiani, 2019).

(12)

Adapun rumus regresi linear sederhana adalah sebagai berikut (Kristiani, 2019):

𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥. (5)

Keterangan : 𝑦 = nilai variabel terikat

a = intersep, angka ini menyatakan nilai y saat nilai 𝑥 = 0

b = koefisien slope, angka ini menyatakan perubahan nilai y saat kenaikan satu satuan nilai 𝑥

𝑥 = nilai variabel bebas

Referensi

Dokumen terkait

Beban kerja mental ini perlu untuk diperhatikan karena berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan, dimana dalam penelitian ini hasil pekerjaan yang dimaksud

Implikasi Penelitian: Walaupun tidak di dapatkan hubungan yang signifikan antara variabel Low back pain, beban kerja dan stress kerja mental, akan tetapi ketiga