• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II DASAR TEORI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian dan Sifat Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air sehingga membentuk satuan massa. Beton rumitah material Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan dari produk (Paul, 2007).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu bahan-bahan campuran beton, cara-cara persiapan, perawatan dan keadaan pada saat dilakukan percobaan. Setiap bahan campuran beton tersebut mempunyai variasi sifat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang tidak dapat dihindarkan, namun dengan mengetahui sifat-sifat bahan baku, maka dapat diketahui kebut masa.

Sesuai dengan tingkat mutu beton yang hendak dicapai, maka perbandingan campuran beton harus ditentukan agar beton yang dihasilkan dapat memberikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kemudahan dalam pengerjaan (workability).

Yang dimaksud dengan workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Sifat mampu dikerjakan / workability dari beton sangat tergantung pada sifat bahan, perbandingan campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas. Dengan kata lain, sifat dapat/mudah dikerjakan suatu adukan beton dipengaruhi oleh :

a. Konsistensi normal semen

b. Mobilitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau perlawanan terhadap gerak)

(2)

c. Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan

d. Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan penyusunnya tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan pengerjaan- pengerjaan yang perlu dilakukan.

Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan.

Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu secara bersama-sama mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton segar. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah dikerjakan pada beton antara lain :

a. Banyaknya air yang dipakai dalam campuran beton b. Penambahan semen ke dalam adukan beton

c. Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus

d. Pemakaian butir-butir agregat yang bulat akan mempermudah cara pengerjaan beton

e. Cara pemadatan beton dan/atau jenis alat yang digunakan

2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (tahan lama dan kedap air).

a. Sifat Tahan Lama (durability)

Sifat tahan lama pada beton, merupakan sifat dimana beton tahan terhadap pengaruh luar selama dalam pemakaian. Sifat tahan lama pada beton dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

1. Tahan terhadap pengaruh cuaca; pengaruh cuaca yang dimaksud adalah pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering silih berganti.

2. Tahan terhadap pengaruh zat kimia; daya perusak kimiawi oleh bahan-bahan seperti air laut; rawa-rawa dan air limbah, zat-zat kimia hasil industri dan air limbahnya, buangan air kotor kota

3. Yang berisi kotoran manusia, gula dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.

4. Tahan terhadap erosi; beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan oleh adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas di atasnya, gerakan ombak laut, atau oleh partikel-partikel yang terbawa oleh angin dan atau air.

(3)

b. Sifat Kedap Air

Sifat kedap air pada beton terutama didapat jika didalam beton itu tidak terdapat pipa kapiler yang menerus, karena mealui pipa kapiler inilah air akan menembus beton. Jika saluran-saluran kapiler tersebut tidak ditutup kembali, sifat beton tersebut tidak kedap air. Rongga kapiler ini dapat menyempit jika hidrasi semen sempurna, karena volume yang terjadi ± 2,1 kali sebesar volume semen kering semura.Memenuhi kekuatan yang akan di capai.

Secara umum hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor air semen (fas) dan kepadatan. Beton dengan fas kecil sampai dengan jumlah air yang cukup untuk hidrasi semen secara sempurna, dan dapat dipadatkan secara sempurna pula, akan memiliki kekuatan yang optimal. Untuk mencapai kepadatan dan hidrasi sempurna ini, ada beberapa hal yang mempengaruhi, antara lain sebagai berikut (Wuryati Samekto, 2001):

c. Keadaan selama terjadinya pengerasan.

Selama semen mengeras, harus selalu cukup air supaya campuran beton tidak mengering sebelum proses pengerasan selesai.

d. Karena pengerasan semen makan waktu, maka perlu waktu yang cukup.

Biasanya waktu 4 minggu yang dipakai sebagai pedoman umum bagi waktu pengerasan semen/beton.

2.2 Beton Ringan

Beton normal merupakan bahan yang cukup berat, dengan berat sentiri mencapai 2400 kg/m3. Untuk mengurangi beban mati pada suatu struktur beton maka telah banyak dipakai jenis beton ringan. Menurut Standar Nasional Indonesia 03-2847 tahun 2002, beton dapat digolongkan sebagai beton ringan jika beratnya kurang dari 2400 kg/m3. Dalam membuat beton ringan tentunya dibutuhkan material yang memiliki berat jenis yang ringan pula. Pada umumnya berat jenis yang lebih ringan dapat dicapai jika berat beton diperkecil yang berpengaruh pada menurunnya kekuatan beton tersebut. Pembuatan beton ringan pada prinsipnya adalah membuat rongga di dalam beton. Semakin banyak rongga udara dalam beton semakin ringan beton yang dihasilkan. Ada 3 macam cara membuat rongga udara

(4)

dalam beton, yaitu

a. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, batu alwa, atau abu terbang (fly ash) yang dijadikan batu. Adapun spesifikasi agregat ringan yang digunakan dalam pembuatan beton dengan pertimbangan utama adalah ringannya bobot dan tinggi kekuatan yang meliputi: persyaratan komposisi kimia, dan sifat fisik agregat sesuai standar SNI 03-2461-2002.

b. Menghilangkan agregat halus (agregat halus disaring, contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan).

c. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi. Bahan campuran antara lain pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta sebagai bahan pengembang secara kimiawi.

Secara umum kandungan udara mempengaruhi kekuatan beton. Kekuatan beton berkurang 5.5% dari kuat tekan setiap pemasukan udara 1% dari volume campuran. Beton dengan bahan pengisi udara mempunyai kekuatan 10% lebih kecil daripada beton tanpa pemasukan udara pada kadar semen dan workabilitas yang sama (Murdock & Book, 1999). Pada beton dengan kekuatan menengah dan tinggi, tiap 1% peningkatan kandungan udara akan mengurangi kekuatan tekan beton sektar 5% tanpa perubahan air semen (Mehta, 1986). Pada penelitian ini material tambahan yang digunakan adalah limbah plastik.

Limbah plastik pada penelitian ini berfungsi sebagai pembentuk rongga pada beton sehingga peneliti tidak terfokus pada durabilitas limbah plastik. Namun secara umum beton ringan memiliki standar yang berhubungan dengan durabilitas yakni “Freezing and Thawing Test for Concrete, Method A” berdasarkan JIS A1148. Hal ini berhubungan dengan faktor lingkungan (cuaca) khususnya di daerah dingin. Pengujian dilakukan dengan melakukan perendaman dalam air. Pada kasus ini, beton dengan agregat ringan yang dibasahi terlebih dahulu, hingga memiliki kandungan air sebesar 25-30%. Namun hasil pengujian ini tidak bisa menunjukkan secara akurat tentang ketahanan beton ringan sebab dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi diantaranya, durasi siklus “freezing and thawing” pada cuaca, temperatur minimum, dan perubahan temperatur secara drastis.

(5)

2.3 Material Penyusun Beton Ringan

Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 4%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Pencampuran bahan – bahan tersebut menghasilkan suatu adukan yang mudah dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan, karena adanya hidrasi semen oleh air maka adukan tersebut akan mengeras dan mempunyai kekuatan untuk memikul beban.

Penggunaan material lain yang memiliki berat jenis ringan dalam campuran beton akan mengurangi berat beton secara keseluruhan. Adapun material penyusun beton ringan yang digunakan pada penelitian ini yakni Semen PCC, agregat kasar dan halus, air, serta limbah plastik dengan perbandingan variasi yang berbeda-beda terhadap volume beton keseluruhan.

2.3.1 Semen Portland Komposit

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesi (adhesive) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat.

Semen portland komposit merupakan bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6-35% dari massa semen portland komposit. Semen portland komposit dikategorikan sebagai semen ramah lingkungan dan digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

Tabel 2.1 Spesifikasi Semen Portland Komposit

Jenis Pengujian Unit

SNI 15 – 7064 -

2004

Semen Tonasa (PCC)

Pengujian Kimia - - -

SO3 - Max 4.0 2.16

(6)

Jenis Pengujian Unit

SNI 15 – 7064 -

2004

Semen Tonasa (PCC)

MgO - Max 6.0 0.97

Hilang Pijar - Max 5.0 1.98

Pengujian Fisika - - -

Kehalusan - -

- Dengan Alat Belaine m2/k

g Min 280 365

- Sisa di atas ayakan 0.045

mm % - 9.0

Waktu Pengikatan (Alat Vicast) - - -

- Setting awal Meni

t Min. 45 120

- Setting akhir Meni

t Max. 375 300

Kekekalan dengan Autoclave - - -

- Pemuaian % Max. 0.8 -

- Penyusutan % Max. 0.2 0.02

Kuat Tekan - - -

- 3 hari Kg/c

m2 Min 125 185

- 7 hari Kg/c

m2 Min 200 263

- 28 hari Kg/c

m2 Min 250 410

Panas Hidrasi - Max 12 2.75

- 7 hari Cal/

gr - 65.00

- 28 hari Cal/

gr - 72.21

(7)

Jenis Pengujian Unit

SNI 15 – 7064 -

2004

Semen Tonasa (PCC)

Kandungan Udara Mortar % Max 12 5.25

Keunggulan dari PCC (Portland Composite Cement) yaitu lebih mudah dikerja, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak permukaan acian dan beton lebih halus, lebih kedap air, mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibanding OPC (Ordinary Portland Cement). Hasil pengujian kimia dan pengujian fisika dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.3.2 Agregat

Mengingat bahwa agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable), dan ekonomis.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat yang baik dalam pembuatan beton harus memenuhi persyaratan, yaitu (PBI, 1971).

a. Harus bersifat kekal, berbutir tajam dan kuat.

b. Tidak mengandung lumpur lebih dari 5 % untuk agregat halus dan 1 % untuk agregat kasar.

c. Tidak mengandung bahan-bahan organic dan zat-zat yang reaktif alkali, d. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.

1. Agregat halus

Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan standar Amerika. Agregat halus dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu:

(8)

A. Pasir Galian

Pasir galian dapat diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali dari dalam tanah. Pada umumnya pasir jenis ini tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam yang membahayakan.

B. Pasir Sungai

Pasir sungai diperoleh langsung dari dasar sungai. Pasir sungai pada umumnya berbutir halus dan berbentuk bulat, karena akibat prosesgesekan yang terjadi sehingga daya lekat antar butir menjadi agak kurang baik.

C. Pasir Laut

Pasir laut adalah pasir yang dipeoleh dari pantai. Bentuk butiran halus dan bulat, karena proses gesekan. Pasir jenis ini banyak mengandung garam, oleh karena itu kurang baik untuk bahan bangunan. Garam yang ada dalam pasir ini menyerap kandungan air dalam udara, sehingga mengakibatkan pasir selalu agak basah, dan juga menyebabkan pengembangan setelah bangunan selesai dibangun.

Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan No. 100 atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. (Edward G. Nawy, 1998). Agregat halus merupakan pasir alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5.0 mm. (SK SNI 03-2847- 2002).

A. Agregat Kasar

Agregat kasar diperoleh dari alam dan juga dari proses memecah batu alam.

Agregat alami dapat diklasifikasikan ke dalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi, yaitu agregat beku, agregat sediment dan agregat metamorf, yang kemudian dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Agregat pecahan diperoleh dengan memecah batu menjadi berukuran butiran sesuai yang diinginkan dengan cara meledakan, memecah, menyaring dan seterusnya. Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in (6 mm).

(9)

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil pelapukan dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu. Ukuran butir dari agregat kasar antara 5 mm – 40 mm (SNI 03-2834-2000). Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat kasar menurut Spesifikasi Bahan Bangunan (SK SNI S-04-1989-F) adalah sebagai berikut.

1. Butir keras dan tidak berpori.

2. Jumlah butir pipih dan panjang dapat dipakai jika kurang dari 20% berat keseluruhan.

3. Bersifat kekal.

4. Tidak mengandung zat-zat alkali.

5. Kandungan lumpur ≤ 1%.

6. Ukuran butir beraneka ragam.

2.3.3 Air

Air adalah bahan yang digunakan dalam campuran adukan beton, karena peranan yang cukup penting dalam pembuatan beton atau paving berpengaruh terhadap sifat sifat beton serta berpengaruh terhadap workability dan penyusutan.

Selain itu penggunaan air juga bertujuan untuk proses hidrasi yaitu reaksi antara semen dan air yang menghasilkan campuran keras setelah beberapa waktu tertentu.

Air juga berfungsi untuk proses perawatan (curing) beton guna untuk menjamin proses pengerasan yang sempurna. Syarat yang dapat digunakan untuk campuran beton berdasarkan SNI 03-2847-2002 yakni:

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan – bahan lain yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2. Air pencampuran yang digunakan pada beton pra-tegang atau pada beton yang dalamnya tertanam logam alumunium, termaksud air bebas yang terkandung dalam agregat tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut (a) pemilihan proposi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dan sumber yang sama (b) hasil

(10)

pengujian pada umur 7 hari dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang – kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur. Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini :

a. Ukuran agregat maksimum : diameter membesar, maka kebutuhan air menurun.

b. Bentuk butir : bentuk bulat, maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu banyak air).

c. Gradasi agregat : gradasi baik, maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama.

d. Kotoran dalam agregat : makin banyak silt, tanah liat dan lumpur, maka kebutuhan air meningkat.

e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar) : agregat halus lebih sedikit, maka kebutuhan air menurun. (Paul Nugraha, 2007).

2.4 Limbah Plastik

Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik.

Plastik terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan kualitas plastik. Ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik dapat dibentuk menjadi film atau fiber sintetik.

Plastik didesain dengan variasi yang sangat banyak dalam properti yang dapat menoleransi panas, keras, ketahanan, dan lain-lain. Digabungkan dengan kemampuan adaptasinya, komposisi yang umum dan beratnya yang ringan, dipastikan plastik digunakan hampir di seluruh bidang industri. Pellet atau bijih plastik yang siap diproses lebih lanjut (injection molding, ekstrusi, dll) Plastik dapat juga merujuk ke setiap barang yang memiliki karakter yang deformasi atau gagal karena shear stress, lihat keplastikan (fisika) dan ductile. Adapun beberapa label untuk jenis plastik sebagai berikut :

(11)

1. PET (Polyethylene terephthalate)

Plastik jenis ini biasanya digunakan sebagai bahan botol plastik untuk air minum kemasan dan biasanya tidak berwarna atau transparan.

Penggunaannya hanya cocok untuk sekali pakai dan sangat tidak dianjurkan untuk diisi air hangat apalagi air panas

2. HDPE (High Density Polyethylene)

Dari segi tampilan, botol plastik yang juga biasa digunakan untuk minuman ini biasanya berwarna putih susu. Sama seperti jenis plastik PETE atau PET, plastik HDPE juga hanya dianjurkan untuk penggunaan sekali pakai lalu buang.

3. PVC (Polyvinyl Chloride)

Plastik jenis ini menjadi yang paling sulit didaur ulang dibandingkan bahan lainnya. Bentuknya bisa fleksibel ataupun kaku biasa di mainan anak.

4. LDPE (Low Density Polyethylene)

Plastik LDPE secara umum memiliki standar food grade yang artinya baik untuk berbagai makanan dan minuman. Bahannya pun mudah didaur ulang dan sangat cocok untuk wadah kemasan yang kuat namun tetap fleksibel.

5. PP (Polypropylene)

Dilihat dari kualitasnya, plastik jenis PP ini adalah yang terbaik untuk makanan dan juga minuman. Mirip seperti plastik PETE atau PET, plastik PP pun memiliki bentuk yang transparan. Dengan daya tahan yang baik terhadap panas, polypropylene terbukti tidak menghasilkan zat kimia berbahaya sebanyak jenis lainnya.

6. PS (Polystyrene)

Styrofoam dan juga wadah makanan sekali pakai lainnya umumnya dibuat dari bahan PS atau polystyrene ini.

Tetapi pada penelitian ini difokuskan pada plastik berjenis PET karena selain lebih umum digunakan, untuk melelehkannya juga lebih mudah. Sesuai dengan workability pada beton.

(12)

2.4.1 Pemanfaatan Limbah Plastik di Bidang Konstruksi

Sistem pengelolaan sampah dengan memilah antara sampah organik dan anorganik, hasil pemilahan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara ekonomi dapat memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan beberapa mahasiswa Teknik Sipil, yang memanfaatkan beberapa sampah anorganik menjadi suatu bahan bangunan yang memiliki kekuatan yang tidak kalah dengan bahan bangunan yang bukan berbahan dari sampah anorganik. Antara lain :

a. Bata Foam

Pengertian Batafoam adalah suatu bahan bangunan dalam Bentuk Bata yang terbuat dari Semen Putih, Styrofoam, Pasir dan Air, dibuat dengan menggunakan teknologi beton, dan mempunyai berat satuan sangat ringan 13 kg sakktyarno (2004). Bahan Dasar Batafoam tersusun dari campuran air, semen putih, pasir dan Styrofoam. Bahan Styrofoam atau gabus putih yangbiasa digunakan untuk membungkus barang elektronik. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 100°C (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis 1050 kg/m3, kuat tarik 40 MN/m2, lentur modulus 3 GN/m2, geser modulus 0.99 GN/m2, angka poisson 0.33 (Crawford, 1998). Penggunaan Styrofoam dalam beton maupun bata akan membuat bobotnya menjadi ringan, dapat juga bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas beton maupun batako serbuk kayu. Pengertian serbuk gergaji kayu adalah potongan atau pecahan kayu berukuran kecil dari hasil cacahan atau hancuran kayu dengan menggunakan pencacah, penyerut, kilah penghancur dan lain-lain. Bahan dasar Serbuk kayu sebagai agregat kasar, menurut Joesoef (1979) dari yang dieksploitasi itu kira-kira hanya 50 % yang dapat dimanfaatkan dan diangkut ke tempat penggergajian, sedang yang 50 % berupa batang-batang bengkok atau bagian-bagian pecah yang pada umumnya ditinggalkan dihutan. Demikian pada berupa sisi (afval) yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. Menurut Anwar (1986) rendemen penggergajian umumnya masih rendah yaitu 40 - 50 %, sedang pada industri plywood sudah

(13)

mencapai 50 - 60 % dengan demikian sekitar 50 - 60 % pada industri penggergajian dan 40 - 50 % pada industri plywood tentunya berupa limbah.

Jenis limbah tersebut adalah serbuk gergajian, limbah vinir, potongan vinir, potongan ujung kayu dan lain-lain.

b. Papercrete (beton dari kertas bekas)

Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Untuk dapat diklasifikasikan sebagai kertas yang sebenarnya maka lembaran-lembaran tipis tersebut harus dibuat dari serat (fiber) yang masing-masing seratnya merupakan unit yang terpisah. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan mengandung selulosa dan hemiselulosa.

Campuran antara semen, pasir dan kertas daur ulang kertas dapat digunakan untuk membuat beton, dan dapat digunakan sebagai material untuk pembangunan gedung. Penelitian mengenai papercrete yang pernah dilakukan antara lain oleh Solberg (2002), melakukan penelitian terhadap papercrete dalam bentuk batu bata.

2.5 Mix Design

Proses memilih bahan-bahan pembetonan yang tepat dan memutuskan jumlah/kuantitas ketergantungan dari bahan-bahan tersebut dengan mempertimbangkan syarat mutu beton, kekuatan (strength), ketahanan (durability) dan kemudahan pengerjaan (workability) serta nilai ekonomisnya. Untuk mix design pada penelitian kali ini melakukan pendekatan pada SNI 03-3449-2002

“TATA CARA RENCANA PEMBUATAN CAMPURAN BETON RINGAN DENGAN AGREGAT RINGAN”. Lalu, dilakukan melalui metode SNI 03-2834- 2000 (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal).

2.6 Pengecoran Beton

Pengecoran dan pemadatan beton harus mengikuti ketentuan berikut. Beton yang akan dicorkan harus pada posisi sedekat mungkin dengan acuan untuk mencegah terjadinya segregasi yang disebabkan pemuatan kembali atau dapat mengisi dengan mudah ke seluruh acuan, tingkat kecepatan pengecoran beton harus diatur agar beton selalu dalam keadaan plastis, beton yang telah mengeras sebagian

(14)

atau yang seluruhnya tidak boleh dipergunakan untuk pengecoran, beton yang telah terkotori oleh bahan lain tidak boleh dituangkan ke dalam, pengecoran beton harus dilaksanakan secara terus menerus tanpa berhenti hingga selesainya pengecoran suatu panel atau penampang yang dibentuk oleh batas-batas elemennya atau batas penghentian pengecoran yang ditentukan untuk siar pelaksanaan, beton yang dicorkan harus dipadatkan secara sempurna dengan alat yang tepat agar dapat mengisi sepenuhnya.

2.7 Curing

Curing merupakan proses untuk menjaga tingkat kelembaban dan sektor structure ideal untuk mencegah hidrasi yang berlebihan serta menjaga agar hidrasi terjadi secara berkelanjutan (ASTM C39). Beberapa metode curing yang digunakan pada sektor konstruksi, yaitu (Khoirunnisah, 2015)

1. Curing air

Curing air adalah yang paling banyak digunakan. Curing ini sangat cocok untuk metode konstruksi rumah dan tidak memerlukan keahlian khusus.

2. Curing uap air

Curing uap air dapat menurunkan waktu curing dibandingkan dengan curing air biasa lebih kurang sekitar 50-60%, dan membuat semen mencapai kekuatan lebih cepat dari biasanya.

3. Curing uap panas

Curing uap panas biasanya hanya digunakan pada pabrik yang canggih.

4. Tempat teduh

Mustaqim dkk. (2016) melakukan curing paving block dengan menempatkannya di tempat yang teduh agar menjaga hidrasi agar stabil.

2.8 Berat Beton Ringan

Selain mengenal beton secara umum, ada pula istilah “beton ringan”. Jenis beton ini memiliki pengertian sebagai beton yang berat jenisnya lebih kecil daripada beton pada umumnya. Beton ringan juga memiliki kandungan rongga yang cukup besar jumlahnya. Berat jenisnya tak lebih dari 2400 kg/m3. Aplikasi dari beton ini

(15)

ialah untuk blok atau bata, panel beton ringan, pagar beton, ornamen bangunan.

Adapun jenis-jenisnya sebagai berikut : 1. Beton non pasir

Beton ini disebut juga dengan non-fines concrete, merupakan beton yang dibuat dari semen, air, serta kerikil tanpa material pasir. Ketiadaan pasir ini membuat beton berongga karena antara butir kerikil tidak berisi pasir seperti pada beton normal. Hal inilah yang membuat jenis beton ini memiliki berat jenis yang lebih ringan. Penggunaannya banyak diaplikasikan untuk pagar beton, batako, Rabat beton. Salah satu ciri khas lainnya ialah penggunaan sedikit semen sehingga permukaannya cenderung kasar. Berat jenisnya sendiri berkisar antara 2063,04 kg/m3 hingga 2387,34 kg/m3.

2. Beton dengan agregat ringan

Beton ringan dapat dibuat dengan agregat kasar ringan dengan berat isi kering gembur. Berat jenisnya ialah 2300 kg/m3 (sesuai standar SNI 03-3449- 2002). Jenis agregat kasar ringan ini cukup unik yakni bisa dibuat dengan 2 cara, yakni agregat buatan dari tanah liat yang sudah dicampur dengan berbagai material tambahan, ada juga agregat alami seperti batu apung skoria.

3. Beton kertas

Seperti namanya, beton ini dibuat dari kertas daur ulang dengan tambahan material semen, pasir, dan air. Sebelum dicampur dengan semua bahan, material kertas ini dibentuk menjadi bubur terlebih dahulu dan dijadikan sebagai pengganti agregat kasar.

2.9 Kuat Tekan Beton

Sifat-sifat utama beton yang berhubungan dengan kepentingan praktisnya adalah mengenai kekuatan, karakteristik, tegangan-regangan, penyusutan dan deformasi, respon terhadap suhu, daya serap air, dan ketahanannya. Diantara sifat- sifat beton yang paling mendapat perhatian adalah kekuatan beton, karena hal tersebut yang merupakan gambaran umum mengenai kualitas beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton dari material penyusunnya ditentukan oleh faktor air semen, porositas dan faktor-faktor intrinsik lainnya seperti kekuatan agregat, kekuatan pasta semen, kekuatan ikatan/lekatan antara semen dengan

(16)

agregat.

Kuat Tekan merupakan suatu parameter yang menunjukkan besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur oleh gaya tekan tertentu. Dapat ditulis dengan persamaan (SNI 1974-2011):

𝑓𝑐 =𝑃 𝐴 Dimana :

f’c = Kuat Tekan Beton (N/mm2) P = Beban Maksimum (N)

A = Luas Penampang yang Menerima Beban (mm2)

Kuat tekan menjadi parameter untuk menentukan mutu dan kualitas beton yang ditentukan oleh agregat, perbandingan semen, dan perbandingan jumlah air.

Pembuatan beton akan berhasil jika dalam pencapaian kuat tekan beton telah sesuai dengan yang telah direncanakan dalam mix design. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu:

1. FAS atau faktor air semen, hubungan fas dengan kuat tekan beton adalah semakin rendah nilai fas maka semakin tinggi nilai kuat tekan beton. Tetapi pada kenyataannya pada suatu nilai fas tertentu semakin rendah nilai fas maka kuat tekan beton akan rendah. Hal ini terjadi karena jika fas rendah menyebabkan adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai optimal yang menghasilkan kuat tekan beton yang maksimal.

2. Umur beton, kekuatan beton akan bertambah sesuai dengan umur beton tersebut. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton dipengaruhi oleh fas dan suhu perawatan. Semakin tinggi fas, maka semakin lambatkenaikan kekuatan betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan maka semakin cepat kenaikan kekuatan betonnya.

3. Jenis Semen, kualitas pada jenis-jenis semen memiliki laju kenaikan kekuatan yang berbeda.

4. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40% dapat terjadi bila terjadi pengeringan terjadi sebelum waktunya. Perawatan adalah

(17)

hal yang sangat penting pada pekerjaan dilapangan dan pada pembuatan benda uji.

5. Sifat agregat, dalam hal ini kekerasan permukaan, gradasi, dan ukuran maksimum agregat berpengaruh terhadap kekuatan beton.

2.10 Incinerator

Insinerasi atau pembakaran sampah (incineration) dengan teknologi lebih adalah teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan organik.

Insinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas.

Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer.

Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

Insinerasi dengan energy recovery adalah salah satu teknologi sampah-ke- energi (waste-to-energy, WtE). Insinerasi juga bisa dilakukan tanpa energi recovery. Insinerator yang dibangun beberapa puluh tahun lalu tidak memiliki fasilitas pemisahan material berbahaya dan fasilitas daur ulang. Insinerator ini dapat menyebabkan bahaya kesehatan terhadap pekerja insinerator dan lingkungan sekitar karena tingginya gas berbahaya dari proses pembakaran. Kebanyakan insinerator jenis ini juga tidak menghasilkan energi listrik.

Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi dan derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang signifikan.

Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di mana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi.

Insinerasi sangat populer di beberapa negara seperti Jepang di mana lahan merupakan sumber daya yang sangat langka. Denmark dan Swedia telah menjadi pionir dalam menggunakan panas dari insinerasi untuk menghasilkan energi. DI tahun 2005, insinerasi sampah menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang dikonsumsi negara itu. Beberapa negara lain di Eropa yang mengandalkan

(18)

insinerasi sebagai pengolahan sampah adalah Luksemburg, Belanda, Jerman, dan Prancis.

2.11 Penelitian Terdahulu

Telah dilakukan penelitian tentang material pengganti agregat kasar untuk pembuatan beton ringan seperti styrofoam, jerami, tissue, dll. Berikut merupakan hasil dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Hasil

1 Suamita, I Wayan (2010)

Judul : Karakteristik Beton Ringan Dengan Menggunakan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Pengganti Agregat Kasar

Metode : Menggunakan tempurung kelapa dengan fraksi volume 35%

Hasil : Kuat tekan rata-rata di angka 14.045 MPa 2 Anugerah,

Buyung (2010)

Judul

:

Beton Ringan dari Campuran Styrofoam dan Serbuk Gergaji dengan Semen Portland 250, 300 dan 350 kg/m3

Metode : variasi perbandingan volume styrofoam dan serbuk gergaji adalah sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80%

dan 100%

Hasil : Berat tertinggi beton ringan ini pada umur 28 hari kondisi tidak direndam adalah 875 kg/m3 (0% styrofoam 100% serbuk gergaji), sedangkan yang terendah adalah 322 kg/m3 (100% styrofoam 0% serbuk gergaji)

3 Rommel, Erwin (2013)

Judul : Pembuatan Beton Ringan Dari Agregat Buatan Berbahan Plastik

(19)

No Peneliti Hasil

Metode : Menggunakan bahan plastik jenis HDPE dengan perlakuan panas hingga 1100 derajat degan cara dipanggang.

Hasil : Kuat tekan maksimum sebesar 13.16 MPa 4 Supratnikno,

Ratnanik (2018)

Judul : Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Pengganti Agregat Kasar pada Campuran Beton

Metode : dengan penggantian agregat olahan limbah plastik 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap batu pecah.

Hasil : nilai Kuat Tekan Beton maksimal adalah sebesar 12,24 MPa

5 Usman, dkk (2012)

Judul : Pembuatan Beton dengan Campuran Limbah Plastik dan Karakterisasinya

Metode : dengan penggantian agregat olahan limbah plastik 0%, 2%, 4%, 6% dan 8% terhadap massa semen Hasil : Kuat tekan maksimum 21.8 MPa

6 Rahmatullah, Dany (2017)

Judul : Karakteristik Beton Ringan Struktural Dengan Biji Plastik dan Batu Skoria

Metode : Menggunakan bahan plastik jenis LDPE dan Batu Skoria dengan variasi masing-masing 0%-100%, 10%-90%, 20%-80%, 30%-70%

Hasil : Kuat tekan maksimum berada di angka 21.65 Mpa 7 Bagus, dkk Judul : Perilaku Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton

(20)

No Peneliti Hasil (2013) Campuran Limbah Plastik HDPE

Metode : Penambahan serat Poyethylene ke dalam campuran beton dengan variasi 10%, 15%, 20%

Hasil : Kuat tekan maksimum adalah 15.67 MPa pada variasi 10%

8 Isnawati (2015)

Judul : Pengaruh Penambahan Agregat Limbah Plastik Terhadap Kuat Tekan Beton

Metode : Massa limbah plastik yaitu 10×10-3 kg, 20×10- 3 kg, 30×10-3 kg, 40×10-3 kg dan 50×10-3 kg

Hasil : Kuat tekan maksimum ada pada 10×10-3 kg sebesar 18.9 MPa

9 Setiawati, dkk (2016)

Judul : Limbah Plastik sebagai Bahan Campuran Pembuat Beton Polimer

Metode : Limbah dari bak plastik hitam dengan perbandingan massa 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil : dan 0,5 faktor air semen Hasil : Kuat tekan tertinggi sebesar (21,8 ± 0,2) x 106 N/m2 10 Ratnaningsih,

Anik (2014)

Judul : Pengaruh Penambahan Sekam Padi Pada Beton Ringan Non Struktural Terhadap Nilai Penyerapan dan Kuat Tekan Beton campuran Fly Ash, Kulit Kopi, Semen Metode : Proporsi campuran menggunakan prosentase perbandingan volume terhadap volume semen yaitu 1 semen: 2 flyash: 2 kulit kopi

Hasil : Didapatkan nilai kuat tekan sebesar 5 Mpa, penyerapan 0.82 %

(21)

Beton Ringan Agregat Plastik

1 2 3 4 7

5

10 6 8 9

Letak Penelitian

Gambar 2.1 Diagram Penelitian Terdahulu

Telah banyak dilakukan penelitian terdahulu mengenai Beton Ringan dan bahan pengganti agregat yaitu plastik. Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Pada penelitian no.3, peneliti menggunakan sampah plastik jenis HDPE, sedangkan pada penelitian kali ini menggunakan sampah jenis PET.

2. Pada penelitian no.5, peneliti menggunakan variasi yang presentasenya kecil 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%, sedangkan pada penelitian kali ini menggunakan variasi hingga 100% untuk mengetahui lebih sifat mekanik beton dengan variasi yang lebih luas.

3. Pada penelitian no.6, peneliti menggunakan bahan plastik jenis LDPE dan Batu Skoria, sedangkan pada penelitian kali ini menggunakan sampah jenis PET.

Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena pada penelitian kali ini menggunakan jenis sampah sekali pakai yaitu plastik jenis PET.

Serta penelitian kali ini menggunakan ini menggunakan metode pelelehan sampah menggunakan incinerator yang diharapkan dengan metode ini dapat mengatasi

(22)

masalah sampah dengan tidak menambah masalah lainnya yaitu polusi udara akibat pembakaran sampah dengan cara konvensional.

Referensi

Dokumen terkait

The degradation rate of hemicellulose and cellulose of torrefied EFB increased when the torrefaction temperature increased from 225°C to 300°C, leading to lower char yield and overall

The desire of some authors to write novels in English was, therefore, born of a genuine creative impulse characteristic of the times and not out of a desire to imitate the western