10
KONSEP KONTEKSTUAL
2.1 Kajian Terdahulu
Kajian Terdahulu merupakan acuan peneliti dalam melakukan penelitian dapat menjadi pendukung dalam mengkaji penelitian yang dilakukan,dari penelitian terdahulu peneliti tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama, namun peneliti mengangkat dari kontek penelitian yang sama dengan penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa jurnal-jurnal penelitian yang di lakukan sebagai bahan pertimbangan.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Adi Bagus Nugroho, Puji Lestari, Ida Wiendijarti pada tahun 2012, dengan judul “Pola Komunikasi Antarbudaya Batak dan Jawa di Yogyakarta”. Penelitian ini difokuskan pada Tujuan penelitian ini adalah; (1) untuk mengetahui pola komunikasi antarbudaya mahasiswa suku Batak di UPN “Veteran” Yogyakarta dengan masyarakat asli Yogyakarta; (2) untuk mengidentifikasi masalah-masalah komunikasi antarbudaya mahasiswa suku Batak di UPN “Veteran” Yogyakarta dengan masyarakat asli Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teori etnosentrisme dan konsep-konsep komunikasi antarbudaya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yang berusaha menggambarkan suatu gejala sosial.
Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan pola budaya yang berbeda antara mahasiswa suku Batak di UPN “Veteran” Yogyakarta dan masyarakat asli Yogyakarta.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rooskartiko Bagas Rahoetomo, Slamet Haryono pada tahun 2017 dengan judul “Interaksi Sosial Dalam Permainan Musik Pada Grup Orkes Keroncong Gema Wredatama Di Kota Magelang”. Tujuan penelitian ini untuk memajukan musik keroncong yang ada di kota magelang, dimulai dengan hal-hal kecil seperti mengarahkan dan menjalin komunikasi antara pemain keroncong dan penyanyi ketika latihan melalui kode-kode baik berupa kontak mata, atau ayunan tangan yang bertujuan untuk menciptakan kekompakan menyesuaikan uatu lagu.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tina Kartika, jurnal volume 10 no. 2 tahun 2016 dari jurnal binus university, dengan judul Verbal Communication Cultur and Local Wisdom : The Velue Civilization of indonesia Nation”. Penelitian ini difokuskan kepada komunikasi verbal, studi tentang kearifan bahasa indonesia, dan kearifan lokal dalam peradaban. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui observasi partisipan, observasi tanpa partisipan, wawancara mendalam, dan domunentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa jika kearifan lokal benar-benar ada dalam kehidupan segari-hari, bangsa Indonesia telah mengukir keindahan berperilaku dalam peradaban itu sendiri. Kearifan lokal bangsa ini memulai nilai, aturan dalam keluarga, dan kemudian berkembang di masyarakat. Nilai positis kearifan lokal
adalah pengidentifikasi masyarakat beradab dan kebutuhan untuk melestarikan Indonesia.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rita Milyartini, FPBS Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul “Saung Angklung Udjo Sebuah Model Transformasi Nilai Budaya Melalui Pembinaan Seni Untuk Membangun Ketahanan Budaya”. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menghasilkan model transformasi budaya melalui budidaya seni. Saung Angklung Udjo dipilih karna ketahanan budaya ada di sini. Data diambil oleh wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Temuan penelitia menujukan bahwa ada pergeseran dalam perspektif Udjo tentang cinta. ini membentuk bagaimana seni dipelajari memberi dampak anak –anak udjo dan anak – anak lain.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Tomi Syafrudin, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Yogyakarta, tahun 2018 dengan judul “Pelestarian Seni Musik Angklung Sebagai Ciri Khas Budaya Di Kota Bandung”.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memahami upaya pelestarian angklung yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo. Penelitian ini merupakan perpaduan dari penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di objek wisata, melakukan wawancara, penyebaran angket, dan pemeriksaan dokumen. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, bentuk pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Saung Angklung Udjo adalah turut serta dalam pembuatan alat musik Angklung. Kemudian bentuk pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian izin kegiatan bambu petang yaitu pementasan Seni Musik Angklung di balai pertunjukan yang dilaksanakan setiap pukul 15-30 – 17.00.
Peneliti melakukan penelitian pada tahun 2019 dengan judul “ Pola Komunikasi Ketua Sanggar Simpay Dengan Anggota Dalam Melestarikan Seni Tradisional Sunda Di Yogyakarta”. Penelitian ini menganalisis bagaimana Pola Komunikasi yang terjadi pada Sanggar Simpay antara ketua dengan anggota dalam melestarikan Seni Tradisional Sunda.
Dari kelima penelitian diatas didapatkan persamaan dan perbedaan, sehingga peneliti mendapatkan reverensi dari penelitian terdahulu yang dapat membantu penelitian dalam melakukan penelitian.
Lestari, Ida Wiendijarti
Rahoetomo, Slamet Haryono Judul Pola Komunikasi
Antarbudaya atak dan Jawa di Yogyakarta
Interaksi Sosial Dalam Permainan Musik Pada Grup Orkes Keroncong Wredatama Di Kota Magelang
Verbal
Communication Cultur and Local Wisdom : The Velue Civization of indonesia Nation
Saung Angklung Udjo sebuah model transformasi nilai budaya melalui pembinaan seni untuk membentuk ketahanan budaya
Pelestarian seni musuk angklung sebagai ciri khas budaya di kota Bandung
Pola
Komunikasi Ketua Sanggar dengan Anggota dalam melestarikan seni
tradisional sunda Institusi/Tahun Universitas
Pembangunan Nasional
“Veteran”
Yogyakarta/2012
Universitas Negri Semarang tahun 2017
Binus University tahun 2016
Universitas Pendidikan Indonesia
Sekolah Tinggi Pariwisata tahun Ambarrukmo (STIPRAM) 2018
Universitas BSI
Bandung , tahun 2019
Metode Dalam penelitian ini menggunakan
Metode deskriptif kualitatif, dimana
Metode yang digunakan
Metode pendekatan kualitatif observasi
Metode pendekatan kualitatif dengan
Metode pendekatan
metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan beberapa metode pengumpulan data : wawancara mendalam, observasi dan studi pustaka.
data-data yang diperoleh dinyatakan sebagaimana adanya atau bersifat naturalistik.
kualitatif. Data diperoleh observasi partisipan,
observasi tanpa partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi.
dan wawancara mendalam.
cara wawancara dan observasi mendalam, bertujuan untuk mendapatkan data primer mengenai nilai seni budaya pada seni
pertuntujan di Saung Angklung Udjo.
kualitatif
Hasil Hasil penelitian ini Pola
Komunikasi yang terjalin antara mahasiswa suku Batak di UPN
“Veteran”
Yogyakarta telah melalaui tahap
Hasil penelitian ini kegiatan berkesenian didalam grup, ini interaksi yang terjadi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu komunikasi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Jika kearifan lokal benar – benar ada dalam kehidupan sehari-hari, bangsa indonesia telah mengukir keindahan
Ketahanan budaya adalah kemampuan untuk melestarikan sekaligus
mengembangkan nilai budaya untuk kehidupan yang lebih baik. Indikasi lestarinya nilai
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, bentuk pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Saung Angklung Udjo adalah turut serta dalam
pola komunikasi yang interaktif dan pola komunikasi transaksional, dan telah mencapai pola komunikasi yang dinamis.
Dengan adanya perbedaan budaya yang
mempengaruhi terjadinya komunikasi antarbudaya antara mahasiswa suku Batak di UPN “Veteran”
Yogyakarta dan masyarakat asli
horizontal dan vertikal
berperilaku dalam peradaban itu sendiri.
budaya adalah hidupnya nilai budaya sebagai pedoman berperilaku.
Indikasi
berkembangnya nilai budaya adalah munculnya ragam artifak budaya yang berkarakter dan memiliki nilai tambah kulturil.
pembuatan alat musik angklung.
Kemudian bentuk pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian izin kegiatan bambu petang yaitu pementasan seni musik angklung di balai pertunjukan yang dilaksanakan setiap pukul 15.30 – 17.00
Yogyakarta tidak terlalu menjadi masalah, hal tersebut malah menjadi suatu keberagaman pola komunikasi antarbudaya yang ada di
Yogyakarta. Persamaan Menggunakan
metode pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan etnosentrisme dan konsep-konsep komunikasi
antarbudaya. Data diperoleh dengan
.Metode yang diguakan kulaitatif data diperoleh melalui wawancara dan observasi
Metode yang digunakan kualitatif. Data diperoleh melalui observer/observasi partisipan,
observasi tanpa partisipan, wawancara mendalam.
Menggunakan metode pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara.
Menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan studi kasus Saung Anklung Udjo Bandung dengan teknik
pengumpulan data wawancara
mendalam.
Menggunaka n metode penelitian kualitatif melalui observasi dan wawancara
cara observasi dan wawancara
mendalam.
Perbedaan Fokus penelitian untuk mengetahui pola komunikasi antarbudaya mahasiswa suku Batak di UPN
“Veteran”
Yogyakarta dengan
masyarakat asli Yogyakarta; (2) untuk
mengidentifikasi masalah-masalah komunikasi antarbudaya mahasiswa suku
Penelitian ini berfokus pada pola interaksi vertikal dan horizontal dilihat dalam interaksi yang terjadi antara pengurus PWRI dan Anggota, ketua orkes keroncong kepada anggota dan pelatih kepada para anggota.
Pembahasan lebih kepada komunikasi verbal, study tentang bangsa indonesia dan kearifan lokal dalam peradaban.
Penelitian ini berfokus untuk menghasilakan model transformasi budaya melalui budidaya seni.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami upaya pelestarian angklung yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjo.
Penelitian ini bertujuan untuk melestarikan Seni
Tradisional Sunda melalui Sanggar Simpay
Tabel II. 1 Kajian Terdahulu Batak di UPN
“Veteran”
Yogyakarta dengan
masyarakat asli Yogyakarta
2.2 Kajian Literatur
Penelitian mengenai pola komunikasi ketua dengan anggota Sanggar Simpay dalam melestarikan seni tradisional Sunda (studi etnografi komunikasi tentang pola komunikasi dalam melestarikan Sanggar Simpay sebagai sanggar seni tradisional Sunda) tentunya memerlukan dukungan dari kajian literatur sebagai gambaran dan pemahaman untuk proses penelitian.
2.2.1 Komunikasi
Komunikasi merupakan proses saling memahami dan mengerti satu sama lain antara komunikan dan komunikator yang menghasilkan efek dari komunikasi. Komunikasi ini merupakan komunikasi sosial dimana interaksi terkait hubungan antarmanusia yang bersifat umum dengan lambang dan simbol yang memiliki arti. Esensinya adalah kesamaan makna atau pengertian.
Komunikasi berlangsung karna adanya kesamaan makna pada pesan yang disampaikan. Kesamaan makna dalam hal ini adalah kesamaan bahasa yang dipakai, akan tetapi penggunaan bahasa tidak menjamin kesamaan makna adanya kesalahan pengertian menjadi faktor penghambatnya komunikasi yang berlangsung. Apabila penyampaian pesan sesuai dengan makna yang sama maka komunikasi menjadi komunikatif.
Komunikasi bukan hanya memberi informasi, tetapi juga kegiata persuasif yaitu tujuan untuk memberi pengaruh bagi komunikan dari komunikator, sehingga komunikan bertindak sesuai dengan apa yang diminta oleh komunikator.
Carl. I. Hovland mengatakan bahwa ilmu komunikasi adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu upaya yang sistematis dalam merumuskan secara tegas mengenai asas-asas penyampaian informasi dan pembentukan pendapat serta sikap. Dalam hal ini, melalui suatu proses guna mengubah perilaku orang lain. Oleh karnanya, seorang komunikator dalam menyampaikan pesan atau informasi terlebih dahulu harus mengenai segi kejiwaan dari penerima pesan atau komunikan.
Harold. D. Laswell mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi harus mencakup kelengkapan dari unsur-unsur komunikasi sehingga menjadi effektif diterima. Unsur-unsur tersebut terdiri dari:
a. Komunikator (source/sender/communicator), yaitu perorangan atau lembaga yang memberikan atau menyampaikan pesan kepada audiens/khalayak secara langsung maupun tidak langsung.
Seorang komunikator dapat juga bertindak sebagai sumber informasi atau sumber pesan.
b. Pesan (massage), yaitu materi yang disampaikan merupakan objek dari informasi yang menjadi bahasan.
c. Media (channel/saluran), merupakan penghubung atau penyampaian pesan dan penerimaan pesan yang digunakan oleh komunikator maupuan komunikan dalam menyampaikan pesan.
d. Komunikan (communicant), yaitu perorangan ataupun lembaga yang menerima isi pesan, informasi dari pihak komunikator.
e. Efek (impect/effect/influece), yaitu hasil yang dapat dilihat sebagai pengaruh diterima atau ditolaknya suatu isi pesan /informasi.
Wilbur Shcram menyatakan bahwa komunikasi adalah proses perwujudan persamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Komunikasi tidak hanya tukar pendapat, tetapi mencakup lebih luas. Artinya suatu proses penyampaian pesan dimana seseoarang atau lembaga tersebut berusaha mengubah pendapat atau perilaku si penerima pesan atau penerima informasi.
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin
“communis”. Communis atau dalam bahasa inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan (Suwardi, 1986:13).(Gunawan, 2016)
2.2.2 Komunikiasi Organisasi
Komunikasi organisasi merupakan sekumpulan individu melalui satu hierarki yang memiliki bagian kerja untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. (an organization is a collection, or system, of individuals who commonly, through a hierarchy and division of labor, seek to achieve a predeter mined goal). R. Wayne Pace dan Don F. Faules (2016) mengemukakan definisi komunikasi organisasi dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, perspektif tradisional (fungsional dan objektif), mendefinisikan komunikasi organisasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Kedua, perspektif interaktif (subjektif) memaknai komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Atau dengan kata lain bahwa komunikasi organisasi menurut perspektif ini adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu berinteraksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Dari batasan tersebut dapat digambarkan, bahwa dalam suatu organisasi.(Gunawan, 2016).
Sangat penting untuk membedakan antara komunikasi kelompok kecil dengan komunikasi organisasi (organizational communication) mencakup komunikasi yang terjadi di dalam antara lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karna komunikasi organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal (percakapan antara batasan dan bawahan), kesempatan berbicara di depan publik (presentasi yang dilakukan oleh para eksekutif dalam perusahaan), kelompok kecil (kelompok kerja yang mempersiapkan laporan), dan komunikasi dengan menggunakan media (memo
internal, email dan konferensi jarak jauh). Oleh karnanya, organisasi terdiri atas kelompok yang di arahkan oleh tujuan akhir yang sama.
2.2.3 Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004). Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah hubungan yang berlainan (Soenarto, 2006).
Menurut Tubbs dan Moss mengatakan bahwa pola kommunikasi atau hubungan itu dapat diciptakan oleh komplementaris dan simetri. Dalam hubungan komplementer, satu bentuk perilaku akan diikuti oleh lawannya.
Contohnya perilaku dominan dari satu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi, atau kepatuhan dengan kepatuhan (Tubb dan Moss, 2001).
Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhanan dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Soejanto, 2001). Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.(PSYCHOLOGYMANIA)
Pola komuniikasi roda merupakan pola komunikasi yang dianggap yang terbaik dibandingkan dengan pola komunikasi lainnya. Fokus perhatian dari pola ini adalah seorang (pemimpin) harus dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, dan tidak ada masalah komunikasi, waktu dan feedback dari anggota kelompok. Tetapi, setiap anggota hanya dapat berhubungan dengan pemimpinnya. Pola komunikasi ini menghasilkan produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi.
2.2.4 Seni Musik Tradisional
Seni Musik Tradisional adalah seni musik yang secara turun temurun dan melekat pada budaya dan daerah tertentu sebagai sarana hiburan, seni musik memiliki ciri khas atau musik tradisional karna adanya pengaruh kehidupan di masa lalu. Pada umumnya seni musik tradisional dibuat berdasarkan gaya, bahasa pada daerah tertentu, dengan itu seni musik tradisional mudah dikenlai karna adanya pembeda dari setiap daerah tertentu.
Misalnya kita mendengar lagu bubuy bulan maka secara naluriah kita dapat mengenali musik tersebut berasal dari tanah sunda karna bahasa pada lagu tersebut berbahasa sunda, serta memiliki ciri khas sunda yang kental. (Rulita)
Dilansir dari Ensiklopdi Nasiolal Indonesia disebutkan bahwa kata musik berasal dari bahasa Yunani mousike yang diambil dari nama dewa dari mitologi Yunani yaitu Mousa yakni yang memimpin seni dan ilmu.
Sedangkan Tradisional berasal dari bahasa latin yaitu Traditio yang artinya kebiasaan masyarakat yang sifatnya turun temurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa seni musik tradisional adalah sebuah sani musik yang
menggambarkan ciri khas dari kalangan masyarakat tertentu secara turun temurun.(Rulita)
2.2.5 Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan nilai yang tertanam dalam kehidupan suatu masyarakat dan menjadi kebiasaan, kepercayaan dan simbol-simbol yang dapat menjadi pembeda, ada tiga hal nilai budaya:
1. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas).
2. Sikap, tindakan laku, gerak-gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut.
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).(LEARNISEASY.COM)
2.2.6 Anggota Sanggar
Anggota Sanggar bertugas untuk menjalankan dan mempertahankan Sanggar Simpay Sanggar Seni Tradisional Sunda. Peran anggota dalam mempertahankan Sanggar Simpay yaitu dengan cara membentuk konsep Seni dengan cara kolaborasi, yaitu dengan menggabungkan Seni Tradisional dengan Modern yang bertujuan untuk tetap terjaga dan dapat dinikmati. Dalam konsep Sanggar Seni ini angklung menjadi icon pada Sanggar Simpay, keberlangsungan Sanggar Simpay menjadi tugas besar bagi Anggota Sanggar untuk tetap terpelihara maka dari itu perlu adanya konsep untuk membangun
kepedulian bagi generasi selanjutnya, cara yang dilakukan dalam mempertahankan Sanggar Simpay yaitu:
1. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan cara yang dilakukan oleh Ketua dengan Anggota guna menciptakan rasa peduli terhadap budaya, sosialisasi ini dilakukan dengan cara mendatangi ke sekolah SMA/SMK yang berada di Kabupaten Ciamis. Sosialisasi ini diharapkan para siswa menuntut ilmu ke Yogyakarta, dengan itu mereka dapat bergabung dengan Sanggar Simpay yang secara tidak langsung para siswa yang menuntut di Yogyakarta menjadi Anggota Sanggar Simpay. Sosialisasi dilakukan dengan dua cara:
a. Bakat
Cara ini dianggap paling efektif dalam proses sosialisasi karna siswa sudah memiliki kemampuan dasar sebelumnya yang dapat memudahkan ketika proses belajar nanti dan dengan bakat siswa lebih leluasa untuk mendalami kemampuan yang dimiliki.
b. Minat
cara ini dilihat dari cara siswa menentukan pilihan, dengan ini siswa dapat menentukan bidang sesuai keinginan.
2. Media Sosial
Media sosial merupakan cara paling efektif di era globalisasi ini, media yang digunakan salah satunya youtube tujuan
mereka menggunakan media sosial yaitu diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi yang melihatnya, conten pada media sosial youtube ini yaitu: kegiatan Sanggar Simpay, tutorial memakai iket dan belajar alat musik karinding.
Dengan cara diatas dapat memudahkan dalam proses sosialisasi, selain itu dapat memahami kemampuan siswa dan pengetahuan baru bagi mereka yang sebelumnya memiliki keinginan mendalami seni serta dapat membuka pemahaman untuk lebih peduli terhadap seni tradisional loka.
2.2.7 Sanggar Simpay
Sanggar Simpay merupakan sanggar seni tradisional Sunda, sanggar ini dibentuk atas dasar kepedulian anak muda Ciamis. Tujuan dibentuknya sanggar ini adalah untuk menjadikan seni tradisional Sunda tetap terjaga dan dapat dikenal oleh generasi muda serta lebih peduli terhadap budaya lokal khususnya seni tradisional Sunda.
Sumber: olahan penulis
Gambar II. 1 Sanggar Simpay
Sanggar Simpay merupakan bagian dari asrama galuh yang berada di Yogyakarta lokasinya di daerah Jl. Veteran Warungboto I, UH IV/756 Yogyakarta. Sarana bangunan tetap dan sepenuhnya merupakan pemberian dari Pemda Ciamis yaitu asrama galuh yang secara umum warganya berhak untuk menggunakannya.
Sanggar Simpay didirikan pada tanggal 15 mei 2001 dengan pendiri pertama oleh kang Tatang. Keluarga Pelajar mahasiswa Galuh Rahayu Yogyakarta adalah orang Ciamis atau orang yang pernah Sekolah di Ciamis dan melanjutkan study di Yogyakarta, sehingga orang Ciamis yang melanjutkan study di Yogyakarta secara otomatis telah menjadi warga anggota keluarga pelajar mahasiswa Galuh Rahayu Ciamis-Yogyakarta.
Makna Simpay yang artinya ikatan atau mengikat, diambil dari asal mula sapu lidi yang jika lidinya hanya satu maka akan mempersulit ketika menyapu dan jika lidinya banya tanpa pengikat tentu menyapunya akan sulit, sehingga Simpay menjadi pengikat untuk menyatukan lidi menjadi satu kesatuan. Filosofi Simpay diharapkan dapat menjadi pengikat atau kekompakan bagi anggota Sanggar Simpay.
Kegiatan lain pada Sanggar Simpay yaitu memberikan pelatiahan memakai iket, iket yang dimaksud yaitu iket makutawangsa. Makutawangsa adalah salah satu filosofi iket Sunda. Dalam pepatah Sunda mengatakan “sing
saha bae anu make iket ieu, makna diri kudu ngalakonan pancadarma” artinya siapa saja yang memakai iket ini, harus menjalankan Pancadarma yaitu:
1. Apal jeung hormat ka Purwadiksi Diri (menyadari dan menghormati kepada asal usul diri).
2. Tunduk kana hukum jeung Aturan (Tunduk akan hukum dan tata tertib aturan).
3. Berilmu Dilarang Bodoh (Tuntutlah ilmu setinggi mungkin).
4. Menggunakan Syang Hyang Tunggal (Sang Pencipta Tuhan).
5. Berbakti kepada Bangsa dan Negara
Iket Makutawangsa pada tahap pertama disebut opat kalima pancer diartikan dapat menyatu dengan unsur-unsur utama alam: angin, air (cai), tanah (taneuh), dan api (seuneu). Kemudian segiempat dilipat menjadi bentuk segitiga yang merupakan refleksi Diri, Bumi dan Negri . Refleksi ini dikenal dengan sebutan Tritangtu dalam falsafah Sunda. Kemudian dilakukan lipatan sebanyak lima kali, disebut sebagai Pancaniti. Filosofi Makutawangsa menghasilkan hasil akhir ikatan ke atas dan ke bawah, yang akhir panceg luhur tapi ulah pohang artinya melihat ke atas maksudnya kepada sang Pencipta, dan tidak sombong.
Bila disimpulkan, maka Sanggar Simpay merupakan suatu lembaga seni otonom yang berada dibawah naungan bidang. Memiliki fungsi melestarikan Seni Tradisional Sunda, Sanggar Simpay yang berada pada
kepengurusan Pelajar Mahasiswa Ciamis Galuh Rahayu yang berada di Yogyakarta.
2.3 Kajian Teori
2.1.1 Teori Perbandingan Sosial
Dalam teori Festinger membedakan antara kenyataan fisik dengan kenyataan sosial. Apabila pendapat, sikap, dan keyakinan kita dapat diukur secara fisik, sehingga kita tidak perlu lagi berkomunikasi. Akan tetapi bila pendapat, sikap atau keyakinan kita tidak didasarkan pada kejadian yang mudah diukur, dan kalau dapat ditemukan bukti-bukti yang mendukung atau mungkin membantah pendapat serta sikap keyakinan tersebut, maka kita berhubungan dengan keadaan sosial, dan ini dapat diukur dengan baik dengan cara berkomunikasi dengan orang lain yang kita anggap penting bagi kita.
Jadi komunikasi acap kali timbul karna adanya kebutuhan-kebutuhan individu untuk membandingkan pendapat, sikap, keyakinan dan kemampuan mereka sendiri dengan Orang lain. (Andi Kardian Riva’I, 2016).
Menurut pendapat festinger, dorongan yang kita rasakan untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila kita menyadari bahwa kita tidak setuju dengan suatu kejadian, ketertarikan kelmpok juga meningkat. Sebagai suatu anggota kelompok, kita lebih cenderung mengarahkan komunikasi kita tentang suatu kejadian pada mereka yang kelihatannya paling setuju dengan kita dalam hal kejadian tersebut.
Kita juga cenderung mengurangi komunikasi dengan mereka yang kita tidak ingin ikut serta sebagai anggota kelompok. Jika ternyata anggota kelompok yang menjadi sasaran penyampaian pendapat-pendapat kita menunjukan gejala akan berubah pikiran, maka dorongan yang kita rasakan untuk berkomunikasi dengan individu tersebut akan meningkat. Penjelasan tentang teori perbandingan sosial dari Festinger di atas dari Goldberg dan Larson (2016).
Kebutuhan ini dapat dipahami dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Ada dua hal yang akan dibandingkan:
1) Pendapat
Contohnya: A berbeda pendapat dengan B, bisa saja A yang mengubah B atau sebaliknya. Perubahan pendapat lebih mudah terjadi dari pada perubahan kemampuan.
2) Kemampuan
Contohnya: Dalam perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju keadaan yang lebih baik atau kemampuan yang lebih tinggi. A mampu mendapat nilai 100, B mendapat nilai 70, maka B merasa harus meningkatkan kemampuan agar dapat mendeteksi A.
Dalam proses perbandingan manusia cenderung memilih orang sebaya atau rekan sendiri untuk menjadi perbandingan. Untuk mendapatkan penilain yang seimbang, tidak berat sebelah terhadap apa yang dilakukan.
Berhentinya perbandingan jika perbedaan pendapat atau kemampuan dalam kelompok terlalu besar, ada kecenderungan untuk menghentikan
perbandingan tersebut. Penghentian perbedaan karna kemampuan akan menjadi ajang kompetitif yang positif. Tapi penghentian perbanadingan karena perbedaan pendapat akan diikuti perasaan bermusuhan atau kebencian.
Alasan pertama, peneliti memilih teori perbandingan sosial karna di dalam lingkup Sanggar Simpay terjadi pola komunkasi yang membentuk adanya sikap membuka diri atau evaluasi terhadap diri sendiri untuk memperdalam kemampuan, sehingga dapat setara kemampuan diri sendiri dengan orang lain.
sehingga dapat menunjang keberlangsungan dalam melestarikan seni tradisional Sunda dan dapat menjaga keberadaannya sehingga tetap terpelihara. Sikap evaluasi diri ini menjadi kunci Sanggar Simpay dan menjadi misi untuk selalu menjaga, sehingga generasi penerus Sanggar Simpay dapat menerapkan sikap ini dan menjadi sikap turun temurun bagi generasi selanjutnya.
2.3.1 Teori Motivasi Prestasi
Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh David Mc Clelland (2014) disebut juga dengan teori motivasi prestasi. Menurut teori ini ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja yaitu kebutuhan akan.
1. Need for achievement
Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha mencapai prestasi tertentu.
2. Need for affiliation
Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secra akrab dengan orang lain.
3. Need for power
Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain.
Kebutuhan ini, menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memedulikan perasaan orang lain. Lebih lanjut dijelaskan pada kehidupan sehari-hari.
Pada kehidupan sehari-hari, ketiga kebutuhan tersebut akan selalu muncul pada tingkah laku individu, hanya kekuatannya tidak sama antara kebutuhan-kebutuhan itu pada diri seseorang.(Romli, 2014).
Alasan peneliti memilih teori motivasi prestasi karna dalam pola komunikasi yang terjadi membentuk adanya kekompakan antara ketua dengan anggota dan interaksi yang terjadi pada Sanggar Simpay memiliki motivasi untuk unggul dalam prestasi yang secara tidak langsung membentuk sikap keinginan mencapai kesuksesan sikap ini mengarahkan pada tingkah laku pada usaha mencapai prestasi, selain sikap dalam mencapai kesuksesan juga adanya kekompakan yang mengarahkan pada tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab, disamping itu sikap mendidik tergambar pada Sanggar Simpay.
2.4 Kerangka Pemikiran
v
Bagan II. 1 Kerangka Penelitian
Dari kerangka pemikiran diatas, peneliti akan menjelaskan mengenai pola komunikasi yang terjadi pada Sanggar Simpay, dengan study etnografi komunikasi meliputi tiga pokok pembahasan mengenai penyampaian pesan, sosialisasi, peranan Anggota, sehingga dapat menjeleskan pola komuniksi pada Sanggar Simpay.
Pola Komunikasi Ketua Sanggar Simpay Dengan Anggota Dalam Melestarikan Seni Tradisional
Sunda
Studi Etnografi Komunikasi
Bagaimana Sosialisasi dalam memperkenalkan Sanggar Simpay
Bagaimana peranan anggota
Sanggar dalam mempertahankan
Sanggar Simpay Bagaimana
penyampaian pesan antara Ketua Sanggar kepada anggota dalam
mempertahankan Sanggar Simpay
sebagai Seni
Perbandingan Sosial
Teori Motivasi Prestasi
Penggunaan teori motivasi prestasi dipilih untuk membedah pertanyaan penelitian. Teori ini menyimpulakan bahwa pola komunikasi yang terjadi berlangsung secara bertahap dimana teori motivasi prestasi ini menjadi pendukung pada pola komunikasi yaitu teori motivasi prestasi meliputi tiga peranan: a. berperan mengarahkan tingkah laku pada usaha mencapai prestasi b. berberan mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan akrab di lingkungan sanggar Simpay c. berperan mempengaruhi orang lain dimana orang tersebut berusaha diarahkan untuk menikuti perintah.
Kesimpulan pada pola komunikasi ini menyimpulkan bahwa pola komunikasi masih memegang teguh pepatah Sunda silih asah,silih asih, silih asuh dan adanya kegiatan silaturohim, sehingga membentuk hubungan akrab pada lingkungan sanggar Simpay, pola komunikasi pun berjalan dengan baik karna adanya kedekatan tanpa adanya kecanggungan atau ketidaknyamanan.
Dengan adanya keakraban ini terbentuklah kekompakan yang terjadi antara ketua dengan anggota dan tujuan untuk mencapai sukses pun semakin dekat