• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. KANKER 1 ... - Repository UMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. KANKER 1 ... - Repository UMA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Saat tumbuh dan berkembang biak, sel kanker membentuk massa jaringan ganas yang menyusup (invasif) ke jaringan di dekatnya dan dapat menyebar (bermetastasis) ke seluruh tubuh (Mulyani dkk, 2013). Sedangkan menurut YKI (Yayasan Kanker Indonesia, 2015), kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak normal sehingga berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel kanker tersebut dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan kematian.

Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan tersebut dan tumbuh subur di jaringan lain dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, sel kanker mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) walaupun tentu saja bisa. Konsumsilah daging merah, karena daging merah mengandung kadar asam yang cukup tinggi sehingga sangat disukai oleh sel kanker.

Gejala Kanker

Terdapat darah pada urin, nyeri atau perih saat buang air kecil, nyeri pada kandung kemih, dan sering atau sulit buang air kecil. l) Kanker prostat. Sakit terus-menerus pada pinggang bagian belakang, penis dan kaki bagian atas serta buang air kecil tidak lancar. m) Kanker testis/skrotum. Kelelahan kronis, pucat, penurunan berat badan, nyeri pada tulang dan sendi, mimisan, sering infeksi, mudah cedera. p) Kanker kulit.

Jenis-jenis Kanker

Gejalanya adalah pembesaran kelenjar getah bening, kenyal seperti karet, gatal, demam atau penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas dan berkeringat saat tidur malam. o) Leukimia. Berupa benjolan pada kulit seperti kutil, mengeras seperti tanduk, infeksi yang tidak kunjung sembuh, nyeri pada area tertentu, perubahan warna kulit berupa flek, flek berubah warna dan ukuran. h) Kanker kelenjar getah bening (Limfoma Maligna). Merupakan jenis kanker yang timbul dari sel-sel yang melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar lendir, sel melanin, payudara, leher rahim, usus besar, rektum. , lambung , pankreas dan kerongkongan.

Ini adalah jenis kanker yang berasal dari jaringan pembuat darah, seperti jaringan limfatik, jaringan susu, limpa, berbagai kelenjar getah bening, timus, dan sumsum tulang. Merupakan jenis kanker yang jaringan pendukungnya di permukaan tubuh berupa jaringan ikat, termasuk sel-sel yang terdapat pada otot dan tulang.

Diagnosis Kanker

Merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sel epitel abnormal yang masih terbatas pada area tertentu, sehingga masih dianggap sebagai lesi preinvasif (kelainan atau luka yang belum menyebar). s) Melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat membantu wanita mendeteksi kanker payudara lebih dini. t) Periksa secara rutin adanya luka terbuka di mulut yang tidak kunjung sembuh untuk mendeteksi kanker mulut secara dini. Tes penentuan stadium kanker dapat membantu dokter merencanakan pengobatan yang tepat untuk pasien. Dalam menentukan suatu stadium sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen, USG dan bila memungkinkan dengan CT, skintigrafi, dll.

Kita tahu ada banyak cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah stadium kanker berdasarkan sistem klasifikasi TNM yang direkomendasikan oleh UICC yaitu International Union Against Cancer oleh WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia. Pada sistem TNM, tiga faktor utama yang dinilai, yaitu “T” yang merupakan ukuran tumor atau ukuran tumor, “N” yang merupakan kelenjar atau kelenjar getah bening regional, dan “M”. Ketiga faktor T, N, M dievaluasi secara klinis sebelum pembedahan, juga setelah pembedahan dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA).

Pengobatan Kanker

Pengobatan kanker terus berkembang dan terbukti jika pengobatan dilakukan dengan benar dan dini, kanker dapat dikendalikan sehingga penderita kanker dapat hidup normal. Namun, pembedahan hanya berhasil jika kanker dapat diangkat seluruhnya beserta area penyebaran setempat, sehingga penting untuk menentukan apakah kasus tersebut masih 'dapat dioperasi' atau tidak. Efek samping radiasi biasanya berupa mual dan muntah, rendahnya jumlah sel darah putih, infeksi/peradangan, reaksi kulit seperti terbakar sinar matahari, kelelahan, sakit mulut dan tenggorokan, diare, dan dapat menyebabkan kebotakan.

Kemoterapi dapat menjadi pelengkap pembedahan sehingga pembedahan mengendalikannya secara lokal, sedangkan kemoterapi mengendalikan sel kanker yang telah menyebar dan tidak dapat dioperasi secara lokal. Saat ini telah dikembangkan metode kemoterapi yang disebut 'Neo Adjuvant', dengan metode ini kemoterapi parsial diberikan sebelum operasi (biasanya 3 siklus) dengan tujuan mengecilkan kanker yang berukuran besar sehingga operasi dapat dilakukan dengan baik, yaitu mengangkatnya. Efek samping kemoterapi antara lain penurunan jumlah sel darah (kembali normal setelah sekitar satu minggu), infeksi (ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, sensasi terbakar saat buang air kecil, menggigil, luka merah, bengkak), anemia, pendarahan seperti mimisan berdarah, rambut rontok, kadang timbul masalah seperti kulit gatal dan kering, mual dan muntah, sembelit, diare.

Pada penyakit kanker yang sensitif terhadap hormon seperti kanker prostat dan kanker payudara, jika terdapat reseptor hormonal yang positif maka dapat dilakukan terapi hormonal. Cara ini efektif pada organ yang memiliki sedikit arteri utama sehingga efek pada organ tersebut dapat maksimal dengan efek samping yang minimal. Terkadang radiasi atau kemoterapi dilakukan sebelum operasi untuk menghancurkan sisa sel kanker yang tersisa.

Pembedahan atau radiasi sendiri bertujuan untuk mengobati kanker pada area terbatas, sedangkan kemoterapi bertujuan untuk membunuh sel kanker yang berada di luar jangkauan operasi atau radiasi.

COPING STRESS

  • Defenisi Coping Stress
  • Jenis-jenis Coping Stress
  • Aspek-Aspek Coping Stress
  • Strategi Coping stress

Lazarus dan rekan-rekannya mengidentifikasi dua jenis strategi manajemen stres (Lazarus dan Falkman, 1984), yaitu coping yang berfokus pada masalah dan coping yang berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah, yaitu upaya mengatasi stres dengan mengelola atau mengubah masalah yang kita hadapi dan lingkungan yang penuh stres. Mengatasi konfrontatif, upaya mengubah keadaan yang dianggap stres dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang tinggi dan pengambilan risiko.

Pemecahan masalah yang terencana, merupakan upaya untuk mengubah keadaan yang dianggap menimbulkan stres dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis. Coping yang berfokus pada emosi, yaitu upaya mengatasi stres dengan mengatur respons emosional untuk beradaptasi dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap stres. Individu cenderung menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah yang individu yakini dapat mereka kendalikan.

Di sisi lain, individu cenderung menggunakan problem-focused coping untuk menghadapi masalah yang menurut individu dapat mereka kendalikan. Di sisi lain, individu cenderung menggunakan coping yang berfokus pada emosi dalam menghadapi masalah yang sulit dikendalikan (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu mungkin menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1991), peneliti menemukan bahwa penggunaan strategi coping yang berfokus pada emosi oleh anak-anak umumnya meningkat seiring bertambahnya usia (Band & Weisz, Compass dkk.al.,).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Folkman dkk. dalam Taylor, 1991) mengenai kemungkinan variasi dari dua strategi sebelumnya, yaitu coping yang berfokus pada masalah dan coping yang berfokus pada emosi. Berdasarkan teori di atas, secara umum peneliti menyimpulkan bahwa coping terhadap stres mempunyai dua jenis strategi, yaitu problem-focused coping dan emosional-focused coping. Keterampilan tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi dan bertindak dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

JENIS KELAMIN

Jenis kelamin atau gender berkaitan dengan dimensi biologis laki-laki dan perempuan, sedangkan gender adalah dimensi sosiokultural dan psikologis laki-laki dan perempuan (Santrock, 2008). Hal senada juga disampaikan oleh Lips (dalam Stevenson, 1994) yang menyatakan bahwa gender merupakan aspek non-fisiologis dari seks, ekspektasi budaya mengenai feminitas dan maskulinitas. Secara fisik dan biologis laki-laki dan perempuan dibedakan tidak hanya berdasarkan identitas gender, bukan bentuk. dan bentuk anatomi biologis lainnya, tetapi juga komposisi kimia tubuh. Perbedaan terakhir ini menimbulkan efek fisik biologis, seperti pria bersuara besar, berkumis, berjanggut, pinggul lebih ramping, dada rata.

Sedangkan wanita memiliki suara yang lebih jernih, payudara yang menonjol, pinggul yang umumnya lebih lebar, dan organ reproduksi yang sangat berbeda dengan pria. Klasifikasi peran gender mempengaruhi perilaku dan sikap laki-laki dan perempuan, walaupun dengan cara yang berbeda. Superioritas laki-laki biasanya diungkapkan melalui harapan bahwa anak laki-laki akan memainkan peran utama dalam kegiatan sosial, sekolah dan masyarakat yang melibatkan gender tersebut.

Selain itu, anak laki-laki menuntut lebih banyak kebebasan dalam segala bidang kehidupan dibandingkan anak perempuan, dan baginya ini merupakan tanda halus superioritas dari jenisnya. John Money (dalam Kaplan, 1997) menggambarkan perilaku peran gender sebagai segala hal yang dilakukan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gender merupakan aspek psikologis dari perilaku yang berkaitan dengan maskulinitas atau feminitas.

Gender juga berkaitan dengan peran gender, sehingga individu diharapkan dapat bertindak dan menerima kenyataan bahwa dirinya harus menyesuaikan diri dengan stereotip peran gender.

PERBEDAAN COPING STRES PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Hurlock (1980) menyatakan bahwa pada tahap perkembangan ini anak diharapkan menguasai dua aspek penting klasifikasi peran gender. Belajarlah untuk menjalankan peran gender yang sesuai dan menerima kenyataan bahwa ia harus menyesuaikan diri dengan stereotip peran gender yang diterima untuk mendapatkan penghargaan dan penerimaan sosial yang baik. Corpus collosum perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, dan ini mungkin menjelaskan mengapa perempuan lebih sadar akan emosi mereka sendiri dan emosi orang lain dibandingkan laki-laki.

Hal ini bisa terjadi karena belahan otak kanan dapat mengirimkan informasi tentang emosi ke belahan otak kiri. Kesimpulannya, faktor biologis tidak terlalu menentukan perilaku dan sikap gender, namun pengalaman sosialisasi seseorang lebih berpengaruh. Wanita lebih mungkin mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan tidur, namun akan membaik setelah kejadian tersebut selesai, begitu pula sebaliknya pada pria.

Selain itu, perempuan juga cenderung tekun dan menghadapi permasalahannya, sedangkan laki-laki biasanya memilih lari dari permasalahan atau mengabaikannya begitu saja. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa perempuan lebih mudah mengalami stres dibandingkan laki-laki, namun perempuan lebih bersedia menghadapi stres tersebut dan memutuskan untuk menyelesaikannya dibandingkan kebanyakan laki-laki.

KERANGKA KONSEPTUAL

HIPOTESIS

Referensi

Dokumen terkait

Perangin-angin, Ely Hayati Nasution, Widya Andayani CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS OF INTIMATE PARTNER VIOLENCE IN INDONESIAN ONLINE NEWS DURING THE COVID-19 PANDEMIC Alemina Br..