13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kredit Bermasalah (Non Perfoming Loan) A. Pengertian Kredit Bermasalah
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.17/11PBI/2015 tentang rasio Non Performing Loan total kredit yang selanjutnya disebut rasio NPL. Total kredit adalah rasio antara jumlah total kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. (Kasmir,2013:155) kredit dapat dikatakan macet karena disebabkan oleh 2 unsur yakni dari pihak koperasi dalam menganalisis maupun dari pihak nasabah yang dengan sengaja atau tidak sengaja dalam kewajibannya tidak melakukan pembayaran atau (I Made Agus Rusmana, 2014) mengalami penundaan lebih dari setahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah disepakati.
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar (Suhardjono melalui atau Ema,2009:21), seluruh kewajibannya kepada koperasi seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit. (Rival,2013:398) mengemukakan bahwa kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko dikemudian hari dalam artian luas Kredit bermasalah adalah kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pembayaran bunga, pengambilan pokok pinjaman, peningkatan margin deposit,
pengikatan dan peningkatan agunan, dan sebagainya. Kredit dapat dikategorikan sebagai kredit bermasalah bilamana terjadi penundaan pembayaran bunga atau kredit lebih dari setahun semenjak tanggal jatuh tempo, tidak dilunasi sama sekali atau diperlukan negosiasi kembali atas syarat pembayaran kembali kredit dan bunga yang tercantum dalam perjanjian kredit.
kredit bermasalah adalah kredit yang mengalami kesulitan dalam pelunasan akibat adanya kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kreditur seperti kondisi ekonomi yang buruk. (Mahmoeddin, 2010:3) adalah kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pembayaran bunga, pengambilan pokok pinjaman, peningkatan margin deposit, pengikatan dan peningkatan agunan, dan sebagainya. Menurut (Sutojo, 2014 ) menyatakan bahwa kredit bermasalah adalah debitur mengingkar janji mereka membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.
(Taswan dalam Rafsanjani, 2013:169) kredit bermasalah adalah kredit yang dikategorikan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Menurut (Lukman, 2017:82) menyatakan “kredit dapat dikatakan bermasalah apabila kredit tersebut pelunasannya kurang lancar, diragukan dan macet sehingga menyebabkan berkurangnya pendapatan perusahaan penyedia kredit tersebut”. Menurut (Suhardjono melalui Ema (2009:21)), kredit bermasalah adalah suatu keaadan dimana nasabh sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada koperasi seperti yang
telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Menurut (Mudrajad, 2015:469), Faktor-faktor yang mempengaruhi kredit bermasalah adalah jumlah kredit dalam kriteria kurang lancar, diragukan dan macet dan sesuai pula dengan keputusan Bank Indonesia bahwa penggolongan kredit bermasalah juga digolongkan menjadi tiga yaitu (1) kredit kurang lancar, (2) kredit diragukan dan (3) kredit macet. Kredit bermasalah adalah pemberian suatu fasilitas mengandung resiko kemacetan. Akibatnya, kredit tidak dapat ditagih, sehingga menmbulkan kerugian.
(Sunindyo dan Wijayanti, 2010), sebab-sebab timbulnya kredit bermasalah meliputi sebagai berikut:
1. Kelemahan dari sisi intern debitur dapat disebabkan antara lain:
a) Itikad tidak baik dari debitur.
b) Menurunnya usaha debitur mengakibatkan turunnya kemampuan debitur untuk membayar angsuran.
c) Debitur tidak mempunyai pengetahuan dan pengelaman yang cukup untuk mengelola usaha, sehingga usaha debitur tidak berjalan baik.
d) Ketidakjujuran debitur dalam penggunaan kredit untuk produktif menjadi kredit konsumtif yang tidak sesuai dengan tujuan semula dalam perjanjian kredit.
2. Kelemahan dari sisi ekstern dapat disebabkan antara lain:
a) Force Majeur
Perubahan-perubahan yang terjadi karena bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi debitur dalam usahanya.
Perubahan ini antara lain bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan lain sebagainya.
b) Akibat perubahan-perubahan eksternal lingkungan (enviroment) Perubahan ekonomi karena krisis moneter yang berpengaruh terhadap usaha debitur. Krisis moneter tersebut dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang dapat menyebabkan nilai uang menurun terhadap mata uang asing. Harga barang-barang naik, menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi yang dapat menyebabkan nilai uang naik terhadap mata uang asing sehingga barang-barang turun, yang menyebabkan lesunya produktifitas perusahaan.
A. Faktor Penyebab Kredit Bermasalah
Faktor penyebab kredit bermasalah menurut (Cesilia Dian Astika Sari, 2016) ada 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah yaitu:
a) Kebijakan pengkreditan yang ekspansif.
b) Penyimpanan dalam pelaksanaan prosedur pengkreditan.
c) Itikad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai Koperasi.
d) Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi kredit bermasalah.
2. Faktor eksternal penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah : a) Kegagalan usaha debitur.
b) Musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur.
c) Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur.
d) Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.
B. Strategi Penyelesaian Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah atau macet memaksa koperasi atau lembaga keuangan lainnya melakukan strategi penyelesaian kredit bermasalah sehingga tidak menimbulkan kerugian. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu atau jumlah angsuran terutama bagi kredit yang terkena musibah atau dengan melakukan penyitaan bagi kredt yang sengaja lalai untuk membayar.
Strategi penyelesaian kredit bermasalah atau macet menurut ( Kasmir, 2013:155 ) dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Resceheduling
a) Memperpanjang jangka waktu kredit
Memperpanjangkan jangka waktu kredit dilakukan dengan cara debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikan.
b) Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran dilakukan dengan cara jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali dan jumlah angsurannya menjadi mengecil seriring dengan penambahan jumlah angsuran.
2. Reconditioning
Reconditioning dilakukan dengan cara mengubah berbagai cara persyaratan yang ada seperti :
a) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.
b) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu adalah penundaan pembayaran bunga sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
c) Penurunan suku bunga
Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban debitur. Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20% diturunkan menjadi 18%, hal ini tergantung dari pertimbangan yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin kecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan debitur.
d) Pembebasan bunga
Pembebasan bunga diberikan kepada debitur dengan pertimbangan debiturnya mampu lagi membayar kredit tersebut dengan catatan debitur tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjaman sampai lunas.
3. Restructuring
Restructuring dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Dengan menambah jumlah kredit.
b. Dengan menambah equity : 1) Dengan menyetor uang tunai
2) Tambahan modal dari pemilik c. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila debitur sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang- hutangnya.
2.1.2.
Simpanan Anggota KoperasiMenurut Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi menyatakan bahwa, “Simpanan anggota adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi- koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka”.
Menurut IAI dalam (Thamrin 2013:2) menyatakan bahwa :
Simpanan anggota yang berkarakteristik sebagai ekuitas adalah sejumlah nilai uang yang diserahkan oleh anggota koperasi atas kehendak sendiri sebagai
simpanan dan diambil sewaktu-waktu sesuai perjanjian. Simpanan ini tidak menanggung resiko kerugian dan sifatnya sementara karena diakui sebagai kewajiban.
Menurut IAI Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27.5:2007 dalam Ani Apriani Hidayat (2016) menyatakan bahwa, “Simpanan anggota adalah simpanan pokok simpanan wajib yang harus dibayar oleh anggota kepada koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.
Menurut Hendrojogi (2010:193) dikatakan bahwa, “Simpanan anggota dalam koperasi adalah modal yang terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela”.
1. Jenis-jenis Simpanan anggota a) Simpanan pokok
Menurut Hendrojogi (2010:193) simpanan pokok adalah :
Sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian.
Menurut Widiyanti (2010:82) menyatakan bahwa, “Simpanan pokok adalah simpanan yang sudah ditentukan jumlahnya dan sama besarnya bagi setiap anggota”.
Menurut Subandi (2010”114) menyatakan bahwa Simpanan pokok adalah, “Sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota”.
b) Simpanan Wajib
Menurut UU No. 12/1967 dalam Hendrojogi (2010:193) simpanan wajib adalah:
Simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu tertentu. Misalnya ditarik pada waktu penjualan barang-barang atau ditarik pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut menanggung kerugian.
Menurut Subandi (2013:82) menyatakan Simpanan wajib adalah,
“Simpanan tertentu yang tidak harus sama di bayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang berasangkutan masih menjadi anggota”.
c) Simpanan Sukarela
Menurut Widianti (2010:115) menyatakan bahwa, “Simpanan sukarela adalah simpanan yang dilakukan secara sukarela baik dari jumlahnya dang jangka waktunya, akan tetapi dapat diambil sewaktu-waktu oleh si pemiliknya”.
Menurut Hendrojogi (2010:193) menyatakan bahwa, “Simpanan sukarela adalah simpanan yang diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan khusus”.
2.1.3
Sisa Hasil Usaha (SHU)Koperasi tidak mau menggunaakan istilah “keuntungan” melainkan
“Sisa Hasil Usaha.” Dalam koperasi pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi penyusutan dan beban buku yang bersangkutan disebut sisa hasil usaha. Menurut (Benhard Limbong, 2012:138), menyatakan bahwa Sisa Hasil Usaha koperasi adalah selisih dari seluruh pemasukan atau
penerimaan total dengan biaya-biaya atau biaya total dalam satu tahun buku.
(Kasmir, 2015) “SHU koperasi adalah pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan”. Menurut (Rudianto, 2010:7), Sisa Hasil Usaha adalah selisih antara penghasilan yang diterima koperasi selama periode tertentu dengan pengorbanan (beban) yang dikeluarkan untuk memper
oleh penghasilan itu. (Samyono, 2014:98), “SHU yang diperoleh dari kegiatan utama perusahaan yang merupakan selisih dari pendapatan bersih dengan harga pokok penjualan dan beban usaha”. “Sisa hasil usaha yang diperoleh dari kegiatan utama perusahaan yang merupakan selisih dari pendapatan bersih dengan harga pokok penjualan dan beban usaha”.
Koperasi yang dapat melayani anggota dengan sebaik-baiknya dapat dikatakan berhasil. Namun sebagai badan usaha, koperasi juga dituntut untuk dapat sejajar dengan badan usaha lain termasuk dalam memperoleh SHU.
Untuk itu pengurus harus bekerja keras dan mempunyai manajemen yang baik sehingga dapat menghasilkan pelayanan maupun Sisa Hasil Usaha (SHU) yang wajar.
Menurut (Andjar Pachta W,dkk dalam Fitry Mulya, 2009:31) menyatakan bahwa, “SHU merupakan laba atau keuntungan yang diperoleh dari menjalankan usaha sebagaimana layaknya sebuah perusahaan bukan koperasi.
SHU tersebut merupakan hasil akhir dari komponen-komponen yang menghasilkan dikurangi dengan jumlah komponen-komponen biaya”.
Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 45 dalam (Partomo, 2009:50) menyatakan bahwa:
a. Sisa hasil usaha koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusustan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
b. Sisa hasi usaha setelah dikurangi dana cadangan dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing- masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
1. Pembagian SHU
Perolehan sisa hasil usaha oleh masing-masing anggota tergantung besar kecilnya partisipasi modal dan transaksi yang dilakukan oleh anggota tersebut terhadap usaha-usaha yang ada pada koperasi. Dengan artian semakin besar partisipasi modal dan transaksi yang dilakukan oleh anggota terhadap koperasi, maka semakin besar pula sisa hasil usaha yang akan diterima oleh anggota tersebut, dan juga sebaliknya.
Sesuai dengan salah satu sendi-sendi dasar koperasi, yang mengatakan pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota, maka pembagian SHU dibedakan antara yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota (Ninik Widiayanti dan Sunindha, 2008:157). SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi untuk:
1) Cadangan Koperasi.
2) Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya.
3) Dana Pengurus.
4) Dana Pengawas/Karyawan.
5) Dana Pendidikan Koperasi.
6) Dana Sosial.
7) Dana Pembangunan Daerah Kerja.
a. SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota dibagi untuk:
1) Cadangan Koperasi.
2) Dana Pengurus.
3) Dana Pegawai/Karyawan.
4) Dana Pendidikan.
5) Dana Sosial.
6) Dana Pembangunan Daerah Kerja.
Pembagian sisa hasil usaha (SHU) untuk koperasi Indonesia dasar hukumnya adalah pasal 5 ayat 1 UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang didalamnya menjelaskan bahwa, “Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Di dalam AD/ART koperasi telah ditentukan alokasi pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yaitu :
a) Cadangan koperasi sebesar 40%
b) Jasa anggota 40%
c) Dana pengurus 5%
d) Dana karyawan 5%
e) Dana pendidikan 5%
f) Dana sosial 5%
g) Dana pembangunan lingkungan 5%
2. Rumus Pembagian SHU
Menurut (Partomo, 2009:52) menyatakan bahwa, Perhitungan akhir tahun yang menggambarkan penerimaan pendapatan koperasi dan alokasi penggunaannya untuk biaya-biaya berdasarkan pasal 45 ayat (1) UU No. 25 / 1992 dapat dirumuskan sebagai berikut :
SHU = pendapatan – (biaya + penyusutan + kewajiban lain + pajak) Rumus diatas dapat disederhanakan menjadi :
Dimana :
SHU = Sisa Hasil Usaha
TR = Total Revenue / pendapatan total koperasi dalam satu tahun TC = Total Cost / biaya total koperasi dalam satu tahun
Berdasarkan persamaan tersebut akan ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu :
SHU = TR - TC
a. Jumlah pendapatn koperasi lebih besar daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih yang disebut SHU positif.
b. Jumlah pendapatan koperasi lebih kecil daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih yang disebut SHU negative atau SHU minus.
c. Jumlah pendapatan koperasi sama dengan jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terjadi SHU nihil atau berimbang.
d. Pendapatan koperasi adalah penerimaan koperasi atas kontribusi anggota koperasi bagi pengeluaran biaya-biaya koperasi, maka apabila SHU positif berarti kontribusi anggota koperasi pada pendapatan koperasi melebihi kebutuhan akan biaya rill koperasi. Kelebihan tersebut dikembalikan oleh koperasi kepada para anggotanya menurut jasa masing-masing anggota.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU)
Menurut (Andjar Pactha W,dkk dalam Saputra, dkk 2016 :1 ) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi SHU terdiri dari dua faktor yaitu :
a. Faktor dari dalam terdiri dari 1) Partisipasi anggota,
2) Peningkatan kredit bermasalah, 3) Konerja pengurus,
4) Jumlah unit usaha yang dimiliki, 5) Kinerja manejer,
6) Kinerja karyawan.
b. Faktor dari luar terdiri dari
a) Modal pinjaman dari luar,
b) Perilaku konsumen dari luar selain anggota dan pemerintaan
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis mencantumkan penelitian terdahulu yang bersumber dari skripsi yang telah diterbitkan untuk menambah referensi pada landasan teori dan berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti.
Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
No Nama/TAh un
Judul Persamaan Perbedaa n
Hasil Penelitian
1
(I Made Agus Rusmana, 2014)
Pengaruh Pertumbuhan Kredit Bermasalah dan
Simpanan Anggota Koperasi Terhadap SHU
Meneliti pertumbuha
n kredit bermasalah,
simpanan anggota dan
sisa hasil usaha
Hasil analisis terhadap pengaruh pertumbuhan kredit
bermasalah dan simpanan anggota koperasi terhada SHU Koperasi Simpan Pinjam Kecamatan
Mangwi. Hasil penelitian ini dapat
dijelaskan bahwa adanya pengaruh negatif secara persial dari pertumbuhan kredit
bermasalah terhadap sisa hasil usaha.
2
(Yolamalin da, 2014)
Pengaruh jumlah anggota dan simpanan anggota terhadap peningkatan sisa hasil usaha
Meneliti simpanan anggota dan sisa hasil usaha
Tidak meneliti jumlah anggota anggota
Terjadi
pengaruh yang signifikan antara simpanan anggota terhadap peningkatan sisa hasil usaha PKP-RI
Propinsi Sumatera Barat.
3
(Nunung Nurhayati dan Samsul Anwar, 2019)
Pengaruh kredit bermasalah terhadap sisa hasil usaha (SHU) melalui modal sendiri
Meneliti kredit bermasalah dan sisa hasil usaha (SHU)
Tidak meneliti simpanan anggota
kredit bermasalah terhadap sisa hasil usaha melalui modal sendiri
berpengaruh dan termasuk dalam kategori rendah.
4 (M Thamrin, 2013)
Pengaruh simpanan anggota dan pinjaman anggota terhada sisa hasil usaha (SHU)
Meneliti sisa hasil usaha (SHU)
Tidak meneliti kredit bermasala h
Terdapat pengaruh yang signifikan antara simpanan anggota terhadap SHU.
5
(Ani Apriani Hidayat,
2016 )
Pengaruh simpanan anggota dan modal
pinjaman dari bank
terhadap sisa hasil usaha (SHU)
Meneliti simpanan anggota dan sisa hasil usaha (SHU)
Tidak meneliti kredit bermasala h dan modal pinjaman
Terdapat pengaruh secara signifikan antara simpanan anggota dan pinjam modal dari bank terhadap sisa hasil usaha (SHU).
2.3
Kerangka PemikiranMenurut (Sugiyono, 2015:972) kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berawal dari sebuah pemikiran dimana dalam suatu usaha agar dapat berkembang maka dibutuhkan suatu pendapatan atau keuntungan.
Keuntungan dalam suatu koperasi disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diperoleh dari kegiatan koperasi. Dalam meningkatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) tentunya dibutuhkan modal dalam bentuk simpanan anggota koperasi yang besar untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya.
Simpanan anggota digunakan Koperasi dalam perkembangannya berperan penting untuk dapat memperoleh keuntungan atau pendapatan. Dalam kegiatan Koperasi Simpan Pinjam “Pelangi Kasih” Cimahi simpanan anggota digunakan untuk meningkatkan laba dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya dan untuk merealisasi pinjaman anggotanya yaitu kredit. Kredit dan simpanan anggota mempunyai keterkaitan dalam mempengaruhi perolehan pendapatan koperasi dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU).
Berdasrkan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh, (I Made Agus Rusmana, 2014) (Yolamalinda, 2014), (Nunung Nurhayati, Samsul Anwar, 2019), dan (M Thamrin, 2013 ) selain terdapat perbedaan dari lokasi penelitian dalam penelitian inipun terdapat perbedaan pada indikator yang diambil. Dengan demikian penelitian ini terdapat pembaruan dari penelitian sebelumnya. Secara teoritis dengan adanya penurunan kredit bermasalah dan peningkatan simpanan anggota dalam koperasi makan akan meningkatkan perolehan laba atau Sisa Hasil Usaha (SHU). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Menurut (Sugiyono, 2015:99) menjelaskan bahwa “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan”. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Kredit Bermasalah (X 1) Indikator :
1. Kredit macet
2. Kredit kurang lancar 3. Dirugikan
Sumber:(Rafsanjani, 2013:169)
Sisa Hasil Usaha (Y) Indikator :
Pendapatan bunga dan biaya operasional
Simpanan Anggota (X2) Indikator :
1. simpanan pokok 2. simpanan wajib 3. simpanan sukarela
sumber : (Kasmir, 2015:65)
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya maka penulis merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan dari penelitian sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh signifikan antara Kredit Bermasalah terhadap Sisa Hasil Usaha (SHU) secara parsial pada Koperasi Simpan Pinjam Pelangi Kasih, Cimahi-Bandung.
2. Terdapat pengaruh signifikan antara Simpanan Anggota terhadap Sisa Hasil Usaha (SHU) secara parsial pada Koperasi Simpan Pinjam Pelangi Kasih, Cimahi-Bandung.
3. Terdapat pengaruh signifikan antara Kredit Bermasalah dan Simpanan Anggota secara simultan terhadap Sisa Hasil Usaha pada Koperasi Simpan Pinjam Pelangi Kasih, Cimahi-Bandung.