• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERJANJIAN DALAM ASURANSI SYARIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II PERJANJIAN DALAM ASURANSI SYARIAH"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Pengertian asuransi syariah menurut ketentuan umum Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yaitu asuransi syariah (Ta'min/ ﻦﻴﻣﺄﺘﻟﺍ , Takaful/ ﻞﻓﺎﻜﺘﻟﺎﻜﺘﻟﺎ/ﺘﻟﺎ/ﺘﻟﺍ, Tadham) adalah upaya untuk saling melindungi dan saling membantu antar sejumlah orang/pihak melalui penanaman modal dalam bentuk harta atau tabarru'. Oleh karena itu, premi asuransi syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri dari dana tabungan dan dana tabarru’. Dana tabungan merupakan dana simpanan peserta Asuransi Syariah dan akan menerima bagi hasil (al-mudharabah dari pendapatan bersih investasi yang diperoleh setiap tahunnya.

Asuransi syariah yang penyelenggaraannya di Indonesia berdasarkan prinsip syariah, belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Namun perlu dipahami bahwa asuransi syariah tidak teratur dalam menjalankan aktivitasnya, karena belum ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. 27 Peraturan perundang-undangan tersebut menjadikan asuransi syariah sah secara hukum, meskipun belum memberikan jaminan hukum yang kuat.

Sedangkan pedoman menjalankan usaha asuransi berdasarkan prinsip syariah tertuang dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No. Asuransi syariah bertujuan untuk saling membantu dan melindungi satu sama lain jika terjadi kejadian atau risiko yang tidak terduga yang menimpa pemegang polis. Asuransi jiwa adalah suatu kontrak asuransi yang memberikan manfaat pertanggungan yang berkaitan dengan hidup atau matinya tertanggung.

Jika masa berlaku polis asuransi jiwa berakhir tanpa terjadi peristiwa, maka beban risiko penanggung berakhir.

Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

Jika pemahaman ini terbentuk di setiap .. pemain” yang terlibat dalam perusahaan asuransi, maka masalah yang sangat mendesak dapat diselesaikan pada tahap awal dan perjalanan dapat berlanjut pada perjalanan yang bermanfaat. Prinsip ini mempunyai arti bahwa setiap peserta asuransi (pemegang polis) harus mempunyai itikad baik dan manfaat ketika mengadakan kontrak untuk saling membantu atau dengan peserta lain. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya untuk menempatkan hak dan kewajiban antara peserta dan perusahaan asuransi.

Pertama, peserta asuransi harus ditempatkan pada kondisi yang mengharuskannya untuk selalu membayar iuran ganti rugi (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan berhak menerima sejumlah dana ganti rugi jika terjadi kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga penatausahaan dana mempunyai kewajiban membayar ganti rugi (dana ganti rugi) kepada peserta 58. Keuntungan yang dihasilkan perusahaan asuransi dari hasil investasi dana penyertaan harus dibagi sesuai kesepakatan yang telah disepakati. pada awalnya. Baik peserta maupun perusahaan asuransi telah sepakat untuk bekerjasama secara sah, dimana peserta memberikan modal melalui pembayaran premi kepada perusahaan asuransi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk menginvestasikan akumulasi dana iuran dalam suatu usaha (yang berdasarkan perjanjian wakalah/  , mudharabah/  atau musytarakah/ ﺍ ). Sementara itu, sebagai imbalan atas pembayaran iuran, perusahaan setuju untuk mengganti kerugian peserta jika terjadi kerugian/kerusakan yang tidak terduga atau risiko lainnya.38 e) Prinsip Kepercayaan/

Prinsip kepercayaan yang berlaku bagi peserta asuransi adalah peserta wajib memberikan informasi yang benar mengenai pembayaran premi dan lain-lain. Jika tertanggung tidak memberikan informasi yang benar tentang dirinya dan memalsukan informasi tentang kerugian yang dideritanya, berarti peserta telah melanggar asas kepercayaan dan dapat dituntut secara hukum. Dalam industri asuransi, kemauan dapat diterapkan pada setiap peserta asuransi, agar ia mempunyai motivasi sejak awal untuk merelakan sejumlah harta (premi) yang dititipkan pada perusahaan asuransi yang berperan sebagai dana sosial (tabarru').   ). Dana tersebut memang digunakan untuk membantu tertanggung lain apabila mengalami kerugian yang sangat besar. 40 g) Asas larangan riba.

40 M. Ali Hasan, op.cit., hlm. 130. . akal untuk bekerja keras), akad riba adalah media yang digunakan oleh orang kaya untuk mengambil dari lebihan modal, akad riba menimbulkan renggangan hubungan sesama manusia, dan larangan riba dibuktikan dengan ayat-ayat al-Qur’an ( QS an -Nisa ayat 29). Supaya tidak ada keraguan pada larangan tersebut.41 Dalam insurans syariah, masalah riba dihapuskan dengan konsep mudharabah/ . perkongsian hasil) atau perjanjian lain yang dibenarkan oleh syar'i. h) Prinsip larangan Gharar/ﺭﺮﻏ (Ketidakpastian). Sekiranya kedua-dua pihak bersetuju, kontrak itu pada asasnya masih termasuk dalam kategori bay' al-gharar )ﺭﺮﻏ ) yang dilarang.

Sekalipun persentase atau besaran pembayarannya diatur agar pemegang polis memahaminya, ia tetap tidak mengetahui kapan bencana akan terjadi. Oleh karena itu, dalam mekanisme pembiayaan asuransi syariah, premi yang dibayarkan peserta dibagi menjadi dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru'/ atau amal. 43 Pada rekening tabarru'/  ini seluruh dana tabarru'/  ditempatkan sebagai dana gotong royong atau dana kebajikan yang besarnya berkisar 5%-10% dari hadiah pertama (tergantung umur) ) .

Selanjutnya klaim peserta dibayarkan dari dana ini apabila salah satu peserta meninggal dunia atau mengambil nilai tunai tersebut sehingga permasalahan gharar/ ﺭﺮﻏ dapat teratasi 44.. i) Prinsip larangan Maisir/ ﺮﺴﻴﻤﻟﺍ (judi) . Rekening khusus yang menampung dana tabarru'/ tidak tercampur dengan rekening peserta, sehingga masa pembalikan dalam asuransi syariah terjadi sejak awal.

Perjanjian Asuransi Menurut Hukum Islam

Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain mempunyai kewajiban. Dengan demikian, para pihak yang mengadakan kontrak merupakan suatu pilar yang menjadi inti suatu kontrak, sedangkan kesadaran atau akal sehat merupakan syarat bagi masing-masing pihak. Orang sebagai subjek hukum keterlibatan adalah pihak-pihak yang dapat dituntut secara hukum, yang disebut dengan amukallaf.

Suatu obyek yang menjadi pokok suatu perjanjian harus mempunyai kejelasan, tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman antar pihak yang dapat menimbulkan perselisihan. Jika objeknya adalah jasa, maka harus jelas bahwa pihak yang mempunyai keahlian adalah sebatas kemampuan dan ketrampilannya. Ijab dan qabul merupakan ungkapan para pihak yang mengadakan akad, berupa ijab dan qabul.

Ijab adalah pernyataan janji atau tawaran pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jamzul iradata yaitu antara ijab kabul dan qabul menunjukkan kehendak para pihak dengan pasti, tanpa ragu-ragu dan tanpa paksaan. Sukarela; Setiap kontrak dilaksanakan atas kehendak para pihak dan menghindari paksaan karena tekanan dari salah satu pihak atau pihak lainnya.

Menepati janji; Setiap kontrak harus dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh masing-masing pihak dan sekaligus menghindari pelanggaran kontrak. Kebijaksanaan; Setiap kontrak dilaksanakan dengan pertimbangan yang cermat dan dilaksanakan dengan ketelitian dan kehati-hatian. Kekal; Setiap akad dilaksanakan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang akurat, sehingga terhindar dari spekulasi atau maisir (ﺮﺴﻴﻤﻟﺍ.

Menguntungkan kedua-dua pihak; setiap kontrak dibuat untuk memenuhi kepentingan pihak bagi mengelakkan manipulasi dan merugikan salah satu pihak. Kesaksamaan; pihak-pihak dalam setiap kontrak berada dalam kedudukan yang sama dan mempunyai hak dan kewajipan yang sama. Kebolehan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, agar tidak menjadi beban yang terlalu besar bagi yang bersangkutan.

Kenyamanan; Setiap akad dilaksanakan dengan memberikan kemudahan bagi masing-masing pihak untuk melaksanakannya sesuai dengan perjanjian. Itikad baik; Akad tersebut dilaksanakan untuk mempertahankan manfaat, tidak mengandung unsur jebakan atau perbuatan buruk lainnya.

Dasar-dasar Penggunaan Akad dalam Asuransi Syariah

Akad Tabarru () adalah segala bentuk akad yang dilaksanakan dengan tujuan kebaikan dan gotong royong, bukan sekedar untuk tujuan komersil. Premi merupakan kewajiban peserta untuk menyediakan sejumlah dana tertentu kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. Klaim merupakan hak peserta asuransi yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi sesuai kesepakatan dalam kontrak.

Kontrak yang dibuat antara peserta dan syarikat terdiri daripada kontrak tijarah () dan atau kontrak tabarru`. Jenis akad tijarah () dan atau akad tabarru` () serta syarat-syarat yang dipersetujui mengikut jenis insurans. Dalam kontrak tijarah/ (mudharabah), syarikat bertindak sebagai mudharib (pengurus) dan peserta bertindak sebagai sahibul maal (pemegang polis).

Dalam akad tabarru`/  (hibah), peserta memberikan hibah yang nantinya digunakan untuk membantu peserta lain yang terkena bencana. Dalam perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi, perusahaan mempunyai amanah untuk berinvestasi dan mengupayakan pembiayaan proyek dalam bentuk musyarakah (ﻙﺍﺮﺘﺷﺮﺎ), mudharabah () dan wadiah (  ) yang diperbolehkan oleh syariah.'.64 Selain itu, akad yang digunakan adalah wakalah () dan syirkah. Wakalah () adalah akad tijarah () yang memberi wewenang kepada perusahaan sebagai wakil peserta asuransi untuk mengelola dana tabarru () dan/atau dana investasi peserta asuransi, sesuai dengan kuasanya. atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (biaya).65 Mudharabah () adalah akad tijarah () yang memberikan wewenang kepada perusahaan sebagai mudharib ()  ) mengelola investasi dana tabarru' ( ) dan peserta asuransi bertindak sebagai pemegang polis shahibul maal).

Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah () dapat diinvestasikan, dan hasil investasinya dibagikan kepada peserta asuransi. Akad mudharabah () dalam asuransi syariah untuk keuntungannya dapat ditiadakan oleh tertanggung jika ada hal-hal yang menghalangi tertanggung untuk melepaskan haknya secara sukarela. ) berarti pengabaian atau perlindungan.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan premi pada Asuransi Takaful Keluarga untuk pembelian rumah di Bank Muamalat berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor

21/DSN-MUI/X/2001 bagian Pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan bahwa Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong

Menurut Mei Santi (Santi, 2018), praktik asuransi syariah unit link di Indonesia telah mengacu pada fatwa DSN MUI dan didampingi oleh dewan pengawas syariah (DPS)

tabarru ’ yang ada dalam perusahaan asuransi Takaful Indonesia cabang Malang penerapannya telah sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No.53/DSN-

Analisa penulis menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara asuransi syariah produk fatwa DSN-MUI dengan hukum perjanjian kontemporer Musthafa Ahmad Az-

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 40/DSN- MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Fatwa

Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang pedoman umum asuransi syari’ah, asuransi syari’ah adalah usaha saling melindungi

Perbedaannya, pada kajian tesis berjudul “Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI tentang Asuransi Syariah dan Aplikasinya” ini, fokus pada pembahasan Asuransi Takaful Umum