• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SMARTLIB | Smart Library UMRI

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SMARTLIB | Smart Library UMRI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6

Universitas Muhammadiyah Riau 2.1. Durian (Durio zibethinus Murr)

Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan tanaman buah tropis eksotik yang mempunyai rasa dan aroma yang unik.Buah durian disebut juga the king of fruityang sangat digemari oleh berbagai kalangan masyarakat karena rasanya yang khas. Buah durian memiliki banyak manfaat bagi manusia, yaitu sebagai makanan buah segar dan olahan, untuk perawatan anti penuaan, meningkatkan tekanan darah dan sebagai afrodisiak (peningkat gairah) (Pratiwi et al., 2018).

Gambar 2.1 Buah Durian (Sumber: Ningsih, 2018)

Klasifikasi ilmiah tanaman durian adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotylodonae Ordo : Malvaceae Famili : Bombacaceae Genus : Durio

Jenis : Durio ziberhinus Murr

Durian termasuk dalam famili Bombaceae yang dikenal sebagai buah tropis musiman di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia).Tanaman ini merupakan buah asli Indonesia, menempati posisi ke-4 buah nasional dengan produksi, lebih kurang 700 ribu ton per tahun. Musim panen umumnya

(2)

Universitas Muhammadiyah Riau berlangsung tidak serentak dari bulan September sampai Februari dengan masa penceklik bulan April sampai Juli (Yuniastuti et al., 2018).

Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi penghasil buah durian yang melimpah. Daerah Sumatera Selatan, produksi buah durian dapat mencapai kurang lebih 38 ton per tahun. Kulit durian secara proporsional mengandung unsur selulosa yang tinggi (50-60%) dan kandungan lignin (5%) serta kandungan pati yang rendah (5%). Kulit durian mengandung karbon yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan bahan pembuatan karbon aktif untuk digunakan sebagai adsorben (Marlinawati et al., 2015).

Tabel 2.1. Komposisi Kulit Durian

Komponen Komposisi

Selulosa 50-60 %

Lignin 5 %

Pati 5%

Nilai kalor 3786,95 kal/gram

Nilai keteguhan lengkung 360 kg/cm2 Nilai keteguhan patah 543 kg/cm2 Sumber: Hatta, 2007

2.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses pengumpulan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi penyerapnya. Adsorpsi diartikan sebagai jenis adhesi yang terjadi pada permukaan suatu media yang terkontak dengan media lain. Proses adsorpsidigambarkan sebagai proses molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat penyerap akibat ikatan fisika dan kimia (Putranto et al., 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu (Mu’in et al., 2017):

a. Tekanan (P)

Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat.Kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah zat yang diadsorpsi.

(3)

Universitas Muhammadiyah Riau b. Sifat bahan larutan dan temperatur

Faktor yang mempengaruhi adalah kebasaan (pH) dan senyawa ionik dimana pH menentukan kontak permukaan dengan adsorben dan senyawa ionik menentukan disosiasi antara senyawa elektrolit, temperatur adsorbat.

Berkurangnya temperaturakan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi demikian juga peristiwa sebaliknya.

c. Interaksi Potensial (E)

Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.

d. Karakteristik adsorbendan bahan yang diserap

Sifat dari adsorben yang biasanya cenderung mempengaruhi proses adsorpsi adalah bentuk pori, permukaan kimia dan isi dari bahan yang akan diserap.

Proses penyerapan bergantung pada kemampuannya menerima molekul organik yang masuk kedalam permukaan adsorben yang bergantung kepada ukuran mereka. Karakter yang diperhatikan dari bahan yang akan diserap meliputi ukuran molekul, kelarutan, sifat koligatif (pKa), dan komposisi penyusunnya jika bahan tersebut adalah senyawa aromatik.

2.3. Adsorben

Adsorben adalah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik padat, cairan maupun gas) pada proses adsorpsi. Semakin kecil pori-pori adsorben maka luas permukaan semakin besar, sehingga kecepatan adsorpsi bertambah.

Adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang aktif (Azamia, 2012).

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu adsorben yaitu:

1. Mempunyai permukaan yang luas 2. Memiliki pori-pori

3. Aktif dan murni

4. Tidak bereaksi dengan adsorbat

Adsorben yang digunakan secara komersial dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar.

1. Adsorben polar disebut juga hydrophilic

(4)

Universitas Muhammadiyah Riau 2. Adsorben non polar disebut juga hydrophobic

Menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemical)ada beberapa klasifikasi pori yaitu:

a. Mikropori : diameter <2 nm b. Mesopori : diameter 2–50 nm

c. Makropori : diameter >50 nm (Rahmayani, 2013).

Untuk proses adsorpsi ada 3 jenis adsorben yang biasa dipakai, yaitu:

1. Silika gel

Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya, dibandingkan menggunakan adsorben karbon aktif maupun zeolit.

2. Karbon Aktif

Karbon aktif dapat dibuat dari kayu, batu bara, dan tempurung kelapa melalui proses carburizingdan pyrolizingpada temperatur 700-800oC.

3. Zeolit

Zeolit mengandung kristal zeolit yaitu mineral aluminosilicateyang disebut sebagai penyaring molekul (Mu’in et al., 2017).

2.4. Arang Aktif

Arang aktif adalah suatu karbon yang mempunyai kemampuan daya serap yang baik terhadap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik, baik berupa larutan maupun gas. Beberapa bahan yang mengandung bahan karbon banyak dan terutama yang memiliki pori dapat digunakan untuk membuat arang aktif. Pembuatan arang aktif dilakukan melalui proses aktivasi arang dengan cara fisika atau kimia di dalam retort. Perbedaan bahan baku dan cara aktivasi yang digunakan dapat menyebabkan sifat dan mutu arang aktif yang berbeda pula (Lempang, 2014).

Arang aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya adsorpsi arang aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya, sehingga

(5)

Universitas Muhammadiyah Riau menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya adsorpsi (Polii, 2017).

Karbon aktif disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya yang luas permukaan berkisar antara 300 m2/gr hingga 3500 m2/gr dan ini berhubungan dengan struktur pori internal sehingga mempunyai sifat sebagai adsorben (Polii, 2017).

Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonasi dan aktivasi. Karbonasi merupakan suatu proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya. Sedangkan aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat baik fisika atau kimia (Verlina, 2014).

Kualitas arang aktif dapat dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional Indonesia 06–3730-1995 pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2. Persyaratan Arang Aktif (SNI) 06-3730-1995 Jenis Persyaratan Parameter

Kadar Air Maksimum 15 %

Kadar Abu Maksimum 10 %

Kadar Zat Menguap Maksimum 25 %

Kadar Karbon Terikat Minimum 65 %

Daya Serap Terhadap Yodium Minimum 750 mg/g Daya Serap Terhadap Benzena Minimum 25 %

Proses pengarangan atau karbonisasi terbagi menjadi empat tahap (Siahaan et al., 2013 ), yaitu :

1. Tahap penguapan air terjadi pada suhu 100-105oC.

2. Tahap penguraian hemiselulosa dan selulosa pada suhu 200-240oC menjadi larutan piroglinat.

3. Tahap proses depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C pada suhu 240-400oC. Selain itu lignin mulai terurai menghasilkan ter.

(6)

Universitas Muhammadiyah Riau 4. Tahap pembentukan lapisan aromatik terjadi pada suhu lebih dari 400 oC dan lignin masih terus terurai sampai suhu 500 oC, sedangkan pada suhu lebih dari 600 oC terjadi proses pembesaran luas permukaan arang. Selanjutnya arang dapat dimurnikan atau dijadikan arang aktif pada suhu 500-1000 oC .

2.5. Limbah Cair Laundry

Limbah cair domestik terbagi dalam dua kategori yaitu limbah cair domestik yang berasal dari air cucian, seperti sabun, deterjen, minyak dan pestisida serta limbah cair domestik yang berasal dari kakus, seperti sabun, sampo, tinja dan air seni. Oleh sebab itudapat disimpulkan limbah laundry termasuk ke dalam kategori limbah cair domestik. Usaha laundry dalam prosesnya menggunakan deterjen dan sabun sebagai bahan pencuci.Akan tetapi deterjen lebih sering digunakan daripada sabun karena deterjen dapat menghasilkan buih yang lebih banyak dibandingkan dengan sabun yang menurut kebanyakan orang banyaknya buih mampu menghilangkan kotoran yang berada dipakaian mereka (Astuti, 2001).

Limbah cair laundry yang dihasilkan oleh deterjen mengandung fosfat yang tinggi yang berasal dari sodium tripolyphospat (STPP) yang dalam deterjen berfungsi sebagai builderyang merupakan unsur terpenting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga deterjen dapat bekerja secara optimal. Bila kandungan fosfat dalam air limbah laundry semakin tinggi maka hal ini akan mengganggu lingkungan sekitar badan air. Adapun yang menyebabkan eutrofikasi dimana badan air menjadi kaya akan nutrien terlarut, menurunnya kandungan oksigen terlarut dan kemampuan daya dukung badan air terhadap biota air (Astuti, 2001).

Tabel 2.3. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan

Parameter Satuan Kadar Tertinggi

COD mg/L 180

BOD mg/L 75

Surfaktan mg/L 3

Sumber : Permen LH No.5 Tahun 2014

(7)

Universitas Muhammadiyah Riau Bahan yang terkandung dalam deterjen salah satunya adalah seperti Linear Alkaly BenzeneSulfonate (LAS), surfaktan, klorin dan golongan ammonium kuartener yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan. Golongan ammonium kuartener dapat membentuk senyawa nitrosamine yang bersifat karsinogenik, iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan katarak pada orang dewasa. Kandungan fosfat pada deterjen juga dapat menyebabkan timbulnya eutrofikasi, atau alga bloom diperairan karena menghambat masuknya atau kelarutan kontak oksigen di udara dengan air yang berakibat oksigen terlarut menjadi turun menjadi septik, bau dan warna air menjadi kehitaman serta matinya organisme yang bersifat aerobik pada perairan (Purnama et al., 2015).

2.6. Analisis Pengujian

2.6.1.Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Rahmawati, 2011). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikroorganisme dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Oksidasi terhadap bahan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:

CaHbOc + Cr2O7-2 + H+ CO2 + H2O + Cr+3

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO4) untuk memepercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut (Rahmawati, 2011).

katalis

(8)

Universitas Muhammadiyah Riau 2.6.2.Biological Oxygen Demand (BOD)

Biological Oxygen Demand (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat didalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.

Pencemaran bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Muhajir, 2013).

Pengujian BOD menggunakan metode Winkler – Alkali iodide azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, kemudian diukur oksigen terlarutnya. Botol yang tersisa diukur oksigen terlarutnya pada hari ke nol dengan menambahkan 1 ml MnSO4+ 1 ml reagen alkali iodide azida + 1 ml H2SO4pekat.Setelah itu ditambah 3 tetes amilum dan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Muhajir, 2013).

2.6.3. Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik ini mempunyai daya pembersih yang kuat, murah dan mudah diperoleh di masyarakat. Surfaktan anionik yang berasal dari sulfat adalah hasil reaksi antara alkohol rantai panjang dengan asam sulfat yang akan menghasilkan sulfat alkohol yang mempunyai sifat aktif permukaan (surface active agent: surfactant). Jenis surfaktan anionik yang banyak digunakan sebagai deterjen antara antara lain alkil benzen sulfonat. Namun, saat ini alkil benzen sulfonat sudah banyak digantikan dengan alkil sulfat yang dianggap lebih mudah terdegradasi (Utomo, 2018).

Surfaktan merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air.Surfaktan berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Hal ini terjadi karena molekul surfaktan terdiri dari satu ujung hidrofilik dan satu ujung hidrofobik (satu rantai

(9)

Universitas Muhammadiyah Riau hidrokarbon atau lebih). Ujung hidrofobik surfaktan merupakan satu rantai atau lebih hidrokarbon yang mengandung 12 atom karbon atau lebih (Apriyani, 2017).

2.7. Spektrofotometer UV-Vis

Dalam analisis kimia dikenal berbagai macam cara untuk mengetahui data kualitatif dan kuantitatif baik yang menggunakan suatu peralatan optik (instrument) ataupun dengan cara basah. Alat instrumen biasanya dipergunakan untuk menentuka suatu zat berkadar rendah, biasanya dalam satuan ppm (part per million). Salah satu metode sederhana untuk menentukan zat organik dan zat anorganik secara kualitatif dan kuantitatif dalam contoh air laut, yaitu dengan metode Spektrofotometri Ultra Violet dan Sinar Tampak. Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan.Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985).

Cahaya tampak hanyalah merupakan bagian kecil dari seluruh radiasi elektromagnetik.Spektrum cahaya tampak terdiri dari komponen-komponen merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu, dimana masing-masing warna mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Satuan yang banyak dipergunakan untuk menyatakan panjang gelombang yang berbeda. Satuan yang banyak dipergunakan untuk menyatakan panjang gelombang adalah Angstrom, 1 A = 10-

10meter (Triyati, 1985).

2.8. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Prinsip kerja instrumen FTIR berdasarkan pada besaran frekuensi sinar infra merah yang diserap dengan tingkat energi tertentu. Apabila frekuensi tertentu diserap melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi tersebut akan ditransfer ke senyawa tersebut. FTIR pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya.

Spektrofotometer inframerah terdiri dari sumber cahaya, cermin difraksi, kuvet (sel) rangkap, pemenggal, kisi dan detektor serta perekam, seperti gambar dibawah ini.

(10)

Universitas Muhammadiyah Riau Gambar 2.2. Bagan Spektrofotometer Inframerah

Cahaya dari sumber di atas dipecah oleh sistem cermin (tidak digambarkan) menjadi dua berkas cahaya, satu berkas untuk rujukan dan lainnya untuk contoh.

Setelah masing-masing melewati sel rujukan dan sel contoh maka kedua berkas ini digabung kembali dalam alat pemenggal (chopper, berupa cermin) dan selanjutnya diarahkan secara bergantian masuk dan didifraksi oleh suatu kisi sehingga berkas tersebut terpecah menurut panjang gelombang. Kemudian alat detektor, beda intensitas antara kedua berkas tadi diukur pada masing-masing panjang gelombangnya dan terakhir informasi ini diteruskan ke alat perekam yang menghasilkan spektrum berwujud gambar/grafik (Ningsih, 2018).

Referensi