Berbagai tumbuhan mempunyai potensi sebagai fitoremediator, namun berbeda dalam kemampuannya mengakumulasi dan menyerap logam berat (Nouri et al., 2009). Salah satu syarat untuk menjadi fitoremediator adalah kemampuannya dalam menyerap bahan pencemar, menyimpannya dalam jaringan organ tanaman, dan menstabilkan bahan pencemar (Gupta, dkk., 2013). Logam berat terakumulasi pada organ tanaman seperti daun, batang, bunga, buah dan akar (Sewalem et al., 2014).
Fitoremediasi dapat mengurangi kontaminan berupa logam, senyawa anorganik dan radionukleotida pada sedimen, lanau dan tanah (Tangahu et al., 2011). Tanah yang terkontaminasi logam berat tidak memiliki tutupan vegetasi, karena logam berat terkena pencucian dan erosi tanah (Vangronsveld et al., 2009). Fitovolatilisasi berlaku untuk kontaminan logam di air tanah, tanah, sedimen dan air limbah (Tangahu et al., 2011).
Faktor biokonsentrasi atau bioakumulasi menunjukkan efisiensi tanaman dalam mengakumulasi logam dalam jaringan dari lingkungan sekitarnya (Ladislas et al., 2012; Ahmadpour et al., 2012). Nilai faktor translokasi yang lebih besar dari 1 menunjukkan translokasi logam dari akar ke organ di atas permukaan tanah (Jamil et al., 2009). BAF juga dapat digunakan untuk mengukur perbedaan relatif dalam bioavailabilitas logam berat bagi tanaman (Naseem et al., 2009).
Translokasi logam berat dari larutan tanah ke vakuola dikendalikan oleh molekul yang berbeda (Hazrat et al., 2013).
Sifat Fisika dan KimiaTanah
Akumulasi timbal dalam vakuola dan korteks akar dengan pembentukan kompleks (Kopittke et al., 2007), imobilisasi oleh pektin bermuatan negatif pada dinding sel (Islam et al., 2007; Kopitte et al., 2007). Akumulasi pada membran plasma (Islam et al., 2007; Jiang dan Liu, 2010), berikatan dengan fitokelatin, glutathione dan asam amino (Yadav, 2010), mengendapkan garam stannous yang tidak larut dalam ruang antar sel (Kopitte et al., 2007) . ) dan sintesis organik “osmolit” (Islam et al., 2007). Berat tanah yang rendah mengakibatkan rendahnya tekanan air karena air tanah digunakan oleh tanaman (Laghlimi et al., 2015), sedangkan berat tanah yang tinggi menyebabkan air sulit melewatinya atau akar sulit menembus tanah (Hardjowigewno, 2007).
Penambahan bahan organik menurunkan berat jenis tanah karena massa padat tanah menjadi lebih ringan sehingga berat jenis tanah menjadi lebih rendah. Tanah liat yang mengandung bahan organik tinggi menyebabkan nilai KTK lebih tinggi dibandingkan tanah berpasir yang sedikit mengandung bahan organik (Fijalkowski et al., 2012). Tanah yang mengandung bahan organik tinggi mempunyai aktivitas yang tinggi terhadap logam berat sehingga ketersediaan logam berat menjadi berkurang (Olaniran et al., 2013).
Nilai KTK tanah ditentukan oleh reaksi tanah, tekstur tanah, jenis mineral, bahan organik, pengapuran dan pemupukan (Sherene et al., 2010). Jumlah nilai H+ meningkat dan kapasitas tukar kation antara logam berat dan H+ tanah teradsorpsi pada permukaan partikel tanah. Penurunan pH dapat mengganggu keseimbangan pelarutan-presipitasi antara ion logam berat dan meningkatkan pelepasan logam berat ke dalam larutan tanah (Song et al., 2015).
Bioavailabilitas logam berat dipengaruhi oleh pH yang mempengaruhi penyerapan polutan dari senyawa anorganik, serta logam berat organik dan terionisasi (Singh dan Kalamdhad, 2013). Konsentrasi logam berat dalam larutan tanah dapat ditingkatkan dengan menurunkan pH tanah. Pada pH rendah, logam berat dapat diserap tanaman karena logam berat larut dalam larutan tanah. Menurunkan pH akan merusak keseimbangan larutan-presipitasi antara ion logam berat dan meningkatkan pelepasan logam berat ke dalam larutan tanah (Song et al., 2015; Wang et al., 2007).
Tanah di daerah tropis mengandung kadar liat rendah yang didominasi oleh oksida Fe dan Al serta hidroksida, dengan perbedaan karakteristik tersebut mengakibatkan perbedaan bioavailabilitas logam berat dalam tanah. Tanah dengan bahan organik mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kation logam karena adanya ligan atau gugus pengkhelat logam. Kehadiran bahan organik meningkatkan pertukaran kation, mempertahankan nutrisi untuk asimilasi tanaman, dan meminimalkan serapan logam berat oleh tanaman (Fijalkowski et al., 2010).
Karakteristik dan Toksisitas Timbal Terhadap Organisme
Karakteristik Timbal
Timbal mempunyai 2 valensi yaitu +2 dan +4. Timbal dengan 2 valensi merupakan bentuk ion timbal yang dominan, sedangkan timbal dengan 4 valensi cenderung membentuk ikatan kovalen tetraetil-Pb. Timbal beracun dalam bentuk timbal karbonat, timbal tetroksida, timbal monoksida, timbal sulfida, dan timbal asetat merupakan penyebab umum keracunan.
Toksisitas Timbal pada Tanaman
Konsentrasi timbal pada tanaman lebih dari 100 mg.kg-1 yang bersifat toksik terhadap proses fotosintesis dan pertumbuhan. Akumulasi timbal pada akar terdapat pada dinding sel dan stres timbal menyebabkan penurunan produktivitas tanaman (Sharma & Dubey 2005; Yadav.2010). Akumulasi timbal menyebabkan penurunan pertumbuhan akar, hilangnya dominasi apikal (Ghelich et al. 2013), Petrescu et al., (2011) melaporkan bahwa banyaknya kandungan timbal dalam media tanaman berbanding lurus dengan lambatnya pertumbuhan Lycopersicum esculentum L.
Toksisitas Pb pada tanaman adalah terhambatnya pertumbuhan akar, karena penghambatan pembelahan sel terjadi pada ujung akar. Pb menyebabkan terhambatnya pembelahan sel pada akar beberapa spesies tanaman, antara lain Triticuma estivum (Kauretal, 2013), Psium sativum (Maleckaetal, 2009), dan Sedium alfredii (Gupta et al., 2010), sehingga mengurangi panjang akar dan biomassa massal. 2014) menyatakan bahwa cekaman timbal dapat menimbulkan gangguan pada tanaman pada tingkat tertentu, seperti terhambatnya pertumbuhan dan cekaman tanaman. Toksisitas timbal pada sel menyebabkan penyimpangan kromosom yang dapat menyebabkan mutasi sel pada Lathyrus sativus (Kumar dan Tripathi, 2008).
Toksisitas Timbal pada Manusia
Mekanisme dan Toleransi Tanaman Terhadap Timbal
Stres oksidatif meningkatkan spesies oksigen reaktif (ROS) sebagai pertahanan antioksidan seluler dan dapat menyebabkan kerusakan pada membran DNA, membran sel atau kematian (Krystofova et al, 2009; Sánchez et al, 2009). Sel tanaman di bawah tekanan logam berat memiliki banyak enzim antioksidan dan metabolit yang mempertahankan kendali atas ROS yang didistribusikan dalam sitoplasma dan organel melalui metabolisme oksidatif. Superoxide dismutase (SOD), ascorbate peroxidase (APX), catalase (CAT), monodehydroascorbate reductase (MDHAR), glutathione dehydrogenase (ascorbate), dan glutathione reduktase (GR) merupakan enzim-enzim yang berperan dalam keseimbangan redoks sel.
Stres logam berat atau stress lingkungan menyebabkan peningkatan radikal bebas sehingga merusak berbagai enzim sehingga mengakibatkan penurunan jumlah protein pada organ tanaman. Tanaman mengembangkan mekanisme pertahanan antioksidan untuk mengurangi efek berbahaya dari radikal bebas, yang terdiri dari antioksidan enzimatik seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), ascorbic peroxidase (APX), guaiacol peroxidase (GPX) dan glutathione reduktase (GRX). ) dan antioksidan non-enzimatik seperti askorbat (AsA), glutathione (GSH), karotenoid, alkaloid, tokoferol, prolin dan senyawa fenolik yang berperan sebagai pemulung radikal bebas (Beladi et al., 2011). Toleransi logam dan kemampuan tanaman dalam mengeluarkan logam berkaitan dengan kemampuan mentranslokasi oksigen dan oksigen bebas dari akar, sehingga menghasilkan kapasitas perubahan yang besar di zona akar dan melokalisasi timbal di dinding sel akar.
Sistem pertahanan non-spesifik diaktifkan ketika tanaman terkena timbal, termasuk sintesis osmolit seperti prolin dan poliamina, perubahan komposisi kimia dinding sel dengan adanya suberin dan kalose, dan perubahan keseimbangan hormon etilen. dan ABA.
Tanaman Hias
Tanaman Hanjuang (Cordyline fruicosa)
Tanaman hanjaung biasa ditanam sebagai tanaman hias, di taman, sebagai tanaman pembatas di perkebunan teh. Hasil penelitian Novi et al., (2019) menunjukkan bahwa Hanjuang mampu mengakumulasi logam Cd dimana Cd terakumulasi. Batangnya dihubungkan di bawah tanah oleh rimpang berdaging tebal yang tumbuh vertikal atau miring ke bawah.
Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, letak daun terutama pada ujung batang tersusun spiral (Dalimartha, 2006). Perbungaan terakhir terdiri dari malai bercabang sepanjang sekitar 20-40 cm dengan banyak bunga kecil berwarna putih hingga merah. Buah Cordyline fruticosa termasuk buah beri merah bulat dengan diameter sekitar 8 mm, disesuaikan untuk penyebaran burung dan mengandung banyak biji.
Warna dan corak warna daun juga menjadi ciri khas yang membedakan setiap kultivar. Kultivar warnanya ada dua jenis, yaitu daun beraneka warna hijau dan daun beraneka ragam mulai dari hijau, kuning, merah jambu, merah, coklat tua. Bunga jantan dan bunga betina tumbuh pada batang yang berbeda dan masak pada waktu yang berbeda.
Produksi komersial setelah dilakukan seleksi hibrida, diperbanyak secara aseksual melalui stek batang (Deng et al., 2010). Biji berukuran mm, elips, halus, agak mengkilat, abu-abu, berbintik-bintik coklat tua (Radcliffe-Smith, 1996). Codiaeum variegatum tumbuh di tempat teduh parsial, mempunyai toleransi terhadap asam, basa, pasir, tanah liat dan lempung serta toleransi terhadap kekeringan yang tinggi (Black, 2003).
Codiaeum variegatum adalah salah satu semak hias tropis yang paling populer (Mollick et al., 2011). Tanaman ini dapat digunakan sebagai pagar tanaman atau sebagai pembatas lanskap dan juga dapat ditanam sebagai tanaman hias di tempat terang dengan kelembapan sedang (El-Quesni et al., 2016). Codiaeum variegatum menyerap polutan dengan menetralisir radikal bebas yang dihasilkan oleh gas karbon monoksida di lingkungan. Penelitian Sulistiana (2016) menunjukkan bahwa daun purifikasi (Codiaeum variegatum) paling baik dalam menyerap unsur Pb yang tersebar di udara terbuka yaitu sebesar 2,05 mg/L, kecuali tanaman tersebut merupakan tanaman yang bersifat absorptif.