• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat anti TBC (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak dapat disembuhkan. Kuman TBC pada makrofag yang terus berkembang biak pada akhirnya akan membentuk koloni kuman TBC pada jaringan paru yang disebut Fokus Utama Gohn. Dari fokus primer, kuman TBC menyebar melalui saluran limfatik menuju kelenjar getah bening regional, yaitu kelenjar getah bening yang mempunyai saluran limfe menuju lokasi fokus primer.

Jika fokus utama terletak di lobus bawah atau tengah paru, maka kelenjar getah bening yang akan terlibat adalah kelenjar getah bening parahilal, sedangkan jika fokus utama terletak di aksil paru, maka kelenjar paratrakeal akan terlibat. Kompleks primer merupakan kombinasi dari fokus utama, pembesaran kelenjar getah bening regional (limfadenitis) dan peradangan saluran getah bening (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara sempurna disebut masa inkubasi TBC.

Hal ini berbeda dengan konsep masa inkubasi pada proses infeksi lainnya, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya bakteri hingga munculnya gejala penyakit. Kelenjar getah bening regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, namun penyembuhan biasanya tidak selengkap fokus utama pada jaringan paru. Sebaliknya dengan penyebaran hematogen, kuman TBC masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Dengan cara ini kuman TBC menyebar secara sporadis dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. 17 Secara singkat patogenesis penyakit TBC dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Patogenesis Tuberkulosis.  17
Gambar 2.1 Patogenesis Tuberkulosis. 17

Penemuan Pasien TB Paru

Mengingat prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala-gejala di atas dianggap sebagai penderita TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis langsung pada dahak untuk memastikan penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan cara pengambilan 3 spesimen dahak yang diambil dalam dua kali kunjungan berturut-turut pada formulir pagi hari (SPS) 14 1) S (Kapan): pengambilan dahak dilakukan pada saat tersangka TBC tiba. kunjungan pertama ke pelayanan kesehatan. Sekembalinya ke rumah, tersangka membawa sepanci dahak untuk menampung dahak pagi hari pada hari kedua.

Fungsi kultur dan identifikasi M. tuberkulosis dalam pengendalian TBC terutama untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih rentan terhadap penggunaan OAT atau tidak. Sepanjang fasilitas memungkinkan, kultur dan identifikasi mikroba dan bila diperlukan uji resistensi dapat digunakan dalam beberapa situasi, seperti: 14. Uji resistensi hanya dapat dilakukan di laboratorium yang mampu melakukan proses kultur, identifikasi. mikroba dan uji resistensi sesuai standar internasional, serta telah mendapat jaminan mutu (Quality Assurance) dari laboratorium TB supranasional.

Pengendalian jumlah penderita tuberkulosis perlu dilakukan secara efektif guna menekan jumlah penderita tuberkulosis, karena sumber penyebaran penyakit tuberkulosis adalah dari penderita tuberkulosis itu sendiri. Saat ini ada dua cara untuk menurunkan jumlah penderita tuberkulosis, yaitu terapi dan imunisasi. Pengobatan tuberkulosis (dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2008) bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis OAT Jenis dosis yang dianjurkan (mg/kg). Pengobatan tuberkulosis dilakukan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 14 1) OAT sebaiknya diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Pada tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course), yaitu strategi pengobatan TBC jangka pendek yang diobservasi secara langsung untuk memerangi TBC. TITIK. menekankan pentingnya pemantauan pasien tuberkulosis agar rutin meminum obat sesuai resep hingga dinyatakan sembuh.

Pengembangan Sumber Daya Manusia Program TB

Kebutuhan jumlah pengawas yang berkualitas pada pelayanan kesehatan kabupaten/kota tergantung pada beban kerja, yang umumnya ditentukan oleh jumlah puskesmas, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain di wilayah kerjanya serta tingkat kompleksitas wilayah tersebut. Daerah yang mempunyai lebih dari 20 faskes boleh mempunyai pengawas lebih dari satu b) Tim Gerdunas-TB/DOTS/Tim TB dan lain-lain, jumlahnya tergantung kebutuhan. Kebutuhan jumlah tenaga pengawas yang berkualitas pada Dinas Kesehatan Provinsi tergantung pada beban kerja, yang umumnya ditentukan oleh jumlah Puskesmas, Rumah Sakit, dan institusi kesehatan lain di wilayah kerjanya serta tingkat kerumitan wilayah tersebut.

Pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan aparat kepolisian guna meningkatkan kualitas dan kinerja aparat kepolisian. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan petugas P2TB adalah dengan mengikuti pelatihan pemberantasan TBC dengan strategi DOTS. Dengan memasukkan materi program strategi DOTS pencegahan tuberkulosis dalam pengajaran/kurikulum lembaga pendidikan tenaga kesehatan.

Pelatihan in-service dapat berupa aspek klinis atau aspek manajemen program; 22. 1) Pelatihan dasar program TBC (pelatihan awal penerapan dasar DOTS). a) Pelatihan penuh, semua materi diberikan. Materi yang diberikan disesuaikan dengan ketidakmampuan yang ditemukan, tidak semua materi diberikan seperti pada pelatihan penuh. Materi yang akan dipelajari dalam pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan program dan tugas siswa.

Metode pembelajaran harus mampu melibatkan partisipasi aktif peserta dan membangkitkan motivasi peserta, sehingga peserta mampu melaksanakan pelatihan dengan baik. Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dalam setiap pelatihan dengan tujuan: 22.. a) mengetahui apakah tujuan pelatihan telah tercapai atau belum;. Evaluasi pasca pelatihan merupakan kegiatan sistematis untuk meningkatkan kinerja petugas dan mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasi petugas dalam bekerja.

Indikator Program TB Paru

Hasil kasus tuberkulosis adalah perbandingan antara kasus TBC yang ditemukan dengan target cakupan untuk menemukan pasien baru BTA positif di suatu wilayah.

Capaian Kasus TB Paru

Yang dimaksud dengan pencapaian kasus TBC adalah perbandingan antara jumlah kasus TBC yang ditemukan dengan target cakupan penemuan pasien baru BTA positif di suatu daerah. penemuan kasus baru), bahan dan mesin (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan penemuan kasus baru), dan metode (metode kegiatan penemuan kasus baru). Subsistem proses pelaksanaan kegiatan penemuan kasus baru meliputi skrining suspek TB paru, diagnosis TB paru, pencatatan, pelaporan dan pengolahan data. Tanpa adanya subsistem proses maka tidak akan dapat dihasilkan suatu output dari kegiatan penemuan kasus baru yaitu tercapainya kasus TB paru.

Dari ketiga subsistem yang mempunyai pengaruh langsung terhadap data outcome kasus TB paru adalah subsistem input dan subsistem proses. Subsistem input merupakan sumber daya utama yang paling dibutuhkan dan harus dimiliki dalam suatu sistem sekaligus menjadi penentu dasar dari subsistem proses yaitu luaran kasus TBC paru.koordinator program TBC di Puskesmas yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan staf untuk kegiatan deteksi kasus baru. Kinerja kasus TBC paru merupakan hasil yang dicapai oleh petugas puskesmas sehingga kinerja kasus TBC dilihat dari kinerja koordinator program TBC di Puskesmas, oleh karena itu teori yang digunakan adalah teori kinerja.

Sehubungan dengan penelitian ini yang termasuk dalam variabel individu meliputi: pengetahuan, tingkat pendidikan, pelatihan dan beban kerja. Berdasarkan teori dalam pengendalian tuberkulosis dijelaskan bahwa pengetahuan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilaku dan sikap dalam mencapai CDR TB paru. Pengetahuan dikatakan ada hubungan dengan praktik penemuan TB paru dengan nilai p = 0,001,30 Berdasarkan penelitian Awusi, dkk.

Untuk pelatihan lanjutan berarti pelatihan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan pemrograman yang lebih tinggi, dimana materinya berbeda dengan pelatihan dasar. 2009), terdapat hubungan antara pelatihan dan deteksi pasien TB paru dan petugas yang telah mendapat pelatihan mempunyai peluang 5,84 kali lebih besar untuk menemukan pasien TB paru dibandingkan petugas yang tidak mendapatkan pelatihan. Beban kerja adalah volume yang diberikan kepada seorang pekerja dan ini merupakan tanggung jawab pekerjaan yang bersangkutan. Berdasarkan penelitian Maryun, responden sepakat bahwa bekerja sebagai petugas TB paru memerlukan banyak waktu kerja.

Sebanyak 84,6% responden menyatakan bahwa dengan banyaknya tugas, konsentrasi kerja petugas terbagi menjadi beban kerja yang agak berat bagi petugas yang menjalankan program TBC, sehingga menimbulkan akibat yang tidak diinginkan bagi jenis kesehatan yaitu terbengkalainya program kesehatan, khususnya yang Namun, bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Awusi, dkk. 2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman kerja dengan deteksi pasien tuberkulosis paru. Skrining terhadap pasien suspek tuberkulosis paru dilakukan di pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan aktif baik terhadap tenaga kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan deteksi pasien suspek tuberkulosis paru, terutama melalui pemeriksaan terhadap pasien kontak dengan tuberkulosis paru.

Penelitian Afrimelda dan Ekowati (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan jumlah kasus tuberkulosis paru.33 Menurut penelitian Maryun (2007), tidak ada hubungan antara motivasi dengan pengelola program TBC. . Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat hubungan antara sikap dan praktik dalam penemuan suspek tuberkulosis paru yang dibuktikan dengan nilai p-value sebesar 0,001.

Puskesmas

Upaya PUSKESMAS

Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesma yaitu terwujudnya kabupaten sehat menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. . Upaya wajib kesehatan masyarakat adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global dan mempunyai dampak yang tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan bagi pengembangan puskesmas merupakan upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang terdapat di masyarakat dan disesuaikan dengan daya tampung tempat peristirahatan.

Peran Petugas P2TB

Pencegahan

Obat ini diberikan selama 2 bulan, diikuti dengan fase lanjutan yang melibatkan isoniazid rifampisin (R) yang diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan. Fase intensif berlangsung selama 3 bulan dan mencakup pemberian isonacid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E) selama 2 bulan dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Fase intensif terdiri dari pemberian HRZ setiap hari selama 2 bulan, dilanjutkan dengan fase lanjutan yaitu pemberian HRZ 3 kali seminggu selama 4 bulan.

Pada tahap ini, pasien diberikan pengobatan dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat yang lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan. Pengobatan pasien tuberkulosis ekstra paru sama dengan pasien tuberkulosis paru yaitu menggunakan kategori I yaitu 2HRZE / 4H3R3.34.

Program Pemberantasan Tuberkulosis

Program Penanggulangan Tuberkulosis a. Jangka Panjang

Gambar

Gambar 2.1 Patogenesis Tuberkulosis.  17
Foto toraks dan  pertimbangan dokter

Referensi

Dokumen terkait

Selain koinfeksi dengan Hepatitis, pada kasus koinfeksi HIV juga dapat terjadi koinfeksi dengan infeksi Sifilis, TB paru dan lainnya SIMPULAN Berdasarkan hasil pemeriksaan deteksi