7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibahas mengenai landasan teori yang mendasari penulisan Tugas Akhir. Isi pada baba ini mencakup Unmanned Surface Vehicle, model dinamika kapal, metode Kalman Filter dan pengembangannya yaitu Extended Kalman Filter, regresi linear, dan beberapa penelitian terdahulu.
2.1 Unmanned Surface Vehicle
Unmanned Surface Vehicle (USV) merupakan kapal permukaan air yang dapat beroperasi tanpa awak yang telah ada sejak Perang Dunia II. Umumnya USV berukuran kecil atau sedang yaitu dengan panjang 2 meter hingga 15 meter dengan berat kapal 1,5 hingga 10 ton. Beberapa dapat beroperasi dengan kecepatan lebih dari 35 knot di air tenang. USV sendiri masih dalam tahap peningkatan teknis agar dapat diterima secara luas. Selain teknis, otoritas regulasi sipil dan angkatan laut belum mengembangkan prosedur dan protocol maritime yang menentukan bagaimana kapal tak berawak beroperasi dan berinteraksi dengan lalu lintas maritim lainnya (Bertarm, 2008).
Keterbatasan yang dimiliki oleh wahana apung konvensional dalam melakukan survei di perairan yang dalam dapat diatasi dengan adanya kapal apung tanpa awak (Unmanned Surface Vehicle-USV) yang mudah untuk dibawa karena berukuran kecil dan portable tetapi kokoh dan dapat bergerak lebih fleksibel.
Ukuran kecil memungkinkan untuk operasional dengan satu orang kru saja, sehingga dapat mengurangi waktu dan biaya dibandingkan dengan mengerahkan kru yang banyak dalam kapal yang lebih besar. Jam kerja dapat direduksi dan lebih sedikit waktu yang diperlukan daripada menggunakan kapal yang lebih besar.
Unmanned Surface Vehicle dirancang dapat bergerak di perairan dangkal maupun daerah perairan yang sulit terjangkau. Wahana ahana apung tanpa awak juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan survei dasar laut. Peluncuran dan pengendalian dapat dilakukan dari kapal yang lebih besar atau dari darat manakala ditemui
8 perairan dangkal dan area yang sulit dijangkau oleh kapal biasa. (Perbani dan Suwardhi, 2014)
Menurut (Ferreira dkk, 2009), wahana apung robotik seperti ROAZ akan menjadi peralatan yang efisien untuk mengatasi survei yang beresiko, kendaraan ini mampu melakukan manuver otonom dan mengikuti jalur yang tepat sambal membawa peralatan untuk akuisisi data, seperti operasi batimetri dan karakteristik dasar laut. Sistem ini dapat mengisi kekosongan data yang tidak dapat dilakukan oleh kapal survei hidrografi biasa
Permintaan yang tak terbendung untuk survei dasar laut, dan pengambilan mengingat risiko tinggi yang dapat ditimbulkan oleh saluran air manusia dan tempat-tempat yang tidak ramah dan tidak dapat diakses, mengarah pada perkembangan kendaraan tak berawak: kendaraan bawah air otonom (AUV) dan kendaraan permukaan otonom (ASV). Oleh karena itu, ada minat yang besar dalam penelitian dan pengembangan kendaraan robotik laut untuk mempelajari dan menjelajahi lautan, sungai, dan waduk.
2.2 Free Running Model Test
Uji FRM test dilakukan untuk menentukan kinerja manuver kapal manuver kapal berdasarkan manuver standar seperti zigzag dan turningtest dengan membiarkan model berlayar bebas melakukan manuver. Metode ini memiliki keuntungan dalam memberikan manuver gerak secara langsung dan masih digunakan hingga sekarang. Namun, pada metode ini juga terdapat beberapa kekurangan salah satunya dibutuhkan kolam manuver yang besar sehingga sulit melakukan uji manuver di kolam tarik sempit (Simonsen, 2000).
2.3 Model Matematika Kapal
Secara umum gerakan yang dialami sebuah kapal ketika melaju di lautan ada dua macam, yaitu gerakan translasi dan rotasi. Gerak translasi kapal dibagi menjadi tiga, yaitu: surge, sway dan heave. Gerak rotasi kapal yaitu pitch, roll dan yaw.
9 Gerakan tersebut disebut juga dengan Degree of Freedom (DOF) atau derajat kebebasan. Saat menganalisis gerakan kendaraan laut dalam 6 DOF, digunakan dua kerangka koordinat. Koordinat bergerak X0Y0Z0 terdapat pada kapal yang mengacupada body-fixed, sementara perpindahan angular dan linier pada koordinat XYZ mengacu pada earth-fixed (Fossen, 1994)
Persamaan model matematika kapal disusun berdasarkan koordinat kapal dan bumi seperti pada Gambar 2.1. Kapal juga memiliki komponen yang dibagi dalam tiga keadaan, yaitu gaya dan momen, kecepatan linear dan angular, serta posisi dan sudut Euler sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.1. Pergerakan kapal mencakup gerakan rotasi dan translasi yang memiliki pusat pada tiga sumbu utama, antara lain: sumbu longitudinal 𝑥 (dari buritan ke depan), sumbu transversal 𝑦 (samping), dan sumbu normal bumi 𝑧 (dari atas ke bawah) (Chotimah, 2020).
Gambar 2. 1 Koordinat body-fixed dan earth-fixed
10 Tabel 2. 1 Komponen Gerak Kapal
*) Fossen, 2011
Sebelum menurunkan persamaan dinamik 6 DOF, akan ditinjau secara singkat beberapa prinsip mekanika Newtonian dan lagrangian. Model dinamika kapal disusun berdasarkan prinsip Newtonian yang terdapat formulasi Newton-Euler yang didasari pada hukum dua Newton dengan hubungan antara massa 𝑚, percepatan 𝒗̇𝑐 dan gaya 𝒇𝑐 yang didefinisikan pada Persamaan (2.1).
𝑚𝑣̇𝑐 = 𝒇𝑐 (2.1) Menurut Leonhard Euler (1707-1783) Hukum Dua Newton diekspresikan dengan melibatkan aspek linear 𝑝𝑐 dan momen angular ℎ𝑐 dengan indeks c menyatakan kesesuaianantara gravitasi dengan pusat kapal. (Fossen,1994)
𝑝̇𝑐 ≜ 𝒇𝑐; 𝑝̇𝑐 ≅ 𝑚𝑣𝑐 (2.2) ℎ̇𝑐 ≜ 𝑚𝑐; ℎ̇𝑐 ≅ 𝐼𝑐𝜔 (2.3) Keterangan:
𝒇𝑐 : Gaya yang bersesuaian dengan pusat badan kapal dari gravitasi 𝑚𝑐 : Momen yang bersesuaian dengan pusat badan kapal dari gravitasi.
𝜔 : Vektor kecepatan angular
DOF Gerak Gaya dan
momen
Kecepatan linear dan
angular
Posisi dan sudut Euler
1 Gerak arah-x (surge) X u 𝑥
2 Gerak arah-y (sway) Y v 𝑦
3 Gerak arah-z(heave) Z W 𝑧
4 Rotasi dengan sumbu-x (roll) K P 𝜙
5 Rotasi dengan sumbu-y (pitch) M Q 𝜃
6 Rotasi dengan sumbu-z (yaw) N R 𝜓
11 𝐼𝑐 : Tensor inersia pusat badan kapal dari gravitasi
Persamaan gaya pada gerak translasi pada kapal diperoleh dari persamaan (2.2) dan berdasarkan pengamatan pada Gambar 2.2 sedemikian hingga diperoleh Persamaan (2.4).
𝑚(𝑣̇0+ 𝜔 × 𝑣0+ 𝜔0× 𝑟𝐺+ 𝜔 × (𝜔 × 𝑟𝐺) = 𝒇0 (2.4) dengan 𝑚 adalah massa dari kapal 𝑣0= [𝑢, 𝑣, 𝑤] merupakan kecepatan linear kapal, 𝜔 = [
0 −𝑟 𝑞
𝑟 0 −𝑝
−𝑞 𝑝 0
] merupakan kecepatan angular dari bingkai rotasi body- fixed yang mengacu pada bingkai earth-fixed menggunakan konsep transformasi kecepatan angular dengan skew-symmetrical, 𝑣0 = [𝑥𝐺, 𝑦𝐺, 𝑧𝐺]𝑇merupakan jarak dari sistem koordinat origin O body-fixed ke pusat gravitasi kapal pada rigid-body, serta 𝑓0 = [𝑋, 𝑌, 𝑍]𝑇 merupakan gaya eksternal translasi yang bekerja pada kapal yang bersesuaian dengan sumbu 𝑋0𝑌0𝑍0. (Fossen 1994)
Sementara untusk gerak rotasi kapal pada origin O dituliskan dengan Persamaan (2.5).
𝐼0𝜔̇0+ 𝜔 × (𝐼0𝜔) × 𝑚𝑟𝐺 × (𝑣̇0+ 𝜔 × 𝑣0) = 𝑚0 (2.5) Gambar 2.2 Inersial, bingkai referensi earth-fixed non-rotasi,
dan bingkai referensi rotasi X0Y0Z0 (Fossen, 1994)
12 dengan , 𝐼0 = [
𝐼𝑥 −𝐼𝑥𝑦 −𝐼𝑥𝑧
−𝐼𝑦𝑥 𝐼𝑦 −𝐼𝑦𝑥
−𝐼𝑧𝑥 −𝐼𝑧𝑦 𝐼𝑧
], di mana 𝐼𝑥, 𝐼𝑦, 𝐼𝑧 merupakan inersia di sekitar sumbu 𝑋0𝑌0𝑍0 sedangkan 𝐼𝑥𝑦 = 𝐼𝑦𝑥, 𝐼𝑥𝑧 = 𝐼𝑧𝑥, 𝑑𝑎𝑛 𝐼𝑦𝑧 = 𝐼𝑧𝑦 adalah products dari inersia. Jarak dari sistem koordinat origin O body-fixed ke pusat gravitasi kapal pada rigid-body, pusat graviasi 𝑟𝐺 = [𝑥𝐺, 𝑦𝐺, 𝑧𝐺]𝑇 serta vektor momen yang bersesuaian dengam sumbu 𝑋0𝑌0𝑍0 , serta momen eksternal 𝑚0 = [𝐾, 𝑀, 𝑁]𝑇 .
Pada penelitian Tugas Akhir ini persamaan manuver dari gerakan kapal termasuk gerakan memutar dideskripsikan pada body-fixed frame menggunakan model dinamik dengan 3 Degree of Freedom (DOF).
𝑴𝑅𝐵𝒗̇ + 𝑪𝑅𝐵(𝒗)𝒗 = 𝝉𝑅𝐵 (2.6) di mana 𝑴𝑅𝐵 adalah matriks inersia rigid-body, 𝑪𝑅𝐵(𝒗)adalah matriks gaya Coriolis dan sentripetal rigid-body dan 𝝉𝑅𝐵 adalah vektor gaya-gaya umum. Vektor linear dan kecepatan angular body-fixed didefinisikan dengan v = [u, v, r] sementara 𝝉𝑅𝐵 = [𝑋, 𝑌, 𝑁] merupakan vektor gaya dan momen eksternal. Hal ini berarti bahwa dinamika yang diasosiasikan dengan gerakan pada heave, roll dan pitch diabaikan, yaitu w = p = q = 0. Untuk gerakan horizontal kapal, persamaan gerak kinematik menjadi satu otasi utama di sekitar sumbu z.
Model manuver 3 DOF pada bagian ini dipisahkan dengan model kecepatan subsistem sway-yaw untuk manuver (Fossen, 2011).
(𝑚 − 𝑋𝑢̇)𝑢̇ = 𝑋𝑢𝑢𝑟+ 𝑋|𝑢|𝑢|𝑢𝑟|𝑢𝑟+ 𝜏1 (2.7)
Dimana 𝜏1 merupakan jumlah control dan gaya eksternal yang bekerja pada surge
Model manuver linierisasi yang dikenal sebagai representasi teori potensial dapat ditulis (Fossen, 1994, Clarke and Horn, 1997)
𝑴𝒗̇ + 𝑵(𝒖𝟎)𝒗 = 𝑭 (2.8) Dengan 𝑵(𝒖𝟎)bergantung pada kecepatan dari 𝑪(𝒗)dan linear damper 𝑫.
13 𝑵(𝒖𝟎) = 𝑪(𝒗) + 𝑫 (2.9) Dimana 𝒗 = [𝑣, 𝑟]𝑇, v adalah kecepatan sway, r adalah kecepatan yaw, 𝑢0adalah kecepatan surge, dan 𝜹 adalah sudut kemudi, sehingga diperoleh
𝑴 = [𝑚𝑥𝑚 − 𝑌𝑣̇ 𝑚𝑥𝑔− 𝑌𝑟̇
𝑔− 𝑌𝑟̇ 𝐼𝑧− 𝑁𝑟̇ ] (2.10) 𝑵 = [ −𝑌𝑣 (𝑚 − 𝑋𝑢̇)𝑢 − 𝑌𝑟
(𝑋𝑢̇ − 𝑌𝑣̇)𝑢 − 𝑁𝑣 (𝑚𝑥𝑔 − 𝑌𝑟̇)𝑢 − 𝑁𝑟] (2.11)
𝑭 = [−𝑌𝛿
−𝑁𝛿] 𝛿 (2.12) Persamaan gerak yang pada Persamaan (2.7), (2.8), (2.9), (2.10), (2.11) dan (2.12) kemudian diadaptasi untuk memperoleh persamaan model dinamika kapal 3 DOF pada bingkai body-fixed sebagai berikut:
𝑚𝑢̇ = 𝑋𝑢̇𝑢̇ + 𝑋𝑢𝑢𝑟+ 𝑋|𝑢|𝑢|𝑢𝑟|𝑢𝑟+ 𝜏1
𝑚𝑣̇ = 𝑌𝑣̇𝑣̇ + 𝑌𝑣𝑣−𝑌𝛿𝛿 − 𝑚𝑥𝑔𝑟̇ + 𝑌𝑟̇𝑟̇ − 𝑚𝑢𝑟 + 𝑋𝑢̇𝑢𝑟 + 𝑌𝑟𝑟
𝐼𝑧𝑟̇ = 𝑁𝑟̇𝑟̇ + ((𝑋𝑢̇ − 𝑌𝑣̇)𝑢 − 𝑁𝑣)𝑣 − 𝑚𝑥𝑔𝑢𝑟 + 𝑌𝑟̇𝑢𝑟 + 𝑁𝑟𝑟 − 𝑚𝑥𝑔𝑣̇ + 𝑌𝑟̇𝑣̇−𝑁𝛿𝛿 Dalam hal ini model dinamika kapal disederhanakan berdasarkan pengelompokan koefisien hidrodinamika yang bekerja pada surge, sway, dan yaw disederhanakan menjadi:
𝑚𝑢̇ = 𝑋
𝑚𝑣̇ = 𝑌 − 𝑚𝑥𝑔𝑟̇ − 𝑚𝑢𝑟
𝐼𝑧𝑟̇ = 𝑁 − 𝑚𝑥𝑔𝑢𝑟 − 𝑚𝑥𝑔𝑣̇ + 𝑌𝑟̇𝑣̇ (2.14) Keterangan:
𝑚 : massa
𝑢̇ : percepaan surge pada sumbu x 𝑟̇ : percepatan sudut yaw pada sumbu z
14 𝑣̇ : percepatan sway pada sumbu y
𝑥𝑔 : posisi x pusat gravitasi 𝐼𝑧 : momen inersia pada sumbu ̇z
𝑋 : koefisien gaya massa tambahan pada u sepanjang sumbu ̇x 𝑌 : koefisien gaya massa tambahan pada v sepanjang sumbu y ̇ 𝑁 : koefisien gaya massa tambahan pada r sepanjang sumbu ̇y 𝛿 : sudut kemudi kapal
Gambar 2. 3 Bingkai Earth-fixed
Gambar 2. 4 Bingkai Body-fixed
𝑢, 𝑣, 𝑟 adalah koefisien momen dimana arahnya didefinisikan pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 yaitu pada bingkai Body-fixed dan Earth-fixed. Berdasarkan pada model dinamik (2.13) dideskripsikan pada bingkai Body-fixed sehingga jika diubah ke dalam bentuk Earth-fixed dideskripsikan dengan Transformasi Euler.
15 Sehingga diperoleh model kinematika berdasarkan yang didefinisikan pada Persamaan (2.14):
𝑥̇0 = 𝑢 cos 𝜓 − 𝑢 sin 𝜓 cos 𝜙 𝑦̇0 = 𝑢 sin 𝜓 − 𝑢 cos 𝜓 cos 𝜙
𝜓̇ = 𝑟 cos 𝜙 (2.15) Model dinamis gaya eksternal dan momen dimodelkan dalam Gauss- Markov third-order dimana 𝑋, 𝑌, dan 𝑁 dideskripsikan sebagai berikut:
𝑋⃛ = 𝑤𝑋(𝑡) 𝑌⃛ = 𝑤𝑌(𝑡)
𝑁⃛ = 𝑤𝑁(𝑡) (2.16) Dimana 𝑤𝑋, 𝑤𝑌, 𝑤𝑁 diasumsikan sebagai white-noise untuk gangguan acak yang independen disetiap waktu. white-noise merupakan sebuah proses stokastik yang independen disetiap waktu dan terdistribusi identik dengan rata-rata nol dan variansi satu.
2.4 Metode Kalman Filter
Metode Kalman Filter diperkenalkan pertama kali oleh R.E. Kalman pada tahun 1960 yang menjelaskan solusi rekursif untuk masalah pemfilteran linier data- diskrit (Welch dan Bishop, 2006). Pada Kalman Filter, estimasi dilakukan dengan dua tahapan yaitu tahap prediksi (time update) dan tahap koreksi (measurement update). Persamaan time update juga dapat dianggap sebagai persamaan prediktor, sedangkan measurement update dapat dianggap sebagai persamaan korektor. Tahap prediksi yaitu memprediksi variabel keadaan dan tingkat akurasinya dihitung menggunakan persamaan kovarian error atau norm kovariansi error. Pada tahap koreksi, hasil estimasi variabel keadaan dikoreksi menggunakan model pengukuran. Salah satu bagian dari tahap ini yaitu menentukan matriks Kalman Gain yang digunakan untuk meminimumkan kovariansi error (Welch dan Bishop,
16 2006). Tahap prediksi dan tahap koreksi akan diulang terus menerus sampai waktu k yang ditentukan.
Gambar 2. 5 Siklus Kalman Filter diskrit yang sedang berlangsung (Welch, 2006)
Menurut (Lewis dkk, 2008), bagiam time update dari algoritma memberikan prediksi 𝑥𝑘+1dari state pada saat waktu k+1 bersama kovarian kesalahan yang terkait Bersama dengan kovarian error yang terkait 𝑃𝑘̅ +1. Algoritma pengukuran Extended Kalman Filter diberikan pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Algoritma Kalman Filter
Model Sistem 𝐱k+1 = 𝐅k+1,kxk + 𝐰k
Model Pengukuran 𝐳k = 𝐇xk+ 𝐯k
di mana wk dan vk adalah independen, dengan rata-rata nol dan proses Gaussian noise dari masing-masing matriks kovarians Qk dan Rk. Asumsi 𝐱0~N(𝐱̅̅̅, 𝐏0 x0), 𝐰k~N(0, 𝐐k), vk~(0, 𝐑k) Inisialisasi: Untuk k = 0,
𝐱̂0 = E[𝐱0]
𝐏0 = E[(𝐱0− E[𝐱0])(𝐱0− E[𝐱0])T] Komputasi Untuk k = 1, 2, …,, dihitung:
Tahap Prediksi Estimasi: 𝑥̂𝑘− = 𝑭𝑘,𝑘−1𝒙̂𝑘−1− Kovarian Error:
𝐏k− = 𝐅k,k−1𝐏k−1𝐅k,k−1T + 𝐐k−1
Tahap Koreksi Kalman Gain:
𝐆k = 𝐏k−𝐇kT(𝐇k𝐏k−𝐇kT+ 𝐑k)−1 Estimasi:
17 𝐱̂k = 𝐱̂k−+ 𝐆k(𝐲k− 𝐇𝐱̂k−)
Kovarian Error:
𝐏k = [𝐈 − 𝐆k𝐇k]𝐏k− *) Haykin, 2001
2.5 Metode Extended Kalman Filter
Kalman Filter dapat digunakan untuk mengestimasi sistem yang linear.
Dalam perkembangannya, untuk sistem yang lebih kompleks dengan persamaan matematis yang linier, Kalman Filter dimodifikasi agar dapat mengestimasi sistem yang non linier, modifikasi Kalman Filter ini ada yang dinamakan Extended Kalman Filter (EKF). Algoritma Kalman Filter pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan algoritma Extended Kalman Filter hanya saja model yang digunakan berbeda sehingga prosesnya pun akan menyesuaikan model yang digunakan.
Karena metode Extended Kalman Filter menggunakan model yang bersifat non linier maka diperlukan linearisasi dan diskritisasi untuk mendapatkan bentuk persamaan diskrit. Hal ini diperlukan karena metode yang digunakan merupakan model sistem waktu diskrit sehingga untuk tahap selanjutnya harus berupa pesamaan diskrit (Syarifudin, 2018).
Dalam Kalman Filter model yang digunakan adalah linier, tetapi pada kenyataannya banyak model tak linier. Oleh sebab itu, dikembangkan metode Extended Kalman Filter yang digunakan untuk menyelesaikan model tak linier.
Misalkan diberikan model stokastik tak linier. (Aprilia, 2020).
𝐱k+1 = 𝐟(k, 𝐱k) + 𝐰k (2.17) Setiap proses tersebut diatur oleh persamaan selisih stokastik non-linier dengan model pengukuran tak linier 𝑍𝑘∈𝑅𝑛 yang memenuhi
𝐲k = 𝐡(k, 𝐱k) + 𝐯k (2.18) Selanjutnya algoritma Extended Kalman Filter diberikan pada Tabel 2.3
18 Tabel 2. 3 Algoritma Extended Kalman Filter (Haykin, 2001)
Model Sistem 𝐱k+1 = 𝐟(k, 𝐱k) + 𝐰k Model
Pengukuran
𝐲k = 𝐡(k, 𝐱k) + 𝐯k
di mana wk dan vk adalah independen, dengan rata-rata nol dan proses Gaussian noise dari masing-masing matriks kovarians Qk dan Rk. Asumsi 𝐱0~N(𝐱̅̅̅, 𝐏0 x0), 𝐰k~N(0, 𝐐k), vk~(0, 𝐑k) Definisi
F𝑘+1,𝑘 = ∂𝐟(k, 𝐱)
∂x |𝐱=𝐱𝑘 Hk = ∂𝐡(k, 𝐱)
∂𝐱 |𝐱=𝐱k− Inisialisasi: Untuk
k = 0,
𝐱̂0 = E[𝐱0]
𝐏0 = E[(𝐱0− E[𝐱0])(𝐱0− E[𝐱0])T] Komputasi: Untuk k = 1, 2, …,, dihitung:
Tahap Prediksi Estimasi: 𝐱̂k− = 𝐟(k, 𝒙̂k−1) Kovarian Error:
𝐏k− = 𝐅k,k−1𝐏k−1𝐅k,k−1T + 𝐐k−1 Tahap Koreksi Kalman Gain:
𝐆k = 𝐏k−𝐇kT(𝐇k𝐏k−𝐇kT+ 𝐑k)−1 Estimasi:
𝐱̂k = 𝐱̂k−+ 𝐆k(𝐲k − 𝐡(k, 𝐱̂k−))
Kovarian Error:
𝐏k = [𝐈 − 𝐆k𝐇k]𝐏k−
*) Haykin, 2001 2.5.1 Tahap Prediksi
Tahap prediksi dipengaruhi oleh model dinamika system. Persamaan prediksi disebut juga time update. Persamaan pada tahap prediksi menghubungkan state pada waktu diskrit sebelumnya yang bertugas untuk mendapatkan nilai pra- estimasi untuk waktu step selanjutnya. Time update memproyeksikan (memprediksi) nilai state dan estimasi kovarian dari waktu step k menuju step k+1.
19 Langkah selanjutnya adalah perhitungan kovariansi error yang dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian dari hasil estimasi (Welch dan Bishop, 2006)
2.5.2 Tahap Koreksi
Tahap koreksi atau disebut measurement update dipengaruhi oleh informasi dari pengukuran. Tahap koreksi dilakukan untuk memperoleh hasil estimasi terakhir dengan mengkoreski hasil estimasi dari tahap prediksi dan yang nantinya akan digunakan sebagai data prediksi selanjutnya. Tugas pertama dalam tahap koreksi adalah menghitung Kalman Gain. Kalman Gain dipilih sebagai faktor penguat (gain) yang meminimumkan kovarian error pasca-estimasi. Selanjutnya mengukur nilai proses aktual 𝑧𝑘, kemudian menghitung estimasi akhir dengan melibatkan nilai hasil pengukuran. Langkah terakhir adalah mendapatkan nilai kovarian error pasca-estimasi. Setelah menjalani satu siklus update waktu dan pengukuran, siklus ini diulang diulang secara terus-menerus sampai waktu 𝑘 yang mana nilai pasca-estimasi sebelumnya digunakan untuk memprediksi nilai pra- estimasi yang baru (Welch dan Bishop, 2006).
2.6 Analisis Regresi
Secara umum ada dua macam hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu bentuk hubungan dan keratan hubungan. Untuk mengetahui bentuk hubungan digunakan analisis regresi. Untuk keeratan hubungan dapat diketahui dengan analisis korelasi. Analisis regresi dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel bebas (prediktor X atau independent variable) mempengaruhi variabel terikat (respon Y atau dependent variable) dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X1, X2, …, Xi adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara X dan Y, di mana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Regresi sederhana bertujuan untuk mempelajari hubungan antara dua variabel (Walpole, 1995).
Model regresi linear sederhana dapat ditulis sebagai berikut:
20 𝑌𝑖 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋𝑖+ 𝜀𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , n (2.19) Keterangan:
𝑋𝑖 = variabel bebas ke-i 𝑌𝑖 = variabel terikat ke-i 𝛽0 = konstanta
𝛽𝑖 = koefisien regresi
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) maka nilai 𝛽0 dan 𝛽𝑖 dapat diduga dengan persamaan: 𝑌̂ = 𝑏𝑖 0+ 𝑏1𝑋𝑖 dimana 𝑌̂𝑖, 𝑏0, dan 𝑏1 masing-masing merupakan nilai dugaan bagi 𝑌𝑖, 𝛽0, dan 𝛽𝑖 . Nilai 𝑏0 dan 𝑏1 diperoleh dengan cara menentukan turunan pertama dari jumlah kuadrat error (S) terhadap 𝑏0 dan 𝑏1, kemudian masing-masing turunan tersebut disamakan dengan nol. Nilai error (𝑒𝑖) merupakan selisih antara nilai pengamatan 𝑌𝑖 dengan nilai dugaannya 𝑌̂𝑖 , yaitu 𝑒𝑖 = 𝑌𝑖− 𝑌̂𝑖 sehingga diperoleh:
𝑆 = ∑ 𝑒2
𝑛
𝑖=1
= ∑(𝑌 − 𝑌̂)2
𝑛
𝑖=1
= ∑(𝑌 − 𝑏0− 𝑏1𝑋𝑖)2
𝑛
𝑖=1
= ∑ 𝑌2
𝑛
𝑖=1
− 2𝑏0∑ 𝑌
𝑛
𝑖=1
− 2𝑏1∑ 𝑋𝑌
𝑛
𝑖=1
+ 𝑛𝑏02+ 2𝑏0𝑏1∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
+ 𝑏12∑ 𝑋2
𝑛
𝑖=1
(2.20)
S diturunkan secara parsial terhadap 𝑏0
𝜕𝑆
𝜕𝑏0 = −2 ∑ 𝑌
𝑛
𝑖=1
+ 2𝑛𝑏0+ 2𝑏1∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
= 0
2𝑛𝑏0 = 2 ∑ 𝑌
𝑛
𝑖=1
− 2𝑏1∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
21 𝑛𝑏0 = ∑ 𝑌
𝑛
𝑖=1
− 𝑏1∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
𝑏0 = ∑𝑛𝑖=1𝑌
𝑛 − 𝑏1∑𝑛𝑖=1𝑋 𝑛
𝑏0 = 𝑌̅ − 𝑏1𝑋̅ (2.21) S diturunkan secara parsial terhadap 𝑏1
𝜕𝑆
𝜕𝑏1 = −2 ∑ 𝑋𝑌
𝑛
𝑖=1
+ 2𝑏0∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
+ 2𝑏1∑ 𝑋2
𝑛
𝑖=1
= 0
−2 ∑ 𝑋𝑌
𝑛
𝑖=1
+ 2 (∑𝑛𝑖=1𝑌
𝑛 − 𝑏1∑𝑛𝑖=1𝑋
𝑛 ) ∑ 𝑋
𝑛
𝑖=1
+ 2𝑏1∑ 𝑋2
𝑛
𝑖=1
= 0
𝑏1 =𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝑌+ ∑𝑛𝑖=1𝑋∑𝑛𝑖=1𝑌
𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝑋2− (∑𝑛𝑖=1𝑋)2 (2.22) Adapun regresi linear berganda yang melibatkan k variabel X. Secara umum, bentuk persamaannya:
𝑌𝑖 = 𝛽0+ 𝛽1𝑋𝑖1+ 𝛽2𝑋𝑖2+ ⋯ + 𝛽𝑘𝑋𝑖𝑘𝜀𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , n (2.23) Dapat ditulis dalam notasi matriks sebagai berikut:
Y = Xb + e (2.24)
dimana
𝒀 = [ 𝑦1 𝑦2 𝑦⋮𝑛
] adalah matriks berukuran n×1 yang merupakan nilai-nilai pengamatan bagi variable Y.
22 𝑿 =
[
1 𝑥11 𝑥12 … 𝑥1,𝑘−1 1 𝑥21 𝑥22 … 𝑥2,𝑘−1
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
1 𝑥𝑛1 𝑥𝑛2 … 𝑥𝑛,𝑘−1]
adalah matriks berukuran n × k yang setiap
kolomnya merupakan nilai-nilai pengamatan bagi variabel X, kecuali kolom pertama dari matriks X yang merupakan kolom yang bernilai 1
𝒃 = [ 𝛽0 𝛽1
⋮ 𝛽𝑘−1
] adalah matriks koefisien regresi berukuran k × 1
𝒆 = [ 𝜀1 𝜀2 𝜀⋮𝑛
] adalah matriks nilai error berukuran n × 1
Seperti halnya pada regresi linear sederhana, pendugaan terhadap nilai b dapat dilakukan dengan metode kuadrat terkecil yaitu dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat error (Martha, 2010). Nilai dugaan bagi koefisien regresi linear berganda pada persamaan (2.5) dapat dihitung dengan menggunakan matriks yaitu dengan rumus:
𝒃 = (𝑿𝑻𝑿)−𝟏𝑿𝑻𝒀 (2.25) Hubungan antara koefisien hidrodinamika, gaya hidrodinamika, dan momen hidrodinamikadigunakan untuk mencari kofisien hidrodinamika kapal dengan menggunakan metode Regresi Linear. Dimana X adalah gaya eksternal pada surge, Y adalah gaya eksternal pada sway, K adalah momen eksternal pada roll, dan N merupakan momen eksternal pada yaw (Subchan dkk, 2019).
2.7 Nilai Tingkat Akurasi
Secara umum ada tiga jenis perhitungan untuk melihat seberapa besar tingkat kesalahan dalam mengukur perbedaan nilai dari prediksi sebuah model sebagai estimasi atas nilai yang diobservasi., yaitu:
1. MAD (Mean Absolute Deviation)
23 Menurut Pakaja (Pakaja et al., 2012), metode untuk mengevaluasi metode etimasi menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation (MAD) mengukur ketepatan estimasi dengan merata-ratakan kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan etimasi dalam unit yang sama sebagai deret asli. MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peetimasi keseluruhan untuk sebuah model.
Rumus untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut:
𝑀𝐴𝐷 =∑𝑛𝑡=1|𝑋𝑡−𝐹𝑡|
𝑛 (2.26) Dimana:
𝑋𝑡 : data aktual pada periode t 𝐹𝑡 : data eitmasi pada periode t 𝑛 : jumlah data
2. RMSE (Root Mean Square Error)
Menurut Suryaningrum (Suryaningrum & W, 2015), Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode peetimasi. Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan. Pendekatan ini mengatur kesalahan peetimasi yang besar karena kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan sedang yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan perbedaan yang besar. MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peetimasi keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah bahwa MSE cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya pengkuadratan. Rumus untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut.
𝑀𝑆𝐸 =∑𝑛𝑡=1(𝑋𝑡−𝐹𝑡)2
𝑛 (2.27) 𝑅𝑀𝑆𝐸 = √∑𝑛𝑡=1(𝑋𝑡−𝐹𝑡)2
𝑛 (2.28) Dimana:
𝑋𝑡 : data aktual pada periode t 𝐹𝑡 : data eitmasi pada periode t 𝑛 : jumlah data
24 3. MAPE (Mean Absolute Percentage Error)
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Menurut Pakaja (Pakaja et al., 2012), Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode itu. Kemudian, merata-ratakan kesalahan persentase absolut tersebut. MAPE merupakan pengukuran kesalahan yang menghitung ukuran presentase penyimpangan antara data aktual dengan data peetimasi. Nilai MAPE dapat dihitung dengan persamaan:
𝑀𝐴𝑃𝐸 = (1
𝑛) ∑ |𝑋𝑡−𝐹𝑡
𝑋𝑡 |
𝑛𝑡=1 (2.29) Dimana:
𝑋𝑡 : data aktual pada periode t 𝐹𝑡 : data eitmasi pada periode t 𝑛 : jumlah data
Menurut Putra (Putra, 2015), kemampuan peramalan sangat baik jika memiliki nilai MAPE kuran 10% dan mempunyai kemampuan peetimasi yang baik jika nilai MAPE kurang dari 20%.
2.8 Penelitian Sebelumnya
Pada penelitian Tugas Akhir ini penulis melihat bebebrapa rujukan penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan topik permasalahan yang diambil. Adapun rangkuman hasil penelitian terdapat pada Tabel 2.3
Tabel 2. 4 Penelitian Terdahulu No. Nama dan
Tahun Publikasi
Hasil
1 Subchan dkk, 2019
Metode: Unscented Kalman Filter dan Recursive Least Square
Hasil: Pada penelitian tersebut medapatkan koefisien Hidrodinamika X, N, 𝐾 𝑑𝑎𝑛 𝑌 berdasarkan data 310 data atau dari tes FRM melalui gerakan melingkar 35o dan tes zigzag 20-20.
25 No. Nama dan
Tahun Publikasi
Hasil
2 Yoon dkk, 2007
Metode: System Identification Method dan the Pree Running Model Test
Hasil: Pada penelitian tersebut medapatkan koefisien Hidrodinamika 𝐾 𝑑𝑎𝑛 𝑌 dengan teknik identifikasi sistem berdasarkan data percobaan laut atau dari tes FRM
3 Fidyastuti, 2017
Metode: Extended Kalman Filter dan Regresi Linear
Hasil: Dengan iterasi sebanyak 100 kali lintasan kapal berada pada posisi sesuai yang diinginkan dengan nilai RMSE pada 𝑥 sebesar 0,1023 dan 𝑦 sebesar 0,0023. Diperoleh nilai RMSE pada 𝑝 sebesar 0,6901, 𝑟 sebesar 0,4348, 𝑥0 sebesar 0,1023, 𝑦0 sebesar 0,0023, 𝜙 sebesar 0,3984, dan 𝜓 sebesar 0,0849.
4 Ambarwati, 2017
Metode: Ensemble Kalman Filter (EnKF) dan Regresi Linear melalui pengembangan daritesIdentifikasi Sistem yaitu Free Running Model (FRM) test dengan 4 DOF yaitu surge, sway, rol dan yaw.
Hasil: keakuratan untuk mengestimasi koefisien hidrodinamika kapal lebih baik pada saat ensemble 300 dengan RMSE untuk roll sebesar 0.18671, RMSE untuk yawsebesar 0.88694, RMSE untuk posisi awal sumbu x sebesar 0.17659, RMSE untuk posisi awal sumbu y sebesar 0.10078, RMSE untuk sudut roll sebesar 0.63777, RMSE untuk sudut yaw sebesar 0.43022
26 Halaman ini sengaja dikosongkan