• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penulis menggunakan tiga penelitian terdahulu sebagai tinjauan pustaka dari penelitian ini, yang pertama adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Sutrisna (2017) dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dalam skripsinya yang berjudul ”Bentuk dan Strategi Penerjemahan Onomatope Bahasa Jepang pada Komik One Piece (Penerjemahan)”. Sutrisna menganalisis bagaimana bentuk- bentuk onomatope bahasa Jepang dan hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Selain itu, dalam penelitiannya, Sutrisna juga membahas bagaimana strategi yang digunakan dalam penerjemahan onomatope bahasa Jepang ke bahasa Indonesia.

Sutrisna membatasi penelitiannya dengan hanya meneliti giongo dan gitaigo yang terdapat di luar balon percakapan yang termasuk ke dalam penggambaran pendengaran (Aural Images) karena sistem fonem bahasa Jepang dan variasi onomatope bahasa Jepang lebih bervariasi daripada bahasa Indonesia. Kemudian, penelitiannya merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa metode studi pustaka dengan teknik catat. Metode padan digunakan untuk menganalisis data dengan cara membandingkan onomatope bahasa Jepang dan hasil terjemahan dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, teknik yang digunakan dalam penganalisisan data berupa teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP) dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding. Dari penelitiannya, Sutrisna

(2)

menemukan 118 macam onomatope yang terbagi dalam sembilan klasifikasi makna tiruan bunyi aktivitas atau pergerakan manusia dan makna tiruan suara manusia. Berdasarkan 24 data yang sudah dianalisis, disimpulkan bahwa onomatope bahasa Jepang dan bahasa Indonesia memiliki persamaan yaitu bentuk onomatope berupa kata dasar, pemajemukan morfem dan susunan bentuk fonem yang serupa, sedangkan perbedaannya berupa komponen bunyi fonem yang menyusun onomatope karena pengaruh dari susunan fonem bahasa yang berbeda.

Selain itu, dalam penerjemahan onomatope di luar balon percakapan dalam komik One Piece vol. 76 dan 77 lebih banyak menggunakan teknik generalisasi.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sutrisna adalah penulis akan menganalisis prosedur penerjemahan yang dipakai dalam penerjemahan onomatope di dalam komik, sedangkan pada penelitian sebelumnya menganalisis strategi penerjemahannya. Kemudian, dalam penelitian ini akan membahas kesepadanan makna onomatope yang sebelumnya tidak dibahas dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Sutrisna.

Penelitian kedua dilakukan oleh Rahayu (2015) dari Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana dalam artikel jurnalnya yang berjudul ”Prosedur dan Strategi Penerjemahan Onomatope Bahasa Jepang dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki”. Rahayu meneliti bagaimana prosedur dan strategi terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan onomatope di dalam novel Botchan. Penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik catat dalam mengumpulkan data, kemudian menganalisis data yang terkumpul dengan metode

(3)

padan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Vinay dan Darbelnet, serta Newmark untuk menganalisis prosedur penerjemahannya.

Kemudian, teori strategi penerjemahan dari Baker digunakan untuk menganalisis strategi penerjemahannya.

Hasil yang didapatkan berupa dua kesimpulan. Pertama, dari 61 data onomatope yang ditemukan, prosedur penerjemahan yang paling banyak digunakan adalah menggunakan prosedur reduction, yaitu sebanyak 14 data, sedangkan prosedur yang paling sedikit dipakai adalah borrowing yaitu 1 data.

Kedua, strategi yang paling banyak digunakan dalam penerjemahan onomatope di dalam novel Botchan adalah strategi dengan cara memparafrase dengan menggunakan kata yang berhubungan, yaitu sebanyak 45 data. Sedangkan strategi yang paling sedikit digunakan adalah strategi penerjemahan menggunakan kata pinjaman dan parafrase menggunakan kata yang tidak berhubungan, yaitu masing- masing 1 data.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan Rahayu, penelitian ini hanya berfokus untuk meneliti prosedur penerjemahan yang dipakai dalam menerjemahkan onomatope di dalam komik. Selain itu, penelitian ini akan membahas kesepadanan makna onomatope yang sebelumnya tidak dibahas oleh Rahayu di dalam artikel jurnalnya.

Kemudian penelitian ketiga dilakukan oleh Nissa (2020) dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia dalam skripsinya yang berjudul ”Bentuk dan Prosedur Penerjemahan Onomatope-Mimesis Bahasa

(4)

Korea pada Webtoon The Secret of Angel Karya Yaongyi”. Nissa menganalisis bagaimana bentuk onomatope-mimesis bahasa Korea dan bahasa Indonesia serta bagaimana prosedur penerjemahan onomatope-mimesis bahasa Korea pada webtoon The Secret of Angel Karya Yaongyi. Nissa menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka dan teknik catat dalam pengumpulan data, dan metode analisis data menggunakan metode yang dipaparkan oleh Miles dan Huberman. Teori dari Vinay dan Darbelnet digunakan dalam penelitian tersebut untuk menganalisis prosedur penerjemahannya.

Hasil dari penelitian oleh Nissa menyimpulkan bahwa dari 58 data onomatope dan 52 data mimesis bahasa Korea diantaranya berbentuk tunggal sebanyak 65 data, berbentuk pengulangan sebanyak 43 data dan 2 data berbentuk gabungan. Selanjutnya, dari 41 data onomatope dan 18 mimesis bahasa Indonesia yang ditemukan dalam komik tersebut, diantaranya 26 data bentuk monosilabel, 10 data bentuk multisilabel dan 23 data bentuk ulang. Onomatope dan mimesis bahasa Indonesia lebih sedikit jumlahnya dikarenakan proses penerjemahannya.

Kemudian ditarik kesimpulan juga bahwa 6 prosedur penerjemahan selain prosedur kalke dari Vinay dan Darbelnet digunakan dalam penerjemahan webtoon The Secret of Angel. Prosedur kesepadanan (equivalence) ditemukan paling banyak digunakan yaitu sebanyak 69 data dan prosedur penerjemahan harfiah (literal translation) ditemukan paling sedikit penggunaannya yaitu sebanyak 1 data.

Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian sebelumnya menggunakan sumber data penelitian berupa onomatope dan mimesis

(5)

bahasa Korea, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan sumber data penelitian berupa onomatope bahasa Jepang. Kemudian, dalam penelitian sebelumnya membahas tentang bentuk dan prosedur penerjemahan onomatope dan mimesis bahasa Korea, sedangkan di dalam penelitian ini akan dibahas prosedur penerjemahan dan kesepadanan makna onomatopenya.

Berdasarkan tinjauan pustaka dari ketiga penelitian tersebut, belum ada penelitian yang membahas prosedur penerjemahan beserta kesepadanan makna onomatope bahasa Jepang di luar balon dialog percakapan, terutama dalam komik Kobayashi ga Kawaisugite Tsurai!!. Maka dari itu, tema ini dipilih penulis untuk menjadi tema skripsi.

2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Onomatope

Onomatope dikenal sebagai dengan onomatopeia dalam bahasa Inggris, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan onomatopée. Sebutan ini berasal dari bahasa Yunani yaitu onomatopoiia (onoma ‘name’+poiein ‘to make’). Selain itu, KBBI mengartikan onomatope sebagai kata tiruan bunyi, misalnya “kokok”

yang merupakan tiruan bunyi ayam, dan “citcit” yang merupakan tiruan bunyi tikus. Kridalaksana (2009: 167) mengartikan onomatope sebagai penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan tersebut. Onomatope dimaknai sebagai adverbia yang menggambarkan bunyi benda atau suara makhluk hidup (giseigo) dan adverbia yang menyatakan suatu keadaan disebut (gitaigo). (Sudjianto, 2007: 168)

(6)

1. Giseigo

Jenis onomatope ini disebut juga dengan giongo. Giongo adalah kata-kata yang menyatakan suara mahluk hidup atau bunyi yang keluar dari benda mati. Banyak yang berpendapat bahwa giongo dan giseigo merupakan onomatope yang sama, tetapi sebenarnya kedua onomatope ini memiliki perbedaan. Giongo lebih menggambarkan tiruan bunyi dari benda mati, sedangkan giseigo menggambarkan tiruan suara dari mahluk hidup.

a. Giongo sebagai tiruan bunyi benda mati ドアをどんどんとたたく音がする。

doa/wo/dondon/to/tataku/oto/ga/suru.

“Bunyi dug dug terdengar saat memukul pintu.”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) b. Giseigo sebagai tiruan bunyi mahluk hidup

マンガを読んでくすくすと笑っている。

manga/wo/yonde/kusukusu/to/waratteiru.

“Dia tertawa kecil saat membaca manga

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) 2. Gitaigo

Gitaigo menggambarkan kata tiruan keadaan, seperti keadaan fisik dan tindakan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa gitaigo dibagi menjadi tiga bagian yaitu gitaigo, giyougo, dan gijougo. Namun, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ketiga klasifikasi itu merupakan satu keutuhan dari gitaigo.

(7)

a. Gitaigo yang menggambarkan keadaan benda mati.

パーティにきらきらの服を着ていく。

paati/ni/kirakira/no/fuku/wo/kiteiku.

“Memakai baju yang berkelap-kelip untuk ke pesta”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) b. Giyougo yang menggambarkan keadaan makhluk hidup atau tingkah laku

makhluk hidup.

寒くてガタガタ震える。

samukute/gatagata/furueru.

“Dingin sampai mengigil gemetaran

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) c. Gijougo yang menggambarkan keadaan hati atau perasaan manusia.

急に大きな音がしてびっくりした。

kyuu/ni/ookina/oto/ga/shite/bikkuri/shita.

“Saya terkejut mendengar suara keras yang tiba-tiba”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) Penelitian ini akan meneliti semua jenis onomatope yang berada di luar balon dialog karenalebih banyak ditemukan di komik Kobayashi ga Kawaisugite Tsurai!!.

2.2.2 Makna Onomatope

Akimoto (2002: 138-139) membagi giongo dan gitaigo menjadi 10 macam berdasarkan maknanya, yaitu:

(8)

1. Bermakna Tiruan Bunyi Fenomena Alam

Disebut sebagai shizengenshou dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan fenomena alam.

Contoh:

雨がざあざあ降っている。

ame/ga/zaazaa/futteiru.

“Hujan turun dengan deras

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) 2. Bermakna Tiruan Bunyi Benda Mati

Disebut sebagai mono ga dasu oto dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan bunyi yang keluar dari benda mati.

Contoh:

100 円硬貨がちゃりんと落ちた。

100/en/kouka/ga/charin/to/ochita.

Cring, sebuah koin 100 yen jatuh”

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021) 3. Bermakna Tiruan Suara Hewan

Disebut sebagai doubutsu no naki goe dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan tiruan suara dari hewan.

Contoh:

あの犬、一日中ワンワンワンワン吠えてるんだから。

ano/inu/ichinichi/chuu/wanwan/wanwan/hohoeterundakara.

“Anjing itu terus menggonggong sepanjang hari.”

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021)

(9)

4. Bermakna Tiruan Suara Manusia

Disebut sebagai hito no koe atau oto dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan tiruan bunyi atau suara dari manusia.

Contoh:

迷子の子 が交番でしくしく泣いていた。

maigo/no/ko/ga/kouban/de/shikushiku/naiteita.

“Anak yang tersesat itu menangis terisak di pos polisi.”

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021) 5. Bermakna Pergerakan Benda

Disebut sebagai mono no ugoki dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan suatu pergerakan benda.

Contoh:

硬貨をくるくる回す。

kouka/wo/kurukuru/mawasu.

“Koin itu berputar-putar.”

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021) 6. Bermakna Keadaan atau Karakteristik Benda

Disebut sebagai mono no youtai dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan keadaan atau karakteristik suatu benda.

Contoh:

納豆のねばねばが口につく。

natto/no/nebaneba/ga/guchi/ni/tsuku.

“Natto yang lengket-lengket menemempel di mulutku”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021)

(10)

7. Bermakna Pergerakan atau Aktivitas Manusia

Disebut sebagai hito no dousa dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan suatu pergerakan atau aktivitas manusia.

Contoh:

車が無いからテクテク歩いて来た。

kuruma/ga/nai/kara/tekuteku/aruite/kita.

“Aku berjalan dengan susah payah ke sini karena tidak ada mobil”

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021) 8. Bermakna Keadaan Kesehatan Manusia

Disebut sebagai hito no kenkou joutai dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan keadaan kesehatan manusia.

Contoh:

二日酔いで頭ががんがんする。

futsuka/yoi/de/atama/ga/gangan/suru.

“Selama dua hari kepalaku pusing berdenyut-denyut sehabis mabuk”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021) 9. Bermakna Keadaan Hati atau Perasaan Manusia

Disebut sebagai hito no yousu/shinjou dalam bahasa Jepang. Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan hati atau perasaan manusia.

Contoh:

長い時間待たされていらいらする。

nagai/jikan/matasarete/iraira/suru.

“Aku kesal karena sudah menunggu lama”

(www2.ninjal.ac.jp, 10 Oktober 2021)

(11)

10. Bermakna Keadaan Ciri Fisik Manusia

Disebut sebagai hito no shintaiteki tokuchou dalam bahasa Jepang.

Onomatope ini digunakan untuk menggambarkan keadaan ciri fisik manusia.

Contoh:

赤ちゃんはまるまる太っている。

aka-chan/wa/marumaru/futotteiru.

“Bayi itu benar benar gemuk sekali.

(ejje.weblio.jp, 10 Oktober 2021) 2.2.3 Komik dan Manga

Komik di dalam KBBI diartikan sebagai cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu.

McCloud(1993: 9) mendefinisikan komik sebagai gambar-gambar serta lambang- lambang lain yang terjukstaposisi (saling berdampingan) dalam turutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis pembacanya.

Melalui pendapat yang diutarakan oleh McCloud, kita dapat mengetahui bahwa komik merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan informasi dan dalam penyampaiannya diperlukan pemahaman makna apa yang disampaikan dari komik tersebut.

Komik dikenal dengan istilah manga di Jepang. Biasanya, manga dikenal hanya untuk menyebutkan komik buatan Jepang. Manga di dalam goo kakugojiten diartikan sebagai ”Tanjun keimyouna hitchi de egaka reta, kokkei kochou fuushi nansensu nado o omo to suru e” yaitu gambar dengan sapuan kuas yang

(12)

sederhana dan ringan, terutama untuk humor, melebih-lebihkan, sindiran, dan omong kosong. Kamus ini juga menjelaskan bahwa manga dapat diartikan sebagai serangkaian gambar-gambar yang di antaranya adalah narasi dengan dialog.

Awalnya, istilah manga berarti ’coretan acak’, tetapi dalam perkembangannya, istilah ini sekarang menjadi sebuah istilah umum untuk komik atau gambar satir, kartun, atau komik strip di Jepang. (Itasaka, 1999: 101)

2.2.4 Penerjemahan

Upaya penggantian teks dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) dengan sesuai dan yang diterjemahkan berupa makna sebagaimana yang dimaksud oleh teks sumber (TSu) disebut dengan penerjemahan. Teori penerjemahan dalam lingkup linguistik disebut dengan ilmu penerjemahan (science of translation). Kridalaksana (2009: 181) mengartikan penerjemahan sebagai pengalihan amanat antarbudaya dan/atau antarbahasa dalam tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud, efek, atau wujud yang sedapat mungkin tetap dipertahankan.

Menurut Larson (dalam Simatupang 2000: 1) pada dasarnya penerjemahan adalah pengubahan suatu bentuk menjadi bentuk lain seperti berupa bentuk bahasa sumber (BSu) atau bahasa sasaran (BSa). Sedangkan, Nida dan Taber (1974: 12) mengatakan bahwa menerjemahkan menghasilkan padanan yang natural dan paling dekat dari pesan bahasa sumber ke bahasa penerima, pertama dari segi makna dan yang kedua dari segi gaya.

(13)

Kemudian dalam penerjemahan, perlu diperhatikan bahwa makna dari BSu sebisa mungkin dapat tersampaikan dengan baik melalui padanannya di BSa.

Maka dari itu, dalam penerjemahan kesepadanan makna lebih diutamakan dari pada kesepadanan bentuk.

2.2.5 Prosedur Penerjemahan

Istilah teknik penerjemahan dalam kajian penerjemahan sebenarnya termasuk ke bagian dari instrumen penerjemahan yang istilahnya dapat dikatakan tumpang tindih. Sebagian ada yang menamakan istilah ini dengan teknik penerjemahan, sebagian lagi ada juga yang menamakan sebagai strategi penerjemahan, bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai prosedur penerjemahan. Tokoh yang menyebut istilah teknik penerjemahan dengan istilah prosedur penerjemahan diantaranya ada Vinay dan Darbelnet, serta Peter Newmark.

Vinay dan Darbelnet (dalam Nababan, 2007: 49) melakukan analisis perbandingan antara bahasa Inggris dan bahasa Perancis untuk mengkaji penerjemahan. Mereka mengamati korpus teks sumber dan teks sasaran untuk mencari perbedaan dan persamaan di antara kedua bahasa tersebut. Kemudian, dari analisis ini disimpulkan bahwa ada dua teknik penerjemahan yang mereka sebut dengan strategi umum direct translation dan oblique translation. Direct translation dapat terjadi bila di antara kedua bahasa ada kesepadan struktur, leksikal dan morfologi. Berbeda dengan direct translation, oblique translation terjadi apabila tidak dimungkinkannya penerjemahan kata demi kata. (dalam Nababan, 2007: 51)

(14)

Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 84) mengatakan bahwa direct translation (penerjemahan langsung) dan oblique translation (penerjemahan tidak langsung) merupakan pendekatan penerjemahan. Kemudian, Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 85-92) menjelaskan bahwa direct translation memiliki tiga prosedur diantaranya: (1) Peminjaman (Borrowing), (2) Kalke (Calque), (3) Terjemahan Harfiah (Literal Translation). Sedangkan oblique translation terdiri dari empat prosedur diantaranya: (1) Transposisi (Transposition), (2) Modulasi (Modulation), (3) Kesepadanan (Equivalence), (4) Adaptasi (Adaptation). Ketujuh prosedur tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Penerjemahan Langsung (Direct Translation) 1) Peminjaman (Borrowing)

Peminjaman (borrowing) merupakan prosedur yang paling sederhana dari semua prosedur penerjemahan. Prosedur ini meminjam kata atau konsep dari BSu untuk mengatasi kesenjangan yang biasanya terjadi dalam suatu metalinguistik. Misalnya, pengguaan istilah asing seperti kata-kata “rubel”,

datchas” dan “aparatchik” dalam bahasa Rusia, atau nama makanan Meksiko seperti “tequila”, “tortilla”, dan sebagainya untuk memperkenalkan budaya BSu ke dalam terjemahan.

Beberapa kata pinjaman yang sudah sebanding, terutama kata pinjaman yang sudah lama dan digunakan secara luas, tidak lagi dianggap sebagai peminjaman karena telah menjadi bagian dari kosakata terjemahan tersebut. Misalnya dalam

(15)

bahasa Inggirs, kata-kata seperti “menu”, “carburetor”, “chic” dan ungkapan seperti “déjà vu” dan “rendez-vous” sudah tidak dianggap sebagai peminjaman.

Contoh penggunaan prosedur peminjaman seperti:

Jepang (BSu)

“Ee, neteite, sora wo miru hou ga ii desu.” To kotaete, suikaketa makitabako wo, umi no naka e tatakikondara, ju to oto ga shite ro no ashi de kakiwakerareta nami no ue wo, yurare nagara tada yatteita.

Indonesia (BSa)

‘“Ya, lebih enak tiduran dan melihat langit,” jawabku, sambil melempar puntung rokok linting ke laut, dan terdengar bunyi jusss, lalu mengapung bergoyang-goyang di atas riak yang terbelah oleh ujung dayung.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 3) 2) Kalke (Calque)

Kalke (Calque) adalah metode peminjaman jenis khusus yang mana suatu bahasa meminjam ungkapan bentuk bahasa lain, tetapi diterjemahkan secara harfiah kata demi katanya. Prosedur Kalke menurut Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 58) terdiri dari dua jenis yaitu:

i. Kalke leksikal, yaitu kalke yang menghormati struktur sintaksis dari BSa dan memperkenalkan modus baru berekspresi.

ii. Kalke struktural, yaitu kalke yang masih mempertahankan struktur BSu ke dalam struktur BSa.

Contoh penggunaan prosedur kalke seperti:

(16)

(1) Perancis (BSu) Inggris (BSa)

Le Premier Français The French Premier

Perdana Menteri Perancis Perancis Perdana Menteri

‘Perdana Menteri Perancis.’ ‘Perdana Menteri Perancis.’

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 86) (2) Jepang (BSu) Indonesia (BSa)

タケ コプター

Take koputaa ‘Baling-baling bambu.’

Bambu baling-baling

(Lagu Doraemon dalam Paramaswari, 2017: 42) 3) Terjemahan Harfiah (Literal Translation)

Terjemahan harfiah adalah penerjemahan langsung kata demi kata dari TSu ke dalam TSa, sesuai secara gramatikal dan idiomatik yang mana tugas penerjemahnya terbatas pada mengamati kepatuhan terhadap tingkatan linguistik BSa.

Contoh penggunaan prosedur harfiah:

(1) Inggris (BSu) Perancis (BSa) Where are you? Où êtes vous?

Di mana ada kamu? Dimana ada kamu?

‘Kamu ada di mana?’ ‘Kamu ada di mana?’

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 86) (2) Jepang (BSu)

みんな みんな みんな かなえてくれる Minna minna minna kanaetekureru Semua semua semua dapat dikabulkan

(17)

Indonesia (BSa)

‘Semua semua semua dapat dikabulkan.’

(Lagu Doraemon dalam Paramaswari, 2017: 42) 2. Penerjemahan Tidak Langsung (Oblique Translation)

1) Transposisi (Transposition)

Transposisi adalah metode penggantian atau pergeseran satu kelas kata ke bentuk kelas kata lain tanpa mengubah makna pesan. Selain menjadi terjemahan khusus, transposisi juga dapat diterapkan dalam sebuah bahasa.

Contohnya kalimat bahasa Perancis “Il a annoncé qu’il reviendrait” dapat diungkapkan kembali dengan mentransposisi verba menjadi nomina sehingga menjadi “Il a annoncé son retour”.

Contoh penggunaan prosedur transposisi:

(1) Perancis (BSu) Inggris (BSa)

Après qu’il sera revenue After he comesback Setelah dia akan kembali-N Setelah dia kembali-V

‘Setelah dia kembali.’ ‘Setelah dia kembali.’

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 88) (2) Jepang (BSu)

Minatoya no nikai ni akari ga hitotsu tsuite kisha no fue ga hyu– to naru toki, ore no notteita fune wa, iso no suna e zakuri to hesaki wo tsukikonde, ugokanaku natta.

(18)

Indonesia (BSa)

‘Saat sebuah lampu di lantai dua penginapan Minatoya menyala dan peluit kereta api berbunyi, perahu yang kutumpangi bergerosok menusuk pasir pantai dan tak bergerak lagi.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 3) 2) Modulasi (Modulation)

Modulasi adalah variasi dari bentuk pesan yang diperoleh melalui perubahan sudut pandang. Prosedur ini dapat dipakai ketika terjemahan secara harfiah BSu tidak cocok, tidak idiomatis atau canggung dalam BSa. Secara singkat, modulasi adalah proses penerjemahan dengan melakukan pergeseran sudut pandang.

Contoh penggunaan prosedur modulasi:

(1) Inggris (BSu)

It is not difficult to show

PRO ada tidak sulit untuk menunjukkan

Tidak sulit untuk menunjukkan.’

Perancis (BSa)

Il est facile de démontrer

PRO ada mudah dari menunjukkan

Mudah untuk menunjukkan.’

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 89)

(19)

(2) Jepang (BSu)

それぞれ 歩いていく その 先 で Sorezore aruiteiku sono saki de Masing-masing berjalan itu ujung di また 出会える と 信じて mata deaeru to shinjite selanjutnya menemui K-Smbg mempercayai lagipula bertemu

Indonesia (BSa)

‘Kupercaya langkah-langkah ini akan membawaku tak dapat menemuimu lagi.’

(Himawari no Yakusoku dalam Paramaswari, 2017: 43) 3) Kesepadanan (Equivalence)

Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 90) mengatakan bahwa kesepadanan pada dasarnya adalah saat dua bahasa merujuk ke konteks yang sama walaupun menggunakan frasa atau ekspresi dan cara yang berbeda.

Dengan kata lain, kesepadanan menerjemahkan kata dengan tepat dan setara dalam situasi komunikatif BSu.

Contoh penggunaan prosedur kesepadanan:

(1) Perancis (BSu) Inggris (BSa)

Aïe! Ouch!

Aduh! Aduh!

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 90)

(20)

(2) Perancis (BSu) Inggris (BSa)

Cocorico Cock-a-doodle-do

Kukuruyuk Kukuruyuk

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 90) (3) Jepang (BSu)

とっとこ はしるよ ハム太郎 Tottoko hashiruyo Hamutarou Tuk ku tuk berlari Hamtaro

Indonesia (BSa)

‘Tuk ku tuk Hamtaro berlari.’

(Lagu Hamutarou dalam Paramaswari, 2017: 44) 4) Adaptasi (Adaptation)

Prosedur ini merupakan batas ekstrem terjemahan yang biasanya digunakan saat situasi pesan dari BSu tidak diketahui di BSa. Maka dari itu, dalam kasus seperti ini, penerjemah harus menciptakan situasi baru yang dapat dianggap setara. Prosedur ini mengadaptasi situasi dalam BSu sehingga dapat dideskripsikan menjadi kejadian yang setara dalam BSa. Oleh karena itu, adaptasi dapat digambarkan sebagai jenis kesetaraan khusus, yaitu sebua kesetaraan situasional. Prosedur ini juga sering digunakan dalam menerjemahkan judul buku dan film.

Contoh penggunaan prosedur adaptasi:

(21)

(1) Inggris (BSu)

He kissed his daughter on the mouth Dia mencium putrinya di bibir

‘Dia (ayahnya) mencium bibir putrinya.’

Perancis (BSa)

Il sera tendrement sa fille dans ses bras PRO dia lembut putrinya dalam pelukannya

‘Dia dengan lembut memeluk putrinya.’

(2) Perancis (BSu)

Trois hommes et un couffin

Tiga laki-laki dan sebuah keranjang (bayi)

‘Tiga laki-laki dan sebuah keranjang.’

Inggris (BSa)

Three men and a baby Tiga laki-laki dan seorang bayi

‘Tiga laki-laki dan seorang bayi.’

(Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 91) (3) Jepang (BSu)

Shibaraku suruto, nandaga, pikupiku to ito ni ataru mono ga aru.

Indonesia (BSa)

‘Tak lama kemudian, terasa tali pancing berdenyut-denyut, ada sesuatu yang mengenainya.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 4) Selanjutnya, Newmark (1988: 81) mengatakan bahwa bila metode penerjemahan adalah teknik penerjemahan yang menerjemahkan keseluruhan teks, maka prosedur penerjemahan adalah teknik penerjemahan yang digunakan untuk

(22)

kalimat dan satuan bahasa yang lebih kecil. Prosedur penerjemahan tersebut terdiri dari 19 prosedur diantaranya:

1. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan ungkapan secara harfiah atau kata demi kata dari BSu ke dalam BSa. Prosedur ini dapat diterapkan dengan tepat apabila BSu dan BSa memiliki struktur tata bahasa yang sama. Struktur bahasa dan makna yang terkandung dalam BSu penting untuk diperhatikan karena harus tetap terjaga dan tersampaikan dalam BSa, meskipun prosedur ini menerjemahkannya secara harfiah. Teknik ini sama dengan prosedur terjemahan harfiah yang dikemukakan oleh Vinay dan Darbelnet.

2. Transferensi (Transference)

Transferensi atau dapat disebut juga peminjaman kata atau transkripsi merupakan teknik yang mentransfer kata dari BSu ke dalam kata BSa sebagai sebuah prosedur penerjemahan (Newmark, 1988: 81). Prosedur ini sama dengan teori transliterasi oleh Catford, yaitu yang berkaitan dengan konversi abjad-abjad yang berbeda, seperti bahasa Russia, bahasa Arab, bahasa China, dan lain sebagainya ke dalam bahasa Inggris, yang kemudian menjadi ‘kata pinjaman’.

Transferensi juga sama dengan teori peminjaman (borrowing) oleh Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 85) yang meminjam kata atau konsep dari BSu untuk mengatasi kesenjangan yang biasanya terjadi dalam suatu metalinguistik dan biasanya digunakan untuk mempertahankan budaya asli dari BSu.

(23)

3. Naturalisasi (Naturalisation)

Prosedur ini mengadaptasi dan mentransfer istilah dalam BSu menjadi istilah dalam BSa namun dalam struktur morfologis dan pelafalan yang sudah disesuaikan dalam BSa. Contohnya seperti sarung dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan menjadi sarong dalam bahasa Inggris.

4. Kesepadanan Budaya (Cultural Equivalent)

Kesepadanan budaya adalah prosedur yang menerjemahkan istilah budaya dalam BSu diterjemahkan dengan istilah budaya yang sepadan dalam BSa (Newmark, 1988: 82). Contohnya seperti katana dalam bahasa Jepang menjadi

‘pedang’ dalam bahasa Indonesia.

5. Kesepadanan Fungsional (Functional Equivalent)

Prosedur umum ini diterapkan pada istilah-istilah budaya, menghendaki penggunaan kata bebas budaya (cultural-free), terkadang dengan istilah khusus yang baru, karena itu menetralkan atau menggeneralisasikan kata dari BSu, dan terkadang menambah keterangan.

Prosedur ini merupakan cara yang paling akurat untuk menerjemahkan seperti dekulturasi istilah budaya. Biasanya dikombinasikan dengan prosedur transferensi untuk menerjemahkan istilah budaya. Contohnya seperti kain jarik dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan menjadi cloth dalam bahasa Inggris dengan menghilangkan istilah budaya di dalamnya. (Hikmasari, 2020:

114)

(24)

6. Kesepadanan Deskriptis (Descriptive Equivalent)

Prosedur ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan istilah dalam BSu.

Deskripsi dalam penerjemahan terkadang ditimbang terhadap fungsi. Sehingga prosedur ini menggabungkan antara padanan deskripsi dan padanan fungsionalnya. Contohnya seperti ‘samurai’ yang dideskripsikan sebagai

‘Aristrokasi Jepang dari abad ke 11 hingga abat ke 19’ dan fungsinya adalah

‘untuk menyediakan petugas dan administrator’.

7. Sinonim (Synonymy)

Prosedur ini menerjemahkan istilah atau kata dalam BSu ke dalam BSa dengan istilah atau kata yang mirip maupun terdekat maknanya dengan BSu dalam sebuah konteks, yang mana kesepadanan yang tepat bisa jadi ada ataupun bisa jadi tidak ada. Contohnya seperti:

Jepang (BSu)

Jirettai kara ippon ashi de tonde kitara, mou ashigoe mo hitogoe mo shizukamari kaette, shin to shiteiru.

Indonesia (BSa)

‘Saking kesalnya, aku meloncat-loncat dengan satu kaki, namun bunyi jejak kaki maupun suara orang-orang itu tak terdengar lagi, dan suasana sangatlah sepi.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 4) 8. Kalke (Through Translation)

Merupakan teknik terjemahan harfiah dari kolokasi-kolokasi umum, nama organisasi, komponen gabungan, dan mungkin frasa-frasa yang sudah dikenal secara umum oleh pembaca BSa. Prosedur ini juga dikenal sebagai kalke atau

(25)

terjemahan pinjaman, tetapi Newmark (1988: 54) lebih suka menyebutnya secara transparan dengan sebutan through translation.

Contoh yang paling jelas dari prosedur ini adalah nama-nama organisasi internasional yang seringkali terdiri dari kata-kata universal dan dikenal dengan akronimnya seperti UNESCO, FAO, UNRRA atau Perancis FIT yang jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi International Federation of Translation.

9. Pergeseran atau Transposisi (Shift or Transposition)

Istilah pergeseran dan transposisi sebenarnya digunakan oleh tokoh yang berbeda. Istilah pergeseran (shift) digunakan oleh Catford, sedangkan istilah transposisi (transposition) digunakan oleh Vinay dan Darbelnet. Pada intinya, prosedur ini adalah prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan tata bahasa dari BSu ke BSa. Contohnya seperti ‘Japanese wedding’ yang diartikan menjadi ‘pasangan Jepang menikah’ (Prasetyo, 2017: 241)

10. Modulasi (Modulation)

Prosedur yang menggunakan teknik penggantian sudut pandang untuk memvariasikan bentuk pesan. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggantian sudut pandang ini dalam konteks budaya yang bersangkutan memberikan pesan yang sama dari BSu ke dalam BSa. Contohnya seperti ‘Nobody doesn’t like it’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ‘Semua orang menyukainya’ dalam bahasa Indonesia.

(26)

11. Terjemahan Resmi (Recognized Translation)

Penerjemah biasanya harus menggunakan terjemahan resmi atau istilah institusional apa pun yang diterima secara umum. Teknik ini adalah teknik penerjemahan yang memberikan sebuah istilah yang sudah lazim dan resmi walaupun terjemahan yang diberikan mungkin bukan yang paling pas (Nababan, 2007: 53). Bila istilah dalam BSu sudah ada padanannya dalam BSa yang dikenal secara umum, penerjemah diharapkan untuk tidak menambahkan penjelasan atau membuat padanan baru dari istilah tersebut.

Contohnya seperti ‘KTP’ dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan menjadi

ID Card’ dalam bahasa Inggris.

12. Label Terjemahan (Translation Label)

Merupakan terjemahan sementara, biasanya dari istilah institusional baru.

Prosedur ini harus ditandai dengan tanda petik (“) atau tanda koma (‘) di atas.

Terjemahan ini dapat dilakukan melalui terjemahan harfiah. Contohnya seperti

heritage language’.

13. Kompensansi (Compensation)

Prosedur ini terjadi ketika kehilangan makna, efek suara, metafora atau efek pragmatis pada satu bagian kalimat dikompensasi di bagian lain, atau dalam kalimat yang berdekatan. Contohnya seperti:

Inggris (BSu)

A burning desire to share The Secret with the world consumed me.

(27)

Indonesia (BSa)

‘Hasrat yang menyala-nyala untuk membagikan Rahasia kepada dunia membakar diri saya.’

(Hendrastuti, 2012: 189) 14. Analisis Komponensial (Componential Analysis)

Merupakan prosedur yang memisahkan satu unit leksikal menjadi komponen- komponen maknanya, seringkali terjemahan one-to-two, to-three, to-four.

Proses dasar dalam penerjemahan adalah membandingkan BSu dengan BSa yang memiliki arti yang serupa namun tidak secara satu sama lain sepadan.

Biasanya dengan menunjukkan kesamaannya terlebih dahulu, kemudian komponen maknanya yang berbeda. Biasanya kata dalam BSu lebih spesifik maknanya dari pada kata dalam BSa. Maka dari itu, penerjemah harus menambahkan satu atau dua komponen makna pada BSa yang berhubungan dan sesuai untuk menghasilkan makna yang kurang lebih dekat dengan makna dalam BSu. Komponen makna dari suatu unit leksikal dapat bersifat referensial maupun pragmatis. Secara komprehensif, kata BSa dapat dibedakan dari kata BSa dalam komposisi, bentuk, ukuran, dan fungsi rujukannya. Selain itu, dalam konteks dan konotasi budayanya, serta dalam keberlakuan, periode, penggunaan kelas sosial dan tingkat formalitas, nada emosional, umum atau teknis, dan dalam efek pragmatis dari komposisi suaranya, seperti onomatope atau fonem berulang atau kelompok konsonan simbolis sugestif (Newmark, 1988: 114).

(28)

Penggunaan prosedur analisis komponen ini dapat dilakukan untuk menerjemahkan kata-kata leksikal, istilah-istilah budaya, sinonim, istilah- istilah konseptual, sets and series, dan neologisme. Contohnya seperti:

Jepang (BSu)

Utouto shitara, Kiyo no yume wo mita.

Indonesia (BSa)

‘Dalam keadaan terkantuk-kantuk lalu tertidur, aku bermimpi tentang Kiyo.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 5) 15. Reduksi dan Ekspansi (Reduction and Expansion)

Merupakan prosedur penerjemahan yang kurang tepat ketika penerjemah melakukannya secara tidak sengaja dalam beberapa kasus. Namun, setidaknya ada satu perubahan yang kemungkinan selalu ada pada masing- masing terjemahan, terutama dalam teks yang ditulis dengan buruk. Reduksi dilakukan dengan cara penyempitan atau penghilangan komponen kata BSu, sedangkan ekspansi dilakukan dengan cara memperluas atau menambah makna di dalam BSa. Contohnya seperti:

Jepang (BSu)

yagate, pyu – to kiteki ga natte, kuruma ga tsuku.

Indonesia (BSa)

‘Akhirnya peluit kereta berbunyi, dan kereta pun tiba.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 5)

(29)

16. Parafrase (Paraphrase)

Merupakan penjelasan mengenai makna sebuah bagian dari teks. Prosedur ini digunakan dalam teks anonim atau tanpa nama yang ditulis dengan buruk, atau memiliki implikasi dan penghilangan penting. Prosedur ini menjelaskan makna implisit kata dalam BSu dan menjadikannya kata yang memiliki makna eksplisit dalam BSa. Contohnya seperti:

Jepang (BSu)

Pu –…… to itte kisen ga tomaru to, hasike ga kishi wo hanarete kogi yosete kita.

Indonesia (BSa)

‘Begitu kapal uap berhenti disertai dengan bunyi mesinnya yang bergema rendah, sebuah sampan meninggalkan dermaga menuju ke arah kami.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 5) 17. Prosedur Lainnya (Others Procesudres)

Prosedur ini merujuk kepada prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti, 2000: 85-92) yaitu adaptasi dan kesepadanan.

18. Kuplet (Couplet)

Couplet, triplets, quadruplets adalah prosedur yang menggabungkan dua, tiga, atau empat dari prosedur-prosedur yang sudah disebutkan sebelumnya.

Prosedur ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan istilah-istilah budaya,

(30)

misalnya jika transferensi digabungkan dengan padanan fungsional atau padanan budaya. Contohnya seperti:

Jepang (BSu)

Ka ga, bunbun kita keredomo, nanto mo nakatta.

Indonesia (BSa)

‘Nyamuk berdengung-dengung di sekitar tubuhku, tapi sama sekali tidak menjadi masalah bagiku.’

(Novel Botchan dalam Rahayu, 2015: 5) 19. Pemberian Catatan (Notes, Additions, Glosses)

Prosedur ini menambahkan informasi tambahan yang mungkin harus ditambahkan oleh penerjemah ke dalam versinya, biasanya bersifat budaya (memperhitungkan perbedaan budaya BSu dengan budaya BSa), teknis (berkaitan dengan topik), atau linguistik (menjelaskan penggunaan kata yang tidak sesuai), dan tergantung pada persyaratannya. Penambahan catatan ini dilakukan dengan pertimbangan kejelasan makna. Penambahan catatan ini dapat berbentuk penambahan di dalam teks, penambahan di bawah teks (catatan kaki), catatan di akhir bagian, dan catatan berupa glosarium pada akhir buku.

Dari penjelasan prosedur penerjemahan di atas, penelitian ini akan memakai kompilasi dari dua teori, yaitu teori Vinay dan Darbelnet sebagai teori utama dan sebagian teori oleh Newmark sebagai teori pendukung dalam menganalisis prosedur penerjemahannya, adapun prosedur yang dipakai diantaranya:

(31)

1. Prosedur Peminjaman/Prosedur Transferensi 2. Prosedur Kalke

3. Prosedur Harfiah 4. Prosedur Transposisi 5. Prosedur Modulasi 6. Prosedur Kesepadanan 7. Prosedur Adaptasi 8. Prosedur Naturalisasi 9. Prosedur Sinonim

10. Prosedur Reduksi dan Ekspansi 11. Prosedur Kuplet

Kesebelas prosedur ini dipilih karena dapat dipakai dalam menerjemahkan onomatope di dalam komik, terutama onomatope yang berada di luar balon dialog.

2.2.6 Semantik

Salah satu bidang yang dikaji dalam ilmu linguistik adalah semantik.

Semantik dalam bahasa Yunani disebut ”Semantikos” yang bemakna memberikan tanda. Semantik diartikan sebagai bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga struktur makna suatu wicara atau dapat diartikan sebagai suatu sistem penyelidikan makna dan arti dari suatu bahasa atau bahasa umumnya (Kridalaksana, 2009: 216). Chaer (1990: 2) berpendapat bahwa semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa yaitu fonologi, gramatikal, dan semantik.

(32)

Semantik dikenal dengan sebutan imiron dalam bahasa Jepang. Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting walaupun agak terlambat dibandingkan dengan cabang linguistik lainnya. Hal ini disebabkan karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tidak lain untuk menyampaikan makna. (Sutedi, 2011: 11)

Objek yang dikaji dalam bidang semantik antara lain makna (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata yang lain (go no imi kankei), makna frasa (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). (Sutedi, 2011: 11)

2.2.7 Kesepadanan Dinamis

Nida dan Taber (1974:12) menyatakan bahwa penerjemahan merupakan suatu kegiatan untuk mencari padanan BSu yang terdekat dan wajar (closest natural equivalence) dalam BSa. Kesepadanan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu kesepadanan formal dan kesepadanan dinamis. Hal ini bertujuan untuk membuat pembaca atau audiensi pada BSa sedekat mungkin pada BSu dengan memperkenalkan dua proses, yakni memprioritaskan makna dan memprioritaskan gaya (style). Padanan tersebut harus memiliki makna yang terdekat dengan makna BSu, khususnya dalam konteks bahasa dan budaya BSu.

Padanan dinamis merupakan cara yang harus dilakukan penerjemah untuk melakukan penyesuaian dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis, sintaksis dan gaya bahasa yang ada di dalam BSa untuk mempertahankan makna. Nida (1974:

200) mengatakan bahwa untuk dapat mencapai kesepadanan dinamis, penerjemah harus memperhatikan siapa yang menjadi calon pembaca terjemahan tersebut.

(33)

Suatu terjemahan dikatakan sepadan apabila respon dari pembaca sasaran memuaskan, maka dari itu peranan pembaca BSa sangat penting untuk menentukan terjemahan tersebut sudah sepadan atau tidak.

Untuk itu, respon yang diberikan oleh pembaca BSa terhadap terjemahan tersebut sebaiknya sama dengan pembaca BSu ketika membaca tulisan tersebut dalam BSu.

Referensi

Dokumen terkait

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN

Bab II Tinjauan Pustaka Sutabri (2012:1) berpendapat bahwa, “informasi adalah data yang telah diproses ke dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima

Kerangka pemikiran penelitian diawali dengan penyusunan kerangka berfikir yang ditunjang oleh tinjauan pustaka yang di dalamnya meliputi perencanaan desain Sheet Pile

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang tinjauan pustaka dari teori yang digunakan terkait dengan tema penelitian penulis yaitu mengenai Pelayanan Birokrat Garis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dijelaskan tentang Baja SS41, korosi, mekanisme korosi, inhibitor korosi, jenis-jenis inhibitor, safe inhibitor dan unsafe inhibitor,

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang penelitian terdahulu atas permasalahan yang mirip dengan topik yang dipilih, kemudian landasan teori yang berisi tentang

Tujuan dari tinjauan pustaka adalah sebagai pedoman dan tolak ukur bagi penulis dalam melakukan penelitian, BAB II Tinjauan pustaka Bab ini membahas penelitian-penelitian terdahulu

Bab II Tinjauan Pustaka 2.2 Teori Judul 2.2.1 Pengertian Aplikasi Menurut Marjito dan Tesaria 2016:42 “Secara umum pengertian aplikasi adalah suatu program yang siap untuk digunakan