• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab kedua akan memuat deskripsi tentang tinjauan pustaka yang berhubungan dengan pengelolaan sampah terutam dalam bidang pengumpulan dan pengangkutan. Dengan adanya bab kedua ini, diharapkan memberi gambaran kepada pembaca mengenai teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.1 Definisi Sampah

Pengertian sampah menurut SK SNI T-13-1990 adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Menurut SNI-19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengangkutan Sampah, mendefinisikan Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat.

2.1.1 Jenis Limbah Padat

Dalam penelitian (Dharma, 2012) Klasifikasi sampah atau limbah padat menurut istilah teknis menurut (Murtadho dan Sa’id, 1988) dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelompok antara lain :

1. Sampah organik mudah membusuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah berupa bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan, sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran, kulit buah-buahan.

Limbah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikro organisme dan mudah membusuk, karena memiliki proses kimia relatip pendek.

2. Sampah organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit untuk membusuk. Hal ini memiliki proses kimia yang panjang. Contoh : plastik, kertas, kaca.

(2)

10

3. Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu-abuan, contoh abu hasil pembakaran

4. Sampah bangkai binatang (dead animal).

5. Sampah industri.

6. Sampah sapuan (street sweeping), yaitu sampah hasil sapuan jalan.

2.1.2 Sumber Sampah

Menurut (Dharma, 2012) sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Jumlah daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Daerah pelayanan umum milik pemerintah

Jenis sampah yang dihasilkan berupa sampah kering dan basah.

2. Daerah perumahan

Sampah yang dihasilkan dari daerah perumahan berupa sampah rumah tangga dari satu keluarga atau beberapa keluarga.

3. Daerah pertanian

Sampah yang dihasilkan berupa sampah biomassa dari sisa hasil pertanian sawah maupun tanaman palawija.

4. Daerah perdagangan dan tempat umum

Sampah yang dihasilkan berupa sampah basah, sampah kering, sampah khusus dan sampah berbahaya.

5. Daerah industry

Sampah yang dihasilkan berupa sampah basah, sampah kering, sampah khusus dan sampah berbahaya.

2.2 Karakteristik Sampah

Karakteristik sampah yang biasa ditampilkan dalam pengelolaan sampah adalah karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut sangat bervariasi dan bergantung pada komponen-komponen yang terdapat didalam sampah. Keragaman jenis sampah dari berbagai daerah memungkinkan perbedaan dari sifat-sifat sampah sendiri.

Karakteristik sampah dikelompokkan menurut sifatnya terbagi atas 2 yaitu:

(3)

11 1. Karakteristik fisika, meliputi densitas, kadar air, kadar volatile, kadar abu,

nilai kalor dan distribusi ukuran.

2. Karakter kimia, mengambarkan susunan kimia sampah yang terdiri atas unsur karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan lain-lain.

Densitas sampah akan bergantung pada sarana pengumpul dan pengangkut, untuk kebutuhan desain oleh (Damanhuri, 2010) dikelompokan sebagai berikut.

1. Sampah di wadah sampah rumah : 0,01 - 0,20 ton/m³ 2. Sampah di gerobak sampah : 0,20 - 0,25 ton/m³ 3. Sampah di truk terbuka : 0,30 - 0,40 ton/m³

4. Sampah di TPA dengan pemadatan konvensional : 0,50 - 0,60 ton/m³

2.3 Timbulan Sampah

Timbulan sampah menurut SNI 19-2454 tahun 2002 adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita per hari, atau perluas bangunan atau perpanjangan jalan.

Berdasarkan besarnya kota, timbulan sampah di kota-kota di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Kota kecil = 2,50 – 2,75 liter/orang/hari

= 0,625 – 0,7 kg/orang/hari 2. Kota sedang = 2,75 – 3,25 liter/orang/hari

= 0,7 – 0,8 kg/orang/hari

Laju timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen utama dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2. 1 Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber

No Komponen

Sumber Sampah Satuan Volume

(liter) Berat (kg) 1. Rumah permanen /orang/hari 2,25 - 2,50 0,35 - 0,40 2. Rumah semi permanen /orang/hari 2,00 - 2,25 0,30 - 0,35 3. Rumah non permanen /orang/hari 1,75 - 2,00 0,25 - 0,30 4. Kantor /pegawai/hari 0,50 - 0,75 0,03 - 0,10 5. Pertokoan /pegawai/hari 2,50 - 3,00 0,15 - 0,35 6. Sekolah /murid/hari 0,10 - 0,15 0,01 - 0,05 7. Jalan arteri sekunder /m/hari 0,10 - 0,15 0,02 - 0,10 8 Jalan kolektor sekunder /m/hari 0,10 - 0,15 0,01 - 0,05

(4)

12

No Komponen

Sumber Sampah Satuan Volume

(liter) Berat (kg) 9. Jalan lokal /m/hari 0,05 - 0,10 0,005 - 0,025

10. Pasar /m²/hari 0,20 - 0,60 0,10 - 0,30

(Sumber: BSN,1994) 2.3.1 Metode Perhitungan Timbulan Sampah

Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat di peroleh dengan survei pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu :

1. Mengukur langsung

Memperoleh satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan non-rumah tangga) yang ditentukan secara random proposional di sumber 8 hari berturut-turut (SNI 19 –3964-1995 dan SNI M 36-1991- 03).

2. Load count analysis

Mengukur jumlah (berat dan atau volume) sampah yang masuk ke TPS misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasilan sampah yang dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, sehingga akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk.

3. Weight volume analysis

Bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah sampah yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlah sampah-sampah harian kemudian digabung dengan perkiraan area yang layanan, dimana data penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh satuan timbulan sampah per- ekuivalensi penduduk.

4. Matrial balance analysis

Merupakan analisa yang lebih mendasar, dengan menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang dalam sistem, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah sistem yang ditentukan batas-batasnya (system boundary).

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulan Sampah

Adapun faktor yang mempengaruhi tingkat timbulan sampah menurut (Dharma, 2012) adalah :

(5)

13 1. Lokasi geografi

Lokasi geografi terutama berhubungan dengan iklim yang dapat mempengaruhi jumlah maupun jenis limbah padat yang dihasilkan, sehingga akan berpengaruh pada metode pengumpulan. Misalkan daerah yang berada di pantai akan banyak sampah yang berhubungan dengan hasil laut, atau sampah daerah pegunungan akan dominan sisa buah dan sayuran.

2. Musim dalam setahun

Musim akan berpengaruh pada kuantitas serta jenis limbah misalnya musim buah mangga, durian, dll. Misalnya pada musim durian maka kulit durian akan dominan pada sampah yang dihasilkan.

3. Frekuensi pengumpulan

Frekuensi pengumpulan berpengaruh terhadap banyaknya sampah yang dapat ditangani. Bila sarana pelayanan pengumpulan tersedia, semakin tinggi frekuensi pengumpulan maka akan semakin banyak limbah yang dikumpulkan, sehingga tidak tampak sampah bertumpuk di tempat sampah maupun di TPS.

4. Pengangkutan pada sumber

Aktifitas pada sumber sampah seperti pemilahan, recycle, reuse, pengomposan akan dapat mereduksi banyaknya sampah yang harus dikelola.

5. Karakteristik populasi

Karakteristik populasi berupa kebiasaan atau adat istiadat akan dapat berpengaruh pada banyaknya limbah padat yang dihasilkan. Misalkan kebiasaan/budaya/adat masyarakat sering melaksanakan upacara adat, maka akan mempengaruhi karakteristik sampah. Pola makan masyarakat, bila terbiasa mengkonsumsi makanan olahan /kemasan/awetan maka banyak sampah berupa kaleng, plastik, styrofoam.

6. Peraturan

Peraturan lokal maupun nasional yang mengatur penggunaan dan pembuangan material tertentu, akan mempengaruhi tingkat timbulan dan jenislimbah. Misalkan untuk mereduksi sampah plastik, ada peraturan / himbauan penggunaan tas belanja yang dapat dipakai berulang. Peraturan

(6)

14

atau standar kualitas produk, akan mempengaruhi masa pakai (life time) suatu produk.

7. Peran serta masyarakat

Reduksi limbah yang dihasilkan dapat terwujud bila masyarakat secara sadar mau merubah kebiasaan dan gaya hidup untuk lebih melindungi sumber daya alam dan mereduksi beban pengangkutan sampah.

2.4 Aspek Teknik Operasional Pengelolaan Sampah

Teknik operasional pengolahan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilihan sejak dari sumbernya. Agar lebih jelasnya teknis oprasional pengolahan sampah dapat dilihat pada skema Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Teknik Operasional Pengelolaan Sampah (Sumber: BSN, 2002)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang pengelolaan sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah yaitu:

1. Pengurangan sampah yaitu terdiri dari pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah.

2. Penanganan sampah yaitu terdiri dari:

a. Pemilahan

Pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.

b. Pengumpulan

(7)

15 Pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.

c. Pengangkutan

Membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.

d. Pengolahan

Mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.

e. Pemrosesan akhir sampah

Pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan.

2.5 Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah adalah proses pengelolaan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masing – masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat penampungan sementara atau langsung ke tempat pembuangan akhir sampah melalui tanpa proses pemindahan.

Hal – hal yang perlu menjadi perhatian dalam pengumpulan sampah adalah keseimbangan pembebanan tugas, optimasi penggunaan alat, waktu dan petugas, dan peminimalan jarak operasi. Dan adapun faktor yang mempengaruhi pola pengumpulan sampah seperti jumlah sampah yang terangkut, jumlah penduduk, luas daerah operasional, kepadatan penduduk, tingkat penyebaran rumah, panjang dan lebar jalan.

2.5.1. Teknik Operasional Pengangkutan Sampah

Teknik operasional pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah hingga ke lokasi pembuangan akhir, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (door to door) dan secara tidak langsung (sistem komunal) sebagai Tempat Pembuangan Sementara (TPS), dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Secara langsung (system door to door)

Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat ke tempat pembuangan akhir. Pada sistem ini proses

(8)

16

pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Sistem Pengumpulan Langsung 2. Secara tidak langsung (system komunal)

Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pembuangan akhir, sampah dari masing-masing sumber dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti dalam gerobak atau becak pengumpul dan diangkut ke TPS. Dengan adanya TPS ini maka proses pengumpulan sampah secara tidak langsung.

TPS dapat pula berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke pemrosesan akhir untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Sistem Pengumpulan Sampah Secara Tidak Langsung Tempat pembuangan sementara ada 3 jenis, antara lain.

a. Transfer depo

Untuk jenis ini diperlukan areal tanah minimal seluas 200 m². Bila lokasi ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan, maka dibutuhkan tambahan luas lahan sesuai aktivitas yang akan dijalankan. Namun dapat juga dipakai truk bak terbuka ukuran 6 m³ yang diletakkan disuatu lokasi tertentu dan akan diisi oleh gerobak pengumpul sampah.

b. Bak container volume 6 – 10 m³

Diletakkan di pinggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas.

Dibutuhkan landasan permanen sekitar 25-50 m² untuk meletakkan kontainer.

c. Bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan

(9)

17 Hal yang harus diperhatikan adalah waktu pengumpulan dan frekuensi pengumpulan. Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat dimana aktivitas masyarakat tidak begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari. Frekuensi pengumpulan sampah menentukan banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut perhari.

2.5.2. Pola Pengumpulan Dan Persyaratan

Adapun pola pengumpulan berdasarkan Permen PU Nomor 03 Tahun 2013 yaitu :

1. Pola individu langsung

Pola individual langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui kegiatan pemindahan termasuk dalam sistem pengangkutan secara langsung, dengan persyaratan :

a. Bila kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%), hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi, sedangkan alat pengumpul non mesin akan sulit beroperasi.

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.

c. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m³/hari.

d. Pola individual langsung biasanya menggunakan bak truk terbuka ukuran 6 m³ atau truk pemadat.

2. Pola individu tidak langsung

Pola individual tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing sumber sampah ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir, termasuk dalam sistem pengangkutan secara tidak langsung dengan persyaratan :

a. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan juga dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan.

b. Kondisi topografi relatif datar (rata – rata 5%).

c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau langsung.

d. Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah dengan sistem pengendaliannya.

(10)

18

e. Pola individual tidak langsung biasanya menggunakan gerobak sampah atau becak sampah.

3. Pola komunal langsung

Pola komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing- masing titik komunal dan diangkut ke lokasi pembuangan akhir, termasuk dalam sistem pengangkutan secara tidak langsung, dengan persyaratan : a. Alat angkut terbatas.

b. Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang / jalan sempit).

d. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).

e. Pola komunal langsung biasanya menggunakan bak terbuka arm roll truck.

4. Pola komunal tidak langsung

Pola komunal tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan untuk selanjutnya diangkut menuju ke tempat pembuangan akhir termasuk dalam sistem pengangkutan secara tidak langsung , dengan persyaratan :

a. Peran serta masyarakat tinggi.

b. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul.

c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan.

d. Bagi kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata 5%), dapat digunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak) dan bagi kondisi topografi 5% dapat digunakan alat lain seperti kontainer kecil beroda dan karung.

5. Pola penyapuan jalan

Pola penyapuan jalan adalah kegiatan pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan, khususnya untuk jalan protokol, lapangan parkir, lapangan rumput, dan lain-lain. Hasil penyapuan diangkut ke lokasi

(11)

19 pemindahan untuk kemudian diangkut ke TPA, yang penanganannya berbeda untuk setiap daerah sesuai fungsi daerah yang dilayani dengan persyaratan :

a. Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan dan penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani.

b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani.

2.5.3. Pedoman Pelaksanaan Pengumpulan

Beberapa pedoman dalam pengumpulan sampah berdasarkan pedoman dari Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, yaitu :

1. Kriteria alat pengumpul a. Sesuai kondisi jalan

b. Bila tidak bermesin disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja maksimal yaitu 1,5 m³, dan hanya untuk daerah datar.

c. Bermesin untuk daerah bukit.

2. Frekuensi pengumpulan ditentukan menurut lokasi pelayanan/pemukiman, pasar, dan lain-lain, pada umumnya 2-4 kali sehari.

3. Jadwal pengumpulan adalah di saat tidak mengganggu aktivitas masyarakat terpadat, sebelum jam 7.00, jam 10.00 – 15.00, atau sesudah jam 17.00.

4. Periodisasi pengumpulan 1 hari, 2 hari, atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dari beberapa kondisi seperti :

5. Pengumpul secara terpisah

a. Pemisahan dengan warna gerobak, misalnya sampah organic warna hijau

b. Diatur dengan jadwal dan periode pengumpulan

c. Himbauan bahwa sampah non organic hanya dikeluarkan pada hari tertentu

d. Pengumpulan sampah organic dilaksanakan 1-2 hari sekali, sampah non organic dilaksanakan 4-8 hari sekali.

6. Pengumpulan langsung

(12)

20

a. Pengumpulan langsung dilakukan di daerah pemukiman teratur dengan lebar jalan memadai untuk dilalui truk.

b. Pengumpulan langsung menggunakan truk dengan kapasitas 6-10 m³.

c. Pengumpulan langsung mengumpulkan sampah dari wadah sampah individual atau wadah sampah komunal dengan kapasitas 120-500 liter.

d. Untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan, truk dapat dilengkapi dengan alat pengangkat wadah sampah otomatis (lifting unit) yang kompatibel dengan wadah sampah.

e. Dilaksanakan untuk titik komunal, dan daerah protokol, serta sumber sampah besar, seperti pasar, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, rumah susun, hotel, dan restoran besar, serta sumber sampah diatas 1 m³.

7. Rasio tenaga pengumpulan terhadap jumlah penduduk/volume sampah a. Pengumpulan dengan menggunakan gerobak: 2 petugas dengan 1

gerobak kapasitas 1 m³,satu hari 2 trip, melayani 1000 penduduk untuk radius pelayanan tidak lebih dari 1000 meter.

b. Pengumpulan langsung dengan menggunakan truk kapasitas 6 m³, 1 truk dengan petugas 2 orang dengan wadah sampah berupa tong atau kontainer maksimum 120 liter dapat melayani 10.000 penduduk.

8. Penyapuan/kebersihan jalan merupakan tanggung jawab pemilik atau pengguna persil, termasuk saluran air hujan, tidak terkecuali perkantoran (pemerintah/non pemerintah), bangunan besar, rumah sakit, pusat ibadah, dan sebagainya.

2.6 Pengangkutan Sampah

Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir.

2.6.1. Jenis Alat Angkut Sampah

Adapun jenis jenis alat pengangkut sampah yang dipakai pada umumnya adalah sebagai berikut.

(13)

21 1. Pick up sampah

Pick-up sampah yang berfungsi sebagai alat pengumpul/pengangkut sampah daur ulang dari kawasan pemukiman kelas menengah-atas yang dikumpulkan ke TPS.

Gambar 2. 4 Pick Up Sampah (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013) 2. Dump truck (Tipper truck)

Dump truck sampah berfungsi untuk mengangkut sampah dari sumber sampah / transfer depo / transfer station ke TPA. Merupakan kendaraan angkut yang dilengkapi sistem hidrolis untuk mengangkat bak dan membongkar muatannya. Pengisian muatan masih tetap secara manual dengan tenaga kerja. Truk ini memiliki kapasitas yang bervariasi yaitu 6 m³, 8 m³, 10 m³, 14 m³. Dalam pengangkutan sampah, efisiensi penggunaan dump truck dapat dicapai apabila memenuhi beberapa kriteria yaitu jumlah trip atau ritasi perhari minimum 3 dan jumlah awak maksimum 3. Agar tidak mengganggu lingkungan selama perjalanan ke TPA, dump truck sebaiknya dilengkapi dengan tutup terpal.

Gambar 2. 5 Dump Truck Sampah (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013)

(14)

22

3. Arm roll truck

Merupakan kendaraan angkut yang dilengkapi sistem hidrolis untuk mengangkat bak dan membongkar muatannya. Pengisian muatan masih tetap secara manual dengan tenaga kerja. Truk ini memiliki kapasitas yang bervariasi yaitu 6 m3, 8 m3, dan 10 m3. Dalam pengangkutan sampah, efisiensi penggunaan arm roll truck dapat dicapai apabila memenuhi beberapa kriteria yaitu jumlah trip atau ritasi perhari minimum 5 dan jumlah awak maksimum 1. Agar tidak mengganggu lingkungan selama perjalanan ke TPA, kontainer sebaiknya memiliki tutup dan tidak rembes sehingga lindi tidak mudah tercecer. Kontainer yang tidak memiliki tutup sebaiknya dilengkapi dengan tutup terpal selama pengangkutan.

Gambar 2. 6 Arm Roll Truck Sampah (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013) 2.6.2. Pola Pengangkutan

Pola pengangkutan sampah menurut Peraturan Menteri Nomor 03 Tahun 2013 yaitu sebagai berikut :

1. Pola pengangkutan sampah sistem Hauled Container System (HCS) Adapun pola sampah sistem HCS tebagi atas tiga, yaitu :

a. Sistem pengosongan bak kontainer cara 1

Gambar 2. 7 Pola Pengosongan Kontainer HCS Cara 1 (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013)

(15)

23 Pola pengosongan bak kontainer HCS cara 1 dengan proses pengangkutan sebagai berikut :

i. Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA

ii. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula iii. Menuju container isi berikutnya untuk diangkut ke TPA iv. Container kosong dikembalikan ke tempat semula v. Demikian seterusnya hingga ritasi akhir

b. Sistem pengosongan bak kontainer cara 2

Gambar 2. 8 Pola Pengosongan Kontainer HCS Cara 2 (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013)

Pola pengosongan bak kontainer HCS cara 2 dengan proses pengangkutan sebagai berikut ;

i. Kendaraan dari pool membawa bak kosong menuju container isi pertama, kemudian bak isi dilokasi pertama dibawa ke TPA ii. Kontainer kosong diletakkan dilokasi kedua

iii. Container isi kedua untuk diangkut ke TPA iv. Demikian seterusnya sampai akhir ritasi c. Sistem pengosongan bak kontainer cara 3

Gambar 2. 9 Pola Pengosongan Kontainer HCS Cara 3 (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013)

(16)

24

Pola pengosongan bak kontainer HCS cara 3 dengan proses pengangkutan sebagai berikut ;

i. Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA

ii. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju lokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA

iii. Demikian seterusnya sampai ritasi terakhir

iv. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong dari TPA menuju lokasi kontainer pertama, kemudian kendaraan tanpa kontainer menuju pool

2. Pola pengangkutan sampah sistem Stationary container system (SCS)

Gambar 2. 10 Pola Pengangkutan Sampah Sistem SCS (Sumber: Permen PU Nomor 03, 2013)

Pola pengosongan bak kontainer SCS dengan proses pengangkutan sebagai berikut ;

i. Kendaraan dari pool menuju sumber sampah pertama, sampah dituangkan kedalam bak truk

ii. Kendaraan menuju sumber sampah selanjutnya, sampai kondisi bak penuh

iii. Sampah kemudian dibawa menuju TPA 2.6.3. Metode Pengangkutan Sampah

Berdasarkan pola pengangkutan dan jenis kontainer pada TPS, pengangkutan sampah memiliki 2 jenis sistem yaitu sistem kontainer angkat (Hauled container system) dan sistem kontainer tetap (Stationary container system) (Permen PU Nomor 03, 2013).

1. Hauled container system adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat

(17)

25 pembuangan akhir. HCS ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial. Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan dengan system HCS adalah :

a. Pickup ( ) yaitu waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya, waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk mengembalikan kontainer kosong (Rit).

b. Haul (h) yaitu waktu yang diperlukan menuju lokasi yang akan diangkut kontainernya.

c. At-site (s) yaitu waktu yang digunakan untuk menunggu di lokasi d. Off-route (W) yaitu nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional.

i. Menghitung haul time (h)

h : + × (2.1)

Dimana,

a : Empiris muatan yang konstan terus menerus (jam/rit)

b : Empiris muatan yang konstan (jam/km) x : Jarak tempuh (km/trip)

Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Konstanta

Speed Limit A B

Km/Jam Mil/Jam Jam/rit Jam/Km

88 55 0,016 0,011

72 45 0,022 0,014

56 35 0,034 0,019

40 25 0,05 0,025

25 15 0,068 0,037

(Sumber: Peavy, 1985) ii. Menghitung

: pc+uc+dbc (2.2)

Dimana,

(18)

26

Pc : Waktu mengambil container penuh (jam/trip) Uc : Waktu untuk meletakkan container kosong

(jam/trip)

Dbc : Waktu antar lokasi (jam/trip)

iii. Menghitung waktu per trip

: PHCS +h+s (2.3)

Dimana,

h : Waktu yang diperlukan menuju lokasi yang akan diangkut kontainernya

s : Waktu yang digunakan untuk menunggu dilokasi

: Pick up time

iv. Menghitung jumlah trip per hari Nd :

THCS

t t W

H (1 ) ( )

(  − − 1+ 2

(2.4) Dimana,

Nd : Jumlah trip (trip/hari)

H : Waktu kerja perhari (jam/hari) : Waktu dari garasi ke lokasi pertama : Waktu dari lokasi terakhir ke garasi

W : Faktor off route (non produktif pada seluruh kegiatan operasional)

2. Stationary container system adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa berpindah-pindah (tetap). SCS merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah pemukiman. Untuk

(19)

27 menghitung waktu ritasi dari TPS atau ke TPA digunakan rumus sebagai berikut ;

i. Menghitung haul time (h)

h : + × (2.5)

Dimana,

a : Empiris muatan yang konstan terus menerus (jam/rit)

b : Empiris muatan yang konstan (jam/km) x : Jarak tempuh (km/trip)

ii. Menghitung

: Ct(Uc)+(np−1)(dbc) (2.6) Dimana,

Ct : Jumlah container dikosongkan pertrip (container/trip)

Uc : Waktu rata-rata untuk mengosongkan container (jam/container)

np : Jumlah container dikosongkan pertrip (lokasi/trip)

dbc : Waktu antar lokasi (jam/lokasi)

iii. Menghitung waktu per trip

: PSCS +h+s (2.7)

Dimana,

h : Waktu yang diperlukan menuju lokasi yang akan diangkut kontainernya

(20)

28

s : Waktu yang digunakan untuk menunggu dilokasi

: Pick up time

iv. Menghitung waktu kerja perhari H : 1 2(1 W)

T Nd t

t scs

 + +

(2.8) Dimana,

Nd : Jumlah trip (trip/hari)

H : Waktu kerja perhari (jam/hari) : Waktu dari garasi ke lokasi pertama : Waktu dari lokasi terakhir ke garasi

W : Faktor off route (non produktif pada seluruh kegiatan operasional)

2.7 Proyeksi Penduduk Dengan Metode Geometrik

Dasar dari perencanaan sistem pengelolaan sampah adalah mengetahui jumlah timbulan sampah di wilayah tersebut. Dalam menentukan proyeksi timbulan sampah, maka perlu dilakukan terlebih dahulu proyeksi penduduk. Metode yang digunakan dalam menghitung proyeksi penduduk dengan dengan metode geometric. Adapun persamaan-persamaan pada setiap metode adalah sebagai berikut berdasarkan Permen PU Nomor 03 Tahun 2013.

Pn : Po(1+r)n (2.9)

Dimana,

Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke- n Po : Jumlah penduduk tahun dasar

r : Rata-rata pertambahan penduduk tiap tahun n : Periode waktu proyeksi

(21)

29 2.8 Perhitungan Kebutuhan Alat pengumpul

Perhitungan kebutuhan alat pengumpul dan pengangkut sampah berdasarkan PU Nomor 03 Tahun 2013 sebagai berikut.

a. Menghitung jumlah alat pengumpul (gerobak/becak sampah/motor sampah/mobil bak) kapasitas 1m³.

Alat

pengumpul : Kk fp Rk Ts

 (2.10)

Dimana,

Ts :

Timbulan sampah (L/orang/hari)

(Kota besar = 3 L/orang/hari ; kota kecil = 2,5 L/orang/hari)

Kk : Kapasitas alat pengumpul (m³) fp : Faktor pemadatan alat = 1,2 Rk : Ritasi alat pengumpul

b. Menghitung jumlah alat pengumpulan secara langsung (truk).

Truck : Kk fp Rk Ts

 (2.11)

Dimana,

Ts :

Timbulan sampah (L/orang/hari)

(Kota besar = 3 L/orang/hari ; kota kecil = 2,5 L/orang/hari)

Kk : Kapasitas (m³)

fp : Faktor pemadatan alat = 1,2 Rk : Ritasi pengangkutan

(22)

30

2.9 Penelitian Terdahulu

Berikut adalah penjelasan dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Pemilihan penelitian terdahulu telah diselaraskan dengan topik penelitian ini yang ditunjukan pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil Penelitian

1 Komang Trisna Satria Pramata dkk, 2013

Judul : “ANALISIS PENGELOLAAN PENGANGKUT SAMPAH DI KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG”

Metode : Pengangkutan sampah di Kecamatan Klungkung dilakukan dengan dua sistem yaitu, sistem container angkat/HCS (Hauled Container System) dan sistem container tetap/SCS (Stationary Container System). Perhitungan untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah adalah metode Hauled Container System (HCS) dan Stationary Container System (SCS). Serta metode untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah pada tahun 2017 adalah metode prediksi timbulan sampah.

Hasil : Diperoleh hasil bahwa besar timbulan sampah yang dihasilkan di Kecamatan Klungkung pada tahun 2011 adalah sebesar 217,05 m³ /hari, dan diprediksi akan meningkat menjadi 233,88 m³ /hari pada tahun 2016.

Kebutuhan kendaraan pengangkut sampah adalah berupa dump truck sebanyak 8 unit dan arm roll truck sebanyak 3 unit. Jumlah trip yang diperlukan untuk dump truck adalah 26 trip/hari dari tahun 2012 – 2016, 27 trip/hari untuk tahun

(23)

31 No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil Penelitian

2016, sedangkan untuk arm roll truck adalah 2 trip/hari dari tahun 2012 sampai tahun 2016.

2 William Iskandar

Sihombing, 2014 Judul : “ANALISIS TRANSPORTASI PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS KECAMATAN MEDAN KOTA)”

Metode : Metode yang digunakan untuk mengetahui sistem pengangkutan dan pola pengumpulan sampah ialah metode karakteristik pola pengangkutan sampah. Metode yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah adalah metode Hauled Container System (HCS) dan Stationary Container System (SCS). Metode untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah pada tahun 2020 adalah metode prediksi timbulan sampah.

Hasil : Kebutuhan gerobak/becak sampah pada 2013 adalah 185 unit dan kendaraan pengangkut sampah yang dibutuhkan untuk volume sampah 94,724 ton/hari dari TPS menuju TPA terdiri dari 12 unit tipper truck ukuran 6m³ untuk 2 ritasi/hari dan 4 unit armroll truck ukuran 10m³ dengan 10 bak container untuk 3 kali ritasi/hari (2,207 jam/ritasi). Sedangkan kebutuhan gerobak/becak sampah pada tahun 2020 adalah 201 unit dan kendaraan pengangkut sampah tahun 2020 dengan prediksi volume sampah 101,797 ton/hari adalah 12 unit tipper truck ukuran 6m³ untuk 2 ritasi/hari dan 4 unit armroll truck ukuran 10m³ untuk 3 ritasi/hari dengan 12 bak kontiner.

(24)

32

No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil Penelitian

3 Rizka Andriani dan Welly Herumurti, 2016

Judul : “ANALISIS SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI WILAYAH SURABAYA UTARA”

Metode : Pengangkutan sampah di Surabaya Utara dilakukan dengan dua sistem yaitu, sistem container angkat/HCS (Hauled Container System) dan sistem container tetap/SCS (Stationary Container System). Pengangkutan di Surabaya Utara yang dianalisis terdiri dari pengangkutan dengan Arm Roll Truck dan Dump Truck.

Hasil : Jarak pengangkutan sampah di Surabaya Utara dipengaruhi oleh jumlah ritasi dan jarak TPS yang dilayani menuju ke TPA. Jumlah ritasi pengangkutan sampah pada truk DKP rata ± rata yaitu 2 rit/hari dan pada truk rekanan yaitu 3 rit/hari. Alternatif jalan (jalan tol atau jalan biasa) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu pengangkutan sampah dikarenakan kecepatan rata ± rata pengangkutan sampah yang digunakan adalah sama. Faktor off route pengangkutan sampah di Surabaya < 0,15 yaitu 0,07, namun sisa waktu kerja yang cukup banyak memungkinkan dilakukan penambahan jumlah ritasi. Desitas rata-rata sampah di truk pengangkut sampah di Surabaya Utara adalah 229,29 kg/m3 untuk container masih ada tutup dan 361,85 kg/m3 untuk container yang sudah lepas tutupnya.

(25)

33 No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil Penelitian

4 Ferry Prabowo

Ginting, 2019 Judul : “ANALISIS TRANSPORTASI PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA BINJAI (STUDI KASUS)”

Metode : Penelitian ini menggunakan karakteristik pola pengangkutan sampah yang digunakan untuk mengetahui sistem pengangkutan dan pola pengumpulan sampah.

Metode yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan transportasi pengangkutan sampah adalah metode Hauled Container System (HCS) dan Stationary Container System (SCS). Metode untuk menganalisis kebutuhan transportasi pengangkutan sampah pada Tahun 2020 adalah metode prediksi timbulan sampah.

Hasil : Kebutuhan gerobak/becak sampah pada Tahun 2017 adalah 628 unit dan kendaraan pengangkut sampah yang dibutuhkan untuk volume sampah 69,15 ton/hari dari TPS ke TPA terdiri dari 10 unit tipper truck ukuran 6m³ untuk 2 ritasi/hari dan 3 unit armroll truck ukuran 6m³ dengan 9 bak kontiner untuk 4 kali ritasi/hari (1,476 jam/ritasi). Kebutuhan gerobak/becak sampah pada Tahun 2020 adalah 680 unit dan kendaraan pengangkut sampah Tahun 2020 dengan prediksi volume sampah 73,31 ton/hari adalah 10 unit tipper truck ukuran 6m³ untuk 2 ritasi/hari dan 3 unit armroll truck ukuran 6m³ untuk 4 ritasi/hari dengan 9 bak kontiner.

(Sumber: Penulis, 2022) Berdasarkan Tabel 2.3 pada Pramatha, dkk (2013) melakukan penelitian terhadap pengelolaan pengangkutan sampah di Kecamatan Klungkung Kabupaten

(26)

34

Klungkung dengan parameter yang diamati berupa timbulan sampah perkapita dan jumlah penduduk untuk menghitung timbulan sampah Kecamatan Klungkung, serta pengangkutan sampah meliputi kapasitas bak truk, waktu memuat dan menurunkan, perjalanan, jarak dan rute. Metode analisis yang digunakan yaitu berupa Hauled Container System (HCS) dan Stationary Container System (SCS) untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah, serta metode untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan sampah pada tahun 2017 adalah metode prediksi timbulan sampah. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa besar timbulan sampah yang dihasilkan di Kecamatan Klungkung pada tahun 2011 adalah sebesar 217,05 m³ /hari, dan diprediksi akan meningkat menjadi 233,88 m³ /hari pada tahun 2016. Kebutuhan kendaraan pengangkut sampah adalah berupa dump truck sebanyak 8 unit dan arm roll truck sebanyak 3 unit. Jumlah trip yang diperlukan untuk dump truck adalah 26 trip/hari dari tahun 2012 – 2016, 27 trip/hari untuk tahun 2016, sedangkan untuk arm roll truck adalah 2 trip/hari dari tahun 2012 sampai tahun 2016.

Sihombing (2014) melakukan analisis transportasi pengangkutan sampah di Kota Medan (studi kasus Kecamatan Medan Kota) dan Ginting (2019) melakukan analisis transportasi pengangkutan sampah di Kota Binjai (studi kasus) dengan metode perhitungan dan analisis yang sama berupa metode karakteristik pola pengangkutan sampah, metode Hauled Container System (HCS) dan Stationary Container System (SCS) serta metode prediksi timbulan sampah. Adapun parameter yang diamati berupa kondisi jalan, jumlah alat angkut sampah, waktu perjalanan angkutan sampah, jumlah penduduk dan laju pertumbuhan kota. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan hasil berupa pola pengumpulan sampah, Kebutuhan gerobak/becak sampah pada kondisi eksisting, kendaraan pengangkut sampah yang dibutuhkan dan merencanakan untuk beberapa tahun kedepan.

Herumurti, dkk (2016) melakukan analisis sistem pengangkutan sampah di Wilayah Surabaya Utara dengan parameter yang diamati yaitu rute dan jarak pengangkutan, kecepatan pengangkutan, waktu pengangkutan dan jumlah timbulan sampah yang terangkut. Dengan hasil berupa Jarak pengangkutan sampah di Surabaya Utara dipengaruhi oleh jumlah ritasi dan jarak TPS yang dilayani menuju ke TPA.

(27)

35 2.10 Posisi Penelitian

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Table 2.4 sebagai berikut :

Tabel 2. 4 Posisi Penelitian

Penelitian

Analisis Sistem Pengangkutan

dan Pola Pengumpulan

Sampah

Analisis Kebutuhan Transportasi Pengangkutan

Sampah

Perencanaan Kebutuhan Transportasi Pengangkutan

Analisis Komposisi

Sampah

Metode Perhitungan

Timbulan Sampah

Komang Trisna Satria Pratama dkk, 2013

- ✓ ✓ - SNI 19-

3983-1995 Wiliam

Iskandar Sihombing , 2014

✓ ✓ ✓ - SNI 19-

3983-1995 Rizka

Andariani dan Welly Herumurti , 2016

- ✓ ✓ - SNI 19-

3983-1995 Ferry

Prabowo Ginting, 2019

✓ ✓ ✓ - SNI 19-

3983-1995 Penelitian

Yang Akan Dilakukan , 2022

✓ ✓ ✓ ✓ Sampling

SNI 19- 3964-1994 (Sumber: Penulis, 2022) Berdasarkan pada Tabel 2.4 penelitian terdahulu dapat memberikan gambaran pada penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan penelitian yang terdahulu terletak pada metode perhitungan timbulan sampah dan analisis komposisi sampah. Pada penelitian yang dilakukan (Wiliam Iskandar Sihombing, 2014) dan (Ferry Prabowo Ginting, 2019) menganalisis sistem pengangkutan pola pengangkutan sampah dengan menggunakan SNI 19-3983-1995 sebagai acuan menentukan jumlah timbulan sampah per jiwa untuk mengetahui kebutuhan transportasi pengangkutan dan perencanaan kebutuhan transportasi pengangkutan pada tahun mendatang.

(28)

36

Pada penelitian (Komang Trisna Satria Pratama dkk, 2013) dan (Rizka Andriani dan Welly Herumurti, 2016) menggunakan SNI 19-3983-1995 untuk menganalisa kebutuhan transportasi pengangkutan dan perencanaan kebutuhan transportasi pengangkutan pada tahun mendatang. Sedangkan pada penelitian ini, menganalisa sama dengan penelitian yang telah ada tetapi menggunakan metode load count analysis SNI 19-3964-1994. Selain itu, metode load count analysis SNI 19-3964- 1994 bertujuan mengetahui faktor kompaksi pengangkutan sampah dan menganalisa komposisi sampah untuk mengetahui persentase dari komponen pembentuk sampah yang tidak terdapat pada penelitian terdahulu.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada peneliti, sehingga dapat