• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada pengantar bab ini dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Tugas Akhir. Tinjauan Pustaka berisi penjelasan mengenai Saham, Volatilitas, Sektor Pertambangan, Data Runtun Waktu (Time Series), Uji Stasioneritas, Differencing, Model ARIMA, Model ARCH, dan Model Garch. Selain itu, juga membahas beberapa penelitian terdahulu guna menunjang teori pada tugas akhir.

2.1 Saham

Saham merupakan suatu bentuk modal penyertaan atau bukti posisi kepemilikan dalam perusahaan. Tidak semua saham diperdagangkan karena perusahaan terlalu kecil atau diolah oleh keluarga. Saham yang dapat dijadikan investasi adalah emisi yang diperdagangkan secara umum, yaitu saham yang tersedia bagi masyarakat umum dan dibeli serta dijual di pasar terbuka (Eliyawati, Hidayat, dan Azizah, 2014).

Keuntungan yang diperoleh jika memiliki saham suatu perusahaan merupakan hasil dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Jenis-jenis saham yaitu sebagai berikut:

1. Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen adalah saham yang memiliki hak lebih dulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulatif. Hak Kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada saat perusahaan mengalami kerugian yang mana akan dibayarkan pada waktu saat perusahaan mengalami keuntungan.

2. Saham Biasa (Common Stock)

Saham biasa adalah saham yang akan menerima laba setelah laba bagian preferen dibayarkan. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, pemegang saham biasa menderita karena hitungan indeks harga saham didasarkan pada saham biasa.

(2)

3. Saham Treasury

Saham Treasury adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli lagi oleh perusahaan untuk disimpan sebagai harta yang bisa dijual lagi nanti.

2.2 Volatilitas

Secara bahasa, volatilitas mengandung arti tidak stabil, kondisi di mana data bergerak naik turun kadang secara ekstrem. Volatilitas mencerminkan tingkat resiko yang tinggi dan juga tingkat return yang tinggi. Dengan mengetahui kadar volatilitas aset investasi yang dimiliki akan membuat investor bijak dalam mengelola investasinya (Raneo dan Muthia, 2018).

Volatilitas adalah ukuran statistik penyebaran return dari suatu sekuritas atau indeks pasar yang dapat diukur dengan standar deviasi atau varians. Volatilitas return juga menunjukkan tingkat ketidakpastian atau resiko terhadap perubahan nilai suatu sekuritas. Jika volatilitas tinggi, maka nilai sekuritas bisa naik atau turun secara ekstrim dalam kurun waktu singkat. Sedangkan untuk volatilitas rendah, maka nilai sekuritas tidak berubah atau cenderung konstan dalam artian nilai sekuritas tersebut bergerak stabil dalam beberapa kurun waktu (Bumi, 2013).

2.3 Sektor Pertambangan

Sektor pertambangan merupakan bagian dari industri pengelolaan sumber daya alam atau industri penghasil bahan baku. Sektor pertambangan merupakan salah satu penopang pembangunan ekonomi suatu negara karena berperan sebagai penyedia sumber daya energi yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Perusahaan dalam sektor pertambangan umum dapat berbentuk usaha terpadu dalam arti bahwa perusahaan tersebut memiliki usaha eksplorasi, pengembangan dari konstruksi, produksi, dan pengolahan sebagai satu kesatuan usaha atau berbentuk usaha-usaha terpisah yang masing-masing berdiri sendiri. Ada banyak daftar perusahaan pertambangan di Indonesia, beberapa diantaranya sudah menjadi perusahaan publik atau perusahaan terbuka (Emiten atau perusahaan Tbk). Sektor

(3)

pertambangan di Indonesia terbagi menjadi beberapa sub sektor yaitu, Batu Bara, Minyak Mentah dan Gas Bumi (MIGAS), Logam dan Mineral.

2.4 PT. Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX)

PT. Apexindo Pratama Duta didirikan pada tanggal 20 Juni 2984 sebagai penyedia jasa pengeboran untuk perusahaan eksplorasi dan produksi yang bergerak di industri minyak dan gas bumi di Indonesia. Pada tahun 2001, Apexindo melakukan penggabungan usaha dengan PT. Medco Antareja yang merupakan perusahaan afiliasi yang bergerak di bidang pengeboran. Penggabungan usaha ini menjadikan Apexindo sebagai perusahaan yang lebih besar dan mampu menangani berbagai proyek, baik di Indonesia maupun luar negeri, yaitu Brunei Darussalam, Myanmar, Australia, Timur Tengah, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2013, Apexindo kembali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode APEX setelah melakukan voluntary delisting atau penghapusan saham di BEI pada tahun 2009 (www.idk.co.id, 19-03-2021, 09.30 WITA).

2.5 PT. Elnusa Tbk (ELSA)

PT. Electronika Nusantara didirikan pada tahun 1969 dan berubah nama menjadi PT. Elnusa pada tahun 1984. Elnusa mengawali usaha sebagai pendukung operasi PT. Pertamina, terutama dalam memberikan pelayanan termasuk pemeliharaan dan perbaikan, di bidang peralatan komunikasi elektronika, peralatan navigasi dan sistem radar yang digunakan oleh kapal-kapal milik Pertamina maupun kapal-kapal minyak asing yang memiliki perjanjian kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang minyak dan gas. Elnusa memperkuat eksistensinya di industri minyak dan gas dengan mendirikan PT. Elnusa Drilling Service yang melayani jasa pengeboran terpadu. Pada tahun 2007, Elnusa melakukan restrukturisasi korporasi agar lebih fokus sebagai Penyedia jasa hulu minyak dan gas terintegrasi. Di tahun 2008, Elnusa mencatatkan sahamnya di BEI dengan kode ELSA. Hingga saat ini Elnusa bergerak pada bidang jasa dan bidang perindustrian.

Untuk bidang jasa, yaitu jasa yang berkaitan energi alternatif pengambilan data dan

(4)

pengolahan data Geofisika dan Geologi, konsultasi bidang energi, konsultasi bidang pertambangan, dan jasa pengecekan pipa atau gas di bawah tanah dan di dalam laut.

Sedangkan untuk bidang perindustrian, yaitu industri pembangkit listrik, industri energi, dan industri Maritim (www.idx.co.id, 19-03-2021, 09.30 WITA).

2.6 PT. Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)

Medco Energi merupakan perusahaan sektor pertambangan yang melakukan eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Medco juga mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas, geotermal, dan air di Indonesia melalui Medco Power Indonesia dan memiliki hak pertisipasi tidak dikonsolidasikan Amman Mineral Nusa Tenggara yang mengoperasikan tambang tembaga dan emas besar di Indonesia. Pada tahun 1994, Medco mencatatkan saham di BEI dengan kode MEDC. Pada tahun 2019, Medco berhasil menyelesaikan akuisisi Ophir Energy Plc yang mengokohkan posisi Medco sebagai perusahaan energi dan sumber daya alam terkemuka di Asia Tenggara (www.idx.co.id, 19-03-2021, 09.30 WITA).

2.7 PT. Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS)

PT. Radiant Utama Interinsco berawal dari sebuah departemen pada salah satu perusahaan rintisan dari kelompok usaha Radiant Group dengan mengawali bisnis di Indonesia dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Pada tahun 1984, Radiant Group mengukuhkan departemen ini menjadi sebuah perusahaan yang mandiri dengan nama PT. Radiant Utama Interinsco. Radiant berfokus pada jasa Inspection, kegiatan usaha di bidang AMDAL, manpower service, operation and maintenance, dan jasa penunjang operasional lainnya untuk industri minyak dan gas bumi. Pada tahun 2002, Radiant mengambil alih PT. Supraco Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa-jasa penunjang produksi minyak dan gas bumi lepas pantai, yaitu jasa logistik, shore base, maintenance, dan technical support services. Pada tahun 2006, Radiant mencatatkan sahamnya di BEI dengan kode RUIS (www.idx.co.id, 09-03-2021, 09.30 WITA).

(5)

2.8 Data Runtun Waktu (Time Series)

Data runtun waktu atau time series merupakan rangkaian pengamatan berdasarkan waktu dari karakteristik kuantitatif dari suatu atau beberapa kejadian yang diambil dalam periode tertentu. Dengan memahami karakteristik yang dimiliki time series, peneliti telah mengambil metode-metode analisis time series yang salah satu tujuannya untuk menemukan pola yang dapat digunakan dalam peramalan kejadian mendatang (Hansun, 2012).

Secara umum, time series memiliki empat macam pola yang dapat dilihat pada Gambar 2.1, yaitu horizontal, trend, musiman, dan siklis. Pola horizontal merupakan pergerakan datanya berfluktuasi di sekitar nilai konstan atau rata-ratanya membentuk garis horizontal. Pola trend merupakan suatu data yang bergerak pada jangka waktu tertentu dan cenderung menuju naik atau turun. Pola musiman merupakan data yang bergerak dengan pola berulang-ulang secara teratur selama kurang lebih satu tahun.

Pola siklis merupakan data yang dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang (Angraeny, 2019).

Gambar 2.1 Pola Data Runtun Waktu / Time Series (softscients.com, 2020)

2.9 Uji Stasioneritas

Suatu data penelitian dapat dikatakan stasioner jika data memiliki rata-rata yang relatif konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut.

Dengan kata lain, maksud dari stasioneritas adalah tidak terdapat perubahan yang

Trend

Cyclic Seasonal

(6)

drastis pada data. Data time series dikatakan stationer jika rata-rata dan varian konstan.

2.9.1 Stasioner Terhadap Varian

Untuk mengetahui apakah data yang digunakan pada penelitian stasioner maka diperlukan uji stasioner pada data (Ati, 2015). Data dikatakan telah stasioner dalam varian jika nilai rounded value bernilai satu pada plot Box-Cox. Jika data tidak stasioner terhadap varian, maka dilakukan transformasi agar nilai varian menjadi konstan. Plot Box-Cox dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.2 Plot Box-Cox

Dalam transformasi Box-Cox akan diperoleh nilai 𝜆 yang akan menentukan transformasi yang harus dilakukan. Setelah didapatkan nilai 𝜆, transformasinya sebagai berikut:

𝑌 = , 𝜆 ≠ 0

ln 𝑌 , 𝜆 = 0

(2.1)

dari Persamaan (2.1) , nilai transformasi data dipengaruhi oleh nilai lamda. Dari hasil transformasi, untuk mengembalikan data transformasi ke data asli dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑌 = (𝜆 × 𝑌 ) + 1 / , 𝜆 ≠ 0

𝑒 , 𝜆 = 0 (2.2)

(7)

2.9.2 Stasioner Terhadap Rata-Rata / Mean

Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) digunakan untuk mengetahui apakah data telah stasioner terhadap rata-rata. Tidak hanya uji ADF tetapi dapat dilihat dari correlogram ACF dan PACF. Jika data yang akan diteliti merupakan data tidak stasioner, maka perlu adanya transformasi data. Proses diferensiasi atau differencing ini merupakan salah satu metode untuk menstationerkan data yang tidak stasioner.

Operator shift mundur (Backward Shift) biasanya digunakan dan tepat untuk menggambarkan proses diferensiasi. Penggunaan backward shift orde pertama sebagai berikut:

𝐵𝑌 = 𝑌 , (2.3)

di mana 𝑌 merupakan nilai variabel 𝑌 pada waktu 𝑡, 𝑌 merupakan nilai variabel 𝑌 pada waktu 𝑡 − 1, dan 𝐵 merupakan backward shift. Notasi 𝐵 pada 𝑌 dapat menggeser data satu waktu kebelakang. Jika suatu data time series tidak stasioner maka data tersebut akan dibuat mendekati stasioner dengan melakukan diferensiasi orde 𝑑. Sehingga rumus dalam penggunaan backward shift orde pertama dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑌 = 𝑌 − 𝐵𝑌 , (2.4)

𝑌 = 𝑌 − 𝐵𝑌 = (1 − 𝐵)𝑌, (2.5)

dengan 𝑌 merupakan nilai variabel 𝑌 pada waktu 𝑡 (Hikmah, 2018).

1. Uji Augmented Dickey Fuller (ADF)

Salah satu untuk menguji stasioneritas data yaitu uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

 Hipotesis

𝐻 : Terdapat akar unit dalam data (belum stasioner) 𝐻 : Tidak terdapat akar unit dalam data (stasioner)

 Statistik Uji

(8)

𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒

 Keputusan

Tolak 𝐻 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼, maka data tidak terdapat akar unit atau data stasioner. Terima 𝐻 jika 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 > 𝛼, maka data terdapat akar unit atau data tidak stasioner (Hikmah, 2018).

2. Uji Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)

Uji stasioner dapat dilihat dari plot ACF dan PACF. Metode ini digunakan untuk menguji stasioneritas data dengan melihat correlogram melalui ACF dan PACF. Pada ACF dan PACF menjelaskan seberapa besar korelasi data yang berurutan dalam runtun waktu di mana merupakan perbandingan antara kovarian data pada lag 𝑘 dengan variannya. Jika nilai ACF dan PACF mendekati atau sama dengan nol maka data stasioner dan jika nilai ACF dan PACF relatif tinggi mendekati 1 maka data tidak stasioner (Ati, 2015).

Uji ACF dan PACF biasanya digunakan untuk memodelkan mean pada model ARIMA. Melalui plot ACF dan PACF dari data yang stasioner dapat diduga model yang sesuai dengan data tersebut. Untuk menduga model ARIMA ada pedoman yang diberikan dan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik ACF dan PACF pada model ARIMA

Model ACF PACF

AR(𝑝) Menurun secara bertahap

menuju nol Menuju nol setelah lag 𝑝 MA(𝑞) Menuju nol setelah lag 𝑞 Menurun secara bertahap

menuju nol ARMA(𝑝, 𝑞) Menuju nol setelah lag 𝑞 Menuju nol setelah lag 𝑝

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dijelaskan bahwa, jika plot ACF menurun secara bertahap menuju nol dan PACF menuju nol setelah lag 𝑝, maka dugaan model adalah AR(𝑝). Jika plot ACF menuju nol setelah lag 𝑞 dan plot PACF menurun secara bertahap menuju nol, maka dugaan modelnya adalah MA(𝑞). Jika plot ACF dan

(9)

2.10 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau nama lainnya, yaitu model Box-Jenkins. Model Arima merupakan salah satu teknik peramalan model time series yang hanya didasari oleh data variabel yang diamati. Model ARIMA terdiri dari beberapa model, yaitu Autoregressive (AR), Moving Average (MA), dan Autoregressive Moving Average (ARMA) (Ati, 2015).

2.10.1 Model Autoregressive (AR)

Model AR merupakan nilai prediksi variabel dependen 𝑌 dipengaruhi nilai 𝑌 pada waktu sebelumnya. Secara umum, bentuk model AR dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑌 = 𝜙 𝑌 + 𝜙 𝑌 + ⋯ + 𝜙 𝑌 + 𝑒 , (2.6)

di mana 𝑌 merupakan variabel dependen, 𝜙 merupakan koefisien AR orde ke-𝑝, 𝑌 , 𝑌 , 𝑌 merupakan nilai variabel periode sebelumnya, 𝑝 merupakan orde AR, dan 𝑒 merupakan residual (Ati, 2015).

2.10.2 Model Moving Average (MA)

Model MA merupakan nilai prediksi variabel dependen 𝑌 dipengaruhi oleh nilai residual atau kesalahan pengganggu 𝑒 periode sebelumnya. Secara umum, bentuk model MA dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

𝑌 = 𝑒 + 𝜃 𝑒 + 𝜃 𝑒 + ⋯ + 𝜃 𝑒 , (2.7)

di mana 𝑌 merupakan variabel dependen, 𝑒 merupakan residual, 𝜃 merupakan koefisien MA orde ke-𝑞, 𝑒 , 𝑒 , 𝑒 merupakan residual dari waktu 𝑡 − 𝑞, dan 𝑞 merupakan orde MA (Ati, 2015).

(10)

2.10.3 Model Autoregressive Moving Average (ARMA)

Model ARMA merupakan model gabungan dari model AR dan model MA.

Model ARMA dipengaruhi oleh nilai prediksi variabel 𝑌 pada periode sebelumnya dan nilai residual 𝑒 pada periode sebelumnya. Secara umum, bentuk model ARMA dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

𝑌 = 𝜙 𝑌 + 𝜙 𝑌 + ⋯ + 𝜙 𝑌 + 𝜃 𝑒 + 𝜃 𝑒 + ⋯ + 𝜃 𝑒 + 𝑒 , (2.8) di mana 𝑌 merupakan variabel dependen, 𝜙 merupakan koefisien AR orde ke-𝑝, 𝑌 , 𝑌 , 𝑌 merupakan nilai variabel periode sebelumnya, 𝑝 merupakan orde AR, 𝑒 merupakan residual, 𝜃 merupakan koefisien MA orde ke-𝑞, 𝑒 , 𝑒 , 𝑒 merupakan residual dari waktu 𝑡 − 𝑞, dan 𝑞 merupakan orde MA (Ati, 2015).

2.10.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model AR, MA, dan ARMA harus memiliki data time series yang akan diteliti bersifat stasioner. Stasioner adalah keadaan mean dan varian konstan. Tetapi, beberapa data time series tidak stasioner sehingga perlu adanya diferensiasi (differencing) dimana mencari proses perbedaan antara data satu periode dengan periode lainnya secara berurutan. Model yang memiliki data time series yang stasioner disebut model ARIMA. Secara umum bentuk model ARIMA sebagai berikut:

𝜙 (𝐵)(1 − 𝐵) 𝑌 = 𝜃 (𝐵)𝑒 , (2.9) dengan

𝜙 (𝐵) = (1 − 𝜙 𝐵 − 𝜙 𝐵 − ⋯ − 𝜙 𝐵 ), (2.10)

𝜃 (𝐵) = (1 + 𝜃 𝐵 + 𝜃 𝐵 + ⋯ + 𝜃 𝐵 ), (2.11)

(11)

di mana 𝑝 merupakan orde AR, 𝑞 merupakan orde MA, 𝑑 merupakan orde differencing, 𝜙 merupakan parameter AR, 𝜃 parameter MA, 𝑒 merupakan nilai residual, dan 𝐵 merupakan operator backshift (Farizah, 2017).

Sebagai contoh dalam pembentukan persamaan model ARIMA, yaitu pada model ARIMA(1,1,1) sebagai berikut:

(1 − 𝜙 𝐵)(1 − 𝐵)𝑌 = (1 + 𝜃 𝐵)𝑒 , (2.12) (1 − 𝐵 − 𝜙 𝐵 + 𝜙 𝐵 )𝑌 = 𝑒 + 𝜃 𝐵𝑒 , (2.13) 𝑌 − 𝐵𝑌 − 𝜙 𝐵𝑌 + 𝜙 𝐵 𝑌 = 𝑒 + 𝜃 𝐵𝑒 , (2.14) 𝑌 = 𝐵𝑌 + 𝜙 𝐵𝑌 − 𝜙 𝐵 𝑌 + 𝜃 𝐵𝑒 + 𝑒 , (2.15) 𝑌 = 𝑌 + 𝜙 𝑌 − 𝜙 𝑌 + 𝜃 𝐵𝑒 + 𝑒 , (2.16)

Berdasarkan Persamaan 2.16, didapatkan persamaan matematis dari model ARIMA(1,1,1).

2.11 Model Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH)

Pada data time series sering terjadinya volatilitas yang tinggi, maka perlu suatu model pendekatan tertentu untuk mengukur masalah volatilitas. Volatilitas menunjukkan bahwa data time series mengalami heteroskedastisitas. Maka dari itu, Robert Engle mengembangkan suatu model yang disebut Autoregressive Conditional Heteroscedasticity atau ARCH. Persamaan model ARCH dapat ditulis sebagai berikut:

𝜎 = 𝛼 + 𝛼 𝑒 + ⋯ + 𝛼 𝑒 , (2.17) dengan 𝜎 merupakan variabel varian residual pada waktu 𝑡, 𝛼 merupakan konstanta, 𝛼 koefisien ARCH pada orde ke-𝑝, dan 𝑒 merupakan residual kuadrat pada waktu 𝑡 − 𝑝 (Farizah, 2017).

(12)

Untuk mengetahui adanya atau tidak adanya gejala heteroskedastisitas pada suatu data time series digunakan uji ARCH-Lagrange Multiplier (ARCH-LM).

Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

 Hipotesis

𝐻 : Tidak terdapat efek ARCH (Homoskedastisitas) 𝐻 : Terdapat efek ARCH (Heteroskedastisitas)

 Statistik Uji 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒

 Keputusan

Tolak 𝐻 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼, maka terdapat efek ARCH atau ada gejala heteroskedastisitas. Terima 𝐻 jika 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 > 𝛼, maka tidak ada efek ARCH atau tidak ada gejala heteroskedastisitas (Hikmah, 2018).

2.12 Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH)

Tim Bollerslev mengembangkan model ARCH yang dikenal dengan Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticicty (GARCH). Menurut Bollerslev, varian variabel gangguan tidak hanya tergantung pada residual periode sebelumnya tetapi juga tergantung pada varian variabel gangguan periode sebelumnya. Persamaan model GARCH umum dinyatakan sebagai berikut :

𝜎 = 𝛼 + 𝛼 𝑒 + ⋯ + 𝛼 𝑒 + 𝛽 𝜎 + ⋯ + 𝛽 𝜎 (2.18) dengan 𝜎 merupakan variabel varian residual pada waktu t, 𝛼 merupakan konstanta, 𝛼 koefisien ARCH pada orde ke-𝑝, dan 𝑒 merupakan residual kuadrat pada waktu 𝑡 − 𝑝, 𝛽 koefisien GARCH pada orde ke-𝑞, dan 𝜎 merupakan variabel varian residual pada waktu 𝑡 − 𝑞 (Farizah, 2017).

(13)

2.13 Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan mengukur perbandingan data yang diteliti dengan data berdistribusi normal yang memiliki rata-rata dan standar deviasi yang sama dengan data yang diteliti. Data berdistribusi normal adalah salah satu syarat data parametrik sehingga data memiliki karakteristik empirik yang mewakili populasi.

Metode untuk uji normalitas antara lain adalah uji kurtosis, skewness, chi-square 𝜒 , Geary’s, Anderson-Darling, Kolmogorov Smirnov, Jarque-Bera, dan lain-lain.

Pada penelitian ini digunakan uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera didasari pada sampel besar dengan menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistik JB sebagai berikut:

𝐽𝐵 = 𝑛 +( ) , (2.19)

dengan 𝑆 merupakan koefisien skewness dan 𝐾 merupakan koefisien kurtosis. Jika residual berdistribusi secara normal maka diharapkan nilai statistik JB sama dengan nol. Hipotesis pada uji JB, yaitu 𝐻 data berdistribusi normal. Tolak 𝐻 jika nilai p- value < 𝛼 = 0.05 (Ati, 2015).

2.14 Uji Autokorelasi

Asumsi autokorelasi menandakan residual bersifat satu dengan lainnya. Untuk uji asumsi autokorelasi digunakan uji hipotesis, yaitu 𝐻 adalah tidak terdapat korelasi pada residual. Tolak 𝐻 jika < 𝛼 = 0.05. untuk model runtun waktu, korelasi serial diuji dengan uji Portmanteau Q-Ljung-Box terhadap residual atau sering disebut uji Ljung-Box atau menggunakan 𝑐𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 ACF dan PACF dari residual kuadrat (Hikmah, 2018).

2.15 Metode Maximum Likelihood

Pada estimasi nilai parameter dari suatu runtun waktu maka digunakan metode maximum likelihood. Misalkan variabel acak 𝑦 , 𝑦 , … , 𝑦 merupakan variabel acak independen dari suatu distribusi dengan Probability Density Function (PDF)

(14)

𝑓(𝑦 , 𝜃), untuk 𝜃 ∈ Ω dengan Ω merupakan ruang parameter. Maka PDF bersama antara 𝑦 , 𝑦 , … , 𝑦 adalah 𝑓(𝑦 , 𝑦 , … , 𝑦 , 𝜃). PDF bersama dinyatakan sebagai fungsi terhadap 𝜃, maka untuk fungsi likelihood yang dinotasikan 𝐿(𝜃) dapat ditulis sebagai berikut:

𝐿(𝜃) = 𝑓(𝑦 , 𝑦 , … , 𝑦 , 𝜃) = ∏ 𝑓(𝑦 , 𝜃). (2.20) Bila diberikan himpunan dari pengamatan 𝑦 , 𝑦 , … , 𝑦 , nilai 𝜃 pada Ω yang memaksimumkan 𝐿(𝜃) disebut juga pendugaan maximum likelihood dari 𝜃. Dalam hal ini, 𝜃 adalah nilai dari 𝜃 yang memenuhi nilai maksimum 𝑓(𝑦 , 𝜃)𝑓(𝑦 , 𝜃) … 𝑓(𝑦 , 𝜃) = 𝑚𝑎𝑥 𝑓(𝑦 , 𝜃)𝑓(𝑦 , 𝜃) … 𝑓(𝑦 , 𝜃). Maka dari itu, pendugaan maximum likelihood untuk 𝜃 didapatkan dengan persamaan sebagai berikut:

ln 𝐿(𝜃) = 0 . (2.21)

Sebagai contoh, terdapat 𝑘 parameter yang tidak diketahui, maka pendugaan parameter likelihood dari 𝜃 didapat dengan menyelesaikan turunan parsial

ln 𝐿(𝜃 , 𝜃 , … , 𝜃 ) = 0, dengan 𝑗 = 1, 2, … , 𝑘 (Hikmah, 2018).

Misalkan 𝜃 merupakan estimasi parameter dari model ARIMA. Uji signifikansi parameter, yaitu dengan hipotesis 𝐻 adalah parameter tidak signifikan. Tolak 𝐻 jika p-value < 𝛼 = 0.05 (Hikmah, 2018).

2.16 Akaike Information Criterion (AIC)

Akaike Information Criterion atau AIC digunakan untuk memilih model terbaik.

Jika dua model dibandingkan, maka model dengan nilai AIC terkecil merupakan mode yang lebih baik. Rumus untuk menghitung nilai AIC sebagai berikut:

𝐴𝐼𝐶 = 𝑒 = 𝑒 , (2.22)

(15)

dimana 𝑘 merupakan jumlah parameter pada model, 𝑛 merupakan jumlah observasi, dan 𝑆𝑆𝐸 merupakan Sum Square Error = ∑ 𝑒 = ∑ 𝑌 − 𝑌 (Farizah, 2017).

2.17 Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

Mean Absolute Percentage Error atau MAPE merupakan salah satu pengukuran untuk akurasi peramalan. MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata pada deret yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata persentase absolut kesalahan. MAPE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑ | |, (2.23)

dengan 𝑛 merupakan jumlah observasi, 𝑌 merupakan nilai peramalan pada waktu 𝑡, dan 𝑌 merupakan nilai aktual pada waktu 𝑡 (Ati, 2015).

2.18 Penelitian Terdahulu

Pada sub bab ini akan ditunjukkan beberapa penelitian terdahulu dengan topik yang sama. Penelitian terdahulu akan menjadi acuan dalam mengerjakan penelitian saat ini. Berikut merupakan beberapa referensi mengenai penelitian terdahulu dalam penelitian ini :

(16)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun

Publikasi, dan Judul Hasil

1 Yasir Maulana, 2020, Analisis Volatilitas Return Saham PT.

Antam (Persero) Tbk dan PT. Adaro Energy Tbk dengan Garch, Egarch dan GJR

1. Model terbaik didapatkan pada model GJR (0,1,1) untuk ANTM dan GJR (1,1,1) untuk ADRO.

2. Hasil forecasting volatilitas pada ADRO memiliki volatilitas yang semakin lama semakin tinggi tapi dalam presentasi volatilitasnya kecil yaitu 0.001 sedangkan ANTM mempunyai kecenderungan penurunan volatilitas tetapi memiliki presentasi yang cukup besar yaitu 0.0025.

2 Hikmah (2018), Perbandingan Metode ARIMA-GARCH dan Fuzzy Time Series Markov Chain dalam Peramalan Data Harga Minyak Mentah Dunia

1. Berdasarkan analisis deskriptif didapatkan bahwa grafik data harga minyak mentah fluktuatif dan mengalami harga paling tinggi pada bulan Juni 2018.

2. Model peramalan menggunakan metode ARIMA-GARCH diperoleh model terbaik yaitu

ARIMA(1,1,0)-GARCH(1,0) dan

menggunakan Fuzzy Time Series Markov Chain menggunakan sembilan himpunan fuzzy.

3 Enggar Niken Laras Ati (2015), Analisis Volatility Forecasting Sembilan Bahan Pokok Menggunakan Metode

GARCH dengan

Program R

1. Model terbaik untuk Minyak, Bawang, Cabai, Daging Ayam, dan tepung terigu yaitu GARCH (1,1)

2. Model terbaik Telur Ayam, Susu, Beras, dan Gula, yaitu GARCH (2,1)

3. Hasil peramalan tidak jauh berbeda dengan keadaan asli maka dari itu model GARCH

(17)

adalah model yang cocok diterapkan dalam menganalisis dan meramalkan data volatilitas sembilan bahan pokok ataupun yang lainnya.

4 Nella Angraeny, 2019, Penerapan Metode ARCH GARCH untuk Analisis Peramalan Nilai Ekspor Indonesia

1. Model terbaik untuk meramalkan nilai ekspor Indonesia pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Desember 2019 adalah model ARIMA(1,1,2) tanpa konstanta-GARCH(1,3).

2. Dari model didapatkan hasil peramalan nilai ekspor Indonesia periode bulan Mei 2019 sampai dengan Desember 2018.

5 Icak Farizah, 2017, Penerapan Model

GARCH dalam

mengukur Risiko Berinvestasi

1. Model terbaik untuk memodelkan data return saham yaitu ARIMA(2,0,0) dan GARCH(1,1) 2. Kemungkinan kerugian maksimum yang dapat

ditolerir investor dari dana yang diinvestasikan dengan model tersebut, yaitu sebesar Rp.

9.769.050,9 6 Natasya Bella Yolanda,

Nelson Nainggolan, dan Hanny A.H. Komalig (2017), Penerapan

Model ARIMA-

GARCH untuk

Memprediksi Harga Saham Bank BRI

1. Dari hasil penelitian didapatkan model, yaitu ARIMA(2,1,1)GARCH(2,2).

2. Hasil prediksi menyatakan bahwa harga penutupan saham BRI pada tanggal 15 Mei 2017 terjadi peningkatan hingga tanggal 18 Mei 2017. Dengan nilia 𝑅 sebesar 99.91%, di mana model baik dalam memprediksi harga saham.

Referensi

Dokumen terkait

Bab II Tinjauan pustaka Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Data Flow Diagram (DFD) adalah model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan alir

First, students have to go through the process of empathy where observing and understanding in order comes up with a need; identified as need finding, then ideate their creativity and