• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drainase

Mengeringkan atau mengalirkan merupakan definisi dari kata drainase sehingga adanya sistem drainase dibuat untuk menangani permasalahan air.

Permasalahan air yang dimaksud yakni limpasan air berlebih baik yang berada di permukaan tanah baik lapisan atas maupun bawah. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa umumnya drainase merupakan ilmu yang mempelajari suatu usaha atau perilaku yang dilakukan untuk mengalirkan debit yang berlebihan pada suatu daerah (Wesli, 2008). Pengertian lain mengenai drainase yakni rentetan bangunan air untuk membuang debit air maksimum sehingga suatu daerah atau lahan dapat berfungsi maksimal. Adapun fungsi sistem drainase yang dimaksud meliputi menohorkan genangan air sehingga tidak terjadi akumulasi air tanah, menganjlokkan volume permukaan air tanah, pengendalian terhadap erosi tanah dan air hujan yang berlebihan (Suripin dalam Kusumajaya dan Yudistian, 2015).

Drainase memiliki peranan penting dalam kelayakan, kenyamanan maupun kebutuhan hidup masyarakat. Peranan penting yang dimaksud adalah jika suatu hunian memiliki sistem drainase yang baik, maka dapat terjaga kesehatan lingkungan sekitar dan terjaganya sumber daya air. Drainase yang berada di kawasan hunian atau perumahan tidak hanya sebagai pengurangan debit limpasan berlebih pada musim hujan tetapi juga digunakan untuk mengatur sirkulasi air bersih dan kotor. Syarifuddin (2017) mengungkapkan, drainase yang berada di kawasan hunian termasuk dalam drainase minor yakni bangunan air mengumpulkan air dari hulu dan mengalirkannya ke drainase utama. Drainase minor didesain dengan ukuran sekitar 4-8 ha. Drainase minor meliputi daerah perumahan, komersial, industri atau semua area yang luasnya kecil dengan karakteristik berada di daerah perkotaan. Sedangkan drainase major biasa disebut sebagai sistem pembuangan utama dimana akan mengalirkan air ke daerah aliran seperti sungai alam, aliran sungai saluran buatan, dan sebagainya. Drainase major

(2)

7 dalam perencanaan atau perbaikan dimensi penampang harus menyesuaikan daerah perkotaan yang dilayaninya sehingga dapat menampung air dari berbagai saluran.

Pembangunan dan perbaikan sistem drainase tidak melulu mempertimbangkan kapasitas tampung karena fungsi drainase yang menyangkut kelestarian lingkungan sehingga timbul konsep drainase ramah lingkungan.

Mengacu pada Permen PU Nomor 12/PRT/M/2014, terdapat ketentuan-ketentuan dalam merencanakan sistem drainase yakni sebagai berikut:

1. Perencanaan sistem drainase harus dilaksanakan secara terpadu agar memberikan daya guna maksimal dengan cara pengelolaan sumber daya air. Daya guna optimal dikatakan ketika kelebihan air tidak langsung dialirkan ke sungai namun dikelola dengan meresapkan air sehingga kapasitas sungai tetap terjaga. Meresapkan air hujan bisa menggunakan konsep eko-drainase, sumur resapan dan sebagainya.

2. Perencanaan sistem drainase harus memperhatikan kelestarian dan kondisi lingkungan, sosial serta ekonomi.

2.2 Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi bertujuan agar memperoleh debit banjir suatu daerah, dimana kapasitas tampung saluran yang direncanakan harus melebihi dari debit tersebut sehingga bangunan air berfungsi optimal tidak hanya struktural juga mempertahankan fungsi dari bangunan air tersebut dalam jangka waktu yang ditetapkan (Sri Harto, 1993). Perhitungan hidrologi adalah bagian awal untuk menentukan perencanaan bangunan air dimana perhitungan ini akan berperan penting dalam perhitungan selanjutnya dikarenakan perencanaan dimensi dan tujuan bangunan air akan tergantung pada analisis hidrologi (Kusumajaya dan Yudistian, 2015).

2.2.1 Periode Ulang Curah Hujan

Hujan dapat terjadi dalam waktu dan intensitas tertentu dengan kemungkinan bisa terjadi lagi satu kali dalam waktu yang sama serta memiliki intensitas yang sama pula merupakan definisi periode ulang curah hujan. Sistem drainase perkotaan memiliki minimal tahun dalam penggunaan data curah hujan.

(3)

8 Data curah hujan dapat diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan yang terdekat dengan lokasi penelitian tugas akhir. Penelitian tugas akhir ini menggunakan periode ulang 2 tahun untuk saluran tersier, 5 tahun untuk saluran sekunder dan 10 tahun untuk saluran primer (Lubis, 2016).

2.2.2 Perhitungan Hujan Rata-Rata

Perhitungan hujan rata-rata dapat dilakukan dengan metode rata-rata Aljabar, metode Poligon Thiessen dan metode Isohyet (Winata, 2016).

Penggunaan metode perhitungan tergantung pada stasiun pengamatan hujan dan data hujan yang digunakan.

2.2.3 Frekuensi Hujan Harian Maksimum

Analisis frekuensi hujan bertujuan untuk mendapatkan curah hujan yang maksimum dari data hujan yang telah didapatkan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson Type III.

Selanjutnya, pemilihan metode distribusi mana yang sesuai dengan data dilakukan dengan cara uji kesesuaian distribusi menggunakan metode Chi-kuadrat dan Smirnov Kolmogrov.

Adapun parameter persyaratan untuk metode Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson Type III ditunjukkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pemilihan Jenis Kemungkinan Teoritis (SNI 2415, 2016) Jenis Distribusi Parameter Statistik Teoritis

Normal Cs = 0

Ck = 3

Log Normal Cs = 3

Ck = 3 x Cv

Gumbel Cs  1.1396

Ck  5.4002

Log Pearson Type III Flexibel

Berdasarkan persyaratan diatas Cs merupakan koefisien kemencengan sedangkan Ck merupakan koefisien ketajaman, sehingga dalam menentukan jenis distribusi mana yang tepat untuk digunakan, dilakukan perhitungan terhadap

(4)

9 parameter-parameter statistik untuk mendapatkan nilai Cs dan Ck adalah menggunakan persamaan sebagai berikut :

a. Nilai rata-rata

X nX 2.1

Dimana:

X = Nilai rata-rata (mm) X = Data sampel (mm) n = Jumlah pengamatan b. Deviasi Standar

Deviasi standar merupakan ukuran sebaran yang paling banyak digunakan untuk menghitung sebaran sesuai jumlah data. Sebaran merupakan nilai yang menunjukkan selisih data terbesar dengan terkecil. Deviasi standar dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1 )

( 2

 

n

X

S Xi 2.2

Dimana:

Xi = Data ke-I (mm) X = Nilai rata-rata (mm) n = Jumlah pengamatan S = Deviasi standar c. Koefisien variasi (Cv)

Koefisien variasi dihitung dengan cara membandingkan nilai sebaran yang paling banyak digunakan dengan nilai rerata dari data curah hujan. Nilai koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

X

CvS 2.3

Dimana:

Cv = Koefisien variasi S = Deviasi standar

(5)

10 X = Nilai rata-rata (mm)

d. Koefisien kemencengan (Cs)

Koefisien kemencengan adalah suatu nilai yang menunjukkan ketidakselarasan bentuk suatu distribusi. Perhitungan kemencengan untuk mengukur seberapa besar suatu kurva frekuensi tidak selaras. Nilai koefisien kemencengan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3 3

) 2 )(

1 (

) (

.

S n n

X Xi Cs n

 

 2.4

Dimana:

Cs = Koefisien kemencengan Xi = Data ke-I (mm)

X = Nilai rata-rata (mm) S = Deviasi standar n = Jumlah pengamatan e. Koefisien Ketajaman (Ck)

Pengukuran koefisien ini bertujuan untuk mengetahui keruncingan atau ketajaman bentuk kurva. Nilai koefisien ketajaman dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

4 4 2

) 3 )(

2 )(

1 (

) (

.

S n n n

X Xi Ck n

 

 2.5

Dimana:

Ck = Koefisien ketajaman Xi = Data ke-I (mm) X = Nilai rata-rata (mm) S = Deviasi standar n = Jumlah pengamatan

2.2.4 Metode Distribusi Frekuensi Hujan

Metode distribusi statistik yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson Type III.

a. Distribusi Normal

(6)

11 Metode ini cocok untuk menganalisis frekuensi curah hujan, debit rata-rata curah hujan tahunan dan sebagainya. Distribusi normal disebut pula dengan sebaran Gauss. Perhitungan distribusi normal dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

S K X

Xt  T. 2.6

Dimana:

Xt = Curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun (mm) X = Nilai rata-rata (mm)

KT = Nilai faktor frekuensi yang dilihat pada tabel reduksi Gauss S = Deviasi standar

Tabel 2.2 Penentuan Nilai K pada Sebaran Normal (Soewarno, 1995)

Periode Ulang T (tahun) Peluang K

1.001 0.999 -3.05

1.005 0.995 -2.58

1.010 0.990 -2.33

1.050 0.950 -1.64

1.110 0.900 -1.28

1.250 0.800 -0.84

1.330 0.750 -0.67

1.430 0.700 -0.52

1.670 0.600 -0.25

2.000 0.500 0.00

2.500 0.400 0.25

3.330 0.300 0.52

4.000 0.250 0.67

5.000 0.200 0.84

10.00 0.100 1.28

20.00 0.050 1.64

50.00 0.200 2.05

100.0 0.010 2.33

200.0 0.005 2.58

500.0 0.002 2.88

1000.0 0.001 3.09

(7)

12 Berdasarkan tabel diatas, nilai K didapatkan dengan cara melihat periode ulang hujan yang digunakan pada tugas akhir. Apabila periode ulang hujan tidak ditemukan dalam tabel, bisa dilakukan dengan cara interpolasi.

b. Distribusi Gumbel

Syarifudin (2017) mengungkapkan, bahwa distribusi gumbel lebih cocok digunakan untuk analisis data maksimum seperti curah hujan dan debit banjir.

Perhitungan distribusi gumbel dapat dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:

S k X

Xt  . 2.7

Sn Yn k YT

 2.8



 

Tr

YTr ln lnTr 1 2.9

Keterangan:

Yn = Reduced mean tergantung jumlah sampel atau data n

Sn = Reduced standard deviation tergantung pada jumlah sampel YT = Reduced variate, nilai Tr untuk PUH tahunan rata-rata adalah 2,33

Tabel 2.3 Tabel Reduce Mean (Suripin, 2004)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.495 0.500 0.504 0.507 0.510 0.513 0.516 0.518 0.520 0.522 20 0.524 0.525 0.527 0.528 0.530 0.531 0.532 0.533 0.534 0.535 30 0.536 0.537 0.538 0.539 0.840 0.540 0.541 0.542 0.542 0.544 40 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.542 0.542 0.544 50 0.549 0.549 0.549 0.550 0.550 0.550 0.551 0.551 0.552 0.552 60 0.552 0.552 0.553 0.553 0.553 0.554 0.554 0.554 0.554 0.555 70 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556 0.556 0.556 0.557 0.557 80 0.557 0.557 0.557 0.557 0.056 0.558 0.558 0.558 0.558 0.559 90 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.560 0.560 0.560 0.560 00 0.560 0.560 0.560 0.560 0.561 0.561 0.561 0.561 0.561 0.561 1

Berdasarkan tabel diatas, nilai reduce mean didapatkan dengan cara melihat jumlah data curah hujan maksimum tahunan yang digunakan pada

(8)

13 penelitian tugas akhir, dimana jika jumlah data adalah 20 maka nilai Yn = 0,524 dan seterusnya. Selanjutnya, nilai reduced standard deviation dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.4 Tabel Reduced Standard Deviation (Suripin, 2004)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.950 0.968 0.983 0.997 1.009 1.021 1.032 1.041 1.049 1.056 20 1.063 1.070 1.075 1.081 1.086 1.091 1.096 1.100 1.104 1.108 30 1.112 1.116 1.119 1.123 1.125 1.128 1.131 1.133 1.136 1.138 40 1.141 1.144 1.146 1.148 1.149 1.151 1.153 1.155 1.157 1.159 50 1.161 1.162 1.164 1.166 1.166 1.168 1.169 1.170 1.172 1.173 60 1.175 1.176 1.177 1.178 1.179 1.180 1.181 1.182 1.183 1.184 70 1.185 1.186 1.187 1.188 1.189 1.189 1.190 1.191 1.192 1.193 80 1.194 1.195 1.195 1.196 1.196 1.197 1.198 1.198 1.199 1.201 90 1.201 1.201 1.202 1.203 1.203 1.203 1.204 1.204 1.205 1.206 100 1.207 1.207 1.207 1.208 1.208 1.208 1.208 1.209 1.209 1.209 Berdasarkan tabel diatas, nilai reduced standard deviation didapatkan dengan cara melihat jumlah data curah hujan yang juga digunakan pada tugas akhir, misalkan jumlah data adalah 25 maka digunakan nilai N vertikal adalah 20 dan N horizontal pada angka 5 sehingga nilai Sn sebesar 1,091. Nilai Sn akan semakin besar ketika jumlah data yang digunakan juga berjumlah besar.

Selanjutnya, nilai reduced variate dapat melihat tabel sebagai berikut : Tabel 2.5 Nilai Reduce Variate (Suripin, 2004)

Periode ulang YTr

2 0.3668

5 1.5004

10 2.2510

20 2.9709

25 3.1993

50 3.9028

100 4.6012

200 5.2969

250 5.5206

500 6.2149

1000 6.9087

5000 8.5188

(9)

14 Berdasarkan tabel diatas, nilai reduced variate didapatkan dengan cara melihat hasil perhitungan berupa tahun yang digunakan pada tugas akhir.

Diketahui bahwa nilai reduced variate akan semakin besar apabila periode ulang semakin lama. Apabila periode ulang hujan tidak ditemukan dalam tabel, bisa dilakukan dengan cara interpolasi.

c. Distribusi Log Pearson Type III

Metode distribusi ini cocok digunakan dalam kalkulasi probabilitas apa saja dikarenakan memiliki syarat fleksibel. Dalam menggunakan rumus metode log pearson nilai rata-rata hujan harian maksimum diubah menjadi logaritma.

Adapun rumus perhitungan metode log pearson adalah sebagai berikut : n

LogXi

LogX

2.10

1 )

( 2

n

LogX LogXi

Sd 2.11

3 3

) 2 )(

1 (

) (

Sd n

n

Logx Logxi

Cs n

2.12

Sd K LogX

LogX   . 2.13

Dimana:

LogX = Logaritma curah hujan rancangan (mm) LogX = Logaritma rata-rata curah hujan (mm) Cs = Kofisien kemencengan

K = Konstanta dari nilai Cs Sd = Simpangan baku (mm)

Tabel 2.6 Nilai K Distribusi Log Pearson Type III (Suripin, 2004) Cs

Periode Ulang (Tahun)

1.0101 1.25 2 5 10 25 50 100

Persentase Peluang (%)

99 80 50 20 10 4 2 1

3 -0.667 -0.636 -0.396 0.42 1.18 2.278 3.152 4.051 2.8 -0.714 -0.666 -0.384 0.46 1.21 2.275 3.114 3.973

(10)

15 Cs

Periode Ulang (Tahun)

1.0101 1.25 2 5 10 25 50 100

Persentase Peluang (%)

99 80 50 20 10 4 2 1

2.6 -0.769 -0.696 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 2.889 2.4 -0.832 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.8 2.2 -0.905 -0.752 -0.33 0.574 1.284 2.24 2.97 3.705

2 -0.99 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.892 3.605 1.8 -1.087 -0.799 -0.282 0.643 1.319 2.193 2.848 3.499 1.6 -1.197 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.78 3.388 1.4 -1.318 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 1.2 -1.449 -0.844 -0.195 0.732 1.34 2.187 2.626 3.149 1 -1.588 -0.852 -0.164 0.758 1.34 2.043 2.542 3.022 0.8 -1.733 -0.856 -0.132 0.78 1.336 1.993 2.453 2.891 0.6 -1.88 -0.857 -0.099 0.8 1.328 1.939 2.359 2.755 0.4 -2.029 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.88 2.261 2.615 0.2 -2.178 -0.85 -0.033 0.83 1.301 1.818 2.159 2.472 0 -2.326 -0.842 0 0.842 1.282 1.751 2.051 2.326 -0.2 -2.472 -0.83 0.033 0.85 1.258 1.68 1.945 2.178 -0.4 -2.615 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 -0.6 -2.755 -0.8 0.099 0.857 1.2 1.528 1.72 1.88 -0.8 -2.891 -0.78 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733

-1 -3.022 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 -1.2 -2.149 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 -1.4 -2.271 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.27 1.318 -1.6 -2.388 -0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 -1.8 -3.499 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 -2 -3.605 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.98 0.99 -2.2 -3.705 -0.574 0.33 0.752 0.844 0.888 0.9 0.905 -2.4 -3.8 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.83 0.832 -2.6 -3.889 -0.49 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 -2.8 -3.973 -0.469 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 3 -7.051 -0.42 0.396 0.636 0.66 0.666 0.666 0.667

Berdasarkan tabel diatas, harga K didapatkan dengan cara melihat hasil perhitungan dari koefisien kemencengan dan periode ulang.

d. Distribusi Log Normal

Perhitungan dilakukan dengan merubah parameter statistik menjadi bentuk logaritma. Metode log normal dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(11)

16 S x

Kt LogX

LogX    log 2.14

Dimana:

LogX = Logaritma curah hujan rancangan (mm) LogX = Logaritma rata-rata curah hujan (mm) Kt = Konstanta dari nilai Cv

Slogx = Simpangan baku (mm)

Tabel 2.7 Nilai Kt (CD Soemarto, 1999)

T (tahun) Kt T (tahun) Kt T (tahun) Kt

1 -1.86 20 1.89 90 3.33

2 -0.22 25 2.10 100 3.45

3 0.17 30 2.27 110 3.53

4 0.44 35 2.41 120 5.62

5 0.64 40 2.54 130 3.70

6 0.81 45 2.65 140 3.77

7 0.95 50 2.75 150 3.84

8 1.06 55 2.86 160 3.91

9 1.17 60 2.93 170 3.97

10 1.26 65 3.02 180 4.03

11 1.35 70 3.08 190 4.09

12 1.43 75 3.60 200 4.14

13 1.50 80 3.21 221 4.24

14 1.57 85 3.28 240 4.33

15 1.63 90 3.33 260 4.42

Berdasarkan tabel diatas, harga Kt didapatkan dengan cara melihat frekuensi tahun dimana semakin lama maka nilai Kt akan semakin besar.

2.2.5 Uji Kesesuaian Distribusi

Uji kesesuaian atau kecocokan bertujuan untuk mengetahui apakah metode distribusi yang telah sesuai dengan syarat kemungkinan teoritis dapat sesuai pula atau mewakili seluruh data. Uji probabilitas dilakukan dengan 2 cara yakni sebagai berikut :

a. Uji Chi-Kuadrat

(12)

17 Pengujian dilakukan untuk menentukan persamaan sebaran peluang yang telah dipilih sehingga mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan. Perhitungan dilakukan dengan membagi kelas dan menentukan jumlah data pengamatan yang sesuai di dalam masing- masing kelas tersebut. Soewarno (1995), memberikan tahapan prosedur dalam uji chi-kuadrat meliputi mengurutkan data, klasifikasikan data menjadi beberapa kelas, hitung jumlah pengamatan di masing-masing kelas (Oi), hitung jumlah data yang secara teoritis pada masing-masing kelas (Ei), hitung menggunakan rumus chi-kuadrat, menghitung derajat kebebasan (Dk), melakukan banding antara hasil chi-kuadrat hitung dan chi-kuadrat kritis.

Persamaan uji chi-kuadrat ditunjukkan pada rumus sebagai berikut :

Ei

Ei

X2 (Oi )2 2.15

Dimana:

X2 = Chi-kuadrat

Oi = Jumlah nilai yang diamati pada sub kelas ke-i Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelas ke-i

Dalam metode uji chi-kuadrat, derajat kepercayaan (α) yang sering dipakai adalah sebesar 5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

) 1 ( 

K p

Dk 2.16

n

K 13,322log 2.17 Dimana:

Dk = Derajat kebebasan

p = banyaknya parameter, untuk uji Chi-kuadrat adalah 2 K = Jumlah kelas distribusi

n = Jumlah data

Perbandingan dilakukan untuk menentukan distribusi probabilitas mana yang mempunyai simpangan lebih kecil dari simpangan kritis, dimana menggunakan rumus sebagai berikut :

Xh2 < X2cr 2.18

(13)

18 Keterangan:

Xh2 = Chi-kuadrat hitung

X2cr = Chi-kuadrat kritis dilihat yang dapat dilihat tabel

Tabel 2.8 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis (Kamiana, 2011) Derajat Bebas 0.200 0.100 0.050 0.010 0.001

1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827

2 3.219 4.605 5.991 9.210 13.815

3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268

4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465

5 7.289 9.236 11.070 15.086 20.517 6 8.558 10.645 12.592 16.812 22.457 7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322 8 11.030 13.362 15.507 20.090 26.125 9 12.242 14.987 16.919 21.666 27.877 10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588 11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264 12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909 13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528 14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123 15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697 16 20.465 23.542 26.296 32.000 39.252 17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.790 18 22.760 25.989 28.869 34.805 42.312 19 23.900 27.204 30.144 36.191 43.820 20 25.038 28.412 31.410 37.566 45.315 Berdasarkan tabel diatas, nilai chi-kuadrat kritis tergantung pada besaran persentase derajat bebas.

b. Smirnov Kolmogorof

Uji yang dilakukan dengan metode ini adalah membandingkan probabilitas pada masing-masing variabel sehingga didapatkan perbedaan, dimana perbedaan maksimum harus lebih kecil dari perbedaan kritis. Pengujian dilakukan dengan mengurutkan data dan menentukan selisih terbesar lalu menentukan nilai kritis D0, perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :

) (' )

(Xm P Xm

P Maks

D 2.19

(14)

19 n

Xm m

P  

) 1

( 2.20

t t

f Xm

P(' ) ( )1 2.21

S Xrt t X

F( ) 

2.22

Dkritis Dmaks

2.23 Dimana:

P(Xm) = Posisi data X menurut distribusi teoritis P’(Xm) = Posisi data X menurut distribusi pengamatan

Tabel 2.9 Nilai D0 Kritis pada Uji Smirnov-Kolmogorof (Soewarno, 1995) Jumlah data (N) α (derajat kepercayaan)

0.20 0.10 0.05 0.01

5 0.45 0.51 0.56 0.67

10 0.32 0.37 0.41 0.49

15 0.27 0.30 0.34 0.40

20 0.23 0.26 0.29 0.36

25 0.21 0.24 0.27 0.32

30 0.19 0.22 0.24 0.29

35 0.18 0.20 0.23 0.27

40 0.17 0.19 0.21 0.25

45 0.16 0.18 0.20 0.24

50 0.15 0.17 0.19 0.23

n > 50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n

Berdasarkan tabel diatas, nilai chi-kuadrat kritis tergantung pada besaran persentase derajat bebas.

2.2.6 Intensitas Hujan

Tinggi nya air hujan per satuan waktu (mm/menit; mm/jam; mm/hari) merupakan arti dari intensitas hujan. Semakin lama durasi hujan berlangsung maka semakin kecil intensitas hujan tersebut dan sebaliknya. Dalam tugas akhir ini digunakan rumus Dr. Mononobe sebagai berikut :

3

24 2

24

24

 

 

t

I R 2.22

(15)

20 Dimana:

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) t = Waktu konsentrasi hujan (jam)

2.2.7 Waktu Konsentrasi (t

c

)

Waktu konsentrasi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di titik terjauh pada permukaan tanah dalam daerah tangkapan air ke saluran terdekat (t0) dan ditambah waktu untuk mengalir sampai di titik saluran drainase yang ditinjau. Waktu konsentrasi tergantung pada daerah tangkapan, tata guna lahan, dimensi saluran dan jarak lintasan air. Waktu konsentrasi dapat dihitung menggunakan persamaan Kirpich sebagai berikut :

385 , 0 77 ,

0 .

0195 ,

0

L S

t

c 2.23

atau

d

c

t t

t

0 2.24

Dimana:

tc = Waktu konsentrasi (menit) L = Panjang pengaliran (meter) S = Kemiringan rata-rata

to = Waktu pengaliran air diatas permukaan tanah menuju inlet (menit) td = Waktu pengaliran air didalam saluran ke titik yang ditinjau (menit)

2.2.8 Waktu Konsentrasi Pengaliran pada Lahan (t

0

)

Definisi t0 adalah waktu yang dibutuhkan limpasan air hujan pada lahan untuk mengalir ke saluran. Perhitungan t0 dilakukan dengan menggunakan persamaan Kirby sebagai berikut :

467 0

44 1

0

,

s nd l

t

,

 

 

 2.25

Dimana:

t0 = Waktu pengaliran pada lahan (menit)

(16)

21 nd = Koefisien hambatan lahan

l = Jarak limpasan dari titik terjauh menuju inlet s = Kemiringan lahan

Tabel 2.10 Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefisien Hambatan (Bina Marga, 1990)

Kondisi Lapis Permukaan nd

Lapisan semen dan aspal beton 0.013

Permukaan licin dan kedap air (impervious) 0.020

Permukaan licin dan kotor 0.010

Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan

sedikit kasar 0.200

Padang rumput dan rerumputan 0.400

Hutan gundul 0.600

Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan

rumput jarang sampai rapat 0.800

Berdasarkan tabel diatas, nilai koefisien hambatan akan semakin besar ketika lapisan permukaan memiliki pertumbuhan tanaman yang lebat dikarenakan terdapat akar tumbuh-tumbuhan yang memungkinkan untuk menyerap lebih banyak air untuk kebutuhannya.

2.2.9 Waktu Konsentrasi Pengaliran pada Saluran (t

f

)

Waktu pengaliran di saluran adalah lamanya waktu yang dibutuhkan suatu limpasan air yang berada di saluran mengalir ke saluran tertentu. Perhitungan tf

dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : v

f L

t

2.26

Dimana:

tf = Waktu pengaliran (menit)

L = Panjang saluran yang dilintasi limpasan (meter) V = Kecepatan aliran limpasan air pada saluran (m/detik)

Apabila t0 dan tf diketahui, maka waktu konsentrasi (tc) dapat pula dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

f

c

t

t

t

0 2.27

Dimana:

(17)

22 tc = Waktu konsentrasi (menit)

tf = Waktu pengaliran (menit)

t0 = Waktu pengaliran pada lahan (menit)

2.2.10 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran di notasi kan dengan C dimana harga C tergantung jenis tanah, kemiringan, luas dan bentuk pengaliran. Berdasarkan SNI-03-3242- 1994, koefisien pengaliran tidak dapat disamakan nilainya tergantung pada daerah pembebasan dan daerah sekelilingnya, sehingga harus dilakukan perhitungan rata- rata pada masing-masing lahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

...

A A

...

A C A C C

 

2 1

2 2 1

1 2.28

Dimana:

C = Kofisien pengaliran gabungan

C1, C2 = Koefisien pengaliran sesuai komponen lahan

A1, A2 = Luas daerah pengaliran sesuai komponen lahan (km2)

Tabel 2.11 Koefisien Limpasan (Goergia Stormwater Management, 2001)

Penggunaan Lahan C Penggunaan Lahan C

Halaman Industri

Tanah berpasir, datar, 2%

Tanah berpasir, rata-rata, 2-7%

Tanah berpasir, miring, >7%

Tanah lempung, datar, 2%

Tanah lempung, rata-rata,2-7%

Tanah lempung, miring, >7%

0.10 0.15 0.20 0.17 0.22 0.35

Ringan 0.70

0.80 Berat

Taman, kuburan 0.25

Taman bermain 0.35

Rel kereta api 0.40

Jalan

Hutan/Bervegetasi 0.15 Aspal dan beton

Batu bata 0.95

0.85

Perkantoran

Perkotaan

Pinggiran 0.95

0.70 Trotoar dan atap 0.95 Daerah berkerikil 0.50

Perumahan Tanah kosong (tidak ada

penutup berupa tanaman)

(18)

23

Penggunaan Lahan C Penggunaan Lahan C

Permukiman (Rumah tinggal) Multi-unit, terpisah

Multi-unit, tergabung

Permukiman (Perkampungan) Apartemen

0.50 0.60 0.70 0.40 0.70

Tanah berpasir, datar, 0-5%

Berpasir, rata-rata, 5-10%

Tanah lempung, datar, 0-5%

Lempung, rata-rata, 5-10%

0.30 0.40 0.50 0.60

Berdasarkan tabel diatas, besarnya nilai koefisien limpasan tergantung pada jenis tutupan daerah nya, ketika komponen permukaan lahan memiliki tutupan lahan seperti aspal dan beton maka nilai koefisien pengaliran akan besar dikarenakan sulitnya tanah untuk menyerap air sehingga limpasan air akan mengalir langsung ke saluran.

2.2.11 Debit Banjir

Debit banjir rencana dinotasikan dengan Qt merupakan debit yang akan masuk ke bangunan air dengan periode ulang tertentu. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung debit banjir terdapat metode Rasional, metode Weduwen, metode Haspers dan metode hidrograf satuan sintetik (HSS) Nakayasu.

Analisis Qt lebih sering menggunakan metode rasional dikarenakan sederhana dan mudah dipahami. Perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional memiliki daerah pengaliran yang terbatas. Debit banjir metode rasional digunakan untuk mendapatkan debit banjir pada kawasan perumahan. Persamaan metode rasional adalah sebagai berikut :

A I C

Q0,278   2.31 Dimana:

Q = Debit hidrologi (m3/detik) C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km2)

Metode hidrograf satuan sintetik (HSS) nakayasu digunakan untuk mendapatkan debit di saluran kota yang mengalir ke kawasan perumahan.

Parameter-parameter yang dibutuhkan antara lain kurun waktu dari permukaan

(19)

24 hujan sampai puncak hidrograf, dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf, time base of hydrograph, luas daerah aliran sungai dan panjang sungai terpanjang Persamaan metode nakayasu adalah sebagai berikut :

) 3

, 0 ( 6 , 3

.

3 ,

T0

Tp Ro Qp CA

  2.32

Dimana:

Qp = debit puncak banjir (m3/det) Ro = hujan satuan (mm)

Tp = kurun waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak hingga 30%

debit puncak (jam)

C = koefisien pengaliran gabungan

A = luas daerah pengaliran hingga outlet (km2)

Menentukan besarnya nila Tp dan T0,3 dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

tr g , t

T

p

08 2.33

α tg

T0,3 2.34

sampai tg tg

r ,

t 05 2.35

Dimana:

tg = waktu antara hujan hingga debit puncak banjir (jam)

 Nilai tg dengan sungai yang memiliki panjang L > 15 km dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

L , ,

tg 040058 2.36

 Nilai tg dengan sungai yang memiliki panjang L < 15 km dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

7

21 0

0, L,

tg  2.37

Nilai α pada T0,3 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dan memiliki syarat sebagai berikut:

tg ) (A . L

α  0,47 0.25 2.38

(20)

25 α = 2 ; daerah pengaliran biasa

α = 1,5 ; bagian naik hidrograf lambat dan turun cepat α = 3 ; bagian naik hidrograf cepat dan turun lambat

Selanjutnya bentuk hidrograf satuan sintetik dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

Pada waktu naik (0 < t < Tp)

4 2,

Tp Qp t

Qa 

 

  2.39

Pada kurva turun selang nilai Tp  t  (Tp + T0,3)

3

3 0

1 0 (tTTp), ,

d Qp.

Q

 2.40

Pada kurva turun selang nilai (Tp + T0,3)  t  (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)

3 0

3

5 0

1 05 3

2 0 ,

T ,

, , T ) Tp

(t , d Qp.

Q

 2.41

Pada kurva turun selang nilai t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)

3 0

3

2 15 0

3

3 0 ,

T,T , ) Tp

(t , d Qp.

Q

 2.42

2.3 Hidrolika Saluran

Analisis hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran eksisting terhadap debit banjir rencana sehingga mengetahui kebutuhan dimensi saluran yang sesuai dengan debit banjir yang masuk. Adapun bentuk penampang saluran drainase pada penelitian tugas akhir yakni sebagai berikut:

a. Persegi Panjang

H B

A  2.43

H B

P 2 2.44

Dimana:

B = Lebar saluran (m) H = Tinggi saluran (m) b. Setengah Lingkaran

(21)

26 8 2

1 πD A 

2.45 πD

P  2 1

2.46 Dimana:

D = Diameter saluran (m) c. Lingkaran (Gorong-Gorong)

D) , ( D

Fb  0814 2.47

2

4 1 πD A 

2.48

Fb r

y   2.49

r ay

2.50

a

β 3602 2.51

β π r

P 2

360

 2.52

Dimana:

r = Jari-jari saluran (m) D = Diameter saluran (m) Fb = Tinggi jagaan (m)

2.3.1 Kapasitas Saluran Drainase

Kapasitas saluran dalam mengalirkan debit banjir dipengaruhi oleh luas penampang dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan saluran, radius hidraulik dan koefisien kekasaran saluran. Kapasitas saluran drinase dihitung menggunakan rumus Manning karena merupakan saluran terbuka dimana persamaannya sebagai berikut :

P RA

2.53

A V

Qkapasitas  2.54

21 32

1R I

Vn 2.55

(22)

27 Dimana:

Qkapasitas = Debit maksimum saluran (m3/detik) V = Kecepatan aliran rata-rata (m/s) A = Luas penampang basah (m2) P = Keliling penampang (m) n = Koefisien kekasaran saluran R = Jari-jari hidraulik saluran (m) I = Kemiringan saluran (m2)

Tabel 2.12 Koefisien Kekasaran Manning (Bappeda Kota Balikpapan, 2006)

Tipe saluran n

Saluran dari pasangan batu tanpa plengsengan 0.025

Saluran dari batu 0.025

Saluran alam dengan rumput 0.020

Saluran dari beton 0.017

Saluran dari pasangan batu dengan plengsengan 0.015

Berdasarkan tabel diatas, nilai kekasaran akan semakin besar ketika saluran menggunakan beton dan batu sebagai material penyusun. Hal ini dikarenakan material tersebut cenderung memiliki tekstur yang kasar.

Tabel 2.13 Koefisien Kekasaran Pipa (slideshare.net)

Jenis Saluran Koefisien Kekasaran Manning (n)

Pipa Besi Tanpa Lapisan 0.012 - 0.015

Dengan Lapisan Semen 0.012 - 0.013

Pipa Berlapis Gelas 0.011 - 0.017

Pipa Asbestos Semen 0.010 - 0.015

Saluran Pasangan Batu Bata 0.012 - 0.017

Pipa Beton 0.012 - 0.016

Pipa Baja Spiral & Pipa Kelingan 0.013 - 0.017

Pipa Plastik Halus (PVC) 0.002 - 0.012

Pipa Tanah Liat 0.011 - 0.015

Berdasarkan tabel diatas, nilai kekasaran pada pipa talang akan dipilih berdasarkan material bahan dari talang yang digunakan.

(23)

28

2.4 Diagram Venn Penelitian

Diagram venn bertujuan untuk mengetahui acuan metode penelitian tugas akhir didapatkan. Dalam hal ini, dapat dilihat posisi penulis dalam penggunaan metode dengan mengacu pada penelitian yang telah ada sebelumnya. Adapun diagram venn penelitian ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Diagram Venn Penelitian (Penulis, 2021)

Berdasarkan gambar diatas, terdapat beberapa penelitian dengan metode re-desain yang berbeda. Dalam hal ini, penulis berada di irisan ketiga nya yang menyesuaikan bentuk penampang eksisting dan bangunan pelengkap yang digunakan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian di bidang yang sama oleh tugas akhir ini sehingga penulis menjadikan penelitian tersebut sebagai referensi.

Penelitian terdahulu ini didapatkan dari tugas akhir universitas lain dan jurnal- jurnal nasional seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.14 Penelitian Terdahulu (Penulis, 2021)

No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

1 Sari dkk, 2014 Metode : penentuan catchment area dan

(24)

29 No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

distribusi curah hujan, perhitungan curah hujan rencana, perhitungana intensitas hujan, perhitungan debit banjir rencana dengan software SWMM, perencanaan dimensi saluran primer, perencanaan kolam detensi dan bangunan pelengkapnya serta perkuatan menggunakan pile.

Hasil : debit rencana yang diperoleh melalui pemodelan di SWMM didapatkan sebesar 11 m3/dtk, dimensi saluran primer sisi kiri didapatkan sebesar 2 × 1,5 meter sedangkan sisi kanan sebesar 1,5 × 1,5 meter, saluran pada bagian inflow spillway berdimensi 4 × 3 meter, kolam tampungan yang dibutuhkan yakni sebesar 75888 m3 dengan luas 4,9 Ha kedalaman kolam sebesar 5 meter dimana perkuatan pile berdiameter 1000 mm tinggi pile 12 meter, dan menggunakan 8 pompa yang memiliki kapasitas 4 m3 dimana terdapat 2 pompa sebagai cadangan serta biaya pembangunan kolam detensi sebesar Rp 121.865.180.900,00

2 Pongtuluran dkk, 2019

Metode : Analisis frekuensi hujan harian maksimum menggunakan metode distribusi, menghitung intensitas curah hujan menggunakan metode mononobe, data –data hidrologi dianalisis dengan menggunakan software Arcgis 2.0, pengukuran dimensi saluran eksisting dilapangan kemudian diadakan perhitungan hidrolika, perencanaan dimensi saluran optimum dan membuat kolam sedimentasi/bak control dengan bentuk yang sama dengan saluran namun memiliki kedalaman yang berdeda.

Hasil : Kondisi saluran drainase sebagian besar masih dapat menampung debit rencana, namun terdapat 2 titik saluran yang tidak dapat lagi menampung debit rencana yakni saluran P3 dan S8 yang setelah direncanakan ulang terjadi perubahan ketinggian saluran sebesar 1,181 dan 1,765 meter.

3 Muhammad Aria .S dan

Lazuardi Bani .M Metode : Evaluasi sistem drainase saluran sekunder Gayung Kebonsari Surabaya dengan

(25)

30 No Nama dan Tahun

Publikasi Hasil

(2017) merencanakan dimensi box culvert.

Hasil : Banjir disebabkan oleh kapasitas eksisting saluran tidak mampu mengalirkan debit rencana, kapasitas saluran hasil redesain box culvert adalah 7,167 m3/detik dengan dimensi lebar saluran 4 m dan kedalaman saluran 3,5 m.

Berdasarkan penelitian terdahulu pada tabel 2.14 penelitian tugas akhir ini menggunakan metode yang sama yakni analisis hidrologi untuk mendapat debit banjir, analisis hidrolika untuk mengetahui kapasitas saluran eksisting, kemudian mendapat dimensi saluran drainase untuk dapat mengaliri debit hidrologi serta perencanaan bangunan pelengkap. Adapun posisi penelitian pada tugas akhir dapat dilihat dalam Tabel 2.15 sebagai berikut :

Tabel 2.15 Letak Penelitian (Penulis, 2021) Sumber Analisis

Hidrologi Analisis Hidrolika

Perencanaan Ulang Dimensi Saluran

Perencanaan Bangunan Pelengkap

Sari dkk (2014)   

Pongtuluran

dkk (2019)    

Muhammad A.

dan Lazuardi

(2017)   

Penulis (2021)    

Penelitian yang dilakukan oleh ketiga sumber memiliki metode-metode penelitian yang dapat digunakan dan dirasa mampu memberikan hasil yang ingin dicapai, namun terjadi perbedaan dalam penelitian tugas akhir ini yakni pada bentuk penampang saluran eksisting dan bangunan pelengkap yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah (1) Melakukan pemanfaatan limbah nasi basi menjadi produk pupuk organic cair (POC) yang dapat langsung di