• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompetensi Mengadili Oleh Pengadilan Dalam Perspektif Hukum Acara Pidana

Pengadilan Negeri merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.

Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.

Adanya pembagian kewenangan peradilan, sehingga adanya 4(empat) lingkungan peradilan, yaitu

1. Peradilan Umum 2. Peradilan Militer 3. Peradilan Agama

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Kompetensi/kewenangan lingkungan peradilan tersebut disebut Kompetensi Absolut.Selanjutnya Kompetensi suatu jenis pengadilan dalam lingkungan peradilan tertentu (misalnya pengadilan negeri dalam lingkungan peradilan umum) disebut Kompetensi Relatif.Kewenangan/Kompetensi Pengadilan Negeri diatur pada Bab X, Bagian Kedua, Pasal 84 sampai dengan

(2)

Pasal 86 KUHAP. Berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHAP maka Kompetensi relatif yang dianut adalah sebagai berikut.

1) Berdasarkan Locus Delicti/ tempat terjadinya tindakan pidana;

Hal ini dianut Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang menganut kewenangan pengadilan negeri mengadili tindak pidana yang terjadi di daerah hukumnya.

Tampaknya Kompetensi atas dasar locus delicti tersebut sepintas lalu agak mudah.

Tetapi bukan tidak banyak permasalahan mengenai locus delicti ini. Misalnya: A seorang pemborong berdomisili dan berkantor di Kota Madya B. Kota B merupakan Ibu Kota Provinsi. Sebagai pemborong A mendapat borongan di Kabupaten M. A mendapat borongan dari Pimpinan Proyek salah satu kanwil departemen yang berkedudukan di Kota B. Ternyata A telah diduga melakukan manipulasi dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Pengadilan Negeri mana yang berwenang mengadili. Kenyataan, Kejaksaan melimpahkan ke Pengadilan Negeri B. Pada saat sedang asyik- asyiknya pemeriksaan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi memerintahkan pemberhentian pemeriksaan persidangan berdasarkan Surat Keberatan Ketua Pengadilan Negeri M. Mahkamah Agung memerintahkan persidangan dilanjutkan oleh Pengadilan Negeri B.

2) Berdasarkan Domisili Terdakwa dan Domisili sebagian Besar Saksi;

Kompetensi relatif pengadilan negeri yang didasarkan domisili terdakwa dan domisili kebanyakan saksi-saksi. Hal ini diatur oleh Pasal 84 ayat (2) KUHAP.

3) Berdasarkan Penetapan/Keputusan Menteri Kehakiman

(3)

Hal ini diatur oleh Pasal 85 KUHAP dalam hal Keadaan Daerah tidak mengizinkan atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri kepada Mahkamah Agung yang selanjutnya meneruskan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

4) Wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan di Luar Negeri Sebagaimana Diatur Pasal 86 KUHAP:

Penerapan Pasal 86KUHAP erat hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.Ekstradisi dilakukan berdasarkan Suatu Perjanjian atau atas dasar hubungan baik dan kepentingan Negara RI menghendakinya.Ekstradisi dilakukan atas kejahatan-kejahatan tertentu yang dimuat pada lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 kecuali Kejahatan Politik tidak dilakukan ekstradisi.Keputusan tentang permintaan ekstradisi adalah keputusan Badan Eksekutif, bukan Yudikatif. Presiden selaku Kepala Eksekutif menerima dan mengambil keputusan dengan Nasihat Menteri Kehakiman.

Menteri Kehakiman mengajukan nasihat dengan Penetapan Pengadilan atas permintaan Jaksa dengan menyertakan bukti-bukti dan pendapatnya.

Sengketa-sengketa tentang kewangan mengadili diatur Pasal 150 dan 151 KUHAP sebagai berikut.

1. Dua pengadilan atau lebih menyatakan diri berwenang.

2. Dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang.

Kewenangan memutuskan sengketa kewenangan tersebut adalah sebagai berikut:

(4)

1. Pengadilan Tinggi memutuskan sengketa kewenangan antara pengadilan negeri di daerah hukumnya.

2. Mahkamah Agung memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.

3. Sengketa antara 2 (dua) lingkungan peradilan.

4. Sengketa 2 pengadilan negeri di daerah hukum Pengadilan Tinggi yang berlainan.

5. Antara Pengadilan Tinggi.17

B. Prosedur Dan Tata Cara Pemeriksaan Di Pengadilan.

Menurut Oemar Seno Adji berpendapat, bahwa;

“Kadang-kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak mungkin kita mengatakan bahwa Hukum Acara Pidana dalam suatu Negara itu menganut sistem yang murni accusatoir dan murni inquisitoir melainkan ia mengandung suatu campuran dari kedua-duanya, accusatoir dan inquisitoir, khususnya apabila dikemukakan adanya karakteristik tertentu untuk membeda-bedakan kedua sistem tersebut. Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya suatu pemeriksaan yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana.”

Dengan sendirinya ia menimbulkan suatu stelsel campuran, karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu pemeriksaan yang tidak terbuka sifatnya, sedangkan pemeriksaan di persidangan pengadilan adalah terbuka untuk umum karena itu, identifikasi suatu sistem accusatoir ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis atapun sifat nondemokratis dari Hukum Acara Pidana yang berlaku tidak dapat dibenarkan.”18

Yang dimana dapat ditinjau dari asas Equality Before The Lawyakni asas persamaan di hadapan hukum, dimana didalamnya terdapat suatu kesetaraan

17 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hal 86

18 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal 54

(5)

dalam hukum pada setiap Individu. Asas Equality Before The Law juga menyimpulkan bahwa setiap harus orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Karena hukum menimbulkan persoalan penting dan kompleks tentang kesetaraan, kewajaran, dan keadilan.

Sehingga atas dasar konsep diatas maka berikut ini adalah hal-hal yang diperlukan bagi terselenggaranya Asas Equality Before The Law, yakni:

1. Hak-hak dan Kewajiban Tersangka 2. Kewajiban Penyidik

3. Kewajiban Jaksa.

4. Kewajiban Hakim

5. Kewajiban Pengacara Terdakwa/ Penuntut Umum dan Hakim19

Sehingga dapat dilihat dalam proses dan mekanisme penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP meliputi 3 (tiga) tahapan, sebagai berikut:

1. Tahap pemriksaan di tingkat penyidikan;

2. Tahap penuntutan;

3. Tahap pemeriksaan di sidang pengadian.

I. Penyelesaian Perkara di Kepolisian:

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana guna menetukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, yang

19 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Ngaliyam-Sudan, 2010, hal. 32

(6)

dengan bukti itu membuat terang tentang perbuatan pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya.

1. Dimulainya Penyidikan:

Dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan perbuatan pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP). Pemberitahuan dimulainya penyidikan dilakukan dengan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang dilampiri :

1. Laporan Polisi;

2. Resume BAP saksi;

3. Resume BAP Tersangka;

4. Berita Acara Penangkapan;

5. Berita Acara Penahanan;

6. Berita Acara Penggeledahan;

7. Berita Acara Penyitaan.

Kegiatan-kegiatan Pokok dalam Penyidikan :

1. Penyelidikan : Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna menetukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan.

2. Penindakan : Setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang atau barang yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.

(7)

3. Pemeriksaan : Kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan Tersangka dan atau saksi atau barang bukti, maupun unsur- unsur perbuatan pidana yang terjadi, sehingga peranan seseorang atau barang bukti dalam perbuatan pidana itu menjadi jelas.

4. Penindakan : Setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang atau barang yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi, yang dapat berupa :

b. Pemanggilan.

c. Penangkapan.

d. Penahanan.

e. Penggeledahan.

f. Penyitaan.

Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara merupakan kegiatan akhir dari penyidikan perbuatan pidana, meliputi :

1. Pembuatan Resume.

2. Penyusunan isi Berkas Perkara.

3. Pemberkasan.

2.Penyerahan Berkas Perkara :

Tahap Pertama : Penyidikan hanya menyerahkan berkas perkara saja.

Tahap Kedua : Dalam hal penyidikan sudah dinyatakan lengkap (P.21), penyidik menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti.

II. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan

(8)

Pasal 109 ayat (1) KUHAP : Penyidik memberitahukan kejaksaan tentang dimulainya penyidikan dengan SPDP. SPDP dikelola oleh : Kejaksaan Negeri seksi tindak pidana umum/ pidana khusus.Kejaksaan Negeri seksi tindak pidana umum / pidana khusus menunjuk Jaksa peneliti, dengan tugas :

1. Mengikuti dan memantau perkembangan penyidikan sesuai SPDP.

2. Mempersiapkan petunjuk untuk penyidik.

3. Melakukan penelitian terhadap : berkas perkara, tersangka dan barang bukti.

4. Meneliti, apakah pelakunya tunggal atau lebih.

5. Apakah ketentuan pidana yang diterapkan sesuai dengan fakta/kejadian.

6. Apakah tersangka dapat ditahan.

7. Apakah barang bukti merupakan barang bukti yang sah.

8. Apakah setiap unsur perbuatan pidana didukung oleh alat bukti yang cukup.

9. Apakah harus mengajukan ke persidangan, sesuai dengan ketentuan pidana yang disangkakan oleh penyidik.

10. Mengkonstruksikan beberapa perbuatan pidana yang terjadi dan siapa calon tersangkanya.

Kejaksaan :

1. Menerbitkan SP-3, karena tidak cukup alasan untuk diajukan ke pengadilan :

a. Tidak terdapat cukup bukti.

b. Perbuatan yang dilakukan Tsk/Tdw bukan perbuatan pidana.

(9)

c. Perkara ditutup demi hukum.

2. Menggambungkan perkara : beberapa perkara digabungkan dalam 1 (satu) surat dakwaan, apabila dalam waktu yang atau hampir bersamaan dilakukan oleh orang yang sama, ada hubungannya satu dengan yang lain.

3. Pemecahan perkara (Splitsing), apabila dalam satu berkas perkara terdapat beberapa orang terdakwa.

4. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri : mengikuti acara pemeriksaan :

a. Biasa;

b. Singkat;

c. Cepat.

III. Penyelesaian Perkara di Pengadilan.

Sikap Pengadilan terhadap Pelimpahan Perkara dari Kejaksaan :

1. Tidak berwenang mewakili, Ketua Pengadilan Negeri membuat Surat Penetapan :

a. Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili.

b. Alasan yang menjadi dasar.

c. Pengadilan Negeri mana yang mengadili.

Penuntut Umum bisa melakukan Perlawanan (Vezet) ke Pengadilan Tinggi dalam waktu 7 (tujuh) hari, sejak penerimaan surat penetapan dari Pengadilan Negeri; selanjutnya Pengadilan Tinggi dalam waktu 14 hari sudah harus menjatuhkan putusan dalam bentuk Penetapan yang memuat :

(10)

a. Membenarkan Pelawan : Pengadilan Negeri diperintahkan menyidangkan perkara pidana yang bersangkutan.

b. Membenarkan Penetapan Pengadilan Negeri.

2. Pengadilan Negeri Berwenang Mengadili : Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara pidana yang bersangkutan.

Tata Tertib Persidangan (Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06.UM.01.06 Tahun 1983 tanggal 16 Desember 1983 tentang Pengunjung Sidang pada saat Majelis Hakim Memasuki dan Meninggalkan Ruang Sidang dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2014 dan Perubahan Kedua dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009) :

1. Pada saat Majelis Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang, pengunjung sidang diharap berdiri dan menghormati.

2. Selama sidang berlangsung, pengunjung sidang harus duduk dengan sopan dan tertib.

3. Pengunjung sidang wajib menunjukkan sikap yang hormat kepada Pengadilan.

4. Pengunjung sidang dilarang makan, minum, merokok, membaca koran, atau melakukan tindakan yang tidak dapat mengganggu jalannya sidang (HP agar dimatikan).

5. Dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan yang

(11)

membawanya wajib menitipkan pada tempat yang disediakan khusus untuk itu, yaitu Panitera Muda Perkara.

6. Segala perintah Hakim Ketua Sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib segera dilaksanakan dengan segera dan cermat.

7. Pengambilan foto, rekaman suara, atau rekaman TV harus meminta ijin terlebih dahulu kepada Hakim Ketua Sidang.

8. Pengunjung sidang yang bersikap tidak sesuai dengan martabat dan tidak mentaati tata tertib persidangan dan setelah Hakim Ketua Sidang memberi peringatan, masih tetap melanggar tata tertib persidangan tersebut, maka atas perintah Hakim Ketua Sidang yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang persidangan.20

Proses Persidangan:

1. Hakim Ketua membuka sidang: Sidang Perkara Pidana, Nomor : 100/Pid.B/2010/PN.Jr., atas nama Terdakwa Badung, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Masyarakat/umum boleh menghadiri sidang, tetapi jangan sampai mengganggu jalannya persidangan.

2. Memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan Terdakwa ke dalam ruang sidang Apabila Terdakwa tidak hadir, maka hakim ketua sidang meneliti apakah Terdakwa telah dipanggil secara sah atau tidak.

3. Memeriksa identitas Terdakwa : nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, pernah dihukum atau tidak.

20https://ptun-samarinda.go.id/index.php/layanan-publik/tata-tertib-di- pengadilan(Rabu, 3 April 2019).

(12)

4. Memperingatkan Terdakwa, agar supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihat dalam persidangan.

5. Memerintahkan Penuntut Umum untuk membacakan Surat dakwaan.

Setelah Penuntut Umum selesai membacakan surat dakwaan, maka Hakim Ketua Sidang:

1. Menanyakan kepada Terdakwa, mengerti atau tidak terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan oleh Penuntut Umum tersebut.

2. Akan menanggapi surat dakwaan atau tidak.

3. Tidak menanggapi, maka dilanjutkan dengan pembuktian.

4. Menanggapi : Terdakwa atau penasehat hukm ajukan eksepsi.

5. Proses selanjutnya tergantung putusan (sela) terhadap eksepsi.

Pemeriksaan:

1. Saksi

a. Diperiksa identitas lengkap saksi.

b. Ditanyakan ada hubungan darah/semenda/hubungan kerja dengan Terdakwa.

c. Sebelum memberikan keterangan/kesaksian, saksi bersumpah atau berjanji, menurut agama dan kepercayaannya.

Nilai keterangan saksi:

a. Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain.

b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain.

c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi.

(13)

d. Cara hidup dan kesusilaan saksi yang pada umunya mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

2. Ahli, disumpah sebelum memberikan pendapatnya.

3. Surat, langsung dikaitkan dengan pemeriksaan saksi atau Terdakwa.

4. Terdakwa, sudah mulai diperiksa pada pemeriksaan saksi.

5. Barang bukti, diperlihatkan dan ditanyakan kepada Terdakwa.

Requisitoir :

Merupakan gambaran dari tuntutan Penuntut Umum yang akan dimintakan kepada hakim, dapat berupa tuntutan pemidanaan, tuntutan pembebasan dari segala dakwaan (Vrijspraak), pelepasan (Ontslag van Rechtsvervolging).

Fungsi Requistoir :

1. Untuk menentukan, apakah Terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana yang didakwakan, dan apakah Terdakwa bersalah atau tidak.

2. Menjadi filter pidana yang akan dijatuhkan hakim.

Sistimatika :

1. Identitas Terdakwa, minimal memenuhi maksud Pasal 143 ayat (2) a KUHAP.

2. Penahanan, apabila ditahan, harus dijelaskan sejak kapan ditahan oleh penyidik (termasuk perpanjangan penahanan), oleh penuntut umum (termasuk perpanjangan penahanan).

3. Surat dakwaan.

4. Fakta yang terungkap di persidangan:

a. Keterangan saksi.

(14)

b. Keterangan ahli.

c. Surat.

d. Petunjuk.

e. Keterangan Terdakwa.

f. Barang Bukti.

5. Uraian secara yuridis: fakta kejadian yang dilakukan oleh Terdakwa harus memenuhi semua unsur perbuatan pidana yang didawakan.

6. Kesimpulan.

7. Tuntutan, apabila dituntut pidana harus dikemukakan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan.

Pedoman Tuntutan Pidana (Surat Edaran Jaksa Agung No. S.E 009/JA/12/1985, tanggal 14 Desember 1985) :

1. Dalam hal faktor yang memberatkan lebih dominan, maka tuntutan pidananya adalah ancaman pidana badan maksimal yang diatur dalam Pasal Undang-Undang yang bersangkutan.

2. Dalam hal faktor yang meringankan lebih dominan dan Pasal Undang- Undang yang didakwakan tidak mengatur ancaman pidana mati, dibedakan antara delik umum dan delik khusus :

a. Untuk delik umum, tuntutan pidananya 2/3 dari ancaman pidana penjara maksimum dalam Pasal Undang-Undang yang bersangkutan.

b. Untuk delik khusus, tuntutan pidananya ¾ dari ancaman pidana penjara maksimum dalam Pasal Undang-Undang yang bersangkutan.

(15)

3. Dalam hal ancaman pidana badan yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan lebih dari satu, seperti Pasal 340 KUHP, tuntutan pidananya :

a. Dalam hal faktor yang memberatkan lebih dominan, tuntutan pidananya alternatif yang pertama.

b. Dalam hal faktor yang meringankan lebih dominan, tuntutan pidananya alternatif yang kedua atau ketiga, tergantung dominannya faktor yang meringankan

4. Apabila dalam Undang-Undang yang bersangkutan diatur hukuman tambahan supaya dituntutkan juga.

Pleidooi (Nota Pembelaan), adalah tanggapan yang diajukan oleh terdakwa dan/atau Penasehat Hukum Terdakwa atas Requisitoir Penuntut Umum.

Cara pembuatan atau penyusunannya tidak diatur oleh KUHAP. Dalam praktek peradilan sistimatika pleidooiadalah sebagai berikut :

1. Pendahuluan.

2. Surat dakwaan.

3. Tuntutan penuntut umum.

4. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

5. Uraian dan analis secara yuridis unsur-unsur dari perbuatan pidana yang didakwakan.

6. Kesimpulan.

7. Permohonan.

(16)

Inti pokok dalam membuat pleidooi adalahkecermatan, kejelian dan ketelitian.

Berita Acara Sidang:

Berita Acara adalah surat yang dibuat oleh pegawai umum, yang memuat baik mengenai cerita sewajarnya, perihal yang telah didapat oleh pegawai umum itu sendiri, ditulis dengan sebenarnya, teliti dan berturut-turut, mengenai waktu maupun uraian kembali yang benar dan ringkas perihal yang telah diberitahukan kepadanya oleh orang lain (G. J. Boer).Tugas Panitera adalah mencatat berita acara sidang yang menggambarkan keadilan yang sebenarnya dari apa yang terjadi dalam persidangan, baik mengenai susunan persidangan maupun jalannya pemeriksaan.

Berita Acara Sidang Ditinjau Dari Segi Hukum:

Merupakan fakta yang memiliki nilai otentik, yang terletak pada cara bentuk dan pembuatannya :

1. Dibuat oleh pegawai resmi yang berwenang.

2. Ditandatangani oleh Panitera yang bersangkutan dan hakim ketua sidang.

3. Panitera yang membuat berdasarkan sumpah jabatan.

Berita Acara Ditinjau Dari Segi Fungsi:

Merupakan landasan bagi hakim dalam mengambil keputusan dimana pertimbangannya harus sesuai dengan data dan fakta yang tercatat dalam berita acara sidang.

Tata Cara Pembuatan Berita Acara Sidang:

(17)

1. Dibuat dalam sidang oleh Panitera. Panitera harus mencatat :

a. segala kejadian dalaam sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, termasuk mengenai: tanggal, hari dan jam persidangan, susunan pejabat yang bertindak memeriksa perkara, catatan tentang, sah tidaknya surat panggilan, perinah menghadapkan terdakwa secara paksa, tingkah laku terdakwa dan saksi, tidak maunya terdakwa menjawab pertanyaan.

b. Keterangan terdakwa, saksi dan keterangan ahli: yang dicatat dalam berita acara sidang yang penting-penting dan relevan dengan perkara yang diperiksa.

c. Panitera membuat catatan khusus dalam sidang, sehubungan dengan perkara yang sedang diperiksa.

2. Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua Sidang dan Panitera.

3. Minutering berita acara tepat waktu.

Putusan:

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum terdakwa.

Penilaian tentang : Formil :

1. Apakah Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa perkara.

2. Apakah surat dakwaan memenuhi syarat.

(18)

3. Apakah dakwaan dapat diterima.

Materil :

1. Perbuatan apa yang telah terbukti.

2. Unsur-unsur mana yang telah terbukti.

3. Alat bukti apa yang telah mendukung.

4. Apakah terakwa dapat dipertanggungjawabkan.

5. Pidana apa yang patut dan adil.21

C. Fenomena Pengalihan Persidangan Dalam Keadaan Tertentu

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia terdiri dari komponen Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Lembaga Pemasyarakatan dan Advokat.

Hakekatnya aparat penegak hukum tersebut memiliki hubungan erat satu sama lain sebagai suatu proses (dikenal criminal justice process) yang dimulai dari proses penangkapan, penggeledahan, penahanan, pentututan, pembelaan dan pemeriksaan di muka sidang pengadilan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana di lembaga pemasyarakatan. Apabila dikaji dan dianalisis lebih intens hakekatnya penyelesaian perkara pidana berdasarkan KUHAP mengenal 4 (empat) proses pentahapan, yaitu: Pertama, proses penyelesaian perkara pidana dimulai dengan suatu penyelidikan oleh penyidik. Kedua, dalam proses penyelesaian perkara pidana berupa penangkapan (Bab V bagian Kesatu Pasal 16-19 KUHAP). Ketiga, proses penyelesaian perkara pidana berupa penahanan (Bab V bagian Kedua Pasal 20-31 KUHAP). Keempat, proses penyelesaianperkara pidana berdasarkan KUHAP berupa pemeriksaan di muka sidang pengadilan yang diawali

21Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Ngaliyam-Sudan, 2010, hal. 32

(19)

pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan yang diawali pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan setelah dipanggil secara patut dan sah menurut undang-undang (Pasal 145, 146 KUHAP).22

Sehingga dapat ditinjau dari dimensi lain maka sistem peradilan pidana yang berlandaskan UU 8/ 1981 memiliki asas-asas sebagai berikut:

a. Perlakuan sama di depan hukum bagi setiap orang (asas equality before the law);

b. Praduga tidak bersalah (presumption of innocence);

c. Hak untuk memperoleh bantuan hukum;

d. hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;

e. Hak adanya kehadiran terdakwa di depan persidangan;

f. Peradilan bebas dilakukan secara cepat, sederhana dan biaya ringan;

g. Peradilan terbuka untuk umum;

h. Pelanggran hak-hak warga Negara (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pad undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah tertulis;

i. Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan dakwaan terhadapnya; dan

j. Kewajiban pengadilan unuk mengamati pelaksanaan putusannya.

Kesepuluh asas tersebut dalam praktiknya tidak terlepas dari desain prosedur (procedural design) sistem peradilan pidana yang terdapat dalam KUHAP.

22 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Praktik Peradilan, Mandar Maju, Malang, 2010, hal. 84

(20)

Sejalan dengan hal tersebut terdapat Pasal 147 KUHAP yang berbunyi:

“Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan dari penuntut umum, Ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpimnnya

Pasal 147 KUHAP, yang merumuskan Kompetensi relatif. Seyogianya dirumuskan juga hal-hal yang mungkin berkenaan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Dengan perkataan lain, faktor yang berkenaan dengan efisiensi misalnya mengenai dakwaan apakah telah memenuhi syarat formil dan materil. Dengan demikian, maka tidak memerlukan waktu lagi di persidangan mengenai syarat-syarat surat dakwaan.

Menurut sistem KUHAP, Ketua-Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana diatur pada Pasal 147 KUHAP, mempelajari berkenaan dengan Kompetensi. Hal- hal lain, diserahkan berdasarkan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dapat dikatakan bahwa sistem peradilan pidana yang diterapkan oleh KUHAP menganut konsep separasi/ pemisahan. Konsep separasi mempunyai sisi postif maupun negatif. Dari sisi positif, konsep separasi sekaligus berarti bahwa pengawasan atau akuntabilitas yang terjadi di antara subsistem-subsistem anggota sistem peradilan pidana. Dari sisi negatif, konsep separasi mensyaratkan bahwa koordinasi yang berkesinambungan, terus menerus dan intensif diantara lembaga- lembaga anggota sistem peradilan pidana. Dalam konsep separasi seluruh kewenangan penegakan hukum pidana atau kewenangan pemberantasan kejahatan telah dibagi habis diantara lembaga anggota sistem peradilan pidana. Dengan demikian, dalam konsep separasi tidak dapat ditolerir adanya tumpang tindih

(21)

fungsi atau tumpang tindih kewenangan antara lembaga-lembaga anggota sistem peradilan pidana.

Didalam praktik, koordinasi antarlembaga anggota sitem peradilan pidana sulit sekali dilaksanakan, khususnya sejak Indonesia memasuki era reformasi.

Terdapat kecendrungan yang sangat kuat mengenai persaingan antar lembaga maupun rebutan-rebutan kewenangan. Sebagai contoh, dalam tindak pidana korupsi saat ini disidik oleh tiga lembaga: Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

Masing-masing dengan wewenang dan cara yang berbeda. Tidak ada kepastian hukum bagi seseorang tersangka. Ia dapat ditahan kapan saja tanpa suatu alasan jelas. Seorang tersangka mungkin saja tidak ditahan pada saat penyidikan di polisi, tetapi bisa saja ditahan oleh jaksa pada saat bersamaan dengan pelimpahan berkas perkara dari penyidik kepada penuntut umum. Padahal seluruh bukti telah disita dan diberkas oleh penyidik dan diserahkan kepada penuntut umum.23

Hal tersebut selaras dengan kasus dugaan penistaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama alias Ahok yang dimana Tindakan yang dikatakan sebagai suatu unsur pidana tersebut, kejadiannya terjadi di pulau seribu. Dugaan peristiwa tersebut terjadi pada akhir September 2015 lalu.

Lengkapnya fakta berkas penyidikan perkara Ahok yang diteliti menggambarkan perbuatan yang dilakukan yaitu memenuhi unsur Pasal 156 dan 156 a KUHAP yang dimana digadang-gadang sebagai “pasal karet” yang bisa ditarik-tarik buat menjerat sesuai kepentingan penguasa dan pihak yang mengaku mayoritas.

Singkatnya kasus dugaan penistaan tersebut awalnya rencananya diadakan di

23 O. C. Kaligis, Dasar Hukum Mengadili (Kebijakan Publik), PT Alumni, Jakarta, 2007, Hal 22

(22)

Pengadilan Jakarta Utara, namun karena alasan keamanan (Menurut Juru Bicara Mahkamah Aun Suhad) maka terjadi pengalihan lokasi sidang yang dimana memerlukan izin ketua Mahkamah Agung yang dimana dipindahkan pada “Aula Kementrian Pertanian Ragunan Jakarta Selatan”. Sehingga sidang yang dalihkan berarti juga harus adanya perubahan pengurusan administrasi perkara.24

24 https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/19/11141351/pengadilan-negeri-jakut- gelar-sidang-pk-ahok-pada-26-februari-2018

Referensi

Dokumen terkait

Unsur negasi keintiman adalah pengambilan jarak oleh subjek terhadap objek yang dibenci karena objek tersebut dianggap sebagai sub­human atau tidak manusiawi, passion atau dapat