BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha 1. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata“responsibility”atau“liability”, sedangkan dalam bahasa Belanda,yaitu“vereentwoodelijk”atau “aansparrkelijkeid”1
Dalam Kamus Besar Indonesia, yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan.
Tanggung jawab adalah wajib, menanggung, wajib memikul beban, wajib memenuhi segala akibat yang timbul dari perbuatan,rela mengabdi,dan rela berkorban untuk kepentingan pihak lain2.
Dalam hukum perlindungan konsumen,pelaku usaha harus dapat dimintakan pertanggung jawaban,yaitu jika perbuatannya telah melanggar hak-hak dan kepentingan konsumen, menimbulkan kerugian, atau kesehatan konsumen terganggu.3
Tanggung jawab produk adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk (produser manufactur)
1http://www.blogster.com/khaerulhtanjung/pelakuusaha-dan-tanggung, Diakses Tanggal 18 Agustus 2018.
2AbdulkadirMuhammad,Hukum Perdata Indonesia,Citra Aditya, Jakarta,2000, Hal.94.
3WahyuSasongko,Ketentuan-Ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen, Bandara Jaya, Jakarta, 2007, Hal. 93.
atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor assembler) atau dari orang atau badan yang menjual atau yang mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut.
Menurut kamus hukum,”Tanggung jawab produk yaitu tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya kedalam peredaran yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut”.
Ada 4 bentuk tanggung jawab4,yaitu:
a. Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan Teori ini menyatakan bahwa seorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang diberlakukannya.
b. Praduga untuk selalu bertanggung jawab Teori ini menyatakan bahwa tergugat selalu dapat dianggap bertanggung jawab sampaii dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
c. Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab Teori ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua,dimana pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggung jawabanya dan konsumenlah yang menanggung segala resiko. Teori praduga untuk tidak bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas.
d. Tanggung jawab mutlak Teori tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk meminta pertanggung
4MunirFuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, Hal. 64.
jawaban pelaku usaha yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab ini lebih dikenal dengan nama product liability.
e. Tanggung jawab dengan pembatas Teori ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menetukan klausula yang merugikan konsumen,termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatas mutlak harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Tanggung jawab pelaku usaha timbul karena adanya hubungan antara produsen dengan konsumen tetapi terdapat tanggung jawab masing-masing. Atas dasar keterkaitan yang berbeda maka pelaku usaha melakukan kontak dengan konsumen dengan tujuan tertentu yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar- besarnya dengan peningkatan produktifitas dan efisiensi. Sedangkan konsumen hubungannya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Maka dalam hal tersebut diatas pelaku usaha dapat dikenakan pertanggung jawaban apabila barang-barang yang dibeli oleh konsumen terdapat :
a. Konsumen menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang/jasa yang diproduksi produsen.
b. Produk cacat dan berbahaya dalam pemakaian secara normal.
c. Bahaya terjadi tetapi tidak diketahui sebelumnya.
Dengan demikian,pengertian tanggung jawab pelaku usaha yaitu keadaan yang disebabkan oleh pelaku usaha yang berkaitan dengan pembuatan produk
yang terjadi karena kesalahan, kelalaian dan kurang hati-hati, sehingga mewajibkan pelaku usaha sebagai pembuat produk menanggung segala akibatnya sebagai resiko dari perbuatan tersebut.
2. Pelaku Usaha
Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan pengertian “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”. Dari kedua pengertian tersebut terdapat kesamaan dari pengertian pelaku usaha.
Pada penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lain- lain.Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telah
terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian
“produsen”meliputi :
a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya.
b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.
c. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.
3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menguraikan mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
a. Hak Pelaku Usaha
1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
4) Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban Pelaku Usaha
1) bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2) Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
4) Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi .
6) Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
7) Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Konsumen dengan pelaku usaha mempunyai hubungan yang saling membutuhkan.Pelaku usaha dalam memasarkan barang dagangannya pasti membutuhkan konsumen.Dalam hal ini, seorang konsumen tentu mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Pelaku usaha sering mengabaikan hak konsumen sehingga konsumen harus memperjuangkan hak-haknya usaha dipenuhi oleh pelaku usaha. Sementara bagi konsumen, harus dapat menjadi konsumen yang baik karena ada juga konsumen yang sengaja mau mengabaikan pelaku usaha walaupun jumlahnya cenderung sangat kecil bila dibandingkan dengan pelaku usaha yang tidak memperhatikan hak dari konsumen5
Dalam banyak hal,perilaku usaha terkait untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan pendidikan konsumen ini. Pengertian pendidikan tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin banyak informasiyang harus disampaikan kepada konsumen. Bentuk informasi yang lebih komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen yang menyisipkan program-program pendidikan konsumen yang memiliki kegunaan praktis,seperti tata cara perawatan mesin, pemeliharaan ban, atau penggunaan sabuk pengaman.
5AdityanSugiarto, Perlindungan Hukum Bagi Komsumen terhadap Kosmetik yang Tidak memiliki Izin, Skripsi, Universitas Hasanudin, Makassar, 2010, Hal. 20.
Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya. Jika konsumen merasakan,kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya. Ia berhak mendapatkan ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak.
Untuk menghindari dari kewajiban memberikan ganti kerugian, sering terjadi pelaku usaha mencantumkan klausul- klausul eksonerasi/klausul baku didalam hubungan hukum antara produsen/penyalur produk dan konsumennya.Klausula baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Contoh klausulnya seperti “barang yang dibeli tidak dapat dikembalikan”
merupakan hal yang lazim ditemukan pada toko- toko.Pencantuman secara sepihak demikian tetap tidak dapat menghilangkan hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugian.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Dalam mendapatkan barang dan/atau jasa yang diinginkannya,konsumen berhak diperlakukan atau mendapatkan pelayanan secara benar dan jujur dari produsen tanpa adanya tindakan diskriminatif.Hal ini
dimaksudkan agar konsumen memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar sehingga konsumen tidak merasa dirugikan.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Dari Sembilan butir hak konsumen terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Selanjutnya untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan atau/jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan,konsumen berhak untuk didengar,memperoleh advokasi,pembinaan, perlakuan adil,kompensasi sampai ganti rugi6
4. Kewajiban Konsumen
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen kewajiban dari konsumen ialah sebagai berikut:
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan produser pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
6GunawanWidjajadanAhmadYani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal.29-30.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Untuk mendapatkan kenyamanan berusaha bagi pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak dan kewajiban yang diberikan kepada konsumen7.
B. Tinjauan Umum Tentang Industri Rumah Tangga 1. Industri Rumah Tangga
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,Mutu dan Gizi Pangan,Pasal 1 angka 16 menyatakan bahwa : “Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.
Usaha rumah tangga adalah usaha yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar dasar menjadi barang jadi atau dari yang kurang nilainya menjadi barangyang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual,dengan jumlah pekerja paling banyak 4 (empat) orang termasuk pengusaha.8
Menurut UU No 20 Tahun 2008 Tentang Uaha Mikro, Kecil, Menengah, Pasal6 ayat (1),Industri rumah tangga,yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 4 (empat) orang. Ciri industry ini memiliki modal yang sangat
7Happy Susanto,,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal.34.
8ProfilInsutriKecilDanKerajinananRumahTangga,BadanPusatStatistik,Jakarta,1999, Hal17.
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga,dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.9
Usaha rumah tangga adalah rumah usaha produk barang atau jasa juga disebut perusahaan kecil. Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan dirumah atau mempunyai kekayaan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling banyakRp.300.000.000,00 (tiga ratus juta).
Industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha ditempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis PPRI Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pasal 1 angka 16.
Jadi dari pengertian-pengertan industri rumah tangga diatas dapat disimpulkan bahwa, Industri Rumah Tangga (Home Industry) pada umumnya memusatkan kegiatan disebuah rumah keluarga tertentu dan biasanya para karyawan berdomisili di tempat yang tak jauh dari rumah produksi tersebut, karena secara geografis dan psikologis hubungan mereka sangat dekat (pemilik usaha dan karyawan), memungkinkan untuk menjalin komunikasi sangat mudah.
9Klasifikasi Industri Kecil, https:/geografi-bumi.blogspot.comdiakses pada18 Agustus2018.
Dari kemudahan dalam berkomunikasi ini diharapkan dapat memicu etos kerja yang tinggi, karena masing-masing merasa bahwa kegiatan ekonomi ini adalah milik keluarga, kerabat dan juga warga sekitar.
Kriteria-kriteria suatu usaha dikatakan Industri Rumah Tangga (Home Industry) yaitu:
1) Kegiatan Industridilakukan dirumahtangga
2) Tenagakerjayangdipekerjakan tidak lebih dari3 orang
3) Peralatan pengolahan yang digunakan mulai dari manual hingga alat semi otomatis.
2. Pengertian Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga (SPIRT) a. Pengertian SP-IRT
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga yang dimaksud sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat SP-IRT, adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota terhadap pangan produksi IRT diwilayah kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SP-IRT dalam rangka peredaran Pangan Produksi IRT.
Sedangkan Nomor P-IRT adalah nomor pangan IRTyang menjadi bagian tidak terpisahkan dari SP-IRT dan wajib dicantumkan pada label pangan IRT yang telah memenuhi persyaratan pemberian SP-IRT.
Menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) bahwa: “Setiap Industri Rumah Tangga dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatannya wajib berpedoman pada Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB- IRT) sebagaimana tecantum dalam lampiran Keputusan ini”.Cara produksi pangan yang baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) adalah:
a. Lingkungan Produksi Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan
pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya.
b. Bangunan dan Fasilitas IRT Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi.
c. Peralatan Produksi Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya di disain., dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan.
d. Suplai Air Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum.
e. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi Fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.
f. Pengendalian Hama Hama (tikus,serangga,dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan.
g. Kesehatan dan Higiene Karyawan Kesehatan dan hygiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran.
h. Pengendalian Proses Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman,proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industry rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Penetapan spesifikasi bahan baku;
2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan;
3) Penetapan cara produksi yang baku;
4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan;
5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk,tanggal produksi,tanggal kadaluarsa.
i. Label Pangan Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan.Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan. Label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Keterangan pada label sekurang-kurangnya:
-nama produk
-daftar bahan yang dihasilkan (komposisi) -berat bersih atau isi bersih
-nama dan alamat pihak yang memproduksi - tanggal, bulan dan Tahun kadaluarsa -nomor Sertifikasi Produksi (P-IRT) j. Penyimpanan
Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah.