BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka pada penelitian sebelmnya. Adapun beberapa peneltian yang berkaitan dengan metode Robert dan Laplacian.
2.1.1 Tinjauan Terhadap Literature 01
(Siahaan, 2017) Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma dengan judul “Penerapan Metode Frei-Chan dan Metode Laplacian Untuk Mendeteksi Tepi Citra Digital” pada penelitian ini penulis membahas tentang Penerapan metode frei-chen dan laplacian Untuk mendeteksi tepi citra digital.
Kesimpulan yang dapat di tarik berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah Algoritma frei-chan dan algoritma Laplacian untuk mendeteksi tepi pada citra dengan kedua laoritma sudah cukup bagus, karena berhasil memisahkan antara objek dengan latar belakang sehingga menghasilkan objek yang sesuai dengan citra asli.
2.1.2 Tinjauan Terhadap Literature 02
(Kuswandi & Fadillah, 2019) Mahasiswa dan Dosen Teknik Informatika Universitas Samudra dengan judul “Perbandingan Metode Robert dan Metode Prewitt Untuk Deteksi Tepi pada Citra Tanda Tangan” dalam penelitian ini akan dilihat perbedaan antara metode robert dan metode prewitt dalam mendeteksi tepi pada tanda tangan. Data-data yang akan di uji pada penelitian ini yaitu 3 sampel tanda tangan yang berbeda. Hasil yang ditampilkan yaitu terdapat 3 citra yang berbeda, yang pertama yaitu citra asli, kemudian yang kedua hasil dari deteksi tepi robert dan yang ketiga hasil dari deteksi tepi prewitt. Hasil dari deteksi tepi robbert
terlihat bahwa goresan tanda tangan yang dihasilkan sangat tipis sedangkan hasil dari deteksi tepi prewitt terlihat bahwa goresan tanda tangan yang dihasilkan sangat tebal persis seperti citra aslinya. Maka diantara metode robbert dan prewitt sudah terlihat jelas bahwa metode prewitt memiliki tingkat akurasinya lebih tinggi dibandingkan dengan metode robbert, karena hasil yang ditampilkan pada metode prewitt sangat jelas seperti citra aslinya.
2.1.3 Tinjauan Terhadap Literature 03
(Apriyana, et al., 2013) Mahasiswa Teknik Informatika STMIK GI MDP dengan judul “Perbandingan Metode Sobel, Metode Prewit dan Metode Robert Untuk Deteksi Tepi Objek Pada Aplikasi Pengenalan Bentuk Berbasis Citra Digital”
Dalam sistem ini akan diterapkan ketiga metode tersebut untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu objek dalam citra. Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah Penerapan metode Sobel, metode Prewitt, dan metode Robert untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra dalam aplikasi lebih efektif mengenali suatu bangun datar (lingkaran, segitiga, dan persegi) dua dimensi. Dari hasil uji t untuk perbandingan antara Sobel dan Prewitt menyatakan Sobel bervarian homogen terhadap Prewitt dengan hasil sig 0.202%. Untuk Sobel dan Robert, Sobel tidak bervarian homogen terhadap Robert dengan hasil sig 0.026%. Dan untuk Prewitt dan Robert didapat hasil sig 0.072% sehingga Prewitt sangat bervarian homogen terhadap Robert. Dengan hasil varian homogen yang sama untuk ketiga perbandingan ketiga metode tersebut yaitu sig 0.053%. Dari analisis hasil pengujian penulis menarik kesimpulan bahwa di antara metode Sobel, metode Prewitt, dan metode Robert yang penulis terapkan dalam aplikasi ini ternyata metode Prewitt memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi dari kedua metode lainnya dalam pendeteksian tepi dan pengenalan bentuk bangun datar dua dimensi berbasis citra digital.
2.1.4 Tinjauan Terhadap Literature 04
(Liantoni & Hermanto, 2017) dari jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Adhi Tama dengan judul “Ant Colony Optomization Pada Klasifikasi Mangga Gadung Dan Mangga Manalagi” dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis mengangkat masalah tntang membandingkan kedua metode untuk menghitun akurasi kedua metode. Selain itu penulis melakukan penelitian tentang klasifikasi daun dengan perbaikan fitur citra menggunakan metode k-nearnest neighbor. Uji coba deteksi tepi dengan metode ACO akan dibandingkan dengan deteksi tepi dengan metode Roberts atau Sobel. Kemudian dilakukan pengujian klasifikasi tanaman mangga berdasarkan struktur daun. Proses pengujian klasifikasi dilakukan terhadap 40 gambar data uji. Klasifikasi gambar data uji akan dicocokan dengan data training yang berjumlah 160 gambar. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan metode ant colony optimization (ACO) untuk deteksi tepi berhasil mengoptimalkan hasil deteksi tepi.
Hal ini ditunjukkan dari hasil deteksi tepi struktur tulang daun dengan metode ant colony optimization yang lebih tebal dan lebih detail dibandingkan menggunakan deteksi tepi Roberts dan Sobel. Sedangkan hasil uji coba pada proses klasifikasi dengan metode k-nearest neighbor didapatkan nilai akurasi sebesar 67,5%.
2.1.5 Tinjauan Terhadap Literature 05
(Aripin, et al., 2020) dari jurusan Teknik Informatika, STMIK Budi Darma dengan judul “Implementasi Metode Laplacian of Gaussian Dalam Deteksi Tepi Citra Gigi Berlubang” dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis
mengangkat masalah tentang deteksi tepi citra gigi berlubang menggunakan metode Laplacian of Gaussian. Deteksi tepi citra gigi berlubang menjadi langkah dasar memperoleh informasi skala gigi berlubang untuk dilakukan penanganan dan tindakan yang tepat. Deteksi tepi pada citra gigi berlubang dilakukan untuk mengetahui ukuran area gigi berlubang. Pengujian pada penelitian ini menggunakan data sampel yang diambil hasil pemotretan citra dengan format extention jpg sebanyak 3 (tiga) data sampel. Pada 3 (tiga) data sampel setiap sampel memiliki jenis gigi yang mengalami berlubang yaitu gigi berlubang bagian email, dentin dan gigi berlubang mencapai pulpa. Dari penyelesaian metode yang dilakukan terhadap sampel data yang digunakan pada citra gigi berlubang dapat di ambil sebuah kesimpulan yaitu Metode Laplacian of Gaussian memiliki kemampuan deteksi tepi dengan baik dan akurasi ketebalan tepi yang tajam.
Laplacian of Gaussian adalah operator yang kuat akan derau pada citra.
2.2 Landasan Teori
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan maka penulis menyusun landasan teori yang berkaitan dengan penelitian yaitu sebagai berikut :
2.2.1 Pengertian Citra
Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Dalam tinjauan matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.
Ketika sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya tersebut. Pantulan ini ditangkap oleh alat-alat pengindera optik, misalnya mata manusia, kamera, scanner dan sebagainya.
Menurut (Ahmad, 2005) Sebuah citra adalah kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik dua-dimensi. Sedangkan piksel adalah sampel dari
pemandangan yan mengandung intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Indeks baris dan kolom (x, y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konensi ini dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman komputer.
Menurut (Sutoyo, et al., 2009) Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal- sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpan.
Menurut arti secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya.
Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, seperti mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan lain-lain sehingga bayangan objek dalam bentuk citra dapat terekam. Citra sebagai output dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat:
1. Optik, berupa foto,
2. Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi, 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetic.
Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still image) dan citra bergerak (moving image). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan
secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra didalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri dari ratusan sampai ribuan frame. (Sawaluddin et al, 2006)
2.2.2 Pengertian Citra Digital
Citra digital merupakan suatu larik dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar; jadi informasi yang terkandung bersifat diskret. Citra digital tidak selalu merupakan hasil langsung data rekaman suatu sistem. Kadang-kadang hasil rekaman data bersifat kontinu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar-X, dan lain sebagainya.
Dengan demikian untuk mendapatkan suatu citra digital diperlukan suatu proses konversi, sehingga citra tersebut selanjutnya dapat diproses dengan komputer.
Citra digital dihasilkan dengan proses digitalisasi terhadap citra kontinu.
Sama halnya Proses digitalisasi dalam bentuk data lain, proses digitalisasi pada citra juga merupakan proses pengubahan suatu bentuk data citra dari yang bersifat analog ke digital. Yang mana proses ini dihasilkan dari peralatan digital yang langsung bisa diproses oleh komputer. Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Ada sebuah objek yang akan diambil gambarnya untuk dijadikan citra digital. Sumber cahaya diperlukan untuk menerangi objek, yang berarti ada intensitas cahaya (brightness) yang diterima oleh objek. Oleh objek, intensitas cahaya ini sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan ke lingkungan sekitar objek secara radikal.
Sistem pencitraan (imaging) menerima sebagian dari intensitas cahaya yang dipantul oleh objek tadi. Di dalam sistem pencitraan terdapat sensor optik yang digunakan untuk mendeteksi intensitas cahaya yang masuk ke dalam sistem.
Keluaran dari sistem ini berupa arus yang besarnya sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenainya. Arus tersebut kemudian dikonversi menjadi data digital yang kemudian dikirimkan ke unit penampil atau unit pengolah lainnya.
Gambar 2. 1 Contoh Citra Digital
Citra digital biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel (pixel = picture element) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm = milimeter atau inc = inch).
Berdasarkan format penyimpanan nilai warnanya, citra terdiri atas empat jenis (Hestiningsih, 2008), yaitu:
1. Citra biner atau monokrom
Pada citra jenis ini, setiap titik atau piksel hanya bernilai 0 atau 1.Dimana setiap titik membutuhkan media penyimpana sebesar 1 bit. Gambar 2.2 merupakan contoh citra biner.
Gambar 2. 2 Citra Biner.
2. Citra skala keabuan
Citra skala keabuan mempunyai kemungkinan warna antara hitam (minimal) dan putih (maksimal). Jumlah maksimum warna sesuai dengan bit penyimpanan yang digunakan. Misal: Suatu citra dengan skala keabuan 4 bit, memiliki jumlah kemungkinan warna = 16 warna. Gambar 2.3 memperlihatkan citra skala keabuan 4 bit.
Gambar 2. 3 Citra skala Keabuan 3. Citra warna (True Color)
Setiap titik (piksel) pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan biru yang dikenal sebagai citra RGB (Red, Green, Blue). Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit).
Red = warna minimal putih, warna maksimal merah Green = warna minimal putih, warna maksimal hijau Blue = warna minimal putih, warna maksimal biru
Setiap titik pada citra warna membutuhkan data 3 byte Jumlah kemungkinan kombinasi warna untuk citra warna adalah = lebih dari 16 juta warna, disebut true color karena dianggap mencakup semua warna yang ada. Gambar 2.4 memperlihatkan contoh citra warna.
Gambar 2. 4 Citra Warna (True Color) 4. Citra Warna Berindeks
Setiap titik (piksel) pada citra warna berindeks mewakili indeks dari suatu tabel warna yang tersedia (biasanya disebut palet warna). Keuntungan pemakaian palet warna adalah kita dapat dengan cepat memanipulasi warna tanpa harus mengubah informasi pada setiap titik dalam citra. Keuntungan yang lain, penyimpanan lebih kecil. Contoh citra warna berindeks diperlihatkan oleh Gambar 2.4.
Gambar 2. 5 Citra Warna Berindeks 2.2.3 Deteksi Tepi
Menurut (Putra, 2010) Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dari citra bersangkutan. Tepian citra dapat mempresentasikan objek-objek yang tergandung dalam citra tersebut, bentuk, dan ukurannya serta terkadang juga informasi tentang testurnya. Tepian citra adalah posisi dimana intensitas pixel dari citra berubah dari nilai rendah ke nilai tinggi atau sebaliknya. Deteksi tei umumnya adalah langkah awal melakukan segmentasi citra.
Sedangkan menurut (Munir, 2004) Yang dimaksud dengan tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak (besar) dalam jarak yang singkat. Perbedaan intensitas inilah yang menampakkan rincian pada
gambar. Tepi biasanya terdapat pada batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda pada bergantung pada perubahan intensitas.
Gambar 2. 6 Mode tepi satu-matra Adapun terdapat tiga macam tepi dalam citra digital, yaitu:
a. Tepi Curam
Tepi curam adalah tepi dengan peruahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90° Gambar 2. Menunjukan deteksi tepi curam.
Gambar 2. 7 Tepi Curam
b. Tepi Landai
Tepi landai yaitu tepi dengan sudut arah yang keci. Tepi landai dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.
Gambar 2. Menunjukan deteksi tepi landai.
Gambar 2. 8 Tepi Landai c. Tepi yang mengandung derau
Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi visi komputer mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendektesian tepi. Gambar 2 menunjukan deteksi tepi tipe tepi curam dengan derau.
Gambar 2. 9 Tepi Curam Dengan Derau
Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra.
Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra. Karena tepi termasuk ke dalam
komponen berfrekuensi tinggi, maka pendeteksian tepi dapat dilakukan denganpenapis lolos-tinggi. Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk mendeteksi tepi, antara lain:
1. Operator gradien pertama (differential gradient) 2. Operator turunan kedua (Laplacian)
3. Operator kompas (compass operator) 2.2.4 JPEG (Joint Photographic Expert Group)
JPEG digunakan untuk citra dengan ukuran file kecil namun tetap memberikan kualitas yang cukup bagus. Format ini dikembangkan oleh Joint Photographic Expert Group. Format ini dijadikan standar ISO IS-10918 pada 1990.
Dengan target rata-rata penurunan data sebesar 1:16, Format ini sangat baik hasilnya untuk citra fotografi, namun kurang baik pada citra non-fotografi (Hidayatullah, 2017).
2.2.5 Konvolusi
Konvolusi terdapat pada operasi pengolahan citra yang mengalikan sebuah citra dengan sebuah mask atau kernel.
Konvolusi 2 fungsi f(x) dan g(x) ℎ(𝑥) = 𝑓(𝑥) ∗ 𝑔(𝑥) = ∫ 𝑓
∞
−∞
(𝑎)𝑔(𝑥 − 𝑎)𝑑 𝑎
yang dalam hal ini, tanda * menyatakan operator konvolusi, dan peubah (variable) a adalah peubah bantu (dummy variable).
Fungsi diskrit, konvolusi didefinisikan sebagai 𝑓(𝑥) ∗ 𝑔(𝑥) = ∑ 𝑓 (𝑎)𝑔(𝑥 − 𝑎)
𝑓(𝑖, 𝑗) = (𝐴𝑥𝑃1) + (𝐵𝑥𝑃2) + (𝐶𝑥𝑃3) + (𝐷𝑥𝑃4) + (𝐸𝑥𝑃5) + (𝑃𝑥𝑃6) + (𝐺𝑥𝑃7) + (𝐻𝑥𝑃8) + (𝐼𝑥𝑃9)
2.2.6 Metode Robert
Metode Robert adalah nama lain dari teknik differensial pada arah horisontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Maksud konversi biner adalah meratakan distribusi warna hitam dan putih (Mercu Buana, 2016).
Metode Robert adalah salah satu metode yang menggunakan jendela dengan ukuran 2x2 piksel seperti halnya operator sederhana. Perbedaannya terletak pada penentuaan arah dalam perhitungan nilai gradien, yaitu mengambil arah diagonal (Hidayatullah, 2017). Pendekatan yang digunakan terhadap besaran gradien dalam metode Robert adalah:
Bila kita tulis ulang persamaan terakhir ini dengan memisahkan komponen gradien pada kedua arahnya, akan menjadi:
dengan, G = besar gradien operator roberts Gx = gradien roberts arah horizontal Gy = gradien roberts arah vertikal
G | ƒ (x, y)| = |Gx| + |Gy| (2-2)
G [ ƒ (x, y) ] = | ƒ(x, y) – ƒ(x + 1, y + 1)|+|ƒ(x, y + 1) – (x, + 1, y) (2-1)
f = menyatakan citra
Gx dan Gy dihitung menggunakan tutup sebagai berikut:
2.2.7 Metode Laplacian
Metode Laplacian (Pierre-Simon Laplace) yang menggunakan teknik transformasi ini pada hasil karyanya dalam teori kemungkinan. Sebenarnya teknik ini ditemukan sebelumnya oleh Leonhard Euler, seorang ahli matematika prolific Swiss abad kedelapanbelas. Operator turunan kedua disebut juga operator Laplace.
Operator Laplace mendeteksi lokasi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam (Munir, 2004). Pada tepiyang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol (zero-crossing), yaitu titik di mana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol.
Persilangan nol merupakan lokasi tepi yang akurat. Turunan kedua fungsi dengan dua peubah adalah:
∇2 ƒ =𝜕²ƒ
𝜕𝑥²+ 𝜕²ƒ
𝜕𝑦²
Operator Laplace merupakan operator yang menggunakan sebuah kernel 3 x 3. Pada operator ini terdapat berbagai bentuk kernel yang digunakan sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini kernel pada operator Laplace yang umum digunakan (Hidayatullah, 2017).
𝐺 = [
0 1 0
1 −4 1
0 1 0
] 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐺 = [
−1 −1 −1
−1 8 −1
−1 −1 −1
] 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐺 = [
1 −2 1
−2 4 −2
1 −2 1
]
2.2.8 Grayscale 𝐺𝑥 = [1 0
0 −1] 𝐺𝑦 = [ 0 1
−1 0] (2-3)
Suatu citra grayscale adalah suatu citra yang hanya memiliki warna tingkat keabuan. Penggunaan citra grayscale dikarenakan membutuhkan sedikit informasi yang diberikan pada tiap piksel dibandingkan dengan citra berwarna. Warna abu- abu pada citra grayscale adalah warna R (Red), G (Green), B (Blue) yang memiliki intensitas yang sama. Sehingga dalam grayscale image hanya membutuhkan nilai intensitas tunggal dibandingkan dengan citra berwarna membutuhkan tiga intensitas untuk tiap pikselnya. Intensitas dari citra grayscale disimpan dalam 8 bit integer yang memberikan 256 kemungkinan yang mana dimulai dari level 0 sampai dengan 255 (0 untuk hitam dan 255 untuk putih dan nilai diantaranya adalah derajat keabuan).
2.2.9 Daun
Daun adalah organ fotosintesis utama pada sebagian besar tumbuhan, meskipun batang yang berwarna hijau juga melakukan fotosintesis. Bentuk dau sangat bervariasi, namun pada umumnya terdiri dari suatu helai daun (blade) yang pipih dan tangkai daun yang disebut petiola, yang menyambungkan daun dengan buku batang. Pada daun tumbuhan monokotil dan dikotil berbeda dalam hal susunan tulang daun. Sebagian besar pada daun tumbuhan monokotil memiliki memiliki tulang daun utama paralel (sejajar) yang menjalar sepanjang helai daun, sebaliknya, pada daun tumbuhan dikotil umumnya memiliki banyak percabangan pada tulang daun utama, karena morfologi daun sangat bervariasi diantara spesies tumbuhan (Chambell, et al., 2004).
Dalam struktur daun terdiri atas tulang daun, helai daun, tangkai daun, dan pelepah daun. Selain itu juga daun memiliki bentuk tulang yang bermacam-macam seperti menyirip, melengkung, menjari, dan sejajar. Adapun fungsi daun bagi tumbuhan,
diantaranya memiliki beberapa kegunaan misalnya sebagai tempat pembuatan makanan, pernapasan, dan penguapan. Perhatikan gambar struktur daun dibawah ini:
Gambar 2. 10 Struktur Daun
2.2.10 PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) dan MSE (Mean Square Error)
PNSR adalalah perbandingan antara nilai maksimum dari kedalaman bit citra yang diukur (citra 8bit, mempunyai nilai maksimum 255) dengan besarnya noise yang berpengaruh pada sinyal tersebut. Di dalam hal ini, besarnya noise dowakili oleh nilai MSE. PSNR digunakan untuk mengetahui perbandingan kualitas citra sebelum dan sesudah melalui proses pengolahan dengan deteksi tepi.
Untuk perhitungan PSNR dari suatu citra, lebih dahulu harus menentukan MSE. MSE adalah ukuran yang digunakan untuk menilai seberapa baik sebuah metode dalam melakuan rekonstruksi atau restorasi citra terhadap citra aslinya.
Apabila semakin kecil nilai MSE, maka akan semakin bagus prosedur perbaikan citra yang digunakan. Denagan maksud bahwa kualitas citra setelah mengalami perbaikan noise hampir mirip dengan kualitas citra aslinya. Sedangkan PSNR bernilai sebaliknya, jika nilai PSNR semakin besar maka kualiras citra hasil
semakin mirip dengan kualitas citra hasilnya (Andono, et al., 2017). Perhitungan MSE adalah sebagai berikut:
Keterangan:
MSE = Nilai (Mean Square Error) dari citra M = Panjang citra stego (dalam pixel) N = Lebar citra (dalam pixel)
f1(x, y) = Nilai piksel dari citra cover f2(x, y) = Nilai piksel pada citra stego
Setelah diperoleh nilai MSE maka nilai PSNR dapat dihitung dari kuadrat nilai maksimum dibagi dengan MSE. Secara matematis, nilai PSNR dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
MSE = Nilai (Mean Square Error) dari citra PSNR = Nilai PSNR citra
2.2.11 Matrix Laboratory (MATLAB)
Matrix Laboratory (MATLAB) adalah perangkat lunak yang digunakan dalam pemrograman, analisis, serta komputasi teknik dan matematik berbasis matriks. Matlab dapat menyelesaikan masalah dalam bentuk matriks. Matlab versi pertama dirilis oleh Cleve Moler pada tahun 1970. Matlab menggabungkan proses
pemrograman, komputasi, dan visualisasi dengan lingkungan kerja yang mudah digunakan. Matlab memiliki keunggulan umum seperti analisis dan eksplorasi data, pemodelan dan simulasi, visualisasi plot dalam bentuk 2D dan 3D, serta pengembangan aplikasi antarmuka grafis. Matlab menyediakan tool yang dapat digunakan untuk aplikasi khusus seperti pengoalahan sinyal, sistem kontrol, logika fuzzy, dan sebagainya. Matlab dapat dioperasikan pada sistem operasi windows, linux dan MaxOs (Amir Tjolleng, 2017).
Pemograman MATLAB Untuk teknik system kontrol dan system komunikasi menjelaskan Matlab adalah singkatan dari Matrix Laboratory, yang merupakan suatu software yang dikembangkan oleh Math Works Inc. matlab dapat membantu user dalam menangani suatu permasalahan dibidang sains dan rekayasa.
Matlab telah mengintegrasikan komputasi visualisai, matematika, dan bahasa pemograman untuk membantu dan memberikan dukungan pada lingukan yang lebih fleksibel bagi komputasi teknis. Matlab juga dapat membuat pengguna mudah dalam melakukan eksplor data, menciptakan algorithma, dan meciptakan beberapa perangkat grafik (GUI) (Siahaan & Sianipar, 2020).
Matlab termasuk dalam bahasa pemrograman tingkat tinggi berbasis pada matriks digunakan dalam menyelesaikan masalah menggunakan teknik komputasi numerik yang melibatkan operasi matematika elemen, matriks, komputasi optimal, aproksimasi dan sebagainya. Oleh karena itu matlab sering digunakan pada bidang sebagai berikut (Cahyono, 2013) :
1) Matematika dan Komputasi.
2) Pengembangan dan Algoritma.
3) Pemrograman modeling, simulasi, dan pemuatan prototype.
4) Analisa data, ekplorasi dan visualisasi.
5) Analisis numerik dan statistik.
6) Pengembangan aplikasi teknik