Budaya sekolah dibangun melalui kebiasaan sehari-hari warga sekolah. Kebiasaan sehari-hari inilah yang kemudian membentuk budaya sekolah yang dianut sebagai suatu nilai yang menjadi tradisi sekolah. Adat istiadat tersebut, yang dilakukan secara berulang-ulang oleh warga sekolah, menjadi ritual dan kemudian menjadi budaya sekolah yang akan terus dipelihara oleh para anggotanya. Budaya sekolah bersifat dinamis karena budaya sekolah pada hakikatnya menggambarkan cara berpikir komunitas sekolah dalam melaksanakan perubahan.
Budaya sekolah merupakan perwujudan visi dan misi seluruh warga sekolah dalam mengembangkan karakter sekolah. Pembentukan karakter yang diharapkan tercermin dari budaya sekolah yang muncul, termasuk budaya sekolah religius sebagai implementasi visi dan misi sekolah yang berlandaskan nilai-nilai pendidikan agama. Budaya sekolah yang religius pada hakikatnya adalah perwujudan nilai-nilai pembelajaran agama sebagai tradisi dalam perilaku dan budaya organisasi yang dianut oleh seluruh warga sekolah.
Dari dalam batin organisasilah muncul nilai-nilai tersebut yang akan menjadi bahan utama dalam pembentukan budaya sekolah/madrasah. Jika penjelasan di atas berkaitan dengan budaya sekolah, maka dalam organisasi sekolah harus ada budaya sekolah yaitu budaya kerja. Budaya sekolah merupakan suatu kebiasaan yang dilaksanakan oleh sekolah dan diamalkan oleh warga sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan diyakini dapat menjadi solusi atas permasalahan yang mereka hadapi.
Kebiasaan dalam budaya sekolah yang diterapkan di setiap sekolah berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pemecahan masalah. Maka dari pengertian diatas, budaya sekolah berfungsi untuk menyampaikan segala bentuk perilaku seluruh warga sekolah. Pada dasarnya fungsi budaya sekolah adalah sebagai identitas sekolah yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan sekolah lain.
Strategi Penguatan Budaya Sekolah dalam Membentuk Sikap Religius Peserta Didik
Menciptakan suasana religius merupakan upaya mengkondisikan suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku keagamaan (religius). Hal ini dapat dilakukan melalui: 1) kepemimpinan, 2) skenario penciptaan suasana keagamaan, 3) rumah ibadah atau tempat ibadah, 4) dukungan warga masyarakat. Agar kebudayaan menjadi nilai yang berkelanjutan, maka harus dilakukan proses internalisasi budaya. Sikap kegiatannya berupa proaksi yaitu melakukan tindakan atas inisiatif sendiri, menentukan sifat dan arah diri sendiri, namun membaca asal muasal tindakan sehingga dapat berkontribusi memberi warna dan arah bagi pengembangan nilai-nilai keagamaan. di sekolah.
Kebiasaan ini sangat penting dalam pendidikan agama Islam karena dengan kebiasaan ini diharapkan siswa selalu mengamalkan ajaran agamanya baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembiasaan akan timbul kesadaran dalam diri setiap individu siswa untuk mempunyai budaya keagamaan.59 Dengan demikian akan terbentuk akhlak siswa. Pertama, pada tataran nilai-nilai yang dianut, perlu dirumuskan nilai-nilai keagamaan yang disepakati bersama dan harus dikembangkan di sekolah, untuk dikembangkan lebih lanjut.
Kedua, dalam tataran pengamalan sehari-hari, nilai-nilai keagamaan yang disepakati diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari seluruh warga sekolah. Proses pengembangannya dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: Pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai di masa depan di sekolah. Kedua, menetapkan rencana aksi mingguan atau bulanan sebagai tahapan sistematis dan langkah yang akan dilakukan oleh seluruh pihak di sekolah dalam perwujudan nilai-nilai agama yang disepakati.
Ketiga, memberikan penghargaan atas prestasi warga sekolah seperti guru, tenaga kependidikan, dan/atau siswa, sebagai upaya membentuk kebiasaan yang menunjang sikap dan perilaku yang berkomitmen dan beriman terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Ketiga, pada tataran simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah penggantian simbol budaya yang kurang sesuai dengan ajaran nilai-nilai agama, dengan simbol budaya keagamaan. 62 Asmaun Sahlan, Pembentukan Kebudayaan…., hal. 85. siswa, foto dan semboyan yang mengandung pesan dan nilai keagamaan dan lainnya.
Strategi penanaman nilai-nilai agama di sekolah dapat dilakukan dengan cara: a). strategi kekuasaan yaitu strategi penanaman agama di sekolah dengan menggunakan kekuasaan atau dengan menggunakan kekuasaan rakyat. 63 Prim Masrokan Mutohar, PENGEMBANGAN BUDAYA AGAMA DI MADRASAH: Strategi Pembentukan Karakter Bangsa Siswa. Pembiasaan ini sangat penting dalam pendidikan agama Islam karena dengan pembiasaan ini diharapkan peserta didik selalu mengamalkan ajaran agamanya baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari.
Metode Budaya Sekolah dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
Dari metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan, menurut peneliti bahwa metode adalah suatu ilmu yang membahas tentang cara atau teknik menyajikan bahan ajar kepada siswa untuk mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan perubahan perilaku yang positif pada diri individu. Teknik ini dapat memudahkan siswa membaca Al-Qur’an secara tartil dalam waktu singkat melalui proses pembiasaan. Kalsika murni merupakan teknik pengenalan dalam pembelajaran dengan cara menanamkan konsep atau berdiskusi, yaitu siswa mendengarkan dan menirukan bacaan guru.
Metode Qiro'ati adalah metode membaca Al-Qur'an yang melibatkan langsung membaca tartil dan mengamalkannya sesuai dengan itu. Dari metode Qiro'ati muncul metode lain seperti metode Iqra', metode Tilawati, metode Yambu'a dan lain-lain. Tujuan yang dicapai dengan metode ini adalah agar pengguna Qiro'ati dapat membaca Al-Quran dengan lancar dan jelas. C.
Mengajarkan nilai ini mempunyai dua keuntungan, yaitu memberikan pengetahuan konseptual baru dan menggunakan sebagai tolok ukur pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Inti dari metode ini adalah guru harus mampu bernalar bersama-sama dengan siswa. Metode ini memudahkan siswa dalam mengungkapkan masalah dan menyelesaikan masalah.
Metode ini mempunyai nama lain yaitu role play, role play atau sosiodrama yang dilakukan agar siswa memperoleh keterampilan yang profesional dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dalam metode ini, guru berperan terutama dalam narasi dan penjelasan aktif, sedangkan siswa mendengarkan dengan cermat dan mengikuti76. Pakar pendidikan mengatakan cara ini sangat efektif dalam pembinaan, penguatan budaya keagamaan serta pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik.
Cara ini mengarah pada pembinaan dan tindakan tegas terhadap peserta didik dengan tujuan untuk memberikan efek jera terhadap peserta didik, sekaligus memberikan penghargaan kepada peserta didik yang berhasil melaksanakan dan melaksanakan segala peraturan yang diberikan lembaga kepada peserta didik. atau guru79. Beberapa metode yang digunakan di lembaga ditujukan untuk mengajarkan pembentukan sikap religius peserta didik, yang berarti memberikan pemahaman kepada anak tentang struktur nilai, minat, dan prioritas tertentu. Mengajarkan nilai ini memiliki dua keuntungan, yaitu memberikan pengetahuan konseptual baru dan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebagai pembanding.
PENELITIAN TERDAHULU
Tesis yang ditulis Supraptiningrum berjudul “Membangun Karakteristik Siswa Melalui Budaya Sekolah di SD Mangundikaran 1 Nganjuk”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan karakter siswa melalui budaya sekolah religi di SD Aisyiyah Unggulan Gemolong tahun 2017 merupakan upaya sekolah untuk berkembang. 81 Supraptiningrum, MEMBANGUN KARAKTER SISWA MELALUI BUDAYA SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR SDN Mangundikaran 1 Nganjuk (Skripsi-Universitas Negeri Yogyakarta, 2015) hal. membentuk karakter siswa.
Tesis yang ditulis oleh Nurul Hidayah Irsyad berjudul “Model Pembinaan Budaya Religius Bagi Siswa SMAN 2 Nganjuk dan MAN Nglawak Kertosono”. 82 Puji Nofita Sari, PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA MELALUI BUDAYA SEKOLAH AGAMA DI SD AISIYAH UNGGULAN GEMOLONG (TESIS- Maulana Malik Ibrahim, 2017, hal. 50. Kahirudin berjudul “Pendidikan Karakter di SIT Salya Kebudayaan Jauh”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sekolah yang dikembangkan dalam konteks penanaman karakter meliputi: (1) integratif, yaitu setiap mata pelajaran umum diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam atau dibahas dalam Al-Qur'an dan hadis; (2) produktif, kreatif dan inovatif; (3) qudwah hasanah; (4) koperasi; (5) ukhuwah (6) peduli, bersih, rapi dan sehat; dan (7) berorientasi pada kualitas.84. Penelitian yang ditulis oleh Miftahol Ansyori berjudul – Pembentukan Perilaku Religius Melalui Budaya Sekolah (Studi Kasus Ganda di SD Plus Nurul Hikmah Pamekasan dan MI Sirojut Tholinin 1 Pamekasan) Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian. Khairudin dan Susiwi, Pendidikan karakter melalui budaya sekolah di SIT Salman A Farisi Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Karakter 03, no.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Budaya sekolah di SD Plus Nurul Hikmah Pamekasan dan MI. Sirojut Tholibin I Pamekasan meliputi kebiasaan shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an dengan baik, sopan santun dan ketaatan kepada guru di dalam dan di luar sekolah. Sirojut Tholibin I Pamekasan meliputi partisipasi guru yang tinggi, kerjasama tim, lingkungan sekolah dan kepemimpinan kepala sekolah yang baik dan partisipatif.
Penelitian-penelitian terdahulu diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu persamaannya yaitu peneliti mempelajari budaya sekolah berbasis agama. 85 Miftahol Ansyori Pembentukan Perilaku Religius Melalui Budaya Sekolah (studi multi kasus di SD Plus Nurul Hikmah Pamekasan dan MI Sirojut Tholinin 1 Pamekasan) 26 Juni (2018) hal. 45. Sedangkan skripsi ini fokus pada penguatan budaya keagamaan dalam pembentukan sikap budaya keagamaan siswa di SD Islam Tanen Rejotangan dan MI Sabilul Muhtadin Pakisrejo Rejotangan.
Paradigma Penelitian