• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

Selain itu perbedaan lain dalam penelitian ini yaitu terletak pada lokasi penelitian, di mana lokasi pada penelitian St. Husain yaitu di Desa Pakkasalo Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone sementara lokasi pada penelitian ini yaitu di Kecamatan Soreang Kota Parepare. Selain itu, Penelitian yang dilakukan oleh Muhazzab Said pada tahun 2017 dengan judul “Revitalisasi Tradisi Massolo’ pada Upacara Kematian di Desa Baebunta (Dalam Perspektif Dakwah)”.

Sedangkan perbedaan penelitian Muhazzab Said dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu fokus utama penelitian Muhazzab Said adalah tradisi massolo’ pada upacara kematian sementara fokus utama dalam penelitian ini yaitu tradisi massolo’ pada perkawinan masyarakat bugis. Perbedaan lain dalam penelitian ini yaitu terletak pada lokasi penelitian, di mana lokasi pada penelitian Muhazzab Said yaitu di Desa Baebunta Kabupaten Luwu Utara sementara lokasi pada penelitian ini yaitu di Kecamatan Soreang Kota Parepare.

Syarat-syarat Perkawinan

Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimum empat orang, yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dan mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi. Untuk kemashlahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. Syarat-syarat materil diatur dalam Pasal 6 s/d 12 UU No.1/1974, yang dapat dibedakan lagi dalam syarat materiil yang absolute/mutlak dan syarat materiil yang relatif/nisbi.

Kedua calon mempelai yang akan melangsungkan akad nikah harus mencapai usia yang diatur dalam Undang-Undang ini. Apabila izin dari kedua orang tua tidak didapat maka kedua calon mempelai harus meminta izin kepada pengadilan.23. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 yaitu perkawinan antara dua orang yang.

Suami isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain (Pasal 10). Syarat-syarat formal dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Perkawinan Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan.24. Berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa “dengan mengindahkan tata cara perkawinan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Pekawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi”.25 Maka perkawinan dianggap sah apabila dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing.

Maksud dari ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam agamanya dan kepercayaannya sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.26 Suatu perkawinan yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan agama dengan sendirinya menurut Undang-undang Perkawinannya dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan.

Hukum Perkawinan

Maksud dari ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam agamanya dan kepercayaannya sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.26. Suatu perkawinan yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan agama dengan sendirinya menurut Undang-undang Perkawinannya dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan. syahwat) dan khawatir benar dirinya akan melakukan perbuatan zina manakala tidak melakukan pernikahan. 2.2.1.6.2 Perkawinan yang dianjurkan (az-zawâj al-mustahab) yaitu perkawinan yang dianjurkan kepada seseorang yang mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu biologis tetapi dia merasa mampu untuk menghindarkan dirinya dari kemungkinan melakukan zina.

2.2.1.6.3 Perkawinan yang kurang atau tidak disukai (az-zawâj al-makruh) yaitu jenis pernikahan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan biaya hidup meskipun memiliki kemampuan biologis, atau tidak memiliki nafsu biologis meskipun memiliki kemampuan ekonomi, tetapi ketidakmampuan biologis atau ekonomi itu tidak sampai membahayakan salah satu pihak khususnya istri. 2.2.1.6.4 Perkawinan yang dibolehkan (az-zawâj al-Mubah), yaitu pernikahan yang dilakukan tanpa ada faktor yang mendorong (memaksa) atau yang menghalang-halangi.27. 2.2.1.6.5 Perkawinan yang diharamkan, bagi seorang muslim yang berada di daerah orang kafir yang sedang memeranginya.

Teori Mashlahat

Apabila al-hajiyyah tidak diperhatikan maka akan muncul kesukaran dan kesusahpayahan, tetapi tidak sampai menimbulkan kerusakan yang biasanya terjadi pada kasus al-mashlahah al-daruriyyah. Keberadaan al-tahsiniyyah bermuara kepada kebaikan-kebaikan yang melengkapi prinsip al-mashlahat al-daruriyyah dan al-mashlahat al-hajiyyah. Ini karena ketiadaan al-tahsiniyyah tidak merusak urusan al-daruriyyah dan al-hajiyyah, ia hanya berkisar pada upaya mewujudkan keindahan, kenyamanan dan kesopanan dalam tata hubungan sang hamba dengan Tuhan dan dengan sesama makhluk-Nya.30.

Bagi orang-orang yang tidak beriman, kehidupan akhirat dipandang absurd atau kadang-kadang dipahami sebagai kehidupan yang fatamorganik. Karenanya, mereka meyakini adanya mashlahat atau manfaat yang bersifat ukhrawi, sebagaimana halnya mereka merasakan mashlahat duniawi. Karena itu, setiap mashlahat atau manfaat yang tidak bisa dinikmati secara material tidaklah disebut sebagai mashlahat.

Segala sesuatu yang tidak bertentangan dengan substansi mashlahat tetapi menjadi berubah karena tujuan yang tidak baik. Menurut Imam asy-Syatibi, melaksanakan perintah tidak sesuai dengan tujuan syari’ sama dengan melaksanakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Karena perintah yang dibuat oleh Allah itu memiliki tujuan tertentu, maka jika seseorang mengambil tujuan selain yang ditentukan berarti tidak melaksanakan perintah, dan jika tidak melaksanakan sesuai tujuan syari’ berarti dianggap batal, atau dengan kata lain seseorang itu telah melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan.32.

Artinya, dalam rangka mencari sesuatu yang menguntungkan, dan juga menghindari kemudharatan manusia yang bersifat sangat luas.

Teori Pemberian .1 Hadiah

Mengisyaratkan bahwa orang-orang yang bersedekah berarti telah berlaku jujur kepada dirinya sendiri mengenai kelebihan yang telah di berikan oleh Allah Swt., kepada dirinya. Menurut istilah, sedekah berarti sesuatu yang dikeluarkan atau dilakukan oleh seorang muslim dari harta atau lainnya dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., Sedekah meliputi sedekah wajib (zakat) dan sedekah sunat (at-tatawwu’) (sedekah secara spontan dan sukarela) yang sama artinya dengan infak yang hukumnya sunat. Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum diberikan kepada orang lain, kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan.

Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya adalah sesuatu pemberian baik berupa uang, barang atau jasa yang diberikan pada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeskploitasi sesuatu yang hak menjadi batil dan yang batil menjadi hak.

Artinya sesuatu itu diserahkan atau diberikan kepada orang lain supaya si pemberi ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberi hukuman dengan cara yang batil atau memberi sesuatu kedudukan agar berbuat dhalim. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya agar orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.37.

Hadiah adalah pemberian harta benda kepada seseorang karena rasa hormat atau pemberian kepada seseorang yang berprestasi.

Teori ‘Urf

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sogokan atau suap adalah pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang lain dengan maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Urf qauli adalah kebiasaan masyarakat dalam penggunaan kata-kata atau ucapan, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Adapun yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain.40.

Urf 'amm adalah kebiasaan yang bersifat umum dan berlaku bagi sebagian besar masyarakat dalam berbagai wilayah yang luas. Urf khash adalah kebiasaan yang berlaku secara khusus pada suatu masyarakat tertentu atau wilayah tertentu saja.41. Urf shahih adalah kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan sesuatu yang telah dianggap haram oleh syara’ dan tidak membatalkan yang wajib.

Urf fasid adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia, akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara’, menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib.42. Ada empat syarat ‘urf dapat dijadikan pijakan hukum yaitu pertama, tidak bertentangan dengan salah satu nash syari’ah. Keempat, tidak terdapat ucapan atau perbuatan yang berlawanan dengan nilai substansial yang dikandung oleh tradisi.43 Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa ‘urf yang dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun serta mereka menyepakatinya sebagai sesuatu yang bisa diterima oleh akal sehat manusia maka hal tersebut dapat dijadikan dalil dalam penetapan hukum Islam.

Tinjauan Konseptual

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.45 Adapun perkawinan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat bugis sesuai dengan adat atau tradisi mereka. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.46 Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bersuku bugis yang menetap di Kecamatan Soreang Kota Parepare. Hukum Islam adalah pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum bagi tindak tanduk manusia dalam kehidupan keagamaan dan keduniaan mereka.47 Adapun hukum Islam yang dimaksud di sini adalah hukum Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tradisi Massolo dalam Perkawinan Masyarakat Bugis di Kecamatan Soreang Kota Parepare (Tinjauan Hukum Islam) yaitu bagaimana pandangan hukum Islam baik dalam al-Qur’an maupun Hadis tentang pemberian yang diberikan kepada mempelai yang melangsungkan pernikahan khususnya pada masyarakat bugis di Kecamatan Soreang Kota Parepare.

Bagan Kerangka Pikir

Sedekah 3. Sogokan

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 1974 pasal 6 ayat (2) mengenai syarat- syarat perkawinan berbunyi “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang.. belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)

Disatu sisi, pasal 6 ayat (2) menegaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 harus mendapatkan ijin kedua orang tua, disisi lain

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun

1) Pekawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2) Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun

1) Pernikahan harus didasar atas persetujuan kedua calon mempelai. 2) Untuk melangsungkan pernikahan, seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin

Ketiga pengaturan tentang perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilarang melangsungkan

Pasal 6 ayat (2) untuk melangsungkan perka-winan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua; (b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tetang perkawinan, hanya mengatur tentang, Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur