• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sumber Keuangan Desa dan Aspek Filosofis Pengelolaan Keuangan Desa.

1. Aspek Filosofis lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Setelah Penulis melakukan penelitian dan analisis yang cukup komprehensif terhadap berbagai regulasi yang berkaitan dengan Desa dan sampai pada pengaturan desa pada undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, dapat disimpulkan bahwa Kelahiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dilatar belakangi pertimbangan bahwa pengaturan tentang desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kedudukan masyarakat, demokratisasi serta upaya Pemerintah dalam mendorong kemajuan dan pemerataan pembangunan. Selain itu, UU Desa sekaligus merupakan penegasan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa misi utama bahwa negara wajib melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan Pemerintahan. Dengan demikian pembangunan desa

(2)

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia Indonesia.

Pembangunan desa akan berdampak positif bagi upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Berdasarkan asas rekognisi dan subsidiaritas, UU Desa membawa perubahan pokok antara lain:

a. Desa memiliki identitas yang mandiri sebagai self-governing community dalam tata Pemerintahan di Indonesia dimana Pemerintahan desa dipilih secara demokratis dan akuntabel oleh masyarakat.

b. Desa menyelenggarakan pembangunannya secara partisipatif dimana desa menyusun perencanaan, prioritas belanja dan melaksanakan anggaran secara mandiri termasuk mengelola anggaran yang didapatkan secara langsung serta mendaftarkan dan mengelola aset untuk kesejahteraan masyarakat termasuk mendirikan BUMDesa.

c. Desa memiliki wewenang untuk bekerjasama dengan desa lain untuk peningkatan pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Disahkannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014, pengaturan tentang desa mengalami perubahan secara signifikan. Dari sisi regulasi, desa (atau dengan nama lain telah diatur khusus/tersendiri) tidak lagi

(3)

menjadi bagian dari UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Desa- desa di Indonesia akan mengalami reposisi dan pendekatan baru dalam pelaksanaan pembangunan dan tata kelola Pemerintahannya. Pada hakikatnya UU Desa memiliki visi dan rekayasa yang memberikan kewenangan luas kepada Desa di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.

UU Desa juga memberi jaminan yang lebih pasti bahwa setiap desa akan menerima dana dari Pemerintah melalui anggaran negara dan daerah yang jumlahnya berlipat, jauh diatas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa. Kebijakan ini memiliki konsekuensi terhadap proses pengelolaannya yang seharusnya dilaksanakan secara profesional, efektif dan efisien, serta akuntabel yang didasarkan pada prinsip-prinsip manejemen publik yang baik agar terhindarkan dari resiko terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan korupsi.

2. Sumber Keuangan Desa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa mempunyai sumber pendapatan berupa Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, alokasi anggaran dari APBN, bantuan keuangan dari APBD propinsi dan APBD kabupaten/kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. Sumber

(4)

pendapatan Desa tersebut secara keseluruhan digunakan untuk mendanai seluruh kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa. Dana tersebut digunakan untuk mendanai penyelenggaraa kewenangan Desa yang mencakup penyelenggaraan Pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

Dengan demikian, pendapatan Desa yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk mendanai kewenangan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas desa. Hal itu berarti Dana Desa akan digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan Desa sesuai dengan kebutuhan dan prioritas Dana Desa tersebut. Namun, mengingat Dana Desa bersumber dari Belanja Pusat, untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa untuk mendukung program pembanguna Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa.

1. Pendapatan Asli Desa

Pendapatan Asli Desa atau yang dikenal PADesa terdiri atas beberapa jenis:

a. Hasil Usaha, misalnya hasil BUM Desa, tanah kas desa.

Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang

(5)

batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk dijualbelikan.

b. Hasil Aset, misalnya tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum dan jaringan irigasi.

c. Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong misalnya adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga dan barang yang dinilai dengan uang.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Desa, antara lain hasil Pungutan Desa.

2. Pendapatan Transfer Desa

Pendapatan Transfer Desa dapat dikelompokan dalam beberapa bagian yang merupakan pendapat desa secara langsung dari APBN maupun APBD dengan jenis dan sebutan tertentu yang meliputi:

a. Dana Desa;

b. Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah;

c. Alokasi Dana Desa (ADD);

d. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi;

e. Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota.

3. Lain-lain Pendapatan Desa yang sah

Kelompok lain-lain Pendapatan desa yang Sah berupa Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat berupa pemberian berupa uang dari pihak ke tiga, hasil kerjasama dengan pihak ketiga atau bantuan perusahaan yang berlokasi di Desa.

(6)

Berdasarkan uraian berbagai sumber keuangan desa diatas maka dapat dikelompokkan dalam beberapa sumber sebagaimana penulis uraikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel I: Sumber Keuangan Desa Berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa

No Sumber Keuangan Desa

1. Pendapatan Asli Daerah

2. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Dana Desa) 3. Bagian Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten/Kota 4. Alokasi Dana Desa

5. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota 6. Hibah dan Sumbangan yang Tidak Mengikat dari Pihak Ketiga 7. Lain-lain Pendapatan Desa yang Sah

(Sumber: Penulis Mengolah dari ketentuan Pasal 72 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa)

Pada bagian ini tidak disebutkan secara jelas berkaitan dengan Retribusi atau yang disebut dengan pungutan di desa, pemahaman terhadap retribusi mestinya diduduki secara konseptual barulah dapat dilihat pada aspek normatif. Bahwa jika dilihat secara konseptual terhadap apa yang disebutkan sebagai Retribusi

(7)

dapat didefinisikan sebagai berikut Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Tentunya menjadi Kabur jika merujuk pada defenisi dan aspek normativ untuk mendudukan secara tegas posisi retribusi desa. apabila merujuk pada sumber keuangan desa diatas maka dapat dipertanyakan pada bagian mana yang dimaknai sebagai posisi Pemungutan Desa, apakah posisi retribusi desa ada pada bagian pendapatan lain-lain desa yang sah atau pada bagian lain yang merupakan Kewenangan Kepala Desa untuk membuat Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa yang terpisah dari sumber pendapatan desa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 72 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

3. Kedudukan Pemungutan Desa dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa

Kedudukan Pemungutan Desa dikenal dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengaturan dalam UU tersebut sangatlah limitative terhadap frasa tertentu yaitu Pendapatan Asli Desa (PADesa), bagaimana kedudukan Pemungutan Desa dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang desa disebutkan bahwa sumber pembiayaan pembangunan dapat diperoleh desa melalui Pendapatan Asli Desa (PADesa). PADesa ini berasal dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi,

(8)

gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa. Berbagai jenis pengelolaan pembangunan dan aset yang dimiliki desa berpotensi menghasilkan berbagai jenis pendapatan desa.

Berdasarkan hasil field review, beberapa jenis pendapat asli daerah yang umumnya di peroleh desa antara lain adalah:

a. Hasil usaha desa: Hasil dari tanah kas desa, hasil dari pasar desa, hasil dari pemandian umum dan objek wisata yang diurus oleh desa, hasil dari sewa kekayaan/aset desa, hasil dari pungutan desa: jalan desa, irigasi desa, pemakaman umum yang diurus desa.

b. Hasil pengelolaan kekayaan desa yang dipisahkan: Bagian laba atas penyertaan modal pada Perusahaan milik desa (BUMDesa, Koperasi Desa, Pasar Desa), pada perusahaan milik daerah/BUMD, pada perusahaan milik negara/BUMN dan pada perusahaan milik swasta atau usaha milik masyarakat.

c. Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat.

d. Hasil gotong royong.

e. Lain-lain pendapatan asli desa yang sah, yang terdiri dari:

I. Pelayanan surat menyurat: Pengantar pembuatan KTP, pembuatan keterangan domisili, regristrasi surat keterangan lahir, mati, datang dan pindah, surat pengantar keterangan pembuatan SKCK, pengantar pembuatan ijin keramaian, surat pengantar IMB, surat keterangan

(9)

jemaah haji, pelayanan jual beli/potong hewan ternak, registrasi dan pelayanan jasa pertanahan.

II. Pungutan/iuran lainnya: Pungutan terhadap perusahaan/toko/warung (pengolahan kayu, penggilingan padi, warung besar dan warung kecil, angkutan kendaraan).

Kewenangan desa untuk mengusahakan pendapatannya secara swakelola tersebut diatur lebih lanjut dalam Permendes No. 1 tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

dalam Pasal 22, berdasarkan Permendes No. 1 tahun 2015 disebutkan bahwa: (i) Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang diberikan kepada masyarakat Desa. (2) Jasa layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. surat pengantar; b. surat rekomendasi; dan c. surat keterangan. Meskipun telah dikeluarkan aturan tersebut, namun hingga saat ini, rata-rata pemasukan desa dari pungutan yang paling signifikan justru berasal dari pungutan atas jasa layanan administrasi.

Jika diteliti lebih dalam berkaitan dengan Pemungutan Desa maka dapat kita pahami dan temui pada ketentuan Pasal 23 (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang menegaskan bahwa Desa berwenang melakukan pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum, wisata desa, pasar

(10)

Desa, tambatan perahu, karamba ikan, pelelangan ikan, dan lain-lain. (2) Desa dapat mengembangkan dan memperoleh bagi hasil dari usaha bersama antara Pemerintah Desa dengan masyarakat Desa.

Artinya bahwa pengaturan Pemungutan Desa sangat terbatas pada bidang- bidang tertentu jika merujuk pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Limitatif Pemungutan Desa pada desa tersebut penulis uraikan pada tabel dibawah ini:

Tabel II: Kekhususan Pemungutan Desa

No Objek yang menjadi kewenangan Pemungutan Desa

1. Tempat pemandian umum 2. Tempat wisata desa 3. Pasar Desa

4. Tambatan perahu 5. Keramba ikan 6. Pelelangan ikan

(Sumber : Penulis mengolah dari ketentuan Pasal 23 ayat (1) Permendes No. 1 tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan

(11)

Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa).

B. Akibat Hukum Pemungutan Desa Jika Hanya Melalui Hasil Putusan Rapat Perangkat Desa Saja.

1. Sumber Kewenangan Sebagai Dasar Hukum Pemungutan Desa.

Tentunya Pemerintah Desa dalam menjalankan Kewenangan-Nya harus memiliki kewenangan yang diberikan oleh UU apalagi berkaitan dengan tindakan Pemerintah desa dalam melakukan Pemungutan Desa. Syarat kewenangan ini sebagai upaya untuk mengantisipasi jangan sampai Pemerintah bertindak diluar aturan hukum yang ada atau aturan yang secara langsung memberikan Pemerintah Desa atau Kepala Desa suatu Kewenangan.

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa: “Setiap tindakan Pemerintahan

disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.

Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.1

1Philipus M. Hadjon op, cit, hlm. 7.

(12)

Sumber kewenangan sebagai dasar hukum Pemungutan Desa adalah suatu kewenangan yang mestinya bersumber langsung dari Peraturan desa yang dibuat khusus tentang Pemungutan Desa. Kewenangan secara langsung dari Peraturan desa ini dalam penulisan Penulis disebutkan sebagai kewenangan Pemerintah Desa secara Atribusi atau Kewenangan Kepala Desa secara Atribusi.

Peraturan Desa dijadikan sebagai landasan kewenangan Kepala Desa dalam melakukan pemungutan atau yang disebut dengan Pemungutan Desa maka yang utama dan paling mendasar untuk dilakukan adalah suatu Peraturan desa tentang Pemungutan Desa. Tentu pembuatan Peraturan desa yang berkaitan dengan Pemungutan Desa harus melibatkan berbagai unsur masyarakat dan juga pemangku kepentingan. Pembentukan Peraturan desa tentang Pemungutan Desa juga harus mengakomodir syarat dan asas pembentukan Peraturan perundang- undangan yang baik dan benar.

Syarat mutlak pembentukan Peraturan desa tentang Pemungutan Desa meliputi: 1) Perencanaan; 2) Penyusunan; 3) Pembahasan; 4) Penetapan; 5) Pengundangan; 6) Penyebarluasan.

1. Perencanaan

Dalam pembentukan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa maka Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat

(13)

memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.

2. Penyusunan

Penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa tentu akan diprakarsai oleh Pemerintah Desa. Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan. Selain itu, Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan. Apabila ada masukan dari masyarakat desa dan Camat maka masukan tersebut digunakan Pemerintah Desa untuk tindak lanjuti proses penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa dapat disampaikan kepada Kepala Desa dan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

3. Pembahasan

BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa. dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan

(14)

untuk dipersandingkan. Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan.

Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Selanjutnya, Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa tersebut wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

4. Penetapan

Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan. Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa maka Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan Sah menjadi Peraturan Desa.

5. Pengundangan

Sekretaris Desa mengundangkan Peraturan Desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.

6. Penyebarluasan

Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan

(15)

Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentinga

Gambar 1: Siklus Pembentukan Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa

(Sumber: Penulis Mengolah dari Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa).

Perencanaan Penyusunan

Pembahasan

Penetapan

Pengundangan Penyebarluasan

Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa

(16)

2. Pembatalan Keputusan Pemungutan Desa Yang Dilakukan Hanya Berdasarkan Hasil Putusan Rapat Perangkat Desa Saja.

Jika Pemerintah Desa mengeluarkan suatu Keputusan Pemungutan Desa tidak dilandasi dengan Dasar Hukum yang jelas maka sudah barang tentu tindakan tersebut Menyimpang dari Norma Hukum yang ada yakni Undang- undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Padahal semestinya Pemungutan Desa dibuat dalam bentuk suatu Peraturan di Desa agar dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab Pemerintah desa dalam hal melakukan pemungutan atau yang disebut dengan Pemungutan Desa memiliki landasan hukum yang jelas.

Selain itu, jika dibuatkan Peraturan Desa yang mengatur tentang Pemungutan Desa maka tidak serta merta dapat diterapkan tetapi hal ini harus dilihat dari aspek formil dan materil dalam pembuatan Peraturan desa tentang Pemungutan Desa apakah sudah sesuai dengan prosedur pembentukan Peraturan perundang- undang yang baik atau belum. Penilaian dari aspek materil juga dilihat apakah substansi pengaturan mengakomodir kepentingan publik secara keseluruhan atau tidak.

(17)

Kaitannya dengan pembentukan Peraturan Desa selanjutnya di singkat Perdes, dalam Skripsi ini Penulis mempertegas bahwa Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat Persetujuan Bersama Badan Perwakilan Desa, yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing Desa.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebuah Perdes dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Dalam konsep negara hukum yang demokratis keberadaan Peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa dalam pembentukannya harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori asas-asas pembentukan Peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van behoorlijk regelgeving), yaitu asas formal dan asas material.

Asas-asas formal meliputi:

1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin);

2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste organ);

3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel);

4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid);

5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus).

Asas-asas material meliputi:

(18)

1. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de duiddelijke terminologie en duidelijke systematiek);

2. Asas bahwa Peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel);

4. Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel);

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het beginsel van de individuelerchtsbedeling).

Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma hukum, karena pertimbangan etik yang masuk ke dalam rana hukum. Asas-asas pembentukan Peraturan perundang-undangan ini penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi pembentuk Peraturan Desa membuat suatu Peraturan atas dasar intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya asas pembentukan Peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum administrasi publik yang baik (general principles of good administration).

3. Partisipasi Masyarakat Sebagai Syarat Mutlak Dalam Pengambilan Keputusan tentang Pemungutan Desa.

Partisipasi masyarakat merupakan sala satu penentu bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Di lain pihak bahwa pembangunan desa atau kelurahan diarahkan pada kewajiban antara Pemerintah dan masyarakat. Bahkan

(19)

di dalam pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan desa dirumuskan bahwa mekanisme pembangunan desa atau kelurahan adalah merupakan perpaduan yang harmonis dan serasi antara dua kelompok kegiatan utama yaitu berbagai kegiatan Pemerintah sebagai kelompok kegiatan pertama dan berbagai kegiatan partisipasi masyarakat sebagai kelompok utama yang kedua. Dalam Ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dijelaskan bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dijelaskan pada bagian ketiga bahwa dalam pembangunan desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial.

Dari uraian tersebut diatas jelaslah sudah, bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan desa atau kelurahan bukan saja ditentukan oleh adanya peranan Pemerintah saja melainkan juga tergantung dari peran serta atau partisipasi masyarakat. Sasaran pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam arti masyarakat diharuskan berpartisipasi sepenuhnya dalam pembangunan. Dengan demikian masyarakat juga perlu diberi kesempatan untuk turut serta mengambil bagian dalam penyusunan suatu perencanaan usulan proyek pembangunan, terutama didalam menentukan proyek-proyek yang lebih

(20)

diprioritaskan dilaksanakan didesa agar supaya akan tercipta bahwa benar-benar pembangunan adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

Karena pada dasarnya kegiatan-kegiatan partisipasi masyarakat yang tumbuh dari bawah merupakan inisiatif dan kreasi yang lahir dari rasa kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. Mutlak diperlukan sesuai dengan hakekat pembangunan desa atau kelurahan yang pada prinsipnya dilakukan dengan bimbingan, pembinaan, bantuan dan pengawasan Pemerintah sehingga apa yang diharapkan dapat terwujud dengan baik. Satu hal yang tak boleh dilupakan dalam melakukan segala hal usaha dan kegiatan kearah pencapaian tujuan-tujuan tersebut dengan berhasil, ialah perlu adanya unsur pendorong yang menentukan serta pendobrak dalam menggerakkan partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat sebagai syarat mutlak dalam pengambilan keputusan pemungutan telah ditegaskan dalam berbagai ketentuan Peraturan perundang-undangan. Secara normatif masyarakat memiliki kedudukan hukum untuk mengontrol seluruh kebijakan Pemerintah desa dengan bersandar pada ketentuan Pasal 68 ayat (1) huruf a dan huruf c Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa a. Masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa, pelaksanaan pembangunan desa, Pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Pada ketentuan huruf c . bahwa masyarakat desa berhak menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau

(21)

tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintah desa, kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Selain itu, dalam pembentukan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa juga masyarakat harus dilibatkan pada tahapan penyusunan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa sebagaimana ditegaskan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa Bahwa Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa tentu akan diprakarsai oleh Pemerintah Desa. Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan.

Selain itu, Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan. Apabila ada masukan dari masyarakat desa dan Camat maka masukan tersebut digunakan Pemerintah Desa untuk tindak lanjut proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pemungutan Desa dapat disampaikan kepada Kepala Desa dan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

Referensi

Dokumen terkait

HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang pedoman pembangunan Desa, bahwa penyusunan RKP Desa harus dilakukan

Dalam penelitian ini penulis mengacu kepada pelaksanaan dari Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang