Bab III Meluaskan Wawasan dan Daya Kritis dengan Editorial
Defenisi Teks Editorial
Teks Editorial sering juga disebut “Tajuk Rencana”
Teks Editorial adalah artikel pokok dalam surat kabar yang merupakan pandangan redakasi terhadapa peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan ketika surat kabar tersebut diterbitkan.
(misalkan semasa covid-19 dahulu ada cuti bersama hingga weekend, nah nantinya persoalan ini akan ditanggapi oleh redaktur dan dibuatlah teks editorialnya)
Poin Penting Dalam Teks Editorial
Aktual
Menanggapi berita/peristiwa terkini, fenomenal, dan kontrovesional.
Analisis Subjektif
Analisis berdasarkan fakta dan data. Dikuatka dengan rangkaian argumentasi.
Sikap Redaktur
Editorial menunjukkan sikap dan keberpihakan redaktur terhadap peristiwa.
Struktur Teks Editorial
1. Tesis
Pendahuluan: penyampian isu.
2. Argumentasi
Pemaparan opini dan data penunjang.
3. Penegasan Ulang
Simpulan, rekomendasi/saran.
Contoh Teks Editorial
TEKS Keterangan
REPUBLIKA.CO.ID, Desakan penundaan pemilihan kepala daerah terus menguat. Setelah Ahad kemarin, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan sikapnya, mengimbau pemerintah menunda pilkada. Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengimbau hal serupa, menunda pilkada akhir tahun ini sampai kondisi lebih memungkinkan.
Sudah dua ormas Islam terbesar di negara ini bersikap tegas.
Mengapa pemerintah seolah menutup telinga? Apakah kurang jelas situasi pagebluk virus Covid-19 ini di mata pemerintah? Kondisi penyebaran virus belum juga bisa diatasi.
Tesis
Penyampaian isu:
Pemerintah tidak mengindahkan desakan ormas untuk menunda pilkada
Beberapa hari lalu Indonesia mencetak rekor harian kasus tertinggi, lebih dari 4.100 kasus per hari. Kasus harian Covid dari berbagai daerah terus meningkat. Secara nasional, tidak ada tanda-tanda penurunan tren kasus harian.
Dengan laju kasus harian yang amat cepat, sebenarnya cukup bisa diprediksi, apa yang akan terjadi pada Desember nanti saat pilkada.
September, angka kasus harian mencapai 4.000 kasus secara rerata.
Argumenatasi 1 Kasus Covid selalu mengalami kenaikan.
Dalam situasi pagebluk seperti ini, dengan tren kasus yang terus meningkat, sudah semestinya pemerintah memosisikan UU Karantina Kesehatan sebagai acuan utama. Bukan undangundang politik. Lalu, bagaimana solusinya?
Agrumentasi 2
Seharusnya pemerintah mengutamakan UU Karantina Kesehatan Sudah di depan mata: Kalau pemerintah berpikir jernih dan
mengedepankan kesehatan publik, opsi penundaan pilkada ha rus diambil. Jalan tengahnya mungkin seperti yang dianjurkan sejumlah pihak meski tidak dianjurkan kelompok kesehatan, yakni menyelenggarakan pilkada secara terbatas, di daerah yang masuk zona hijau.
Argumentasi 3
Pilkada harus ditunda atau dilakukan secara terbaas di zona hijau
Masalahnya, opsi ini pun tidak menutup kemungkinan akan terjadi klaster Covid pilkada di berbagai daerah. Bukan karena soal kampanye. Kampanye adalah hal yang bisa diatur lebih lanjut.
Melainkan, ketika publik memilih.
Argumentasi 4
Pilkada dapat memunculkan klaster baru.
Dengan argumen-argumen di atas, jelas sudah seharusnya apa yang mesti pemerintah lakukan. Kita juga perlu menggugah para kandidat calon kepala daerah. Yang jumlahnya ratusan dan sebagian sempat terjangkit Covid-19. Bila mereka dengan mudah bisa terkena, dan para menteri, bagaimana dengan rakyat di akar rumput yang mereka jadikan lumbung suara?
Ironis tentu. Karena dalam kampanye nanti, bila tetap dilakukan, para kandidat akan saling mengaku paling mengerti dan memahami rakyat.
Namun, para kandidat inilah yang mengirim rakyat pemilih mereka berhadapan paling depan dengan Covid-19.
Penengasan Ulang Simpulan:
Pilkada harus ditunda karena dapat membahayakan masyrakat.
Catatan:
Jadi, teks editorial ini selalu merupakan hasil tulisan media massa, dan diterbitkan oleh suatu media massa, pembahasannya tentang suatu topik yang sedang hangat dibicarakan.
Berdasarkan teks tajuk rencana/editorial kita bisa mendapat beberapa poin atau informasi penting, yaitu pemerintah akan tetap melanjutkan pilkada dan itu bertentangan dengan kehendak masyarakat yang dalam hal ini diwakili oleh dua ormas Islam besar di Indoensia yang menyarankan agar pilkada ditunda terlebih dahulu.
Ada beberapa hal yang ditunjukan secara tersirat oleh penulis/ redaksi Republica dalam tajuk rencana diatas, secara garis besar kita dapat mengetahui bahwa redaksi mengambil sikpa mereka berpihak kepada masyarkat dan berpihak kepada ormas yang menyarankan untuk menunda adanya pilkada (dan ini sebetulnya sudah tergambar ketika kita pertama kali membaca judul dari tajuk rencana tsb).
Dalam hal ini selain kita bisa menentukan keberpihakan penulis, kita juga bisa tahu bahwa dalam teks editorial kita perlu menyiapkan banyak data atau fakta, walaupun teks editorial itu berisi opini dari penulis tetapi harus dilengkapi oleh data data valid yang mendukung
Kalimat Fakta dan Opini Dalam Teks Editorial
1. Kalimat Fakta
Ciri – Ciri Kalimat Fakta:
- Bersifat objektif
- Sedang atau telah terjadi - Dapat dibuktikan kebenarannya - Berisi data-data akurat
Contoh Kalimat Fakta:
Berdasarkan data pemerintah hingga pukul 12.00 WIB, kamis (27/8/2020), diketahui total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 162.884 orang sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Griezzman berhasil mencetak 15 gol dari 48 penampilan diseluruh ajang sejak musim 2013/2014 (telah terjadi/telah berlalu)
2. Kalimat Opini
Ciri-Ciri Kalimat Opini:
- Pendapat seseorang (subjektif) - Menggunakan kata bersifat relatif - Kebenarannya tidak pasti. (Berupa saran) Contoh Kalimat Opini:
Sebelumnya, Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan bahwa kesehatan publik melalui pengawasan atau surveilans penting untuk diperhatikan pemerintah.
Setelah diketahui terjadi lonjakn penambahan kasus baru covid 19 hingga 4000 kasus, seharusnya masyarakat semakin waspada dan berhati-hati.
Kaidah Bahasa Dalam Teks Editorial
1. Kalimat Retoris
Kalimat retoris utama yang sering digunakan adalah kalimat pertanyaan yang tidak ditujukan untuk dijawab namun untuk merangsang pembaca agar merenungkan suatu masalah lebih dalam.
Contoh:
- Mengapa pemerintah seolah menutup telinga? Apakah kurang jelas situasi pagebluk virus Covid-19 ini di mata pemerintah? Kondisi penyebaran virus belum juga bisa diatasi.
- Sudah sepantasnya kita mematuhi protokol kesehatan bukan?
Catatan: jadi dalam kalimat retoris, penulis sudah tahu jawabannya tetapi tetap ditanyakan kepada pembaca.
2. Konjungsi Kausalitas (Sebab Akibat) Kata hubung yang menunjukkan sebab akibat Contoh:
- Sebab - Oleh sebab itu - Karena - Sehingga - Oleh karena itu
3. Bahasa Populer
Penggunaan kata-kata populer sehingga lebih mudah untuk dicerna oleh khalayak masyarakat seperti:
menengarai, pencitraan, balada, terkaget-kaget, dsb.
Penggunaan kata populer juga ditujukan agar pembaca tetap rileks meskipun tulisan dipenuhi tanggapan kritis.
Contoh:
Beberapa hari lalu Indonesia mencetak rekor harian kasus tertinggi, lebih dari 4.100 kasus per hari.
Kasus harian Covid dari berbagai daerah terus meningkat. Secara nasional, tidak ada tanda-tanda penurunan tren kasus harian.
Dengan laju kasus harian yang amat cepat, sebenarnya cukup bisa diprediksi, apa yang akan terjadi pada Desember nanti saat pilkada. September, angka kasus harian mencapai 4.000 kasus secara rerata.
Catatan: kalimat yang digaris kuning tsb, itu mempunyai bahasa yang lebih luwes atau santai, agar penulis bisa menyampaikan isi dari teks editorialnya lebih dekat kepada masyarakat.
4. Kata Ganti Penunjuk
Adalah kata ganti untuk menunjukkan lokasi atau sesuatu. Disebut juga pronomina demostrativa.
Kalau kata ganti orang pronomina persona - Umum, contoh: ini, itu
- Tempat, contoh: di sana, di sini, di situ, ke sana, ke sini, ke situ - Hal, contoh: begini, begitu
Contoh: Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis.
Ciri Teks Editorial
Berdasarkan isi dan berbagai penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri teks editorial adalah sebagai berikut.
1. Berisi fakta atau peristiwa yang aktual, sedang ramai diperbincangkan, hingga kontroversial.
2. Berupa opini atau pendapat redaksi media massa terhadap peristiwa yang diberitakan
3. Memiliki kritik, penilaian, apresiasi, prediksi, saran maupun harapan terhadap isu yang dibahas.
4. Terdapat saran atau rekomendasi yang dapat menjadi solusi ditunjukkan oleh bagaimana caranya secara konkret.
Tahapan Menulis Teks Editorial
Sederhananya, Sumadiria (2011, hlm. 90) mengungkapkan bahwa proses penggarapan teks editorial (tajuk rencana) terbagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut.
Pencarian ide dan topik
Seleksi dan penetapan topik
Pembobotan substansi materi dan penetapan tesis
Proses pelaksanaan penulisan
Sementara itu, Tim Kemdikbud (2017, hlm. 106) langkah-langkah untuk menulis teks editorial adalah sebagai berikut.
1. Bacalah dua atau tiga teks editorial/tajuk rencana dari sumber berita (media massa) yang berbeda sebagai berbagai referensi gaya penulisan.
2. Susunlah data isu-isu utama untuk dirumuskan menjadi pernyataan umum.
3. Telusuri data-data pendukung atas pernyataan umum sudah ditulis sebelumnya dari berbagai sumber terpercaya seperti buku, media massa terpercaya, lembaga penelitian, badan pusat statistik, jurnal ilmiah baik secara daring maupun luring.
4. Susun perincian data data tersebut lalu analisis dan buat argumen berdasarkan hasil analisisnya.
5. Tafsirkan berbagai argumen-argumen yang telah dibuat menjadi pendapat baik berupa kritik, apresiasi, harapan, atau penilaian umum.
6. Kemukakan saran atau rekomendasi dan tunjukkan caranya, agar memberikan solusi, bukan hanya sekedar kritik saja atau rincikan kebaikannya tidak hanya memuji saja.
7. Kemaslah seluruh kerangka yang telah dipersiapkan menjadi tulisan teks editorial dengan kalimat dan paragraf yang efektif agar tidak terlalu panjang dan tetap ringan untuk dibaca; 8-10 paragraf, setiap paragraf terdiri dari 2-3 kalimat.
Kemudian, Kosasih (2017, hlm. 293) mengatakan langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
Memilih (selecting)
Merupakan langkah yang memilih isu-isu hangat yang akan diangkat ke dalam tulisannya.
Mengumpulkan (collecting)
Maksud dari mengumpulkan adalah mengumpulkan berbagai data yang dapat memperkuat argumen dan opini yang akan disampaikan agar editorial lebih dari sekedar opini.
Mengaitkan (connecting)
Berarti mengaitkan atau menghubungkan data dan argumen, hingga mendiskusikannya dengan seluruh anggota redaksi, karena editorial mewakili media secara keseluruhan, bukan opini pribadi.
Memperbaiki (correcting)
Membaca kembali tulisan secara menyeluruh dan memastikan tidak ada dalam ketepatan isi, struktur, dan kaidah kebahasaan.