• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "BAB III"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Bentuk Perlindungan Terhadap Pekerja Pada Perseroan Terbatas Yang Melakukan Merger (Penggabungan)

Mengkaji penggabungan perseroan terbatas di Indonesia dan dampak dari tindakan penggabungan tersebut terhadap pekerja. fokus kajian sebenarnya bagaimana tujuan dari peraturan yang mengatur tentang penggabungan perseroan terbatas dan perturan yang mengatur dampak dari tindakan penggabungan perseroan tersebut terhadap pekerja, dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap dampak penggabungan tersebut terutama dampak negatif terhadap pekerja dari penggabungan perseroan terbatas berupa pemutusan hubungan kerja. Peraturan yang mengatur tentang penggabungan perseroan terbatas adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut dapat dilihat pada bagian menimbang undang-undang tersebut, yang menyatakan :

a) Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

(2)

b) bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;

c) bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

d) bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

e) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.

Penjelasan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengatakan penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikontruksi, kepentingan pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh dilanggar pada perbuatan hukum penggabungan.

(3)

Hal itupun ditegaskan Pasal 126 ayat (1), bahwa perbuatan hukum penggabungan

“wajib memperhatikan kepentingan pihak tertentu, terdiri atas:

a) Kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;

b) Kepentingan kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan c) kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Syarat yang dikemukakan diatas, bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di

antaranya dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.46Dapat katakan bahwa tindakan penggabungan tidak dapat dilakukan apabila merugikan pihak pekerja. Dalam setiap tindakan penggabungan yang dilakukan perseroan terbatas akan menghasilkan 2 (dua) dampak terhadap pekerja yaitu:47

1) Dampak positif yaitu pekerja dari perseroan terbatas yang melakukan penggabungan, pada perseroan terbatas hasil penggabungan akan dipekerjakan kembali dengan hak dan kewajiban yang kemudian diatur dalam perjanjian kerja yang baru. Dampak positif penggabungan perseroan terbatas memungkinkan pekerja memperoleh gaji atau penghasilan yang lebih besar pada perseroan hasil penggabungan, bekerja pada perseroan terbatas yang lebih besar dan lebih terkenal dan juga akan mengurangi jumlah pengangguran ketika penggabungan tersebut membutuhkan penambahan pekerja.

46M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 486.

47 Felix Oentoeng Soebagijo, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan implikasinya dalam Praktek Akuisisi Perusahaan, Penggabungan, dan Peleburan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 52.

(4)

2) Pekerja tidak dipekerjakan kembali atau terkena pemutusan hubungan kerja hal ini tentu akan berdampak negatif bagi pekerja yang diberhentikan karena akan kehilangan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari baik bagi dirinya dan keluarganya.

Dampak tersebut tentunya perlu perlindungan hukum agar pekerja mendapat status yang jelas dalam sebuah perseroan hasil penggabungan. Sebab menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada bagian menimbang dan pada Pasal 126 undang-undang tersebut penggabungan perseroan terbatas tidak dapat dilakukan apabila merugikan pemangku kepentingan perseroan terbatas yang salah satunya adalah pekerja.

Pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dan dalam sebuah perseroan untuk menghasilkan produksi itu dibutuhkan pekerja. Sehingga perlindungan terhadap pekerja perlu untuk dilindungi berkaitan dengan perlindungan terhadap kepentingan pekerja diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja pada perseroan-perseroan yang melakukan penggabungan. Bentuk perlindungan terhadap pekerja pada perseroan yang melakukan penggabungan untuk diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja dapat dilihat dalam Pasal 11 Jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 27

Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, mengatur bahwa selain hal-hal sebagaimana dimaksud setiap rancangan penggabungan yang dilakukan harus membuat penegasan dari perseroan terbatas yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri. Penjelasan mengenai segala hak dan

(5)

kewajiban dari perseroan yang menerima penggabungan, termasuk salah satu kewajiban tersebut adalah mengenai hak-hak pekerja pada perseroan hasil penggabungan akan diatur dalam perjanjian kerja antara perseroan hasil penggabungan dengan pekerjanya, dimana hak-hak yang akan diterima pekerja tidak boleh merugikan pekerja. salah satu contoh hak tersebut adalah gaji, jadi gaji di perseroan sebelum dan sesudah penggabungan tidak boleh lebih kecil ketika perseroan bergabung.48

Perseroan yang melakukan penggabungan hanya boleh melakukan pemutusan hubungan kerja (tidak bersedia lagi menerima pekerja di perseroannya) bilamana setelah dilakukan penggabungan terjadi perampingan dan efisiensi sumber daya manusia atau dilakukan rotasi/ mutasi (reposisi) dalam rangka penyesuaian kualifikasi dan kompetensi kerja para pekerja dan kebutuhan manajemen. Artinya pemutusan hubungan kerja tidak boleh berdasarkan factor lain seperti karena faktor suka atau tidak suka.49

Penjelasan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengatakan penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikontruksi, kepentingan pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh dilanggar pada perbuatan hukum penggabungan.

Hal itupun ditegaskan Pasal 126 ayat (1), bahwa perbuatan hukum penggabungan wajib memperhatikan kepentingan pihak tertentu yang salah satunya adalah pekerja.

Pemutusan hubungan kerja jelas merugikan pekerja. karena ketika pekerja di

48Felix Oentoeng Soebagijo, Op. Cit., hlm. 53.

49 http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl3245/mekanisme-pelaksanaan-pasal-163-uu- no- 132003, Tanggal 30 Oktober 2019.

(6)

berhentikan, menyebabkan pekerja tidak punya penghasilan lagi sehingga akan sulit memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur apa akibat jika perseroan memberhentikan pekerja, begitu juga apa hak-hak pekerja jika diberhentikan, Juga tidak diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

Untuk dapat mengetahui apa yang menjadi hak pekerja yang terkena dampak negatif pemutusan hubungan kerja maka harus dilihat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diatur ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) baik oleh pengusaha yang sudah tidak bersedia menerima pekerja, maupun pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya penggabungan.50 Teknis pelaksanaan (prosedur) pemutusan hubungan kerja dalam Pasal 163 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pada dasarnya merujuk pada ketentuan Pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, bahwa dalam setiap pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme mediasi, konsiliasi), baik perundingan mengenai alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut hak-hak atau kewajiban yang harus diselesaikan. Apabila perundingan sebagaimana yang dimaksud gagal, maka hanya dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (LPPHI) dan wajib dibuat risalah perundingan untuk menempuh proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja selanjutnya. Selama putusan

50Ibid

(7)

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pemeberi kerja maupun pekerja tetap menjalankan kewajibannya seperti semula, kecuali jika pemberi kerja/ pengusaha melakukan skorsing kepada pekerja.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011, maksud belum ditetapkan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum bekekuatan hukum tetap.51

Terkait dengan pemutusan hubungan kerja karena alasan penggabungan, perseroan hanya dapat memutuskan hubungan kerja (tidak bersedia lagi menerima pekerja) bilamana setelah dilakukan penggabungan terjadi perampingan dan efisiensi sumber daya manusia atau dilakukan reposisi/ mutasi dalam rangka penyesuaian kualifikasi dan kompentensi kerja para pekerja sesuai formasi, pekerjaan dan kebutuhan manajemen, artinya PHK bukan karena faktor suka atau tidak suka. Jika pekerja perseroan tidak bersedia menerima perkerja di perseroannya, pekerja berhak mendapatkan uang pesangon sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasa 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.52

Pekerja hanya dapat mengakhiri hubungan kerja (tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan kerja) dalam perseroan melakukan penggabungan, yang mengakibatkan adanya perubahan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban yang

51 Zulfa Simatur, Fitria Pratiwi dan Lis Sutinah (Tim Visi Yustisia), Buku Pintar Pekerja Terkena PHK, dari Meperoleh Hak yang Semestinya Sampai Merintis Karier Baru, (Jakarta:

Visimedia, 2015), hlm. 2.

52Ibid, hlm. 15.

(8)

berbeda dengan apa yang telah dituangkan dalam perjanjian kerja dan/ atau peraturan perseroan/ perjanjian kerja bersama sebelumnya. Kecuali telah diatur/

diperjanjikan sebelumnya, dengan kata lain, apabila setelah dilakukan penggabungan tidak terjadi perubahan syarat-syarat kerja dan/ atau tidak dilakukan rotasi/ mutasi (termasuk reposisi atau demosi), maka pekerja yang bersangkutan tidak berhak untuk menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana tersebut diatas. Apabila pekerja bersangkutan tetap menghendaki pemberhentian hubungan kerja, maka dianggap sebagai mengundurkan diri secara sukarela, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Bagi pekerja yang mengudurkan diri atas kemauan sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pekerja hanya berhak atas uang penggantian hak yang terinci dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No.

13 Tahun 2003, yaitu:

a) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja;

c) Penggantian perumahan serta penggobatan dan perawatan ditetapkan 15

% (lima belas persen) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d) Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sedangkan jika pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pekerja berhak mendapatkan uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan uang

(9)

penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

Dapat dianalisis bahwa bentuk perlindungan pekerja yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja terhadap perseroan yang melakukan penggabungan baik itu karena pekerja yang meminta sendiri pemutusan hubungan kerja maupun pemutusan hubungan kerja tidak diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga peraturan pelaksananya. Sehingga harus merujuk kepada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tindakan penggabungan perseroan yang berakibat pemutusan hubungan kerja. Dapat disimpulkan baik berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan juga peraturan pelaksananya maupun juga dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa perseroan dapat memberhentikan pekerja secara sepihak dengan alasan efisensi dan juga kelebihan jumlah pekerja sehingga tidak sanggup untuk membayar gaji pekerja. bahkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur kapan pekerja dapat PHK, apakah setelah terjadi penggabungan atau apakah sesudah terjadi penggabungan. Hal tersebut menyebabkan pekerja dapat di berhentikan sebelum dan sesudah perseroan bergabung.

Jika merujuk dalam Pasal 163 ayat (2) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa perseroan terbatas dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan melakukan penggabungan. Dan untuk membuktikan bahwa perseroan melakukan penggabungan maka perseroan harus menunjukan bukti bahwa mereka telah melakukan penggabungan, yaitu dengan akta penggabungan

(10)

yang telah disetuji oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia jika terjadi perubahan anggaran dasar dan cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bila tidak terjadi perubahan anggaran dasar seperti yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dapat dianalisis baik dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan juga peraturan pelaksananya maupun Undang-Undang yang mengatur dibidang ketenagakerjaan bahwa bentuk perlidungan bagi pekerja yang terkena dampak negatif berupa pemutusan hubungan kerja, hanya berupa pemberian uang pesangon, uang penggantian masa kerja dan uang penggantian hak.

B. Dampak Merger Perseroan Terbatas Terhadap Pekerja

Setiap kegiatan usaha diatur oleh kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan, dalam permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan.

Kebanyakan jasa tenaga kerja bukanlah merupakan barang jadi yang siap dinikmati konsumen, melainkan masih merupakan bahan atau input untuk memproduksi barang lainnya. Bergabungnya dua atau lebih perseroan menjadi satu perseroan tentunya juga akan mengakibatkan menentukan jumlah permintaan jasa tenaga kerja yang diperlukan oleh perseroan tersebut untuk memproduksi berbagai barang ataupun jasa yang siap dijual.53

Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa tindakan penggabungan tidak boleh merugikan pekerja, untuk itu penggabungan perseroan yang menerima penggabungan harus tetap mempekerjakan

53Gregory Makiw, Pengantar Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 560.

(11)

baik pekerjanya sendiri dan mempekerjakan kembali pekerja dari perseroan yang menggabungkan diri. Pekerja yang dipekerjakan kembali oleh perseroan hasil penggabungan (merger), dalam Pasal 11 Jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, mengatur bahwa selain hal-hal sebagaimana dimaksud setiap rancangan penggabungan yang dilakukan harus membuat penegasan dari perseroan terbatas yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri. Penjelasan mengenai segala hak dan kewajiban dari perseroan yang menerima penggabungan termasuk salah satu kewajiban tersebut adalah mengenai hak-hak pekerja pada perseroan hasil penggabungan akan diatur dalam perjanjian kerja antara perseroan hasil penggabungan dengan pekerjanya, dimana hak-hak yang akan diterima pekerja tidak boleh merugikan pekerja.

Dapat dianalisis bahwa pekerja yang di pekerjakan kembali oleh perseroan penerimaan penggabungan merupakan dampak positif. Dampak positif pekerja dipekerjakan kembali ketika:54

1) Perseroan A perseroan kecil bergabung dengan perseroan B yang lebih besar. Sehingga pekerja dari perseroan A yang dulunya bekerja di perseroan kecil dengan bergabungnya perseroan tersebut, menjadi bekerja pada perseroan yang lebih besar dan lebih kuat sehingga pendapatan berupa gaji bisa meningkat. Seperti penggabungan perseroan farmasi yang mana

54 Karona Cahya Susena Kamaludi, dan Berto Usman, Restrukturisasi Merger dan Akuisisi, (Bandung: Mandar Maju, 2015), hlm. 39.

(12)

PT. Dankos L. Tbk, dan PT. Ensavel menggabungkan diri dengan perseroan yang lebih besar yaitu PT. Kalbe Farma Tbk, yang tentunya pekerja dari PT. Dankos L.Tbk dan PT Ensavel sekarang menjadi pekerja pada PT. Kalbe Farma Tbk.

2) Perseroan yang bergabung menjadi semakin sebesar. Sehingga selain tetap mempekerjakan pekerja pada perseroan yang melakukan penggabungan akan manambah jumlah pekerja untuk meningkatkan produksi. Seperti penggabungan PT Sucofindo dan Bergabung dengan PT Surveyor Indonesia, yang setelah bergabung akan melakukan ekspansi usaha ke sejumlah negara di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Honkong. Direktur Utama Sucofindo-SI Fahmi Sadiq mengatkan akan menambah jumlah pekerja untuk kebutuhan ekspansi ketiga Negara tersebut.

Dapat dianalisis penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak positif terhadap pekerja yang dipekerjakan kembali oleh perseroan yang menerima penggabungan, terutama pekerja dapat bekerja di perseroan yang lebih besar, dengan gaji yang lebih besar dan penggabungan perseroan tersebut dapat mengurangi penggangguran dengan semakin besarnya perseroan tersebut tentunya juga membutuhkan pekerja yang lebih besar, sehingga dapat menyerap lebih banyak pekerja. hal ini dapat dilihat penggabungan PT Sucofindo dan Bergabung dengan PT Surveyor Indonesia. Dimana setelah bergabung akan melakukan ekspansi usaha ke sejumlah Negara di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Honkong. Direktur

(13)

Utama Sucofindo-SI Fahmi Sadiq mengatkan, akan menambah jumlah pekerja untuk kebutuhan ekspansi ketiga Negara tersebut.55

Tujuan penggabungan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan ekspansi aset perseroan, peningkatan penjualan, dan ekspansi pangsa pasar pihak yang melakukan merger atau akuisisi. Tujuan-tujuan tersebut merupakan tujuan jangka menengah. Tujuan yang lebih mendasar adalah pengembangan kekayaan para pemegang saham melalui penggabungan dan akuisisi yang ditujukan pada pengaksesan atau penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan bagi perseroan yang melakukan penggabungan dana akuisisi. Menurut Ross, Westerfield, dan Jordan dalam teori keuangan modern, menyebutkan bahwa memaksimalkan kekayaan pemegang saham dianggap sebagai kriteria rasional untuk investasi dan keputusan finansial yang dibuat oleh para meneger.56

Memaksimalkan kekayaan pemegang saham yang menjadi tujuan sebenarnya penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak negatif bagi pemangku kepentingan yang salah satunya adalah pekerja. Bergabungnya perseroan menyebabkan departemen (devisi) dalam perseroan yang sebelumnya berbeda akan menjadi satu pada perseroan yang menerima penggabungan. Sehingga pekerja dalam departemen (devisi) juga akan dipersatukan pada perseroan yang menerima penggabungan.57

55 http://ekbis.sindonews.com/read/726472/34/perusahaan-meger-sucufindo-si-akan- ekspansi- ke-asia-1363079612, diakses pada Tanggal, 30 Oktober 2018

56Karona Cahya Susena Kamaludin, Berto Usman, Op. Cit.

57Jeff Madura, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hlm. 30.

(14)

Pekerja merupakan faktor produksi dalam sebuah perseroan. Pada setiap akan melakukan penggabungan, para direksi maupun menejer-menejer dalam sebuah perseroan tentunya telah melakukan uji tuntas termasuk telah melakukan penghitungan hasil produksi yang akan dihasilkan ketika perseroan tersebut bergabung. Para direksi masing-masing perseroan akan melihat bagaimana produksi yang akan dihasilkan akan mempunyai harga yang kompetitif dan memungkinkan konsumen maupun masyarakat tertarik untuk membelinya. Hal tersebut akan berdampak negatif pada pekerja, apabila pekerja yang merupakan faktor produksi akan dilakukan pengurangan jumlah pekerja harus dikurangi untuk mendapat harga produksi yang kompetitif.58

Pengurangan jumlah pekerja akan semakin buruk jika perekonomian suatu negara itu tidak baik. Perekonomian yang buruk menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga masayarakat cenderung berhemat untuk membeli suatu barang atau menggunakan suatu jasa yang merupakan hasil produksi yang ditawarkan oleh perseroan, dan hal tersebut tentunya akan menjadi pertimbangan para direksi dan manejer-menerjer yang malakukan penggabungan dalam penghitungan hasil produksi yang kompetitif sehingga memungkinkan pengurangan jumlah pekerja yang lebih besar lagi.59 Hal tersebut dilakukan oleh para direksi atupun menejer untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan untuk menghasilkan penggabungan perseroan terbatas yang berhasil.

58Gregory Makiw, Op. Cit., hlm. 513.

59Ibid, hlm. 514

(15)

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dampak negatif yang dapat diterima pekerja, sebab ketika pekerja di PHK otomatis mereka akan kehilangan mata pencaharian. Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan: tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.60

Penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak pemutusan hubungan kerja, itu terjadi karena dengan bergabungnya dua atau lebih perseroan yang menyebabkan beberapa perseroan tersebut sebelumnya terdiri dari beberapa perseroan dengan adanya penggabungan tersebut akan hanya menjadi satu perseroan saja, yaitu perseroan yang menerima penggabungan. Pemutusan hubungan kerja terjadi, ketika perseroan yang bergabung tersebut jika seluruh pekerja dari seluruh perseroan yang bergabung diterima kembali, maka kebutuhan perseroan akan pekerja akan berlebih, dan perseroan tersebut tidak sanggup untuk membayar gaji dari para pekerja tersebut oleh karena akan membuat hasil produksi dari perseroan yang bergabung akan sangan mahal. Misalnya perseroan A, B, bergabung dengan perseroan C.

Perseroan A memiliki pekerja di bidang pemasaran sejumlah 10 (sepuluh) orang, Perseroan B sejumlah 10 (dua belas) orang dan C sejumlah 15 (lima belas) orang.

Sementara dengan bergabungnya perseroan tersebut, perseroan hasil penggabungan hanya membutuhkan 20 (dua puluh) orang untuk ditempatkan pada bagian pemasaran sehingga akan terjadi pemutusan hubungan kerja sejumlah 15 (lima belas) orang

60Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hlm. 1.

(16)

pekerja,61 hal tersebut dapat dilihat rencana penggabungan PT Chevron Pacific Indonesia yang berkantor di Provinsi Riau, dengan Chevron Indonesia Company (CICo) di Kalimantan Timur, yang menurut Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), tiap langkah penggabungan selalu diikuti dengan pengurangan tenaga kerja, karena ada departemen atau divisi yang digabung sehingga terjadi pengurangan dan ada departemen atau divisi yang dibubarkan untuk menghasilkan produksi yang kompetitif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) ini tidak akan mengganggu target minyak dan gas nasional, dan merupakan strategi untuk melakukan efisiensi.62

Dampak negatif dari penggabungan juga dapat dilihat pada kasus PT Securior Indonesia yang melakukan penggabungan di tingkat Internasional antara Grup 4 (empat) Flock dengan PT Securior di Inggris, yang memberhentikan 259 orang pekerja secara sepihak, yang mana menurut putusan Mahkamah Agung harus mempekerjakan kembali para pekerja tersebut. Tetapi pihak PT Securior belum memenuhi putusan tersebut, dengan alasan karena tidak mungkin mempekerjakan para pekerjanya kembali, sebab PT Securior selama ini bekerja dengan klien, dan akibat mogok yang dilakukan, para klien mengalami kerugian dan tidak mau bekerja sama kembali.63

Dapat dianalisis bahwa dampak negatif terhadap penggabungan perseroan terbatas berupa tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ketika perseroan

61Marcel Go, Akuisisi Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 12.

62 http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2269511/phk-di-chevron-ternyata-karena- merger, Diakses pada Tanggal, 30 Oktober 2018

63http://news.detik.com/berita/617795/6-lsm-dukung-kariyawan-securior, Diakses pada Tanggal, 30 Oktober 2018

(17)

bergabung terdapat kelebihan jumlah pekerja dan perseroan harus tetap dapat melakukan tindakan efisiensi agar menghasilkan faktor produksi yang kompetitif sehingga tujuan dari penggabungan yaitu pemaksimalan kekayaan pemegang saham dapat tercapai. Dampak negatif berupa tindakan pemutusan hubungan kerja lebih ditentukan oleh perseroan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus PT Sucorior yang menurut putusan Mahkamah Agung harus mempekerjakan kembali pekerja yang di PHK, tetapi karena tidak sanggup membayar gaji pekerja tersebut, para pekerja tetap tidak dipekerjakan kembali.

Dampak negatif yang dialami pekerja ini sangat berbeda dengan stake holder (pemangku kepentingan) lainnya dalam perseroan terbatas, dapat dilihat dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan perbuatan hukum penggabungan wajib memperhatikan kepentingan: (a) perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, (b) kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan (c) masyarakat dan persaingan sehat dan melakukan usaha. bagi pemegang saham minoritas ketika tidak menyetujui tindakan penggabungan dapat meminta menjual sahamnya pada perseroan dengan harga yang wajar, tetapi tidak menghambat atau menghentikan proses penggabungan (Pasal 62 Jo. Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007). Selanjutnya bagi kreditor diberi hak kepada mereka untuk mengajukan keberatan terhadap rencana penggabungan, bahkan selama penyelesaian keberantan kreditor belum tercapai baik oleh direksi

(18)

maupun oleh Rapat Umum Pemegang Saham, maka selama itu pula penggabungan perseroan tidak tidak dapat dilaksanakan.64

Dampak yang dialami pekerja, jika dibandingkan dengan pemangku kepantingan lainnya dapat disimpulkan tidak adil. Bahwa pekerja dapat diberhentikan secara sepihak oleh perseroan yang tentunya pemutusan hubungan kerja tersebut sangat merugikan pekerja. sebab ketika pekerja diberhentikan maka mereka akan kehilangan penghasilan tetap yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

64M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 481-495.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu hak warga negara untuk dapat menikmati layanan telekomunikasijuga dijamin dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hak