Untuk itu dilakukan pengukuran garis pindai sambungan pada titik koordinat pengamatan yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan dapat dilihat pada titik-titik pada peta pada Gambar 4.4. Pengukuran ini diperlukan karena terdapat faktor internal yang dapat mempengaruhi kualitas dan nilai kekuatan massa batuan penyusun lereng. Nilai RQD ini berfungsi sebagai nilai yang menunjukkan kualitas suatu massa batuan yang dilihat dari tingkat kepadatan kekar pada massa batuan penyusun lereng tersebut.
Nilai RQD ini juga diperlukan untuk menghitung nilai RMR (rock mass rating) atau pembobotan massa batuan, dimana perhitungan ini juga berfungsi untuk mengetahui kualitas massa batuan penyusun lereng sebelum dilakukan pemodelan. Klasifikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kualitas massa batuan penyusun lereng dengan menggunakan data permukaan. Berbagai parameter pengelasan digunakan dalam mengklasifikasikan massa batuan ini, seperti kuat tekan uniaksial (UCS), peruntukan kualitas batuan (RQD), jarak sambungan, kondisi sambungan, dan kondisi air tanah yang diperoleh dari pengujian di lokasi penelitian.
Dimana data tersebut nantinya akan menjadi parameter atau acuan untuk mengetahui kestabilan massa batuan penyusun lereng, mengetahui kualitas massa batuan dan melihat arah umum sambungan atau struktur geologi yang memotong arah massa batuan tersebut. . permukaan miring yang dapat menimbulkan potensi lereng akan mengalami longsor. Sedangkan arah atau posisi sambungan pada lereng pengamatan memiliki arah sambungan yang bervariasi sepanjang pengukuran 38 meter. Sedangkan arah atau posisi mata rantai pada kemiringan pengamatan bervariasi sepanjang pengukuran 28 meter di KD1 dan pengukuran 32 meter di KD2.
Data tersebut merupakan data yang mewakili sifat fisik dan mekanik massa batuan penyusun lereng di lapangan.
Uji Normalitas
Di bawah ini adalah contoh histogram yang dibentuk dari data yang berdistribusi normal. Analisis kestabilan lereng menggunakan software pendukung sebagai tahap ke 2, yaitu suatu pendekatan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu lereng dengan membuat model lereng dengan ketinggian (kedalaman) dan sudut tertentu untuk mendapatkan material galian yang optimal dari sudut pandang survei geoteknik. Parameter masukan ini sangat berperan untuk mengetahui apakah suatu lereng akan runtuh atau tidak berkat sifat fisik dan mekaniknya jika dirancang menjadi lereng sampai kedalaman dan sudut tertentu, karena pada dasarnya faktor keamanan berasal dari perbandingan gaya penggerak dan gravitasi.
Selain itu, parameter masukan untuk menentukan nilai probabilitas kesalahan suatu lereng juga diperlukan beserta datanya. Selain parameter input di atas, yang akan mempengaruhi desain lereng adalah relatif terhadap seberapa tinggi muka air tanah pada lereng yang diamati. Seperti yang telah dibahas pada Bab 2, menurut Hoek dan Bray, terdapat 5 jenis kondisi air tanah yang dapat dijadikan acuan dari 1-5, yaitu dari kering hingga sangat jenuh atau penuh air.
Untuk mengetahui kondisi terburuk dan terbaik maka pemodelan kondisi input MAT ini dibandingkan dengan kondisi MAT 1 atau kering, dan 5 atau sangat jenuh. Faktor seismik ini dapat menyebabkan turunnya nilai kestabilan lereng secara langsung dan dapat memberikan potensi terjadinya longsor pada lereng yang ada pada saat penambangan atau tidak. Oleh karena itu, dalam perancangan lereng diperlukan faktor keamanan minimum lereng pada saat terjadi gempa, agar tidak terjadi tanah longsor.
Untuk mengetahui seberapa besar gempa yang akan terjadi di lokasi penelitian digunakan peta referensi gempa yaitu Peta Zonasi Seismik Indonesia. Pada peta zonasi seismik terlihat bahwa wilayah Cirebon merupakan wilayah yang terdampak gempa bumi berkekuatan 0,05-0,1 g. Setelah mengetahui beberapa parameter utama pemodelan lereng, langkah selanjutnya adalah mengetahui seberapa besar kriteria atau standar faktor keamanan dan probabilitas dalam perancangan lereng.
Dalam hal ini standar yang menjadi acuan resmi adalah acuan yang dikeluarkan oleh negara atau pemerintah, yang saat ini adalah KEPMEN 1827 K/MEM/2018. Untuk memilih kriteria mana yang akan digunakan untuk memodelkan lereng ini, Anda dapat menyesuaikan jenis lereng yang akan dibuat dan memilih kriteria kemungkinan tingkat keparahan tanah longsor. Dalam hal ini dipilih tingkat keparahan longsor sedang untuk lereng total, sehingga untuk memodelkan lereng nantinya harus mempunyai nilai FK statis minimal 1,3, sedangkan untuk FK dinamis dipilih 1,05 dengan nilai peluang longsor maksimum sebesar 10%K≤1.
Model Geoteknik
Alterasi batugamping dengan lempung (didominasi batugamping): Alterasi batugamping dengan lempung (didominasi serpih): batugamping mutu tinggi. Berdasarkan hasil gambar penampang diatas terlihat bahwa litologi pada lapisan tanah bawah pada seksi B dan D mempunyai litologi yang sama. Selain itu, gaya-gaya geologi yang ada pada saat batuan tersebut terbentuk mempunyai kedudukan yang berbeda-beda akibat dorongan gaya-gaya tersebut dari arah yang berbeda-beda.
Dari segi struktur, litologi pada kedua tambang tersebut terdiri dari tua hingga muda, terdiri dari batulumpur, batugamping marly, batulumpur, batugamping alterasi (kapur kaya), batugamping alterasi (kaya tanah liat), batugamping kualitas tinggi dan lumpur.
Analisis Kemantapan Lereng Keseluruhan
Berdasarkan hasil optimasi kemiringan lereng diperoleh hasil optimasi rekomendasi untuk kuari B dan D yang ditandai dengan kolom kuning pada Tabel 4.15 di atas. Berdasarkan peta sebaran garis diatas terdapat 3 ruas lereng yang akan dipelajari, dioptimasi dan dianalisis dari kondisi saat ini untuk mencapai optimasi. Berdasarkan hasil optimasi pemodelan penampang aktual lereng KB2, maka lereng KB2 dapat dioptimalkan hingga kedalaman -40 m.
Berdasarkan hasil optimasi pemodelan diameter sebenarnya lereng KB3, maka lereng KB3 dapat dioptimalkan hingga kedalaman -60m. Berdasarkan grafik sebaran garis diatas terdapat 3 bagian lereng yang akan dipelajari, dioptimasi dan dianalisis mulai dari kondisi sebenarnya hingga tercapai optimasi. Berdasarkan hasil pemodelan optimasi diameter sebenarnya lereng KD2, maka lereng KD2 dapat dioptimalkan hingga kedalaman -60m.
Berdasarkan hasil pemodelan optimasi penampang aktual lereng KD3, maka lereng KD3 dapat dioptimalkan hingga kedalaman -80m.
Analisis Kemantapan Lereng Tunggal
Berdasarkan nilai stabilitas lereng yang dihasilkan dari pemodelan lereng tunggal, dapat disimpulkan bahwa untuk lereng yang dapat direkomendasikan untuk desain di pertambangan, masing-masing litologi mengacu pada data di atas kolom oranye. Nilai tersebut direkomendasikan karena dirasa baik dari segi elevasi maupun sudut muka lereng sudah maksimal untuk litologi di atas ditinjau dari pengalaman lapangan, meskipun nilai FK yang dihasilkan masih jauh dari nilai kriteria baku.