Pada saat melakukan pengukuran dengan River Surveyor M9 (RS M9), ada beberapa prosedur yang harus dilakukan agar data yang diperoleh akurat, antara lain: Merakit alat dengan memasang alat River Surveyor M9 yang sudah terpasang GPS, dan daya. modul komunikasi ( PCM) ke hydroboard (Gambar 4.4). Pengukuran dilakukan dari tepi bendungan tailing ke titik berlawanan (searah), kemudian digeser jarak 25 m, kemudian dilakukan pengukuran kembali.
Survei dimulai dengan perintah tepi awal di River Surveyor secara langsung dan diakhiri dengan tepi akhir. Pengambilan sampel dilakukan di tepi bendungan tailing dengan menggunakan alat penggali tangan dan ekskavator (Gambar 4.9). Titik pengambilan sampel dilakukan di pinggir bendungan sterilisasi, lokasi ini merupakan bendungan tailing yang telah mengalami pendangkalan untuk mengeluarkan slurry batubara (Gambar 4.10).
Tujuan dari pemisahan slurry batubara adalah agar batubara halus yang dijadikan bahan penelitian dapat diuji dan dianalisis sehingga dapat mendukung data dalam penilaian sumber daya batubara halus. Setelah minyak dan batubara diaglomerasi, sampel akan dilakukan analisis langsung dan pengujian sifat fisik (Gambar 4.11). Sampel yang dipadatkan harus mewakili seluruh bagian sampel, sehingga dilakukan quartering dari massa sampel 12 kg menjadi 1 kg (Gambar 4.12).
Melihat hasil screening seperti terlihat pada tabel 4.1, sampel batubara berlanau tersebut digerus hingga diperoleh nilai P80.
Aglomerasi Minyak-Batubara
Penggilingan dilakukan menggunakan ball mill dengan waktu penggilingan 70 menit dan jumlah bola baja sebanyak 28 buah dengan berat total 9 kg untuk sampel sebanyak 1 kg. Metode aglomerasi minyak-batubara merupakan suatu metode pemisahan fisik yang memanfaatkan perbedaan sifat permukaan antara batubara dan bahan pengotor dengan menggunakan media cair berupa minyak. Batubara yang mempunyai sifat lipofilik (suka minyak) dan sifat hidrofobik (tidak suka air) akan menyebabkan batubara tersebut menggumpal bersama minyak atau biasa disebut menggumpal, sedangkan bahan pengotornya akan terpisah dan terbawa oleh air.
Dengan demikian, persentase pencampuran antara solar tipe B20, air dan sampel dalam percobaan akan menentukan kualitas aglomerat yang dihasilkan. Hasil percobaan variasi persentase tetap yang dilakukan oleh Tekmira Coal Testing Laboratory menunjukkan volume air untuk satu kali percobaan adalah 350 ml dengan berat sampel 150 g dan kecepatan pengadukan 1000 rpm dengan kecepatan pengadukan 1000 rpm. waktu 20 menit. Selanjutnya akan dilakukan percobaan dengan variasi persentase bahan bakar solar jenis B20 pada sampel untuk memperoleh hasil aglomerat.
Tuang air dan bahan bakar solar B20 ke dalam wadah, aduk selama 5 menit hingga terjadi dispersi antara media air dan reagen solar B20 (Gambar 4.15). Setelah dispersi, tempatkan sampel bubur batubara ke dalam tangki yang berisi cairan pendispersi dan reagen diesel B20 (Gambar 4.16). Campurkan dispersi air-minyak dengan sampel slurry batubara dengan kecepatan mixer 1000 rpm, waktu pencampuran 20 menit, hingga terbentuk aglomerat (Gambar 4.17).
Aglomerat minyak-batubara akan menempel pada screener sementara air dan bahan lainnya melewati screener. Tempatkan aglomerat minyak-batubara yang telah disaring ke dalam panci (Gambar 4.19), hingga kering agar solar B20 dapat menguap. Aglomerat minyak-batubara dimasukkan ke dalam oven untuk proses pengeringan pada suhu 90º C dengan waktu pengeringan 12 jam.
Proses aglomerasi yang dilakukan pada batu bara lanau bertujuan untuk memisahkan batu bara halus dengan bahan pengotornya, sehingga dapat diketahui persentase perolehan kembali batu bara halus yang ada pada batu bara lanau tersebut.
Analisis Proksimat
Pengujian terdekat terhadap sampel batubara lumpur dan batubara halus dilakukan oleh Laboratorium Pengujian Batubara Tekmira dengan hasil berupa sertifikat analisis (Lampiran 1). Dari hasil uji aglomerasi minyak-batubara dan uji proksimal, persentase kandungan batubara halus pada batubara lumpur (recovery) dapat dihitung dengan menggunakan rumus recovery (bab 3, subbab 3.3). Pada perhitungan diatas, nilai konsentrat yang digunakan merupakan hasil aglomerasi dengan variasi persentase minyak sebesar 25%, karena persentase minyaknya sebesar 25%.
Kadar konsentrat yang digunakan merupakan nilai fixed carbon yang diperoleh dari perkiraan hasil pengujian.
Pengujian Sifat Fisik Finecoal
Pengolahan Data .1 Pengolahan Data Awal
Pembuatan Profil Akhir Tailing Dam 1 dan 2
Data koordinat yang telah diolah di Microsoft Excel dimasukkan ke dalam software Maptek Vulcan untuk proses penghitungan sehingga terbentuk kontur-kontur yang menghubungkan ketinggian yang sama. Kontur tersebut menggambarkan profil bendungan tailing 1 dan 2 setelah terjadi perubahan ketinggian akibat pengendapan tailing pencucian batubara. Dari hasil kontur pada bendungan tailing 1 dan 2 dapat diketahui kondisi profil seperti tinggi, kedalaman dan permukaan.
Pembuatan Profil Awal Tailing Dam 1 dan 2
Ketebalan Sludge Coal
Ketebalan Sludge Coal Pada Tailing Dam 1
Ketebalan Sludge Coal Pada Tailing Dam 2
Sebaran Ketebalan Sludge Coal
Pemodelan Endapan Sludge Coal Pada Tailing Dam
Model Endapan Sludge Coal Pada Tailing Dam 1
Dari hasil pemodelan endapan lanau batubara pada kolam tailing 1 terlihat bahwa jenis endapan lanau batubara termasuk dalam jenis endapan sedimen yang menyebar sempurna dan mengisi cekungan profil awal, sehingga luas sebarannya sama. . sebagai luas bendungan tailing 1 yaitu 84.087 m2, dengan variasi ketebalan yang bervariasi (Gambar 4.33). Model endapan batubara lanau pada kolam tailing 2 menunjukkan keadaan pengendapan batubara lanau pada kolam tailing 2, jenis sedimen tersebut termasuk dalam jenis endapan sedimen karena proses pembentukannya dibawa oleh air menuju kolam tailing kemudian menyebar dan mengendap di kolam tailing. kolam tailing 2.
Estimasi Sumberdaya Finecoal
Tahap awal dalam menghitung volume dengan menggunakan rumus prismaoid adalah membuat diameter sedimen dengan jarak antar diameter 25 m. Metode penampang dengan rumus prismaoid merupakan metode perhitungan yang menggunakan 3 buah penampang, sehingga pada perhitungan ini akan dibagi menjadi beberapa segmen dengan jumlah potongan per segmen adalah 3 penampang (Gambar 4.35). Jika menghitung volume pada kolam tailing 1 dengan metode diameter terdapat 18 diameter yang dibagi menjadi 6 segmen, sedangkan untuk kolam tailing 2 terdapat 15 diameter yang dibagi menjadi 5 segmen (Gambar 4.36).
Setelah membagi segmen-segmen tersebut, langkah selanjutnya adalah menghitung luas penampang setiap penampang dengan menggunakan software Maptek Vulcan. Data yang diperlukan untuk menghitung volume lumpur batubara adalah luas penampang dan jarak antar penampang. Setelah data yang diperlukan tersedia, maka perhitungan volume akan dilakukan dengan menggunakan rumus prismaoid (Sudarto Notosiswoyo, dkk. 2005). Hasil perhitungan volume dan tonase tiap ruas pada bendungan tailing 1 dan 2 disajikan pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.