• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV PROSEDUR PENELITIAN - Repository UNISBA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Pengambilan Sampel Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith) yang diperoleh dari daerah Bandung. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung.

4.2. Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan terhadap karakter simplisia yang dilakukan meliputi perlakuan terhadap bahan tanaman, penapisan fitokimia dan penetapan parameter standar simplisia.

4.2.1. Perlakuan Terhadap Bahan Tanaman

Perlakuan terhadap bahan tanaman daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith) meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.

a. Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan daun kecombrang dengan melihat bentuk, ukuran panjang dan lebar, serta warna daun menggunakan panca indra.

(2)

b. Pemeriksaan Mikroskopik

Sampel daun kecombrang diamati di bawah mikroskop menggunakan beberapa tetes kloralhidrat, untuk mengidentifikasi struktur jaringan penghasil minyak atsiri.

4.2.2. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap simplisia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen, serta steroid dan triterpenoid.

a. Alkaloid

Simplisia dimasukkan ke dalam mortir bersih, ditambahkan 5 mL amoniak 25%, kemudian digerus. Ditambahkan 20 mL CHCl3 dan digerus kembali dengan kuat, lalu disaring untuk diambil filtratnya (larutan 1). Sebagian larutan A dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan asam klorida 10% v/v, akan terbentuk 2 fase. Dipisahkan fase air (larutan 2).

Larutan 1 diteteskan pada kertas saring, lalu disemprotkan pereaksi Dragendorff dan terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid. Larutan 2 dibagi menjadi 2 bagian di dalam tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan tabung kedua ditambahkan pereaksi Mayer.

Terbentuknnya endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid (Farnsworth, 1966:245).

(3)

b. Flavanoid

Sejumlah 1 g simplisia dimasukkan dalam gelas kimia lalu ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Disaring campuran tersebut untuk diambil filtratnya. Diambil 5 mL filtrat yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat. Lalu ditambahkan amilalkohol, dikocok dengan kuat dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Terbentuknya warna dalam lapisan amilalkohol menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid (Farnsworth, 1966:262-263).

c. Saponin

Sejumlah 1 g simplisia dimasukkan dalam gelas kimia lalu ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Disaring campuran tersebut untuk diambil filtratnya. Filtrat dibiarkan sampai dingin, lalu dikocok dengan kuat selama 10 detik dengan arah vertikal dan tejadinya busa ± 1 cm yang bertahan selama 10 menit menandakan positif saponin (Farnsworth, 1966:257).

d. Tanin

Sejumlah 1 g simplisia dimasukkan dalam gelas kimia lalu ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 15 menit. Didinginkan campuran tersebut, kemudian disaring untuk diambil filtratnya dan dibagi menjadi 3 bagian dalam tabung reaksi yang berbeda. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida 1% dan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Ke

(4)

dalam filtrat kedua ditambahkan larutan gelatin 1% dan terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Dan ke dalam filtrat ketiga ditambahkan 15 mL pereaksi Steasny, lalu dipanaskan di atas penangas. Terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekat. Kemudian filtrat ketiga dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat, lalu ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1% dan terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat (Farnsworth, 1966:264).

e. Kuinon

Sejumlah 1 g simplisia dimasukkan dalam gelas kimia lalu ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Disaring campuran tersebut untuk diambil filtratnya. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes NaOH 1 N. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon (Farnsworth, 1966:266).

f. Monoterpen dan Seskuiterpen

Sejumlah simplisia digerus dengan eter kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap hingga kering. Kemudian ditambahkan larutan vanillin 10% dalam HCl pekat dan timbulnya warna-warna menandakan positif senyawa monoterpen dan seskuiterpen.

(5)

g. Steroid dan Triterpenoid

Sejumlah simplisia digerus dengan eter kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap hingga kering. Ditambahkan larutan pereaksi Lieberman-Burchard dan terjadinya warna merah-ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan terjadinya warna hijau-biru menunjukkan positif steroid (Farnsworth, 1966:257-259).

h. Polifenolat

Sejumlah 1 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan air secukupnya, selanjutnya dipanaskan di atas penangas air dan disaring. Filtrat ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida dan timbulnya warna hijau atau biru-hijau, merah-ungu, biru-hitam, hingga hitam menandakan positif fenolat atau timbul endapan coklat menandakan adanya polifenolat (Farnsworth, 1966:254).

4.2.3. Penetapan Parameter Standar Simplisia

Penetapan parameter standar simplisia meliputi penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol

a. Penetapan Kadar Abu Total

Simplisia sebanyak 2 g sampai 3 g yang telah digerus ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang. Apabila arang tidak dapat hilang,

(6)

maka ditambahkan air panas kemudian saring menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama.

Dimasukkan filtrat ke dalam krus, kemudian diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbah. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 2000:17).

b. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut asam kemudian disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu.Dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobotnya tetap kemudian ditimbang. Kadar abu tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 2000:17).

c. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Simplisia sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok pada 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.Disaring dan diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara, kemudian dipanaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap bahan awal (DepKes RI, 2000:31).

d. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Simplisia sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL alkohol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

(7)

pada 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan alkohol, kemudian diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang berdasar rata yang telah ditara.Dipanaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 2000:31-32).

4.3 Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan cara destilasi uap terhadap daun kecombrang sehingga dihasilkan minyak atsiri daun. Daun kecombrang segar yang telah dirajang sebanyak 3 kg disimpan di atas saringan berlubang dalam katel suling yang diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, kemudian air dipanaskan. Kemudian didestilasi selama 8 jam dan minyak ditampung ke dalam vial.

4.4 Uji Parameter Fisiko Kimia Minyak Atsiri

Uji parameter fisiko kimia minyak atsiri meliputi pengujian organoleptis, pengujian bobot jenis, penentuan indeks bias, penentuan kelarutan dalam alkohol, putaran optik, penetapan asam, penetapan ester dan bilangan penyabunan.

4.4.1 Pengujian Organoleptis

Pengujian organoleptis minyak atsiri meliputi penentuan warna dan bau.

(8)

a. Penentuan Warna

Sebanyak 10 ml sampel minyak atsiri dimasukkan ke dalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara. Tabung reaksi berisi contoh minyak atsri disandarkan pada kertas atau karton berwarna putih. Warnanya diamati dengan mata langsung.

b. Bau

Metode ini didasarkan pada pengamatan dengan mengunakan indra penciuman langsung terhadap sampel minyak atsiri daun kecombrang.

4.4.2 Pengujian Bobot Jenis

Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan alkohol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dikeringkan tersebut dengan arus udara kering dan disisipkan tutupnya. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dipanaskan pada suhu 20°C, sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara, kemudian dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C±0,2°C selama 30 menit. Penutupnya disisipkan dan dikeringkan piknometernya. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian timbang dengan isinya (m1). Kemudian piknometer tersebut dikosongkan, dicuci dengan alkohol dan dietil eter, lalu dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara, kemudian dicelupkan kembali ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit. Tutupnya disisipkan dan

(9)

dikeringkan piknometer tersebut. Lalu piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2) (BSN, 1995).

(1) Keterangan:

m = Bobot piknometer kosong m1 = Bobot piknometer berisi air

m2 = Bobot piknometer berisi contoh minyak 4.4.3 Penentuan Indeks Bias

Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu pembacaan akan dilakukan. Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 20°C dari suhu referensi dan harus dipertahankan dengan toleransi ±20°C. Sebelum minyak ditaruh didalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan akan dilakukan apabila suhu sudah stabil (BSN, 1995).

4.4.4 Penentuan Kelarutan Dalam Alkohol

Minyak atsiri sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan alkohol dari kekuatan yang sesuai untuk minyak yang sedang diuji setetes demi setetes dan dikocok sampai diperoleh suatu larutan bening pada suhu 25°C. Apabila larutan tersebut tidak bening, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, serta melalui cairan yang sama tebalnya.

Setelah minyak atsiri dapat larut, ditambahkan alkohol berlebih, karena beberaoa minyak tertentu mengendap pada penambahan alkohol lebih lanjut (BSN, 1995).

4.4.5 Penetapan Bilangan Asam

Minyak sebanyak 2,5 g dimasukkan ke dalam sebuah labu penyabunan 100 mL. Kemudian ditambahkan 15 mL alkohol 95% dan 3 tetes larutan

(10)

fenolfthalein 1%. Asam bebas dititrasi dengan larutan standar natrium hidroksida 0,1 N, penambahan tetes alkali yang baik sewaktu titrasi ialah kira-kira 30 tetes per menit. Isi labu harus digoyangkan terus selama titrasi berlangsung. Warna merah yang timbul pertama kali dan tidak hilang dalam 10 detik menunjukkan hasil akhir titrasi.

Bilangan asam ditentukan dengan rumus (Guenther, 2006:317):

(2)

4.4.6 Penetapan Bilangan Ester

Minyak 1,5 g dimasukkan ke dalam 100 mL labu penyabunan tahan basa.

Kemudian ditambahkan 5 mL alkohol 95% dan 3 tetes fenolfthalein, dinetralkan asam bebas dengan larutan NaOH 0,1 N. Lalu ditambahkan 10 mL larutan NaOH 0,5 N beralkohol, yang diukur tepat dengan pipet atau buret. Labu dipasangkan pada kondensor yang berdiameter 1 cm dan panjang 1 m, kemudian dipanaskan selama 1 jam di atas penangas. Kemudian dipindahkan dan dibiarkan sampai dingin pada suhu kamar selama 15 menit. Sisa alkali dititrasi dengan asam klorida 0,5 N. Penambahan beberapa tetes lagi fenolfthalein mungkin diperlukan pada titik ini. Jumlah esrer dihitung dengan rumus (Guenther, 2006:320-321):

(3) Keterangan:

a = jumlah mL NaOH 0,5 N yang digunakan dalam penyabunan s = bobot contoh gram

Bilangan penyabunan merupakan penjumlahan bilangan asam dengan bilangan ester yang telah ditentukan, kecuali jika asam bebas tidak dapat dinetralkan sebelum penambahan larutan alkali 0,5 N (Guenther, 2006:329).

(11)

4.5 Pengujian Aktivitas Penolak (Repellent) Nyamuk

Pengujian repellent nyamuk dilakukan di Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Analisis Kesehatan terhadap 3 orang relawan yang memiliki kesamaan usia dan jenis kelamin. Nyamuk dewasa diletakkan pada kurungan berukuran 30 cm x 22 cm x 30 cm. Sebelum pengujian, kulit relawan dicuci terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi yang dapat mengganggu pengujian. Setelah itu tangan kanan relawan kontrol atau tidak diberikan apa-apa dimasukkan ke dalam kurungan nyamuk untuk pengujian dan diamati jumlah nyamuk yang hinggap selama 15 menit. Kemudian tangan kiri diberi minyak atsiri daun kecombrang dan dimasukkan ke dalam kurungan nyamuk untuk pengujian dan diamati jumlah nyamuk yang hinggap selama 15 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali dengan relawan yang berbeda dengan tujuan untuk mempertinggi keakuratan data.

Persen keaktifan senyawa repellent yang digunakan diukur menggunakan persamaan (Inyang dan Emosairue, 2005dalamHasyim dkk, 2010:379):

(4) Keterangan:

IR : Indeks repelensi

K : Jumlah serangga hinggap pada kontrol P : Jumlah serangga hinggap pada perlakuan

4.6 Gas Chromatography-Mass Spectrometri(GC-MS)

Minyak atsiri dimasukkan ke dalam alat GC-MS dengan cara disuntikkan dengan keadaan alat sebagai berikut: Merk alat Shimadzu QP 2010 Ultra, gas pembawa He, jenis kolom BD 5, jenis pengujian EI (Electron Impact), kecepatan

(12)

suhu detektor 290°C, suhu injektor 280°C, tekanan kolon 80,2kPa, volume cuplikan 0,2µL dan waktu awal 5 menit.

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan kadar abu tidak larut asam .... Penetapan kadar air dari