• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV - Repository UNISBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV - Repository UNISBA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai hasil pengolahan data, analisis data, dan pembahasan. Pada bagian awal akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai karakteristik dari ke 30 responden yang terlibat dalam penelitian.

Kemudian dilanjutkan dengan penjabaran mengenai hasil pengolahan data dan analisis data. Hasil dari pengolahan dan analisis data kemudian akan dibahas menggunakan theory of planned behavior di dalam bagian pembahasan.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini terdapat 30 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang menjadi responden dengan rentang usia antara 21 tahun hingga 23 tahun. 7 orang responden merupakan mahasiswa perempuan dan sisanya sebanyak 23 responden merupakan mahasiswa laki – laki. Sebagian besar responden yakni sebanyak 17 orang merupakan perokok sedang dengan konsumsi rokok sekitar 11 – 20 batang / hari. Sedangkan 13 orang lainnya termasuk dalam kategori perokok berat dan ringan. 8 orang masuk dalam kategori berat dengan jumlah konsumsi rokok lebih dari 20 batang per hari dan 5 orang termasuk dalam kategori perokok ringan dengan jumlah konsumsi rokok tidak lebih dari 10 batang perhari.

(2)

Mahasiswa yang menjadi responden, rata – rata sudah mengkonsumsi rokok selama lebih dari 5 tahun, bahkan terdapat seorang responden yang sudah merokok selama lebih dari 10 tahun. Hanya terdapat 9 orang responden yang lama merokoknya kurang dari 5 tahun.

Data mengenai karakterisitik responden disajikan selengkapnya di dalam tabel – tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Responden Karakteristik Responden

Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Kategori Perokok

Lama Merokok

1 Perempuan 23 Sedang 5 tahun

2 Perempuan 22 Ringan 2 tahun

3 Perempuan 22 Ringan 3 tahun

4 Laki – Laki 22 Berat 8 tahun

5 Perempuan 22 Ringan 4 tahun

6 Laki – Laki 21 Sedang 7 tahun

7 Laki – Laki 21 Berat 9 tahun

8 Perempuan 23 Sedang 4 tahun

9 Laki – Laki 23 Sedang 8 tahun

10 Perempuan 21 Sedang 6 tahun

11 Laki – Laki 22 Sedang 6 tahun

12 Perempuan 22 Sedang 5 tahun

(3)

Responden Karakteristik Responden Jenis

Kelamin

Usia (tahun)

Kategori Perokok

Lama Merokok

13 Laki – Laki 22 Berat 7 tahun

14 Laki – Laki 22 Berat 8 tahun

15 Laki – Laki 23 Sedang 15 tahun 16 Laki – Laki 23 Sedang 13 tahun

17 Laki – Laki 22 Berat 6 tahun

18 Laki – Laki 22 Sedang 10 tahun

19 Laki – Laki 22 Ringan 5 tahun

20 Laki – Laki 23 Sedang 8 tahun

21 Laki – Laki 22 Sedang 10 tahun

22 Laki – Laki 22 Sedang 5 tahun

23 Laki – Laki 22 Sedang 8 tahun

24 Laki – Laki 22 Sedang 5 tahun

25 Laki – Laki 23 Berat 7 tahun

26 Laki – Laki 22 Ringan 6 tahun

27 Laki – Laki 21 Sedang 6 tahun

28 Laki – Laki 21 Berat 7 tahun

29 Laki – Laki 23 Sedang 8 tahun

30 Perempuan 22 Berat 7tahun

(4)

Tabel 4.2.

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Perempuan 7 23,33%

Laki – laki 23 76,67%

Tabel 4.3.

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Usia

Usia Frekuensi Persentase

21 tahun 5 16,67%

22 tahun 17 56.67%

23 tahun 8 26,67%

Tabel 4.4.

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perokok Kategori Perokok Frekuensi Persentase

Ringan 5 16,67%

Sedang 17 56.67%

Berat 8 26,67%

(5)

Tabel 4.5.

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Lama Merokok Lama Merokok Frekuensi Persentase

1 – 2 tahun 1 3,33%

3 – 5 tahun 8 26,67%

>5 tahun 21 70%

4.1.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Intensi Merokok

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 30 orang responden, didapatkan data mengenai kategori intensi merokok mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba. Data disajikan di dalam tabel dan diagram lingkar di bawah ini :

Tabel 4.6.

Distribusi Frekuensi dan Persentase Intensi Merokok Intensi Merokok Frekuensi Persentase (%)

Lemah 5 16,67%

Kuat 25 83,33%

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebanyak 25 orang atau 83,33% mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba memiliki intensi yang kuat untuk merokok, artinya mahasiswa tersebut memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan atau

(6)

meneruskan perilaku merokok. Sedangkan sisanya sebanyak 5 orang atau 16,67% mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba memiliki intensi yang lemah untuk melakukan perilaku merokok, artinya kecenderungan mereka untuk melakukan atau meneruskan perilaku merokoknya cukup rendah atau kecil.

Gambar 4.1

Diagram Lingkaran Distribusi Intensi Merokok

4.1.3. Distribusi Frekuensi Determinan Pembentuk Intensi Berdasarkan Kategori Intensi

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Determinan Pembentuk Intensi Berdasarkan Kategori Intensi

Intensi AB SN PBC

Negatif Positif Negatif Positif Lemah Kuat

Lemah 5

(16,7%)

0 (0%)

4 (13,3%)

1 (3,3%)

2 (6,7%)

3 (10%)

5; 16.67%

25; 83.33% Lemah

Kuat

(7)

Kuat 10 (33,3%)

15 (50%)

7 (23,3%)

18 (60%)

0 (0%)

25 (83,3%) Total 15

(50%)

15 (50%)

11 (36,7%)

19 (63,3%)

2 (6,7%)

28 (93,3%)

Pada tabel 4.7 terlihat bahwa subjek penelitian yang memiliki intensi merokok yang kuat sebagian besarnya memiliki determinan pembentuk intensi yang positif/kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pada sebagian besar subjek penelitian yang memiliki intensi kuat untuk merokok memiliki attitude toward behavior dan subjective norm yang positif terhadap perilaku merokok serta memiliki perceived behavioral control yang kuat atas perilaku tersebut. Dengan memiliki attitude toward behavior yang positif, maka dapat diartikan bahwa mahasiswa menilai bahwa perilaku merokok dapat mendatangkan dampak positif bagi diri mereka dan dampak tersebut dinilai sebagai hal yang menyenangkan.

Selain attitude toward behavior yang positif, mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang memiliki intensi kuat juga memiliki subjective norm yang positif. Dengan subjective norm posistif, maka dapat diartikan bahwa mahasiswa menilai bahwa orang yang penting bagi mereka menyetujui perilaku merokok yang mereka lakukan.

Selain attitude toward behavior dan subjective norm yang positif, mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang memiliki

(8)

intensi kuat juga memiliki perceived behavioral control yang kuat terhadap perilaku tersebut. Dengan perceived behavioral control yang kuat maka dapat diartikan bahwa menurut mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba perilaku merokok merupkan hal yang mudah untuk dilakukan dan mereka mampu untuk melakukan hal tersebut. Kuatnya perceived behavioral control juga dapat diartikan bahwa keputusan mahasiswa untuk melakukan perilaku merokok atau tidak tergantung pada diri mereka pribadi.

Di dalam tabel 4.7 dapat dilihat bahwa terdapat 5 orang subjek yang memiliki intensi merokok yang lemah. Pada subjek penelitian dengan intensi merokok yang lemah, sebagian besarnya cenderung memiliki hasil determinan pembentuk intensi yang negatif/lemah kecuali pada determinan perceived behavioral control. Dengan attitude toward behavior dan subjective norm yang negatif maka dapat diartikan bahwa mahasiswa yang memiliki intensi merokok yang lemah menilai bahwa merokok merupakan hal yang tidak menyenangkan karena lebih banyak mendatangkan dampak negatif dan meyakini bahwa orang yang penting bagi mereka tidak menyetujui jika mereka melakukan perilaku tersebut. Meskipun demikian, dengan perceived behavioral control yang kuat atas perilaku tersebut dapat dikatakan bahwa mahasiswa menilai bahwa dirinya mampu untuk melakukan perilaku merokok.

(9)

Tabel 4.7 di atas juga memperlihatkan distribusi subjek penelitian menurut kategori attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap attitude toward behavior, terdapat 50% atau 15 subjek penelitian yang memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok. Sedangkan sisanya sebanyak 50 % atau 15 subjek penelitian sikap yang negatif. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang memiliki sikap positif maupun negatif berjumlah seimbang. Dimana sebagian mahasiswa menilai bahwa perilaku merokok sebagai hal yang menyenangkan dan sebagian lagi menilai bahwa perilaku merokok merupakan hal yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain juga dapat dikatakan bahwa sebagian mahasiswa menilai bahwa merokok lebih banyak mendatangkan dampak positif bagi diri mereka dan sebagian lainnya menilai bahwa rokok lebih banyak mendatangkan dampak negatif.

Hasil pengukuran terhadap subjective norm menunjukkan bahwa terdapat 63,3% atau 19 subjek penelitian yang memiliki subjective norm positif dan 36,7% atau 11 subjek penelitian yang memiliki subjective norm negatif. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa mahasiswa Kedokteran Unisba lebih banyak yang memiliki subjective norm positif terhadap perilaku merokok.

Dengan subjective norm yang positif dapat diartikan bahwa sebagian besar mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba menilai

(10)

bahwa merokok bukanlah hal yang salah dan meyakini bahwa orang yang penting bagi mereka atau orang yang ada disekitar mereka menyetujui perilaku tersebut.

Hasil pengukuran terhadap perceived behavioral control juga menunjukkan hasil yang sama dengan subjective norm.

Dimana sebagian besar subjek (93,3%) memiliki perceived behavioral control yang kuat atas perilaku merokok. Hanya terdapat 2 orang subjek penelitian (6,7%) yang memiliki perceived behavioral control lemah dari total 30 responden yang terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba menilai bahwa mereka mampu untuk merokok dan merokok merupakan hal yang mudah untuk dilakukan.

4.1.4. Hasil Perhitungan Kontribusi Determinan Pembentuk Intensi dengan Analisis Statistik Multiple Regression

Berikut ini adalah hasil perhitungan menggunakan analisis statistik multiple regression.

Tabel 4.8

Perhitungan Multiple Regression Intensi Merokok

R 0.873

R Square 0.712

F 8.927

Sig. F 0.000a

(11)

Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa besaran R (koefisien multiple correlation) sebesar 0,873. Dimana saat nilai R semakin mendekati 1 maka semakin kuat pula variabel prediktor dapat memprediksi variabel terikat. Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel prediktor yakni attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control dan satu variabel terikat yakni intensi merokok. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dikatakan bahawa variabel attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control dapat memprediksikan intensi perilaku merokok secara kuat.

Kolom R square menunjukkan besaran kontribusi dari ketiga variabel prediktor dalam membentuk intensi merokok. Dari hasil perhitungan R Square sebesar 0,712 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 71,2%. Hal ini berarti besaran kontribusi ketiga variabel prediktor terhadap pembentukan intensi secara bersama-sama adalah sebesar 71,2%. Sedangkan sisanya sebesar 28,8% adalah besaran kontribusi dari determinan – determinan pembentuk intensi diluar variabel yang diteliti. Dalam hal ini determinan lain tersebut dapat berupa karakterisitik atau background factor dari responden penelitian.

Tabel 4.9 Anova b

Predictors Df F Sig.

AB, SN, PBC 3 8.927 0.000a

(12)

Tabel anova di atas menunjukkan besarnya probabilitas atau signifikansi pada perhitungan Anova, dimana nilai yang tertera digunakan untuk menguji kelayakan model analisis. Angka probabilitas yang baik untuk menguji model regresi harus <0.05. Jika nilai signifikan (Sig) < 0.05, maka model analisis regresi ini layak untuk menganalisis variabel dependen yang dimaksud, yakni intensi melakukan perilaku merokok.

Nilai sig sebesar 0.000, sehingga nilai sig lebih kecil dari 0.05, hal ini menunjukkan besarnya kontribusi yang signifikan antara variabel attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control terhadap intensi merokok.

Tabel 4.10

Perhitungan Kontribusi Determinan Pembentuk Intensi (Y)

Determinan beta (β) Sig.

Attitude toward behavior (X1) 0.565 0.001 Subjective norm (X2) 0.131 0.044 Perceived behavioral control (X3) 0.359 0.035

Pada tabel 4.10 disajikan hasil perhitungan statistik multiple regression. Perhitungan statistik ini dilakukan untuk mengetahui besaran kontribusi masing – masing variabel prediktor atau determinan dalam membentuk intensi merokok. Nilai koefisien (β) menunjukkan besaran kontribusi dan nilai Sig. menunjukkan nilai signifikan dari determinan tersebut terhadap pembentukan intensi.

(13)

Berdasarkan pada tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa attitude toward behavior (X1

Pada tabel di atas juga dapat dilihat bahwa subjective norm (X

) memiliki koefisien regresi sebesar 0.565 terhadap intensi merokok (Y). Hal ini menunjukkan bahwa ketika skor attitude toward behavior naik satu satuan maka akan diikuti dengan peningkatan skor intensi sebesar 0.565 dengan asumsi bahwa variabel prediktor lain (subjective norm dan perceived behavioral control) dianggap konstan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenaikan pada nilai attitude toward behavior yang positif terhadap perilaku merokok akan mempengaruhi derajat kekuatan intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba.

2

Data lain yang tertera pada tabel 4.10 adalah data mengenai koefisien regresi dari perceived behavioral control terhadap intensi merokok. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa PBC (X

) memiliki koefisien regresi sebesar 0.131 terhadap intensi merokok (Y). Hal ini menunjukkan bahwa ketika skor subjective norm naik satu satuan maka akan diikuti dengan peningkatan skor intensi sebesar 0.131 dengan asumsi bahwa variabel prediktor lain (attitude toward behavior dan perceived behavioral control) dianggap konstan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenaikan pada nilai subjective norm yang positif terhadap perilaku merokok akan mempengaruhi derajat kekuatan intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba.

2)

(14)

memiliki koefisien regresi sebesar 0.359 terhadap intensi merokok (Y). Hal ini menunjukkan bahwa ketika skor perceived behavioral control naik satu satuan maka akan diikuti dengan peningkatan skor intensi sebesar 0.359 dengan asumsi bahwa variabel prediktor lain (attitude toward behavior dan subjective norm) dianggap konstan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kenaikan pada nilai perceived behavioral control yang kuat terhadap perilaku merokok akan mempengaruhi derajat kekuatan intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba.

Berdasarkan pada hasil perhitungan koefisien regresi dari ketiga variabel prediktor terhadap pembentukan intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba dapat dilihat bahwa koefisien variabel attitude toward behavior menunjukkan angka yang paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa attitude toward behavior merupakan variabel yang paling dominan dalam membentuk intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba.

Berikut disajikan besaran kontribusi masing – masing variabel prediktor terhadap pembentukan intensi dalam diagram batang :

(15)

Gambar 4.2.

Kontribusi Variabel Prediktor Terhadap Pembentukan Intensi

4.1.5. Data Penunjang

Berdasarkan theory of Planned Behavior, suatu perilaku dapat diprediksi melalui intensi. Intensi dapat dijelaskan oleh determinan-determinan pembentuk intensi yakni attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control.

Selanjutnya determinan-determinan pembentuk intensi ini dapat dijelaskan melalui belief-belief yang dimiliki individu sebagai antesenden dari determinan pembentuk intensi itu sendiri.

Setiap determinan memiliki belief sendiri yang membentuknya, pada determinan attitude toward behavior dibentuk oleh belief tentang konsekuensi dari tingkah laku yaitu behavioral belief. Determinan subjective norm dibentuk oleh belief tentang harapan orang lain pada dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku yaitu normative belief . Determinan yang terakhir yaitu perceived behavioral control dibentuk oleh belief, yakni belief mengenai hal-hal yang dapat memfasilitasi maupun hal-

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0.565 0.131 0.359

AB SN PBC

(16)

hal yang dapat menghambatnya untuk menampilkan suatu perilaku.

Oleh karena itu belief-belief yang dimiliki seseorang membantu untuk menjelaskan intensi yang dimilikinya. Berikut adalah belief terkait perilaku merokok yang didapatkan dari hasil pengukuran elisitas salient belief terhadap 25 mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang aktif merokok yang disajikan dalam tabel modal sets of beliefe :

Tabel 4.11 Modal Sets of Belief

Belief Komponen Belief Elisitasi Belief Behavioral

Belief

Dampak negatif yang dirasakan Mahasiswa FK Unisba ketika merokok sebanyak minimal 15 batang per hari selama 1 bulan ke depan

- Mengganggu kondisi kesehatan

- Menyebabkan gangguan pernapasan

- Memicu pertengkaran dengan pasangan - Memicu pertengkaran

dengan orang tua - Diragukan sebagai agen

kesehatan Dampak positif yang

dirasakan Mahasiswa FK Unisba ketika merokok sebanyak minimal 15 batang per

- Membantu mengurangi stress

- Meningkatkan konsentrasi

- Menenangkan pikiran

(17)

hari selama 1 bulan ke depan

- Meningkatkan kepercayaan diri Normative

Belief

Significant person yang melarang (tidak setuju) Mahasiswa FK Unisba untuk merokok sebanyak minimal 15 batang per hari selama 1 bulan ke depan

- Pasangan - Orang Tua - Pembimbing - Dosen

Significant person yang mempengaruhi

Mahasiswa FK Unisba untuk mengkonsumsi rokok sebanyak minimal 15 batang per hari

- Teman perokok dari kalangan Mahasiswa FK - Teman perokok di luar

lingkungan kedokteran - Perokok dari kalangan

tenaga medis yang ada di lingkungan kerja

- Anggota keluarga perokok

- Perokok dari kalangan dosen

Control Belief

Situasi yang

mendorong Mahasiswa FK Unisba merokok sebanyak minimal 15

- Dalam kondisi stress / terdapat masalah yang belum dapat diselesaikan - Terdapat banyak tugas

(18)

batang per hari selama 1 bulan ke depan

yang harus diselesaikan dalam waktu bersamaan - Mengisi waktu senggang

ketika tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan - Melihat teman / orang

lain merokok Hal yang dapat

memfasilitasi / mempermudah

Mahasiswa FK Unisba merokok sebanyak minimal 15 batang per hari selama 1 bulan ke depan

- Berkumpul bersama teman – teman sesama perokok

- Tidak bersama dengan pasangan / anggota keluarga lain yang tidak menyetujui perilaku merokok mahasiswa - Adanya area merokok di

tempat kerja / tempat mahasiswa menjalani praktek

- Mudah untuk menemukan penjual rokok (minimarket, warung)

-

(19)

- Harga rokok yang cukup murah

Hal yang dapat menghambat / menyulitkan

Mahasiswa FK Unisba untuk merokok

sebanyak minimal 15 batang per hari selama 1 bulan ke depan

- Tidak ada waktu untuk merokok (jadwal kegiatan sangat padat) - Tidak tersedianya area

merokok - Atribut sebagai

mahasiswa fakultas kedokteran

- Memikirkan resiko penyakit yang mungkin diderita

4.2. Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini berdasarkan pada theory of planned behavior (TPB) melalui kerangka pemikiran yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Yang menjadi inti pembahasan dalam TPB adalah intensi, dimana intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku merupakan determinan yang paling dekat dengan perilaku itu sendiri. Hal ini dikarenakan intensi merefleksikan kesiapan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Dengan demikian intensi dapat menjadi prediktor terbaik untuk mengukur kemungkinan seseorang melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu.

(20)

Dengan mengukur intensi, maka kita dapat memprediksi kemungkinan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Selain itu kita juga dapat memahami faktor – faktor yang melatarbelakangi seseorang memutuskan untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut dengan ikut mengukur determinan – determinan pembentuk intensi yakni attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control.

Intensi berperilaku yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba. Intensi merokok ini didefinisikan sebagai kecenderungan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba untuk menampilkan perilaku merokok atau seberapa besar kemungkinan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba untuk terus menampilkan atau mempertahankan perilaku merokoknya.

Pada bab 1 telah dijelaskan bahwa hingga saat ini masih terdapat mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang merokok. Mahasiswa tersebut juga mengatakan bahwa mereka belum memiliki keinginan untuk berhenti merokok dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan mereka merasa masih membutuhkan rokok untuk membantu mereka melewati hari – hari perkuliahan yang dirasa cukup berat. Mereka juga mengatakan bahwa masih berkeinginan untuk mempertahankan perilaku merokoknya hingga mereka menyelesaikan masa internship. Berdasarkan pada pernyataan tersebut terlihat indikasi bahwa sebagian mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba masih memiliki intensi yang kuat untuk mempertahankan perilaku merokoknya.

(21)

Setelah peneliti melakukan pengukuran dan pengolahan data, hasil yang ditunjukkan juga mendukung indikasi tersebut. Data dalam tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebanyak 83,3% mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba memiliki intensi yang kuat untuk merokok. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki kecenderungan yang besar untuk terus menampilkan / mempertahankan perilaku merokoknya.

TPB mengatakan bahwa suatu perilaku tidak muncul dengan sendirinya, melainkan melalui serangkaian proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Teori tersebut juga memiliki asumsi bahwa manusia bertindak secara rasional dan akan mempertimbangkan terlebih dahulu segala informasi dan implikasi dari tindakannya baik secara implisit maupun eksplisit sebelum pada akhirnya memutuskan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Begitu juga yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba hingga mereka memiliki intensi yang kuat untuk mempertahankan perilaku merokoknya. Intensi tersebut terbentuk bukan dengan sendirinya, melainkan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang terjadi dalam diri mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba.

Berdasarkan pada TPB, pertimbangan – pertimbangan tersebut disebut sebagai faktor determinan pembentuk intensi. Dalam TPB terdapat 3 faktor determinan pembentuk intensi yakni attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control. Ketiga faktor determinan tersebut memiliki kontribusi dalam proses pembentukan intensi.

(22)

Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa ketiga faktor determinan pembentuk intensi atau disebut juga dengan variabel prediktor, secara bersama – sama berkontribusi sebanyak 71,2% dalam proses pembentukan intensi merokok pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel prediktor tersebut memiliki dominansi yang kuat dalam pembentukan intensi dibandingkan variabel lain diluar variabel penelitian yang hanya memberikan kontribusi sebesar 28,8%

dalam proses pembentukan intensi.

Berdasarkan data yang tertera pada tabel 4.7 juga dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa yang memiliki intensi merokok yang kuat juga memiliki attitude toward behavior dan subjective norm yang positif terhadap perilaku merokok. Selain itu mereka juga memiliki perceived behavioral control yang kuat terhadap perilaku tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ajzen dalam teorinya yang mengatakan bahwa semakin positif sikap dan norma yang dimiliki seseorang terhadap suatu perilaku, serta semakin kuat kontrol yang dimiliki terhadap perilaku tersebut, maka akan semakin kuat pula intensi yang dimiliki untuk melakukan perilaku tersebut. Ketika intensi yang dimiliki semakin kuat, maka akan semakin kuat pula kecenderungan orang tersebut untuk menampilkan perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.

Sikap dan norma positif serta kuatnya kontrol yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba tentu saja tidak terbentuk dengan sendirinya. Ketiga variabel tersebut baik sikap (attitude toward behavior), norma (subjective norm), dan kontrol (perceived behavioral control)

(23)

dibentuk oleh determinannya masing – masing. Attitude toward behavior dibentuk oleh behavioral belief dan outcome evaluation, subjective norm dibentuk oleh normative believe dan motivation to comply, dan perceived behavioral control dibentuk oleh control belief dan perceived power.

Berdasarkan pada hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa 50% dari mahasiswa yang menjadi responden memiliki sikap yang positif terhadap perilaku merokok. Dan seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa sikap seseorang terhadap suatu perilaku dibentuk oleh behavioral belief dan outcome evaluation yang dimiliki oleh orang tersebut terhadap perilaku tertentu. Behavioral belief diartikan sebagai keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dampak positif dan negatif yang mungkin diperoleh jika ia melakukan perilaku tertentu dan outcome evaluation diartikan sebagai penilaian (menyenangkan / tidak menyenangkan) seseorang terhadap dampak yang mungkin diperoleh tersebut.

Pada mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut menilai bahwa masih terdapat banyak dampak positif yang ia peroleh dari perilaku merokok yang selama ini dilakukannya. Selain itu konsekuensi atau dampak dari merokok tersebut dinilai sebagai hal yang menyenangkan. Selain itu terbentuknya sikap positif pada diri mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba terhadap perilaku merokok juga dapat disebabkan oleh penilaian rendah (underestimate) yang diberikan oleh mahasiswa terhadap dampak negatif dari rokok. Atau dapat dikatakan bahwa mahasiswa tersebut tidak begitu

(24)

menghiraukan adanya dampak negatif yang mungkin diperoleh dari perilaku merokoknya tersebut.

Berdasarkan pada hasil elisitasi belief yang disajikan dalam tabel 4.11 dapat dilihat dampak positif dan negatif apa saja yang mungkin diperoleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba ketika mereka meneruskan atau mempertahankan perilaku merokoknya. Pada mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok cenderung memberikan nilai yang rendah terhadap dampak negatif dari rokok seperti mengganggu kesehatan, mengganggu kondisi pernapasan, menimbulkan pertengkaran dengan orang tua dan pasangan, serta diragukan sebagai agen kesehatan oleh masyarakat. Berdasarkan pada hasil wawancara, mahasiswa yang memiliki sikap posititf terhadap perilaku merokok mengatakan bahwa mereka menyadari apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan rokok terhadap kesehatan, hanya saja mereka merasa bahwa dampak tersebut tidak atau belum mereka rasakan. Selain itu, untuk menjaga kondisi kesehatan mahasiswa juga sering melakukan cek kesehatan dan melakukan olah raga rutin. Mereka juga berusaha untuk menjaga asupan nutrisi dan waktu istirahat agar tubuh mereka tetap fit.

Pertengkaran dengan orang tua maupun pasangan, tidak dialami oleh sebagian mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap rokok, karena mereka menyatakan bahwa orang tua atau pasangan mereka juga merupakan perokok, sehingga kedua orang tersebut tidak pernah mempermasalahkan perilaku merokok yang dilakukan oleh mahasiswa selama ini. Sedangkan pada mereka yang meyakini bahwa rokok dapat

(25)

menyebabkan pertengkaran dengan orang tua dan pasangan namun tetap memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok mengakui bahwa pertengkaran tersebut tidak begitu berarti bagi diri mereka. Hal ini dikarenakan baik orang tua maupun pasangan yang menentang perilaku merokoknya, dapat mengerti atau menerima ketika mahasiswa mengemukakan alasan yang menyebabkan mereka masih tetap merokok.

Sebagian besar mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok juga meyakini bahwa perilaku merokok mereka tidak berpengaruh terhadap penilaian masyarakat tentang status mereka sebagai agen kesehatan. Mereka cukup yakin bahwa masyarakat akan tetap mempercayai mereka sebagai agen kesehatan meskipun mereka mengkonsumsi rokok.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa intensi yang kuat tidak hanya dibentuk oleh sikap yang positif namun juga norma dan kontrol yang positif pula. Pada tabel 4.7 juga dapat melihat bahwa sebagian besar mahasiswa yang memiliki intensi merokok yang kuat juga memiliki norma yang positif serta kontrol yang kuat. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa 63,3% mahasiswa memiliki norma subjektif (subjective norm) yang positif dan 93,3% mahasiswa memiliki kontrol perilaku (perceived behavioral control) yang kuat. Sama halnya dengan attitude toward behavior, nilai positif dan kuat pada subjective norm dan perceived behavioral control yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba dibentuk oleh determinan pembentuknya. Pada subjective norm yang menjadi determinan pembentuk adalah normative believe dan motivation to comply. Normative

(26)

believe diartikan sebagai tekanan yang didapat dari significant person yang ada disekitar mahasiswa untuk tetap merokok atau tidak, sedangkan motivation to comply diartikan sebagai seberapa besar keinginan mahasiswa untuk mengikuti tekanan tersebut. Pada mahasiswa yang memiliki subjective norm positif sebenarnya menyetujui bahwa sebagian besar significant person yang ada di dekat mereka tidak menyetujui perilaku merokok yang selama ini mereka lakukan. Hanya saja keinginan mereka untuk mengikuti tekanan tersebut masih tergolong rendah, bahkan ada beberapa mahasiswa yang tidak memiliki keinginan sama sekali untuk mengikuti permintaan significant personnya. Selain itu sebagian besar mahasiswa juga meyakini bahwa masih terdapat banyak pelaku kesehatan lain yang merokok dan tidak mendapatkan masalah dari perilaku merokoknya. Hal tersebut pada akhirnya membentuk penilaian dalam diri mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba bahwa merokok merupakan hal yang wajar dan tidak akan menimbulkan masalah meskipun mereka meneruskan atau memepertahankan perilaku merokoknya.

Data lain yang dapat dilihat di dalam tabel 4.7 adalah data mengenai perceived behavioral control yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 93,3% mahasiswa memiliki perceived behavioral control yang kuat. Perceived behavioral control diartikan sebagai penghayatan seseorang tentang tingkat kesulitan untuk melakukan suatu perilaku serta seberapa besar kontrol yang dimiliki atas perilaku tersebut (besarnya kendali yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku). Berdasarkan data

(27)

yang terjaring dalam alat ukur dan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba memiliki nilai perceived behavioral control yang kuat terhadap perilaku merokok. Hal ini dapat dikatakan bahwa mahasiswa menilai bahwa merokok merupakan hal yang mudah untuk dilakukan terlepas dari adanya hambatan untuk melakukan perilaku tersebut. Selain itu, kuatnya perceived behavioral control mengindikasikan bahwa seseorang mampu untuk mengontrol, mengatasi, atau memanfaatkan faktor kontrol volisional yang ada diluar dirinya, dan keputusan untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tersebut sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Dalam tabel modal sets of belief dapat dilihat terdapat beberapa faktor/situasi/kondisi yang dapat memicu atau menghalangi mahasiswa untuk melakukan perilaku merokoknya, namun dengan skor perceived behavioral control yang kuat menunjukkan bahwa mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba memiliki kemampuan untuk mengontrol, mengatasi, atau memanfaatkan hal tersebut.

Pada saat mahasiswa dihadapkan pada situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk merokok, misalnya tidak tersedianya area merokok, padatnya jadwal kuliah, dan bayangan tentang resiko yang akan mereka dapatkan ketika tetap mempertahankan perilaku merokoknya, mahasiswa tidak merasa terbebani atau frustasi. Mereka akan berusaha untuk mencari cara untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya dengan merokok di dalam kendaran pribadi, mencari warung atau tempat makan yang memperbolehkan mereka untuk merokok, menyempatkan waktu untuk istirahat dan merokok meskipun hanya selama 5 – 10 menit, dan

(28)

memeriksakan kondisi kesehatan secara rutin untuk memastikan bahwa diri mereka baik – baik saja.

Kuatnya intensi yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba tidak hanya dibentuk oleh ketiga faktor determinan pembentuk intensi yang sudah dijelaskan di atas. Seperti yang tertera pada tabel 4.8, ketiga faktor determinan tersebut hanya memberikan kontribusi sebesar 71,2% terhadap pembentukan intensi mahasiswa, sedangkan sisanya sebanyak 28,8% dibentuk oleh determinan lain diluar variabel penelitian.

Dalam sebuah artikel yang ditulisnya, Ajzen menyatakan bahwa ketika peneliti mengukur intensi menggunakan pengukuran langsung maupun tidak langsung, sebenarnya secara tidak langsung peneliti juga sudah mengukur variabel lain diluar variabel penelitian yang mungkin mempengaruhi pembentukan intensi. Variabel tersebut dapat terjaring melalui karakteristik responden yang ditentukan oleh peneliti saat pengambilan data. Hal ini dikarenakan data mengenai karakteristik responden yang terjaring dalam proses pengumpulan data, dapat memberikan penjelasan tambahan terkait dengan variabel lain yang mungkin mempengaruhi pembentukan intensi.

Dalam penelitian ini, peneliti menjaring empat karakteristik responden yakni usia, jenis kelamin, lama merokok, dan kategori perokok.

Jika dilihat berdasarkan tabel distribusi tidak ada perbedaan yang signifikan antara keempat karakteristik tersebut dalam membentuk intensi. Hanya saja keempat karakteristik tersebut dapat mempengaruhi intensi secara tidak langsung melalui ketiga determinan pembentuk intensi yakni attitude

(29)

toward behavior, subjective norm, perceived behavioral control. Hal ini dikarenakan keempat karakteristik tersebut merupkan bagian dari background factor yang memiliki kontribusi dalam terbentuknya belief dalam attitude toward behavior (behavioral belief), subjective norm (normative belief), dan perceived behavioral control (control belief).

Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah merokok selama lebih dari 5 tahun. Selain itu jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya juga tergolong cukup banyak, yakni lebih dari 10 batang per hari. Seung Kwon Myung, dkk. (2007) mengatakan bahwa jumlah konsumsi rokok dan lama merokok akan mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk menghentikan perilaku merokoknya atau tidak. Orang yang mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih kecil akan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berhenti merokok, sedangkan orang yang mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih besar akan memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk menghentikan perilaku merokoknya dan cenderung mempertahankan perilaku merokoknya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seorang perokok ringan akan memiliki kecenderungan berhenti merokok yang lebih besar dibandingkan perokok sedang dan berat. Pernyataan tersebut dapat menjelaskan mengapa sebagian besar mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba masih memiliki intensi yang kuat untuk merokok. Hal ini dikarenakan sebagian besar mahasiswa merupakan perokok dengan kategori sedang dan berat dengan jumlah konsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari, dimana menurut Seung Kwon Myung, dkk orang dengan

(30)

konsumsi rokok yang banyak (kategori perokok sedang dan berat) memiliki kecenderungan yang kecil untuk menghentikan perilaku merokoknya dan lebih cenderung untuk mempertahankan perilaku merokoknya.

Selain jumlah konsumsi rokok harian, lama merokok juga dapat mempengaruhi perilaku merokok seseorang. Orang yang telah merokok selama lebih dari 3 tahun akan lebih sulit untuk menghentikan perilak merokoknya dan cenderung mempertahankan perilaku merokok yang selama ini dilakukannya. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa sebagian besar mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba masih memiliki intensi yang kuat untuk merokok, karena sebagian besar mahasiswa yakni sebanyak 96,67% sudah merokok selama lebih dari 3 tahun.

Meskipun sebagian besar responden yakni sebanyak 25 orang (83,33%) memiliki intensi merokok yang kuat, terdapat 5 orang responden yang memiliki intensi merokok yang lemah. Dengan intensi merokok yang lemah, maka dapat dikatakan bahwa kelima orang mahasiswa tersebut memiliki kecenderungan yang kecil untuk merokok, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelima mahasiswa tersebut memiliki kecenderungan yang kecil untuk mempertahankan atau meneruskan perilaku merokoknya.

Hal lain yang mungkin terjadi dengan intensi merokok yang lemah adalah timbulnya usaha dari kelima mahasiswa tersebut untuk mengurangi atau bahkan menghentikan perilaku merokoknya.

Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kelima mahasiswa dengan intensi merokok yang lemah, memiliki sikap, norma, dan kontrol yang lemah/negatif juga terhadap perilaku merokok. Kuat – lemahnya intensi

(31)

sejalan dengan kuat lemahnya variabel pembentuknya. Mahasiswa yang memiliki intensi merokok yang lemah terdiri 1 orang perempuan dan 4 orang laki – laki dengan rentang usia antara 22 – 23 tahun. Mereka juga berasal dari tipe perokok kategori ringan dan sedang dengan lama merokok mulai dari 5 hingga 8 tahun. Jika dilihat dari karakteristik yang mereka miliki, tidak terlihat adanya perbedaan dengan responden lain yang memiliki intensi kuat. Perbedaan yang terlihat jelas adalah pada nilai attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pada mereka yang memiliki intensi lemah cenderung memiliki attitude toward behavior dan subjective norm yang negatif serta perceived behavioral control yang lemah pula.

Attitude toward behavior yang negatif menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut meyakini bahwa rokok lebih banyak mendatangkan dampak negatif bagi dirinya dibandingkan dengan dampak positif yang dapat diperoleh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap kelima mahasiswa tersebut peneliti mendapatkan informasi bahwa 3 dari mereka yang memiliki intensi lemah sudah mengidap penyakit akibat mengkonsumsi rokok (smoke related disease). Sehingga mereka sudah merasakan bagaimana buruknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan rokok bagi kesehatan. Sedangkan dua lainnya meyakini bahwa cepat atau lambat rokok akan mengganggu kesehatan tubuh mereka, selain itu mereka juga mengakui bahwa rokok seringkali menjadi penyebab pertengkaran mahasiswa dengan orang tua ataupun pasangannya. Sehingga mereka

(32)

menilai bahwa rokok tidak memberikan keuntungan apapun bagi diri mereka.

Selain attitude toward behavior yang negatif, sebagian mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba yang memiliki intensi merokok yang lemah juga memiliki subjective norm yang negatif terhadap rokok. subjective norm negatif ini terbentuk karena sebagian besar orang – orang yang penting bagi mereka tidak menyetujui perilaku merokok yang selama ini mereka tampilkan. Selain itu, motivasi yang mereka miliki untuk mengikuti keinginan significant person agar mereka menghentikan perilaku merokoknya juga cukup besar. Sehingga penilaian mereka terhadap rokok menjadi semakin negatif. Selain itu kelima mahasiswa yang memiliki intensi merokok yang rendah juga meyakini bahwa merokok akan memperburuk citra mereka sebagai agen kesehatan di mata masyarakat.

Dari kelima mahasiswa dengan intensi merokok yang rendah, 2 diantaranya memiliki perceived behavioral control lemah sedangkan 3 orang lainnya memiliki perceived behavioral control kuat. Pada mereka yang memiliki perceived behavioral control lemah dapat dikatakan bahwa mereka menilai dirinya tidak mampu untuk melakukan atau mempertahankan perilaku merokoknya dikarenakan beberapa faktor penghambat yang ada seperti ancaman penyakit akibat rokok, menurunnya kepercayaan masyarakat, larangan dari orang terdekat, dan lain sebagainya.

Kondisi tersebut pada akhirnya dapat membuat mahasiswa merasa kesulitan untuk melakukan perilaku merokoknya. Lemahnya perceived behavioral control yang dimiliki oleh kedua mahasiswa tersebut juga menunjukkan

(33)

bahwa mereka memiliki kontrol yang lemah atas perilaku merokok. dengan kata lain dapat dikatakan bahwa keputusan untuk merokok tidak sepenuhnya berada dibawah kendali diri mereka. Sehingga meskipun mereka memiliki intensi yang lemah untuk merokok, mereka tetap dapat menampilkan perilaku merokok dikarenakan lemahnya kontrol yang mereka miliki atas perilaku tersebut. Perilaku merokok yang mereka lakukan mungkin timbul karena adanya pengaruh dari lingkungan yang mendorong mereka untuk menampilkan perilaku tersebut.

Sedangkan pada mahasiswa yang memiliki perceived behavioral control kuat dapat dikatakan bahwa mereka menilai bahwa dirinya mampu untuk mengontrol perilaku merokoknya, dan keputusan untuk meneruskan atau tidak meneruskan perilaku merokoknya tergantung pada diri mereka pribadi.

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik Responden  Responden  Karakteristik Responden
Tabel  4.7  di atas  juga  memperlihatkan  distribusi subjek  penelitian menurut kategori attitude toward behavior,  subjective  norm  dan  perceived behavioral control
Tabel 4.9 Anova  b
Tabel anova di atas menunjukkan besarnya probabilitas  atau signifikansi pada perhitungan Anova, dimana nilai yang tertera  digunakan untuk menguji kelayakan model analisis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya mutu kualitas produk maka suatu perusahaan dapat menentukan posisi produknya di pasar, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik agar